(Author intro)

A-a..ano.. Nut masih baru di sini dan ini cerita debut Nut.

Y-y..yang..yang tadi Nut publish lupa belum diedit, jadi maklum kalo berantakan + aneh

Gomen gomen gomeeen.. Nut No Baka! ToT

Yang sekarang udah Nut edit, tapi mungkin bakal tetep berantakan + aneh

Jadi, Nut mohon read sama reviews dari para senpai ^^

So, here's the story!

For Me?

.

.

.

Sreekk Srrrkk Srrk

Aku hanya dapat tersenyum miris mendengar suara itu. Jadi benar, ini sudah yang ke.. 6. Haha.. mengapa aku bodoh sekali ya? Hey kau.. yang ada di balik semak-semak, keluarlah!

Tch, mereka merepotkan saja. Aku hanya dapat membuang nafas kesal lalu pergi meninggalkan taman belakang sekolah yang sudah mulai sepi ini. Ya, ini sudah yang ke enam kalinya aku mendapatkan surat dari 'pengagum rahasia'.

Aku bingung, di sini sebenarnya yang bodoh itu siapa?

.

.

.

"Ohayou Hinata-chan!"

Ku putarkan tubuhku tatkala mendapat sapaan selamat pagi dari arah sampingku. Shion, dia anak yang ramah, bukan hanya itu. Dia juga cantik, pintar, dan juga kaya. Jadi pantas saja dia mempunyai banyak penggemar kan?

"O-oh, Shion-chan. Kau rajin sekali!"

"Ehehe.. tidak juga"

Cklek

Shion membuka pintu lokernya yang tepat berada di samping lokerku. Oh, benar! Aku sampai lupa mau mengambil buku Biologiku. Dasar Hinata no baka. Ku putar kunci yang tergantung pada pintu lokerku.

Pluk

Dua buah amplop terjatuh di saat yang bersamaan tetapi dari tempat yang berbeda. Yaitu dari lokerku dan loker milik Shion. Warna amplop dari surat kami juga sama, yaitu berwarna merah muda. Ckck sekarang apalagi?

Ku buka surat itu, dan yeah.. benar! Ini surat penggemar lagi. Terus ku baca susunan kata-kata pada selembar kertas itu dengan seksama sampai paragraf terakhir. Aku hanya dapat tersenyum dengan wajahku yang memerah, tetapi dalam detik itu juga senyumanku luntur saat membaca kalimat terakhir di pojok sebelah kiri surat itu. 'My lovely Shion'

Segera dengan cepat ku lipat kembali surat itu dan memasukannya kembali pada amplop berwarna merah muda tadi. Ku serahkan itu tepat di depan wajah Shion.

"A-..ano.. sepertinya penggemarmu salah memasukan surat lagi"

Shion yang sedang membaca surat lain di tangannya pun terkejut saat pandangannya terhalangi oleh sebuah amplop merah muda yang terpampang jelas di depan matanya. Shion memberhentikan kegiatan membacanya lalu menatapku dengan tatapan.. meminta maaf?

"Ah.. Hinata-chan bilang 'lagi' ? Apakah penggemarku sudah sering salah memasukan surat mereka?"

"E-e-etooo.. sekarang sudah 7 surat yang salah masuk ke lokerku. Haha"

"Benarkah?! Ah.. gomenasai Hinata-chan!"

Shion membungkuk tepat Sembilan puluh derajat di hadapanku. Eh, dia ini kenapa? Ya walaupun aku kesal juga karena banyak surat nyasar masuk ke dalam lokerku. Belum lagi aku yang dengan bodohnya selalu menanggapi surat itu seolah itu benar-benar untukku.

"E-Eh, Shion-chan. Yang salah itu para secret admirer-mu"

"Tidak.. tidak.. pokoknya aku harus minta maaf. Itu pasti sangat merepotkan 'kan?"

Ya, itu sangat merepotkan. Ingin rasanya aku berkata seperti itu, tapi apa daya. Belum juga aku berkata seperti itu, wajah Shion sudah terlihat sangat menyedihkan seperti ini. Aku jadi merasa bersalah. Argh, ini kan salah para penggemarnya itu!

"E-eh.. sudahlah Shion-chan! Aku juga salah. Aku tidak memberikan surat-surat nyasar itu padamu. Tetapi aku malah membuangnya. Hehehe… padahalkan seharusnya aku mengembalikannya padamu"

Aku hanya dapat menggaruk pipiku yang tak terasa gatal tetapi entah mengapa selalu memerah ini. Shion masih tersenyum bersalah padaku lalu kembali menegakkan tubuhnya seperti semula.

Mata itu, kami mempunyai mata yang hampir sama. Ya, hampir… jadi jangan salahkan para penggemarnya yang keliru.

.

.

.

"A-ah.. Shion-chan. Sepertinya mereka takut padaku. Lebih baik aku pergi saja"

Kalau kalian bertanya aku sedang apa. Sekarang aku sedang berada di taman belakang sekolah menemani Shion menemui pengagum rahasianya.

"Jangan tinggalkan aku sendiri Hinata-chan!"

Saat aku sedang berjalan akan keluar dari taman ini, Shion berteriak mencegahku. Haa.. aku tidak tega. Apalagi saat mendengar ceritanya tadi pagi. Katanya dia juga kemarin mendapat surat dari pengagum rahasianya, tetapi kalian bisa tebak. Yang datang adalah segerombolan wanita merepotkan yang membenci Shion.

"U-um.. baiklah aku akan menunggu disana saja!"

Kataku sembari menunjuk bangku yang ada di koridor dekat taman. Shion mengangguk lalu kembali mengedarkan pandangannya mencari si pengagum rahasia.

Ku lanjutkan langkah kakiku sembari tersenyum geli. Hihihi apakah saat itu aku juga terlihat menggelikan seperti Shion? Berjalan memutar tak jelas dengan mata yang menyisiri taman mencari seseorang yang bahkan kita tak tahu bagaimana rupanya.

Bruk

Haah.. sebenarnya apa yang kulakukan di sini? Setelah menyamankan posisi dudukku, ku tolehkan kepalaku ke kanan melihat koridor setiap kelas yang sedikit gelap karena hanya tersinari oleh cahaya mentari sore. Tidak ada hal menarik, ku angkat bahuku lalu ku tolehkan lagi kepalaku ke sebelah kiri. Tidak ada yang menaa..rik-

GUBRAKK!

I-i..ittai! Ish.. kuusap pelan pantatku yang mendarat mulus denan kecepatan 50cm per detik tadi. S-s…siapa dia?! Ku tatap tajam pria yang sedang duduk santai di bangku yang kududuki tadi. Dan… s-sejak kapan dia ada di sana?!

Pria itu hanya dapat tersenyum lebar sembari menggaruk kepalanya yang aku yakin tidak gatal itu. Rambut blonde, dengan beberapa helai rambut yang menempel pada pelipisnya yang berkeringat. Berkulit tan dengan bekas luka cakaran yang membentuk kumis kucing di pipinya. Dia juga berpakaian layaknya seorang pangeran dari negeri dongeng. A..ap-apakah dia… SILUMAN KUCING?!

Saat sedang asyik berkecamuk dengan segala pikiran yang ada di kepalaku, sebuah tangan besar nan kekar terulur di depan wajahku. Ku tatap kosong tangan yang tergantung bebas di depanku ini.

"Ayo bangun!"

Bangun? Oiya! Segera ku terima uluran tangan pria asing ini. Ckckc.. aku sampai lupa untuk bangun saking terkejutnya oleh kehadiran siluman kucing ini.

Setelah berdiri tegak, ku tepuk-tepuk pelan rok seragamku yang sedikit kotor karena debu di lantai. Kembali ku lihat pria di hadapanku ini, dia cukup tampan untuk ukuran kucing. Ups, apa yang barusanku bicarakan?!

"Hei, apakah orang itu temanmu?"

Siluman kucing ini bertanya padaku sembari memfokuskan pandangannya pada Shion yang masih berdiri tegak di taman.

"I-iya, dia temanku"

Aku ikut memfokuskan pandanganku pada Shion yang menurutku terlihat menyedihkan itu. Aku jadi merasa iba. Dia terlalu baik untuk menjadi seorang idola. Apakah aku juga akan melakukan hal yang sama seperti Shion jika aku seorang idola?

"Tapi kalian mirip"

Pria asing di sampingku ini kembali bicara sembari memandang aku dan Shion bergantian. Mata kami bersibobrok. OH GOD! HE'S SO PERFECT!

"Y-ya, mata kami memang mirip. Tapi warna rambut kami kontras sekali"

"Yah itu benar, dan pirang selalu terlihat lebih mempesona"

Tanpa kusadari ku tajamkan pandanganku pada pria yang sedang meniup-niupkan poninya angkuh dengan seringai yang terlukis di bibirnya. Pirang selalu terlihat lebih mempesona ya?

"U-um..Ya, itu benar"

Ku tundukan wajahku setelah mengatakan itu lalu berbalik meninggalkan tempat ini. Tch, dasar siluman kucing aku sumpahi kau tidak akan kembali menjadi wujud aslimu! Aku berlari kencang melewati koridor-koridor kelas yang semakin ku melangkah semakinku tertelan oleh kegelapan.

Ckck.. kenapa innerku selalu bersikap bertolak belakang dengan sikap yang selalu ku tunjukan pada orang-orang?

.

.

.

Ku perhatikan dengan seksama seseorang berambut indgo dengan matanya yang beriris pucat. Ku elus pelan bagian rambutnya yang ada pada bidang datar yang memantulkan cahaya ini.

Rambut itu, terlalu gelap. Memberikan kesan suram, tidak seperti blonde. Haruskah ku warnai rambutku dengan warna Biru langit agar terlihat cerah dan ceria sama halnya dengan blonde? Haaah.. pemikiran macam apa itu?!

Kembali kutatap cermin yang ada di hadapanku. Mata itu, benar-benar terlihat pucat. Apakah aku harus mengoperasi warna irisku? Hufff.. Kembali ku buang nafasku secara perlahan. Baka! Hentikan Hinata! Kau harus mensyukuri apa yang telah kami-sama berikan padamu.

Senyumanku sedikit mengembang setelah menyemangati diriku sendiri. Hihihi.. ternyata aku juga lumayan cantik saat tersenyum. Yah, kau cantik Hinata. Setidaknya itu yang keluargaku katakan.

Saat ini aku sedang berjalan menuju taman belakang berniat menemui Shion. Tetapi saat kakiku baru saja melangkah masuk ke taman, dapat ku lihat dua orang berambut blonde dengan gender yang berbeda sedang asyik bercengkrama.

Oh, jadi pria berambut blonde itu penggemarnya Shion, bukan siluman kucing. Hahaha.. kenapa tingkat kebodohanku menjadi parah seperti ini?

"Hinata-chan!"

Baru saja aku akan membalikan tubuh untuk meninggalkan taman ini, suara lembut Shion memberhentikanku. Ada apa lagi? Bukankah dia sudah bertemu dengan penggemarnya? Bukan hatersnya? Jadi aku sudah tidak di butuhkan lagi di sini.

"Kemarilah-"

"A-a..a-a-ano..Gomen ne Shion-chan aku harus menonton pertandingan adikku"

Ini pertama kali, ini pertama kalinya aku memotong pembicaraan orang lain. Aku tahu ini tak sopan, dan ini tak di ajarkan di keluargaku. T-tapi.. argh! Entahlah apa alasanku melakukan itu.

Aku kembali berlari meninggalkan Shion dan penggemar rahasianya di taman belakang sekolah. Yah, sekarang sudah bukan rahasia lagi. Hahaha

"Hanabi-chan, mari kita bertanding karate!"

Sesampainya aku di rumah, aku langsung menghampiri Hanabi adikku yang sedang berlatih karate di halaman belakang rumahku yang bergaya tradisional Jepang ini. Ya ya ya, baiklah. Aku berbohong mengenai 'menonton pertandingan adikku' tadi.

Entah mengapa aku ingin sekali memukul orang atau dipukul orang saat ini, dan aku memilih orang itu adalah adikku sendiri Hanabi. Hahaha miris sekali kan? Teganya aku kepada adikku sendiri. Aku ini juara karate tingkat Nasional, sedangkan adikku? Dia masih sabuk cokelat. Hahaha jadi jangan harap aku kena pukul olehnya.

Aku berganti pakaian menggunakan seragam karate dengan terburu-buru di balik bilik yang di sediakan di pojok halaman ini. Ku ambil sabuk hitamku yang tergantung di bilik ini. Ku ikat erat pada pinggangku, sangat erat.

Sudah siap, aku keluar dari balik bilik ini. Dapat ku lihat Hanabi yang sedang menatapku bingung. Bagaimana tidak? Untuk ikut lomba karate saja aku di bujuk habis-habisan oleh tou-san, dan sekarang aku malah mengajak Hanabi bertanding.

Aku berjalan mendekati Hanabi yang berada di tengah halaman ini. Saat sudah dekat, Hanabi sedikit berlari menubruk tubuhku lalu memelukku dengan erat. Eh, dia ini kenapa?

"Hihihi.. Hana-chan, tak perlu setakut itu melawan nee-chan"

Ku balas pelukan Hanabi sambil menepuk-nepuk pundaknya pelan.

"Baka! Hinata-nee BAKA!"

"Kau tahu, itu tidak sopan Hana-chan"

"Aku tahu"

"Um?"

Hanabi menjawab pernyataanku dengan kalimat ambigu. Dia tahu? Dia tahu apa? Ku hentikan tepukanku pada punggungnya.

"Menangislah Hinata-nee"

Tuk!

Ku pukul pelan kening adikku ini. Ahaha apa yang dia bicarakan? Kenapa aku harus menangis? Mendapatkan pukulan di keningnya, Hanabi menatapku dengan tajam. Dia benar-benar mirip sepupuku Hyuuga Neji. Sebenarnya dia adikku atau adik Neji-nii sih?

"Auwwh!"

"Kenapa aku harus menangis?"

"Karena-"

"Sudahlah, cepat bertanding denganku!"

Lagi, aku memotong pembicaraan orang lain. Argh, ampuni aku kami-sama! Ku lepaskan pelukan Hanabi lalu tersenyum lembut pada adikku yang masih menampilkan raut kebingungannya ini.

"Baiklah!"

Hanabi akhirnya menyetujui ajakanku. Dia mundur beberapa langkah dari hadapanku lalu ia langsung memasang kuda-kudanya. Oh, tidak pakai salam? Baiklah. Mengikuti Hanabi, aku juga memasang kuda-kudaku.

Hanabi langsung maju menyerangku. Hey.. ini seperti tinju, bukan karate. Tapi aku tidak peduli! Yang penting aku bisa memukul wajah seseorang sekarang juga- !

Buk!

….

Tes

Tes

Tes

Air mata mengalir lemah dari iris mata lavender ini. Kepalan tangan Hanabi masih ada di pipi sebelah kiriku. Ya, aku di pukul oleh adikku sendiri dan aku menangis. Ha.. ha.. haa.. mana si juara karate tingkat nasional? MANAAA?!

Grep

Hanabi dengan sigap langsung memelukku dengan erat. Kosong, aku hanya dapat menatap kosong ke depan, tak ada yang kupikirkan. Hanabi mengusap-usap pelan punggungku, tapi aku masih belum membalas pelukannya. Aku masih diam terbeku

"Akhirnya, kau menangis juga Nee-chan"

"Jahat, kau jahat Hanabi-chan!"

"Gomen ne nee-chan"

Dengan cepat ku peluk erat adikku satu-satunya ini. Kami sudah sering begini, saling berpelukan dan menangis dalam diam. Khususnya Hanabi, dia tak pernah merasakan pelukan hangat seorang ibu, jadi aku harus bersedia memeluknya seperti seorang ibu.

"Hinata-nee cantik, cantik, cantik, cantik"

Air mataku bercucuran semakin deras karena perlakuan adikku ini. Entahlah aku harus berterima kasih atau mengutuknya. Kembali ku eratkan pelukanku.

Arigatou baka imouto

-TBC-

Arigatou yang udah bacaaaa! ^^ *bow

Huaa.. Gimana-gimana?

Jelek ya? OOC? Typo? Freak? Absurd? Mainstream?

Mind to review?

Arigatou gozaimashtaaa!

-see you latter- *naik elang