The Dark
Harry Potter belong's to JK Rowling
Canon AR, no Voldy, no War
Happy Birthday Nisa… I really wish the best for you, girl…
Hermione menghentakkan kakinya dengan kesal saat melihat kedua orang sahabatnya tak mengacuhkan ajakannya untuk segera mengerjakan tugas ramuan, dan malah memilih untuk membicarakan strategi yang akan mereka gunakan pada pertandingan Quidditch melawan Ravenclaw esok hari. Gadis itu mendengus kesal, saat untuk kesekian kalinya, panggilannya tak digubris oleh kapten dan kiper Quidditch Gryffindor itu.
"Jangan harap aku akan datang di pertandingan bodoh kalian," gadis berambut ikal itu membereskan tumpukan buku yang tadi dibawanya dari kamar dan meninggalkan Harry dan Ron yang baru saja tersadar, saat gadis itu secara sengaja menendang kaki mereka berdua.
"Hermione!" Harry berusaha memanggil Hermione yang kini berbalik mengacuhkannya. Pemuda menarik nafas panjang saat melihat sosok Hermione menghilang dibalik lukisan nona gemuk. "Aku harap besok ia sudah tidak marah lagi…." Dan beberapa saat kemudian kedua orang pemuda itu kembali asyik melanjutkan pembicaraan mereka, seperti tak ada yang terjadi sebelumnya.
Hermione melangkahkan kakinya dengan gusar. Seharusnya ia tahu bahwa kedua teman dekatnya itu tak bisa diharapkan untuk mengerjakan tugas, terutama saat pertandingan Quidditch sedang berlangsung seperti ini. Tapi tetap saja, ini tugas kelompok, dimana berarti Ron dan Harry seharusnya berpartisipasi, suka ataupun tidak. Gadis itu mulai menyesali keputusannya untuk mengiyakan ajakan kedua orang sahabatnya untuk menjadi satu kelompok, saat Profesor Snape memutuskan untuk memberikan tugas berkelompok pada mereka.
Hermione memutuskan untuk mengerjakan tugasnya di kelas kosong yang ada di menara timur, setelah melihat perpustakaan Hogwarts sedang dipenuhi dengan anak tahun pertama yang nampaknya sedang sibuk mengerjakan tugas mereka.
Kriet...
Tubuh gadis itu membeku saat melihat pemandangan yang ada didepannya, mata gadis itu terbelalak saat menyadari apa yang sedang terjadi.
BRAKK!
Wajahnya memerah dengan hebat, baru kali ini ia melihat adegan sex secara langsung. Hermione berusaha menenangkan dirinya dan bersandar di dinding saat tiba-tiba saja pintu kelas kembali terbuka. Mata gadis itu berkedip saat melihat seorang siswi berlari dengan seragam yang belum dikancingkan. Sekelebatan ia bisa melihat emblem berwarna kebiruan di seragam gadis itu.
Ravenclaw, eh?
"Kau ingin bergabung?" Hermione memalingkan wajahnya menghadap ke arah asal suara. Gadis itu menajamkan matanya saat melihat Blaise Zabini kini sedang memamerkan seringai seksinya. "Tak seperti Draco, aku tak begitu mempedulikan permasalahan mengenai darah." Hermione bisa merasakan wajahnya semakin memerah karena emosi.
"Kau tak pantas menjadi prefek," Hermione meninggalkan Blaise setelah sebelumnya memberikan potongan angka 100 untuk Slytherin.
"Seharusnya aku memotong angkanya lebih banyak lagi, karena berhasil membuat hariku semakin buruk." Omel Hermione. Langkah gadis itu terhenti saat mendapati sebuah dinding tempat dimana ruang kebutuhan berada. Sebuah senyuman tiba-tiba terpatri di wajah manisnya.
"Aku ingin tempat dimana orang tak bisa menggangguku dan aku bisa mengerjakan tugasku dengan tenang," saat kalimat terakhir terucap dari bibir Hermione, sebuah pintu kayu tiba-tiba muncul pada dinding batu itu. Tak beberapa lama keberadaan pintu itu menghilang saat Hermione masuk ke dalamnya─kembali menjadi dinding batu biasa, seolah-olah tak ada ruangan di balik dinding.
…
Hermione berjalan dengan tergesa-gesa sambil sesekali merutuk karena ia telah melewatkan jam makan malam. Mengerjakan tugas, selalu membuatnya melupakan waktu. Biasanya, kedua sahabatnya selalu mengingatkan bahwa jam makan malam akan segera tiba. Untung saja tadi ia sempat melirik ke arah jam tangannya saat ia sedang kehabisan bahan referensi untuk tugas ramuannya. Dan Voila, ternyata sudah lima jam lebih sudah ia habiskan di ruangan rahasia itu.
Gadis itu memandang tumpukan buku yang sedang dibawa olehnya, ia berharap perpustakaan masih buka sehingga ia bisa mengembalikan buku-buku yang dipinjamnya tiga hari yang lalu itu, dan mungkin ia bisa meminjam dua-atau tiga buah buku lain sebagai referensi tambahan. Hermione memasang raut wajah kecewa saat memasuki perpustakaan dan melihat Madam Pince yang nampaknya mulai bersiap-siap pergi.
"Oh… maafkan aku Madam Pince, tapi… aku pikir perpustakaan belum tutup…."
"Aku hanya bersiap-siap, sepuluh menit lagi perpustakaan akan tutup." Hermione menganggukkan kepalanya. "Lagipula pengunjung hari ini tersisa satu orang." gadis itu mengerutkan dahinya, sepenglihatannya pengunjung perpustakaan hanya dirinya. Apa Madam Pince kini mulai bisa membaca masa depan seperti Profesor Trelawnay?
"Malfoy. Mungkin dia ada di balik rak-rak itu. Akhir-akhir ini ia sering kesini." Jelas Madam Pince saat melihat kebingungan di wajah Hermione.
"Mam, bolehkan aku meminjam satu atau dua buku lagi? aku membutuhkannnya untuk tugas ramuan Profesor Snape…."
"Cepatlah..."
Hermione bergegas menuju ke bagian barat perpustakaan, ia yakin bahwa buku yang sedang ia cari berada di dekat seksi terlarang, beberapa hari yang lalu ia sempat melihatnya saat sedang mencari bacaan ringan pengantar tidur. Gadis itu tersenyum saat melihat bahwa buku yang ia butuhkan memang ada di tempat itu, akan tetapi senyum itu tak bertahan lama saat melihat Draco Malfoy sedang membaca sebuah buku di seksi terlarang. Gadis itu mengernyitkan dahinya karena sepengetahuannya seksi itu tidak boleh dimasuki oleh siapapun, terkecuali jika mereka mendapatkan ijin dari seorang Profesor. Penasaran, Hermione berusaha membaca judul buku yang sedang dibaca oleh pemuda berambut platina itu.
Cara… Cara mem…
Clap!
Tubuh gadis itu tersentak saat tiba-tiba saja Draco menutup bukunya, sehingga ia tak bisa melihat judul buku yang dibaca oleh pewaris kekayaan Malfoy.
"Mengintip, Granger?" Hermione menelan ludahnya gugup, ia baru saja membuka mulutnya untuk membalas ucapan sang pangeran Slytherin saat matanya bertatapan dengan mata dingin Draco. Gadis itu terkesiap, entah mengapa tiba-tiba rasa ketakutan menyergapnya, Secara tak sadar, gadis itu memegang erat tongkat sihir miliknya.
"Apa kau sudah menemukan bukumu? Perpustakaan akan tutup…." Hermione tersentak saat tiba-tiba saja Madam Pince muncul di sampingnya.
"Oh─ya Mam…," Hermione melirik ke arah Draco yang kini sudah tidak ada di tempatnya.
…
"Kau memaafkan kami 'kan Hermione?" Hermione bergidik jijik saat melihat Ron berbicara dengan mulut penuh. Pemuda itu tak pernah bisa menghilangkan kebiasaan buruknya.
"Kami janji untuk mengerjakannya setelah pertandingan Quidditch hari ini berakhir…," gadis yang dikenal dengan julukan nona tahu segala itu memutar bola matanya bosan. Bagaimana bisa mereka mengerjakan tugas saat tubuh mereka kelelahan dan penuh luka akibat pertandingan Quidditch nanti?
"Kalian bisa mengerjakannya besok." Kedua sahabatnya tersenyum lebar saat mendengarkan ucapannya.
"Kau memang yang terbaik!" Hermione mendengus bosan, ia memalingkan wajahnya ke arah lain. Secara tidak sengaja tatapan gadis itu tertuju ke arah meja Slytherin. Ke arah Draco Malfoy. Gadis itu mengerutkan dahinya saat melihat Draco bersikap acuh pada kelompoknya. Sepengetahuannya Draco selalu terlibat pada setiap keusilan yang dibuat oleh Crabbe dan Goyle, meskipun itu hanya sebatas cemoohan kasar. Gadis itu secara otomatis menyenggol bahu Harry.
"Apa?" Harry memandang Hermione dengan heran.
"Hei Harry, bukankah biasanya Draco selalu bertingkah saat sarapan?" Harry mengerutkan keningnya heran, tidak mengerti maksud ucapan sahabat wanitanya itu.
"Bertingkah?"
"Maksudku, bukankah ia selalu berusaha untuk mengejek para Muggleborn, dan mengganggu siswa lain?" tatapan Harry mengarah ke meja Slytherin, pemuda itu mengamati Draco yang hanya tersenyum sinis menanggapi gurauan teman-temannya mengenai siswa kelas pertama.
"Hm…, kau benar juga…."
"Bukankah itu aneh?" Pemuda itu mengerutkan keningnya. Bukankah itu hal bagus jika Draco tak lagi mengusuli para siswa tahun pertama? Lagipula, seingatnya, sifat Draco menjadi sedikit berubah sejak mereka menginjak tahun keenam. Entah mengapa, sejak tahun lalu, Draco tak pernah mencari masalah dengan trio Gryffindor. Awalnya ia merasa aneh dengan hal itu, dan mulai berpikir bahwa mungkin sebenarnya pemuda berambut pirang itu merencanakan sesuatu. Tapi kenyataannya satu tahun telah berlalu tanpa terjadi apa-apa.
"Kau terlalu banyak belajar Hermione. Akhir-akhir ini ia memang tidak banyak berulah. Bahkan dia sudah tidak pernah mencari masalah dengan kita sejak tahun keenam. Eh omong-omong, kau akan melihat pertandingan Quidditch kami kan?"
"Bukankah itu tambah aneh?" gumam Hermione tak mendengarkan ucapan Harry.
"Hermione?"
"Ah! Tentu… tentu saja… kalian berdua sudah mengingatkanku sejak tadi pagi…."
"Tentu saja Mione, jika kami memenangkan pertandingan ini, kami akan menghadapi Slytherin minggu depan." Hermione hanya bisa tersenyum paksa saat Ron mulai membicarakan strategi brilliant yang akan digunakannya nanti sore.
.
"Kau melakukannya lagi," ucap Harry saat pelajaran transfigurasi Profesor McGonagall sudah berakhir
"Eh? Apa?"
"Lagi-lagi kau melirik ke arah Malfoy." Hermione mengedipkan matanya. "Kau menyukainya?" tawa kecil keluar dari bibir tipis Hermione saat mendengar pertanyaan sahabatnya itu.
"Harry… yang benar saja! Lagi pula aku tidak meliriknya, aku hanya mengamati." Harry menaikkan sebelah alis matanya, "aku rasa sifatnya sedikit mencurigakan. "
"Kau berlebihan Hermione." Hermione membuka mulutnya ingin menceritkan kejadian di perpustakaan kemarin saat tiba-tiba saja Ron muncul disamping mereka.
"Harry! Kita akan terlambat, Hermione, kami pergi dulu! Jangan lupa nanti sore!" Hermione memasang raut wajah khawatir saat melihat Ron menarik tangan Harry. Nampaknya pemuda itu benar-benar tak sabar untuk pertandingan Quidditch kali ini. Pandangan Hermione beralih ke arah Draco yang tengah berjalan meninggalkan kelas, dengan rasa penasaran yang tinggi gadis itu mengikuti Draco dengan perlahan. Satu yang ia tidak ketahui bahwa rasa penasaran bisa membunuh seekor kucing yang dikenal memiliki 9 nyawa, apalagi dirinya?
.
Pemuda berambut platina itu berjalan dengan angkuh, ia menatap dingin ke arah gerombolan murid kelas satu yang menghalangi jalannya. Tanpa berkata apapun, mereka menundukkan kepalanya dan langsung membuka jalan untuk sang pangeran Slytherin. Draco mnyeringai tipis saat melihat hal itu. Ia menyukai itu. Kekuasaan. Sebagai penerus keluarga Malfoy, ia sudah belajar sejak kecil bahwa kekuasaan adalah segalanya. Semuanya terasa mudah, dengan cepat semua orang di Hogwarts tunduk padanya saat mendengar namanya. Semua, terkecuali para siswa dari asrama Gryffindor.
Rahang pemuda itu mengeras saat melihat seorang anak Gryffindor yang tak menundukkan kepalanya saat melihatnya. Draco sebenarnya tak mempermasalahkan para Singa, mengingat hubungan antara asramanya dengan mereka memang tak begitu baik, lagipula para singa hanyalah kumpulan para penyihir bodoh yang suka bersifat sok pahlawan. Tapi tetap saja, pemuda itu tak menyukai perlawanan, dari siapapun.
"Draco." Pemuda itu menolehkan kepalanya dan mendapati Blaise Zabini tengah melangkah ke arahnya dengan menggandeng seorang gadis.
"Malfoy," gadis itu menundukan kepalanya saat melihat tatapan Draco mengarah padanya.
"Kau akan kembali ke asrama?"
"Hmm…." Zabini mengerutkan keningnya saat melihat sosok Draco yang kembali berjalan menuju ke arah bawah tanah, tempat asrama mereka berada. Zabini merasa sifat Draco sedikit aneh, terutama sejak menginjak tahun keenam. Pemuda itu merasa sifat Draco berubah menjadi misterius dan mendingin, walaupun pemuda itu akui, sifat angkuh pemuda itu masih tak berubah sama sekali.
"Blaise?" Pemuda berkulit eksotis itu menolehkan kepalanya dan mendapati gadis pirang yang tengah menggelayuti tubuhnya menatapnya, merajuk. Blaise menghela nafas panjang, sepertinya ia sudah merasa agak bosan pada gadis yang kini bergelayut manja di lengannya itu. Akan tetapi sebuah seringai tercetak di wajah pemuda flamboyan itu saat secara tak sengaja dirinya melihat sosok berambut coklat ikal mengikuti Draco.
"Aku mengerti, ayo kita pergi."
.
Hermione berjalan dengan berhati-hati, meskipun ia sudah memantrai sepatunya agar tidak mengeluarkan bunyi yang tidak perlu─dan membuatnya tertangkap basah─ia tetap saja merasa khawatir Draco akan menyadari keberadaannya. Gadis itu mengintip dari balik tiang batu saat tiba-tiba sosok Draco memasuki sebuah kelas kosong.
"Sudah kuduga ia merencanakan sesuatu," desis gadis itu pelan. Dengan perlahan ia membuka pintu kelas, dan mencoba untuk mengintip apa yang sedang dilakukan Draco. Gadis itu mengerutkan keningnya saat tak melihat satu sosok pun di dalam kelas. Dengan berhati-hati ia memasuki kelas, dan menajamkan penglihatannya. Kondisi kelas yang remang-remang mungkin mengelabui matanya, karena ia yakin, Draco memasuki ruang kelas ini.
BRAK!
"Puas mengikutiku Granger?" Hermione refleks membalikkan tubuhnya saat mendengar suara dari arah belakang tubuhnya. Tubuh gadis itu terkesiap saat melihat Draco Malfoy memandangnya tajam.
"Aku tidak mengikutimu!" Sebuah seringai tercetak di wajah angkuh Draco.
"Kau mengikutiku. Ah, seleramu sepertinya mulai meningkat, meninggalkan Scar head dan mulai tertarik padaku." Tubuh Hermione menegang saat tiba-tiba saja Draco kini sudah memegang tongkat kayu anggur miliknya.
"Jangan mimpi Malfoy." Hermione merogoh kantung jubahnya dan memaki pelan karena tak mendapati tongkat miliknya berada disana, nampaknya Draco tadi berhasil mengambilnya.
"Mencari sesuatu Granger?" Hermione meneguk ludahnya gugup. Ia tidak boleh memperlihatkan ketakutannya di depan Malfoy saat ini.
"Apa yang kau lakukan di seksi terlarang? Buku apa yang kau baca?"
"Silencio. Ah, begini lebih baik…" kedua mata Hermione terbelalak dengan lebar saat tiba-tiba saja ia tak bisa mengeluarkan suaranya.
Hermione melangkah mundur saat melihat Draco berjalan mendekatinya. Ia bisa melihat sebuah senyuman sinis terpatri di wajah pemuda itu. Gadis itu bisa melihat jemari panjang Draco menelusuri lekukan tongkatnya penuh minat. "Tongkat yang lumayan bagus… Kau tahu Granger, ada hal-hal yang seharusnya tak perlu kau ketahui. Satu nasehatku untukmu, Jangan campuri urusanku. Crucio…"
-TBC-
a.n: Nisaaa, maap hadiahku telaaat, dan maaap aku malah bikin MC… tapi aku janji bakalan ngelarin ini kok, moodku berubah-ubah sejak kemarin….
Fict ini aku dedikasikan buat Nisa a.k.a WatchFang yang sedang berulang tahun tanggal 9 Juli kemarin, dan Moo serta diriku yang berharap karakter Draco yang berkesan "dark dan memikat" (yah aku tahu, karakter Draco di fict ini masih jauh dari itu).
Aku minta maaf atas ke OOCan para karakter di fict ini, aku usahakan di chapt selanjutnya mereka lebih IC.
Last but not least, please gimme your comment, review, or maybe a flame about this fict. Really appreciate it.
Sincerely, Putri
