just
by Erzsi Alicia
No profit taken from making this story.
Enjoy~!
Kahrab pemuda itu terbuka dan yang dilihatnya ialah hanya gelap. Gelap kelam helaian lembut rekan volinya, biru gelap warna iris si pemuda maniak voli, dan gelap suasana hati si pemuda kala diejek olehnya.
(Kei tidak pernah mengejek, sebab itu tidak baik. Kei hanya membiarkan lidahnya membangkitnya atensi pengantusias voli itu padanya.)
.
Kahrab pemuda itu terbuka dan yang dilihatnya ialah hanya merah. Merah mentari kala hari baru dimulai, merah senja yang merekah kala hari mengantuk dan mentari terlelap, merah nilai di bawah standar si dungu voli, serta merah amarahnya.
(Kei tidak marah sebenarnya, sebab itu tidak baik. Kei hanya membiarkan logikanya mengambil alih atas rasa yang melingkupi diri.)
.
Kahrab pemuda itu terbuka suatu hari dan yang dilihatnya ialah iras ceria. Biru terang halus milik angkasa semu, hijau zamrud cerah milik pohon tua di depan lapangan latihan voli mereka, putih empuk kapas yang mengerubungi langit, juga merah muda bersemu tipis di wajah manis penuh semangat milik pemain voli bernomor punggung Sembilan.
(Kei memejam mata kuat-kuat, membiarkan kerut halus menghiasi sudut matanya. Menolak memandang semestanya.)
.
Suatu hari, mulut Kei terbuka, lidahnya mengarang kata, dan kahrabnya memandang rajanya.
"Halo, Yang Mulia, apa anda masih tidak puas atas milik anda yang sepenuhnya telah sempurna?"
Tobio hanya bungkam, namun maniknya menatap nyalang. Apa salahnya melatih toss agar peluang kemenangan timnya sedikit lebih besar? Apa salahnya melatih spike meski dia seorang tosser? Apa salahnya dia berlatih voli karena itu inginnya?
(Tidak ada yang salah dari itu semua. Tobio tahu hal itu, Kei tahu hal itu. Hanya saja semesta mengutuk rakyat jelata itu sehingga tidak bisa membuka konservasi yang lazim dengan rajanya.)
.
Suatu hari, kelopak mata Kei terbuka dan dia mendapati bahwa kahrabnya selalu terpaku, mengikuti, dan penuh akan eksistensi seorang Kageyama Tobio.
Suatu hari, Kei mendapati logikanya nyaris dia buang demi renjana konyol pinta hatinya.
Suatu hari, Kei tidak peduli lagi dan membiarkan lidahnya mencerca si raja di batas wajar.
Suatu hari, Kei mendapati bahwa dia sepenuhnya ialah enigma yang tidak dapat dia pahami dan semua karena Tobio.
.
(Tidak ada yang salah sebenarnya. Dia cuma sedang mendramatisir segala hal. Sebab Kei hanya tengah jatuh cinta.)
