Mengejar Matahari

.

.

[Chapter 1: Pandangan Pertama]

Haikyuu milik Haruichi Furudate, judul chapter ini diambil dari lagu RAN berjudul serupa.


Pemuda pirang itu duduk termangu di atas motor, dinaungi teduhnya atap asbes pangkalan ojek kompleks perumahan Karasuno. Orang pasti bakal terheran-heran melihat pemuda sepertinya nangkring di pangkalan ojek, dengan set pakaian khas ojek (jaket denim, celana jeans, kaos tim sepak bola lokal, dan topi pokemon) dan raut wajah yang juga seperti tukang ojek, tapi versi lebih ganteng.

Ya, faktanya pemuda itu memang tukang ojek. Namanya Tsukishima Kei.

Orang bakal lebih heran lagi mendengarnya karena keluarga Tsukishima itu terkenal di kompleks perumahan Karasuno. Kepala keluarganya seorang pilot yang jarang pulang (sehingga pernah didemo istrinya di depan rumah, dengan cara menyanyikan lagu dangdut 'Abang Jarang Pulang' kencang-kencang, lengkap dengan kecrekan dari tutup botol fanta dan megafon bermerek toa). Istrinya ibu rumah tangga yang cantik sekali dan juga jago masak (tapi kalau sudah merajuk satu kompleks bakal tahu semua) sehingga sering dijuluki Yamato Nadeshiko KW 17. Anak sulungnya, Tsukishima Akiteru, sedang kuliah di luar negeri dan kalau pulang selalu dikerubungi wanita-wanita (umumnya nenek-nenek yang telat puber, atau ibu-ibu yang kepingin menjodohkan dia dengan anaknya).

Nah si anak bungsu ini, Tsukishima Kei, malah jadi tukang ojek.

Jangan berburuk sangka dulu tapi. Kei hanya menjadikan ngojek sebagai pekerjaan paruh waktu karena dirinya juga sedang kuliah semester lima. Daripada menganggur saat tidak ada kuliah, mending dia narik karena duitnya lumayan buat jajan es loli atau bakpao daging di warung Sakanoshita. Jajanannya memang asyik punya, kalau sudah sore dan mau beli bakpao daging pasti harus berjuang melewati bau badan dan keringat bercucuran, karena benda itu juga diinginkan anak-anak SMA yang pulang kegiatan klub dari sekolahnya.

Usut punya usut keluarga Tsukishima sempat ribut karena keputusannya buat jadi tukang ojek ini, takut disangka nggak pernah ngasih makan anak sendiri sampai si anak harus ngojek buat sesuap nasi. Akiteru sampai ditarik pulang secara paksa seperti tersangka kasus korupsi, katanya sih biar suaranya valid maka yang menghadiri sidang harus lebih dari 60 persen anggota keluarga. Sidangnya sudah ngalah-ngalahin Konferensi Meja Bundar dan kasus kopi sianida, sengit ampun-ampunan. Bahkan sampai mengundang Pak RT dan wartawan segala—yang terakhir bohong deng, cuma istrinya Pak RT yang merekam detik-detik vonis Kei dijatuhkan. Kei menangis dalam hati, bertanya kepada Tuhan kenapa ia dilahirkan di keluarga seperti ini. Tapi untunglah semuanya bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Asalkan nilai-nilainya bagus, Kei diizinkan ngojek.


Geng pangkalan ojek Karasuno sendiri lumayan terkenal apalagi di kalangan cewek-cewek SMP ababil, karena rata-rata dari mereka punya tampang bagus. Mereka nyaris saja mau membentuk boyband tapi kemudian sadar tidak ada satu pun dari mereka yang bisa bernyanyi atau menari. Kei bernapas lega saat ide membentuk boyband itu karam, amit-amit deh kalau harus joget di depan banyak orang, lomba masukin paku ke botol saat Agustusan saja dia kalah karena gengsi menggoyangkan bagian belakangnya.

Anggota geng ojek Karasuno itu yang pertama ada Kuroo Tetsurou, sesepuh tukang ojek di situ, mahasiswa yang sebenarnya sudah mau wisuda tapi karena bosan dengan jurusannya yang sekarang ia mau ikut SBMPTN lagi tahun depan. Gila memang, Kei rasanya ingin menonjok wajah menyebalkan itu saat cerita kalau hidupnya membosankan sekali, bilang kalau kuliahnya terlalu gampang, padahal jurusannya teknik. Lalu seenak jidat bilang bosan dan mau mengulang kuliah dari awal, padahal nilai-nilainya tidak pernah kurang dari A minus.

Yang kedua ada Bokuto Koutarou, pemuda dengan jambul mirip burung hantu, yang juga mahasiswa tingkat akhir yang sudah mau wisuda. Untungnya dia lebih waras daripada Kuroo, karena tidak ikut-ikutan kepingin mengulang kuliah seperti sohib sintingnya itu. Mereka heran sendiri ketika Bokuto tidak minat mengikuti jalan sesat Kuroo, karena biasanya mereka itu seperti lem dan prangko. Kuroo masuk teknik mesin, Bokuto juga, meski beda universitas. Saat ditanya kenapa tidak ikut-ikutan Kuroo buat mengulang kuliah, Bokuto menjawab dengan mantap, "Aku punya alasan yang lebih kuat untuk tetap tinggal." Lengkap dengan hembusan angin menggoyangkan jambul kebanggaannya dan dilatarbelakangi matahari terbenam.

Lalu ada Akaashi Keiji, yang kuliah di jurusan dan universitas yang sama dengan Bokuto (dan Kei yakin cepek persen kalau 'alasan yang lebih kuat' yang dimaksud Bokuto itu Akaashi). Sebenarnya ia dan Bokuto terpaut setahun namun karena dia anak akselerasi jadi sekarang sama-sama ada di tingkat akhir seperti Bokuto. Raut wajah Akaashi itu variasinya tidak jauh-jauh dari mengantuk atau bosan. Tergantung suasana. Kalau sedang menghadapi Bokuto, Akaashi akan memasang wajah bosan atau mengirimkan kode morse lewat kedipan mata yang pernah iseng-iseng Kei catat lalu artikan sendiri. Ternyata Akaashi bilang, "Tolong sumpal mulutnya Bokuto, aku sudah tidak kuat." Hidup Akaashi memang malang, padahal dia anak baik yang berbakti pada orang tua.

Kemudian ada Haiba Lev, mahasiswa semester tiga yang satu jurusan dan satu universitas dengan Kuroo. Bapaknya orang Rusia tapi dia lahir dan besar di Jepang. Lev sama sekali tidak bisa bahasa Rusia jadi kalau bapaknya sudah kesal dan mengomel dengan bahasa Rusia yang tulisannya saja bisa membuat mata juling, Lev cuma bisa bengong. Lev mengikrarkan diri sebagai calon ketua BEM himpunan mahasiswa fakultas teknik universitasnya dan getol sekali kampanye lewat instagram dan media sosial lainnya dengan tagar #LevFTW2K17, Kei sampai muak linimasanya dipenuhi dengan kiriman anak itu.

Lev itu pengikut setia Kuroo, karena ia menjadikan Kuroo sebagai panutan—yang menurut Kei jelas-jelas bukan keputusan yang bijak. Dulu ia satu SMA dengan Kuroo dan jadi ketua OSIS mengikuti jejak Kuroo karena mengagumi kepemimpinan pemuda berambut jigrak tersebut. Sehingga ketika lulus pun ia mengikuti jejak Kuroo untuk masuk teknik mesin di universitas yang sama. Ketika ditanya kenapa tidak ikut-ikutan mengulang kuliah seperti Kuroo, Lev menjawab dengan linangan air mata, "Memang berat tapi kali ini aku harus menjalani jalanku sendiri." Lalu Kuroo menepuk-nepuk bahunya, memuji Lev dengan mengatakan kalau dia sudah dewasa dengan mengambil keputusan itu. Bokuto ikut menangis dan berteriak keras-keras, mengatakan kalau Lev itu sudah menemukan semangat masa mudanya. Adegan ditutup dengan mereka menangis bersama-sama di bawah guyuran hujan buatan dari teko penyiram tanaman. Kei dan Akaashi hanya diam memandangi dengan raut wajah what-the-fuck karena gagal paham dengan semua drama lebay ala trio sinting itu. Dan ya, Lev juga ngojek karena ikut-ikutan Kuroo. Intinya trio sinting itu porosnya ada di Kuroo. Kalau Kuroo mati, mereka bubar (Kei serius pernah mempertimbangkan opsi itu buat membubarkan mereka, tapi karena takut dipenjara dan masuk neraka akhirnya ia urungkan).

Dan yang terakhir ada Kei. Mereka berlima dikenal sebagai geng ojek kompleks perumahan Karasuno dan punya nama Asosiasi Mamang Ojek Harapan Bangsa Idaman Mertua—nama ini buatan Bokuto, yang didukung penuh oleh Kuroo dan Lev karena mereka sama sintingnya, dan didemo habis-habisan oleh Kei dan Akaashi (serius, Kei sampai bawa-bawa spanduk bertuliskan 'TURUNKAN BOKUTO' dan mogok bicara selama seminggu sebagai aksi protes), sayang sekali karena lawannya bertiga dan mereka hanya berdua akhirnya mereka kalah suara. Demokrasi lagi-lagi gagal mengambil keputusan terbaik. Nama itu langsung tersebar di seantero kompleks dan membuat mereka merasa hilang muka saking malunya. Akiteru sampai repot-repot menelepon Kei lewat skype di pagi buta cuma buat menertawakan nasibnya. Terkutuk memang. Kei menyumpahi semoga pesawat kakaknya kena delay minimal dua belas jam kalau mau pulang ke sini.


Kei menghela napas buat yang kesekian kalinya. Cuaca siang ini terik sekali sampai ia harus menyipitkan mata kalau melihat ke jalan raya. Dari tadi ia sendirian di pangkalan karena teman-temannya antara sedang tidak beroperasi atau sedang narik penumpang.

Hari itu Lev sedang tidak narik karena katanya kuliah penuh seharian, dan Bokuto sedang mengejar dosennya untuk minta tanda tangan. Hanya Kei, Akaashi dan Kuroo yang mangkal. Akaashi tadi mengantar orang ke rumah Pak RT dan belum kembali, Kuroo sedang mengantar ibunya Ukai Keishin untuk belanja ke pasar buat keperluan warungnya. Jadi tinggal Kei sendiri duduk termenung di pangkalan ojek.

Pemuda berambut pirang alami itu kembali menghela napas. Cuaca benar-benar tidak mau bersahabat, ia bahkan yakin kebanyakan orang tidak akan mau keluar rumah saat udara sepanas ini. Baru saja berpikir buat pulang ke rumah saja dan balik mangkal lagi sore nanti, sebuah angkot berhenti di depan gapura kompleks. Sosok kecil turun dan berjalan masuk setelah membayar ongkos kepada si supir.

Dan ketika sosok itu mendekat, demi semesta dan seluruh isinya, Kei merasa waktu tiba-tiba melambat seperti di film-film aksi kalau sudah adu tembak-tembakan. Kei juga merasa bisa melihat cahaya berpendar-pendar dari sosok pendek itu, dunia jadi lebih menyilaukan namun udara mendadak jadi sejuk seperti di dalam kulkas.

Sosok kecil itu berjalan sambil memeluk beberapa buku di tangannya, tas kanvas tergantung di salah satu bahu, dengan atasan kaos putih tanpa lengan yang menggoda iman, bawahannya celana jeans dan kakinya dibalut sepatu sneakers putih yang sedang terkenal di media sosial. Rambutnya jingga mengembang seperti permen gula kapas, bergerak-gerak menanggapi angin yang berhembus pelan.

Sekarang Kei mengerti kenapa ada efek suara "Kyuun!" di anime-anime yang ia tonton, karena dirinya juga merasakan jantungnya "Kyuun!" saat melihat sosok itu.

Mama, Kei kepingin nikah sekarang juga.

Lamunannya buyar saat sebuah motor datang ke pangkalan ojek. Si pengendara membuka helmnya dan tampaklah wajah yang paling dibenci Kei sepanjang masa; wajah Kuroo Tetsurou.

"Oh, Kei, masih belum dapat penumpang?" tanyanya. Kei kemudian tersadar kalau sosok tadi sudah lewat beberapa langkah dari pangkalan ojek.

Tidak peduli tatapan heran Kuroo karena dirinya tidak menjawab, ia menyalakan mesin motor dan menarik gasnya untuk menyusul sosok pendek itu. Tenggorokannya terasa kering, jantungnya berdebar kencang, dan kepalanya dipenuhi letupan kebahagiaan yang ia tidak tahu dari mana datangnya.

Tanpa butuh waktu lama ia menjejeri langkah sosok pendek itu.

"Ojek, Neng? Cuaca lagi panas, lho. Nanti kulit mulusmu kebakar kalo jalan kaki siang terik begini," ujarnya, melambatkan kecepatan agar satu irama dengan langkah-langkah kecil sosok itu. Kei tidak percaya dirinya mengatakan hal memalukan macam begitu tapi masa bodoh, semua sah dalam cinta dan perang!

Kemudian kepala jingga itu menoleh ke arahnya, langkahnya terhenti. Mata Kei memandanginya dan merekam semuanya dengan kamera super lambat. Ah, helai jingga yang jatuh di dahi sempit itu, alis melengkung indah itu, bibir tipis itu. Kalau kata mamanya sih, yang kayak begini disebutnya geulis kabina-bina.

Matanya bulat, berwarna cokelat kelam seperti biji kenari. Sorot matanya teduh dan menenangkan. Bibir tipisnya terbuka perlahan, mengucapkan sesuatu yang juga direkam otak Kei dengan kamera super lambat. Aduh, giginya ada yang gingsul. Moe level-nya seketika naik 5000 persen.

"Anu, Mang, saya cowok ..."

Kei tidak tahu mana yang lebih parah; dirinya yang kini terjungkal dengan tidak elit, atau Kuroo yang menertawakannya sampai terpingkal-pingkal di pangkalan ojek.


Catatan kaki

Yamato Nadeshiko itu istilah di Jepang buat menggambarkan cewek yang idaman banget, kalau kata wikipedia sih 'the epitome of pure, feminine beauty'.

Mamang itu bahasa Sunda yang kalo diterjemahin langsung artinya paman. Tapi di Sunda dipake buat manggil orang yang nggak dikenal(?) dan lebih tua gitu, ya kayak tukang ojek, tukang sayur, tukang tambal ban, tukang segala macem biasanya dipanggil mamang (atau bibi kalo cewek) atau pendeknya ya mang/bi aja.

Tagar itu singkatan dari tanda pagar, kalau bahasa Inggrisnya sih hashtag. Berbagi info aja hehe, maafin kalau sudah tahu /w\

Kyuun! itu efek suara di manga/anime kalau ada karakter yang jantungnya kena panah asmara /eak

Geulis kabina-bina itu bahasa Sunda yang artinya cantik banget, atau kalo diterjemahkan langsung artinya cantik kebangetan, cantik keterlaluan(?).


Jadi ini setting-nya di Jepang tapi dengan rasa kearifan lokal Indonesia wkwkwk

Fiksi ini hasil recehan saya di facebook sama allihyun, ketika dipikir-pikir ya YOLO-in ajalah buat nulis. Lumayan buat menghibur :))

Sekian, sampai jumpa di chapter berikutnya! Terus dukung Kei mengejar cinta Neng Shoyo!