The Contradiction

.

.

.

.

.

Summary: (The sequel to Moving On Isn't Easy) "As time goes on you'll understand. What lasts, lasts; what doesn't, doesn't. Time solves most things. And what time can't solve, you have to solve yourself." – Anonymous.

Boys Love. B x B. Mingyu x Hoshi. MinSoon. SoonGyu. Moshi. GyuSoon. SEVENTEEN. AU. OOC

Semua tokoh di dalam cerita milik Tuhan, Orang tua, Keluarga, Pledis Ent, dan dirinya sendiri.

Jalan cerita milik saya. Mohon maaf apabila terdapat kesamaan dalam segi apapun. Bukan perbuatan yang disengaja

.

.

.

.

.

"Tidak ada yang benar-benar aku pahami tentang cinta, waktu yang kuhabiskan untuk melupakanmu ternyata awal dari menemukanmu kembali." – AmaaSiapa

.

.

.

.

.

Kediaman Keluarga Kwon, 28 Februari 2019, 07:15 AM KST

.

.

.

.

.

"Aiya! Didi, ayo bangun. Kita sudah hampir terlambat!" Suara nyaring Wen Junhui mengusik pagi yang damai milik seorang Kwon Soonyoung.

"Hm," Hoshi hanya bergumam tanpa ada niat untuk bangun dari tidurnya, "5 menit lagi, Kaa-chan."

Jun yang gemaspun akhirnya menarik selimut yang baru saja Hoshi gunakan untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Aku bukan Kwon Mama. Dan tak ada 5 menit untukmu."

Dengan teganya kini Jun menarik lengan Hoshi, untuk membuat pemuda itu bangun dan duduk di atas ranjangnya sendiri.

"Kuberi waktu 15 menit," Jun melirik ke arah jam yang ada di pergelangan tangannya, "Jika telat 1 menit saja, takkan kubiarkan kau menonton One Piece minggu ini, 1 episode sekalipun."

"Tsk," Hoshi berdecak kesal. Terkadang seorang Wen Junhui yang terlihat begitu baik dari luar bisa benar-benar menakutkan jika sudah berhubungan dengan waktu.

Masih dengan mata setengah tertutup ia berjalan ke kamar mandi lalu segera bersiap untuk berangkat ke kantor.

Dan beruntung bagi Hoshi karena tadi sang ibu sudah menyiapkan pakaian dan juga sepatu untuknya. Jadi tak ada waktu yang harus terbuang percuma hanya untuk memilih pakaian yang akan dikenakan.

Hoshi mematut dirinya di depan cermin. Ia tersenyum puas, karena kemeja berwarna merah maroon yang dipadukan dengan celana, jas, dan sepatu berwarna hitam membuatnya terlihat seperti seorang pebisnis profesional.

Setelah dirasa tak ada yang kurang, Hoshi turun dan pergi ke ruang keluarga untuk bergabung dengan ayah dan ibunya yang sedang sarapan pagi. Oh, jangan lupakan Jun yang juga ada disana dan menyantap nasi goreng buatan Ny. Kwon dengan lahap.

"Ohayou!" Sapa Hoshi sembari mengambil tempat duduk kosong tepat di samping ibunya.

"Ohayou Soonyoung-kun!"

"Ohayou Soonshines!"

Sedangkan Jun memilih untuk tersenyum tanpa dosa ke arah pemuda yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri itu.

"Maaf membuat Kaa-chan dan Otousan menunggu."

"Sudahlah. Tak apa," Ny. Kwon mengambilkan sepiring nasi goreng beserta telur dadar untuk sang putra, "Cepat di makan sebelum dingin."

Hoshi mengangguk lalu berdo'a, "Itadakimasu!"

Kemudian keluarga kecil itu menikmati sarapan pagi mereka dengan khidmat. Hanya sesekali diselingi oleh pertanyaan Ny. Kwon yang penasaran dengan kehidupan putranya di Jepang.

"Soonshines, apa kakek dan nenekmu disana baik-baik saja?"

"Iya, Kaa-chan. Hanya saja beberapa kali sakit pinggang Ojiisan kambuh. Mungkin karena terlalu bersemangat saat berolahraga," Hoshi tertawa pelan.

Wanita paruh baya itupun mengangguk, "Lalu kau sendiri bagaimana?"

"Aku baik-baik saja kok."

"Bukan itu."

"Lalu apa?"

"Sudah bisa melupakan putra sulung Keluarga Kim itu?"

Uhuk!

Begitu pertanyaan tersebut dilontarkan, tiba-tiba suasana meja makan menjadi hening. Tn. Kwon melirik sang putra sekilas dan Jun yang baru saja tersedak kini sedang menepuk-nepuk dadanya sendiri. Sedangkan Hoshi hanya bisa meratapi kesalahannya, tahu begini, dulu ia takkan bercerita apapun pada wanita nomor 1 di hidupnya itu.

"Kaa-chan kenapa bertanya seperti itu?"

"Hanya ingin tahu saja," Ny. Kwon tersenyum simpul, "Cepat habiskan makananmu. Kasihan Jun sudah menunggu dari tadi. Jangan membuatnya menunggu lebih lama lagi."

Hoshi mengangguk dan menyendokkan suapan terakhir nasi goreng itu ke dalam mulutnya.

"Kau harus meninggalkan kesan pertama yang baik bagi rekan bisnis kita."

"Iya, aku mengerti Otousan."

"Sudah. Jangan urusi ini. Biar Kaa-chan saja," Ny. Kwon menghentikkan putranya yang baru saja akan merapikan meja makan.

"Uhm. Baiklah kalau begitu. Kami berangkat dulu," Sebelum meninggalkan ruang makan, Hoshi tak lupa untuk menciup pipi sang ibu dan membungkuk hormat pada ayahnya.

"Hati-hati di jalan. Dan Jun! Cubit saja pipinya jika ia nakal!"

Hoshi merengut, "Kaa-chan!"

"Siap, Kwon Ayi!" Jun tertawa pelan lalu membungkuk hormat dan mengajak Hoshi menuju tempatnya memarkirkan mobil.

"Pasang sabuk pengamanmu lalu berpegangan yang erat," Ucap Jun begitu dirinya berada di belakang kemudi dan Hoshi sudah duduk manis di kursi sebelahnya.

Hoshi hanya bisa menghela napas sebelum melakukan apa yang gege-nya perintahkan, ia tahu apa yang akan terjadi setelah Jun bicara seperti itu.

Mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi, dan jantung Hoshi yang berdetak dengan begitu cepat. Bukan hanya karena cara mengemudi Junhui, tapi juga karena Hoshi merasa ada hal besar yang tengah menantinya.

.

.

.

.

.

Gedung Kwon K. K, 07:55 AM KST

.

.

.

.

.

"Ge, tidak perlu buru-buru. Kita masih punya waktu 5 menit lagi sebelum rapat dimulai," Hoshi berseru pada Jun yang sudah berjalan jauh di depannya.

Pemuda berkebangsaan Cina itu berhenti sejenak untuk menunggu sang adik, "Ubahlah kebiasaan '5 menit lagi' mu itu, Didi."

Hoshi meniup helaian rambut di dahinya, "Tapi kan memang benar? Rapat baru dimulai 5 menit lagi."

"Sudahlah," Jun kembali berjalan mendahului Hoshi yang kini sedang sibuk dengan dokumen di tangannya.

"Gege, tunggu aku!"

"Percepat langkahmu," Jun mulai kehabisan kesabarannya. Tapi dia tak marah pada sang adik. Telah saling mengenal selama kurang lebih 7 tahun membuatnya terbiasa dengan segala tingkah Hoshi.

"Memangnya perusahaan mana yang akan membuat kontrak dengan kita? Otousan terdengar begitu senang saat kami membicarakan ini."

"Itu, milik Keluarga Kim."

"Iya, aku tahu. Tapi Kim yang mana?"

"Coba kau baca kertas-kertas di tanganmu itu. Profil lengkap mereka ada disana."

"Pft. Nanti lagi saja," Bukannya malas, tapi Hoshi masih terlalu lelah karena perjalanan jauh dari Jepang ke Korea Selatan yang ia tempuh di hari sebelumnya.

"Ya sudah, terserah padamu," Kini keduanya sudah sampai di tempat yang dituju, "Oh iya, hubungi aku jika kau membutuhkan sesuatu," Ucap Jun begitu memastikan Hoshi sudah masuk ke ruang rapat. Lalu pemuda bermarga Wen itu segera berbalik arah dan berjalan menuju ruangannya sendiri.

"Semoga hari ini berjalan lancar, " Hoshi mengangguk dan menarik napas panjang serta berdo'a dalam hati sembari menyapa orang-orang yang sudah berada disana terlebih dulu. Lalu mendudukkan dirinya dengan nyaman di salah satu kursi yang tersedia.

"Karena waktu sudah menunjukkan pukul 08:00, mari kita-"

Belum selesai Mr. Eiji, sang moderator, berbicara, pintu ruangan itu kembali terbuka. Menarik perhatian beberapa orang yang sebelumnya sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Ah- Mingyu-san! Silahkan masuk," Sapa Mr. Eiji ramah, "Dan uhm-" Pria paruh baya itu mengedarkan padangannya, "Kau bisa duduk di samping Soonyoung-san."

Sebagai informasi, Mr. Eiji adalah perwakilan perusahaan dari Jepang yang akan menjadi penghubung Kwon K. K dengan Kim Co., Ltd.

Merasa terpanggil, Hoshi mengalihkan perhatian dari dokumen di tangannya mengikuti arah pandang Mr. Eiji. Dan hal pertama yang ia lihat adalah seseorang dengan pakaian yang entah kebetulan atau tidak, senada dengan miliknya. Kemeja dan celana berwarna hitam, serta jas yang berwarna merah maroon.

"Kim Mingyu," Gumam Hoshi tanpa mengalihkan pandangan.

Ruangan yang cukup hening membuat pemuda itu dapat mendengar seseorang memanggil namanya meskipun dengan suara yang tak begitu keras. Ia kemudian menolehkan kepala dan bertemu pandang dengan Hoshi.

"Soonyoung hyeong?"

Mata pemuda yang diketahui bernama Kim Mingyu membulat. Ia tak mengira akan bertemu dengan mantan kekasihnya itu di acara penting seperti ini.

Belum hilang rasa terkejut Mingyu dan juga Hoshi, Mr. Eiji kembali berbicara, "Tuan Muda Kim?"

"A-ah. Iya, baiklah. Terima kasih banyak, Eiji-san!"

Dengan senyum yang dipaksakan dan langkahnya yang tiba-tiba terasa berat, Mingyu berjalan menuju kursi kosong tepat di samping Hoshi.

Begitu duduk, Mingyu merasa beberapa pasang mata memperhatikan dirinya dan juga Hoshi sambil berbisik-bisik. Kebetulan tempat mereka berada di depan, tepat di sisi kanan Mr. Eiji, jadi ia mengetahui itu semua dengan cukup jelas.

"Sepertinya mereka sudah saling mengenal," Bisik seorang wanita di sisi kiri ruangan itu pada temannya yang sedang berpura-pura mencatat sesuatu.

"Dan kau lihat pakaian mereka? Kenapa mirip sekali? Apa mungkin itu jas pasangan?"

Mendengar ucapan-ucapan itu, Mingyu hanya bisa mengusap tengkuknya. Sedangkan Hoshi lebih memilih menyembunyikan rasa gugupnya dengan cara membuka lembaran demi lembaran dokumen di tangannya.

"Karena semua sudah datang, kita mulai saja rapat kali ini," Ucap Mr. Eiji sebagai pembuka, "Seperti kesepakatan sebelumnya, perusahaan yang merupakan gabungan dari Kim Co., Ltd dan Kwon K. K akan diberi nama 투케이 플러스 (2K+). Dan akan bergerak di bidang properti."

Hoshi berusaha mencatat hal-hal yang menurutnya penting, dan beberapa kali melontarkan pertanyaan jika ada hal yang kurang ia pahami. Sebagai pebisnis muda, tentu ia masih harus belajar banyak hal. Meskipun sebenarnya ia tak begitu fokus karena pikirannya penuh dengan seseorang yang sedari tadi duduk di samping kanannya, Kim Mingyu.

Sesekali mencuri pandang, memperhatikan apa yang sedang lelaki itu kerjakan lalu pura-pura sibuk mencatat saat Mingyu menolehkan kepalanya.

Dan Mingyu sendiri sadar jika sedari tadi Hoshi memperhatikan dirinya, namun ia berusaha untuk tak peduli dan terus mengikuti jalannya rapat dengan baik.

"Baiklah, sekiranya itu saja yang bisa saya sampaikan," Ucap Mr. Eiji dengan senyum yang terkembang di bibirnya, "Mari kita pindah ke agenda berikutnya, yaitu penandatanganan kontrak oleh pimpinan masing-masing perusahaan. Kepada Soonyoung-san dan Mingyu-san, kami persilahkan."

Yang merasa namanya terpanggil kemudian berdiri dan menuju ke bagian depan ruangan lalu menorehkan tanda tangan mereka di selembar kertas yang akan menjadi bukti penyatuan dua perusahaan.

"Kami mohon kerja samanya," Ucap Hoshi mantap sembari menyodorkan tangannya pada Mingyu.

"Y-ya, semoga kerja sama ini membawa kebaikan bagi kedua perusahaan," Mau tak mau, Mingyu menyambut uluran tangan itu.

"Tangan ini, masih seperti dulu," Bathin keduanya.

"Dengan selesainya penandatanganan kontrak, berarti rapat hari ini telah selesai. Kami ucapkan terima kasih atas waktu dan kerjasamanya."

Tepuk tangan menggema dari seluruh penjuru ruangan. Semua orang tampak senang dan puas terhadap hasil rapat hari ini, tapi pengecualian untuk Mingyu dan juga Hoshi. Karena wajah mereka menunjukkan sesuatu yang begitu sulit diartikan.

Begitu rapat ditutup, Hoshi segera meninggalkan ruangan dengan nuansa lavender blue itu untuk menghampiri Jun Gege-nya.

Tanpa mengetuk pintu terlebih dulu, ia langsung menerobos masuk, mengagetkan Jun yang saat itu tengah menikmati makan siangnya, "Gege! I thought you were my friend!?"

"Sebentar," Jun mengernyitkan dahinya, "Kenapa kau bertanya seperti itu?"

Hoshi kini menyilangkan tangan di depan kedua dadanya, "Kau mengerti maksudku."

"Oh, Mingyu ya?"

"Iya! Kenapa dia bisa ada disini?"

"Dia kan perwakilan perusahaan milik Keluarga Kim yang baru saja membuat kontrak dengan kita, Didi."

"Bagaimana bisa?"

Jun mengendikkan bahu lalu memasukkan sesendok penuh bibimbap ke mulutnya, "Ya, bisa saja."

Muncul siku-siku tak kasat mata di dahi Hoshi, "Kenapa kau tak bilang padaku?"

"Bukankah semalam aku juga sudah memberitahumu?"

"Mana ada?!"

"Di perjalanan pulang dari bandara tadi malam, aku mengatakan bahwa perusahaan kita akan menjalin kerja sama dengan perusahaan milik Keluarga Kim. Dan pemimpin baru mereka adalah Kim Mingyu, mantan kekasihmu."

"Kalau kau memang sudah mengatakannya, kenapa aku tak ingat?"

"Tentu saja tak ingat, mendengarkan aku saja belum tentu. Kau kan tertidur sepanjang jalan," Jun segera merapikan sisa makanannya, "Dan sekedar mengingatkan saja, tadi aku menyuruhmu untuk membaca dokumen yang kau bawa. Tapi kau malah berkata 'Nanti lagi saja' kan?"

Kepala Hoshi tertunduk lemah, "Okay, aku mengaku salah. Tapi apa kau lupa? Aku meninggalkan negeri ini bukan tanpa alasan."

Karena masih jelas di ingatan Hoshi bahwa beberapa hari setelah terakhir kali ia bertemu dengan Mingyu, ia memutuskan untuk berlibur ke Jepang dengan maksud menenangkan diri sekaligus mengunjungi kakek dan neneknya. Namun, kemudian sang Ayah menawarkan untuk melanjutkan kuliah di sana.

"Soonyoung-kun, bagaimana kalau kau pindah kuliah ke Jepang?" Ucap ayahnya kala itu.

"Untuk apa Otousan?"

"Menemani kakek dan nenekmu, sekaligus supaya kau bisa belajar cara mengelola perusahaan dari cabang yang ada disana."

"Hm," Hoshi berpikir sejenak, "Baiklah kalau begitu."

Bermaksud melupakan Mingyu adalah salah satu dari begitu banyak alasan mengapa Hoshi dengan mudahnya mengiyakan keinginan tersebut.

Sebut saja Hoshi pengecut, karena bukannya menyelesaikan masalah dengan Mingyu. Ia malah memilih untuk berlari menjauh. Menghindar sebisanya.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tak terasa 4 tahun berlalu begitu cepat. Hoshi pikir ia telah sepenuhnya melupakan Mingyu. Namun ternyata salah, buktinya ia masih berdebar-debar saat bersitatap dan duduk berdekatan dengan mantan kekasihnya itu tadi pagi.

"Baiklah, aku minta maaf," Jun mengusap rambut Hoshi lembut, "Tapi kumohon, untuk yang satu ini kesampingkan dulu urusan pribadimu, ya?"

Dan Hoshi hanya bisa menganggukkan kepalanya lemah, "Apa aku punya pilihan lain?"

.

.

.

.

.

Mansion milik Keluarga Kim, 01:00 PM KST

.

.

.

.

.

Rapat yang berjalan selama 3 jam itu entah kenapa terasa begitu lama dan mengesalkan bagi Mingyu. Maka dari itu, begitu rapat ditutup ia segera mengambil langkah seribu untuk meninggalkan gedung pencakar langit yang menjadi saksi bisu pertemuannya dengan Hoshi setelah sekian lama berpisah.

Begitu sampai di rumah, Mingyu langsung menuju ruang kerja sang Ayah, siapa tahu pria yang mewariskan senyum penuh wibawa padanya itu sedang berada disana. Ia bermaksud untuk meminta penjelasan tentang apa yang ia alami hari ini.

Setelah mengetuk pintu beberapa kali, putra sulung keluarga Kim itu masuk ke dalam ruangan yang bernuansa cream tersebut dan menemukan ayahnya sedang melakukan rutinitas barunya, membaca koran.

"Mingyu-ya, ada apa?"

"Appa, kenapa tidak bilang kalau perwakilan Kwon K. K itu Soonyoung hyeong?"

"Appa kira kau sudah tahu?" Ujar Tn. Kim tanpa mengalihkan pandangan dari lembaran kertas yang ada di tangannya.

"Bagaimana bisa tahu jika tak ada yang memberitahuku?"

"Memangnya Minghao tidak mengatakan apapun padamu?"

"Tidak," Mingyu menggeleng lemah.

"Apa kau tak mendengar apapun dari pegawai di kantor?"

Lagi-lagi Mingyu menggelengkan kepalanya, "Jadi semua orang sudah tahu sementara aku disini seperti orang bodoh?"

Tn. Kim yang mendengar anaknya berkata seperti itupun hanya bisa menghela napas berat, "Kita tak punya banyak kolega dengan Kwon sebagai nama keluarga kalau kau mau tahu," Lalu pria paruh baya itu menyesap teh hijau dari cangkir yang ada di hadapannya.

"Tapi Appa tahu sendiri bagaimana hubungan kami dulu?"

Tn. Kim tersenyum penuh makna, "Dan kau juga pasti tahu, Kim Mingyu. Sebagai pebisnis kita tak boleh melibatkan urusan pribadi dengan pekerjaan."

"Tidak," Mingyu menggelengkan kepalanya, "Aku bukan bermaksud seperti itu, tapi-"

Mendengar Mingyu yang akan memberikan pembelaan lagi, Tn. Kim melipat koran yang ada di tangannya lalu menghampiri sang putra yang sedari tadi masih setia berdiri di depan mejanya, "Nak, dengarkan Appa."

"Kau akan berumur 22 tahun sebentar lagi, 'kan?" Mingyu mengangguk, matanya tertuju pada sosok pria yang menjadi panutan hidupnya tersebut, "Itu artinya kau sudah dewasa. Harus bisa menghadapi masalah yang kau buat sendiri. Apa kau lebih memilih untuk menyerahkan tanggungjawab ini pada adikmu yang bahkan belum genap berusia 18 tahun? Apa kau tega mengorbankan perusahaan kita dan semua pegawai yang terlibat hanya karena masalahmu? Cobalah bersikap lebih dewasa. Kau satu-satunya anak laki-laki di keluarga ini. Kami berharap banyak padamu."

"Tapi Appa, bagaimana kalau Soonyoung hyeong-"

"Sudahlah. Jangan terlalu dipikirkan," Pria setengah baya itu kemudian menepuk pundak putranya seraya pergi meninggalkan ruangan tersebut, "Kau harus bisa berdamai dengan masa lalu."

.

.

.

.

.

TBC

.

.

.

.

.

Foot note:

Aiya = Oh my God.

Didi = Panggilan untuk adik laki-laki dalam Bahasa Cina.

Mama = Panggilan untuk ibu dalam Bahasa Cina.

-kun = Bisa digunakan sebagai imbuhan panggilan dari orang tua pada anak lelakinya, Bahasa Jepang.

Ayi = Bibi, Bahasa Cina. Digunakan untuk panggilan yang lebih sederhana, karena di Cina beda hubungan dengan orang yang manggil, beda panggilannya.

Ojiisan = Kakek, Bahasa Jepang.

Otousan = Ayah, Bahasa Jepang.

Kaa-chan, Okaasan = Ibu, Bahasa Jepang.

K. K = Singkatan dari kabushiki-kaisha atau kabushiki-gaisha, bentuk perusahaan paling umum di Jepang.

.

.

.

.

.

Hello! Saya balik lagi bawa sequel Moving On Isn't Easy. Terima kasih buat yang sudah nunggu. Maaf kalau ceritanya nggak sesuai dengan yang diharapkan, tapi saya harap kalian suka~

Sekedar cerita aja, ini termasuk panjang buat ukuran chapter 1 nya saya lho hehe Dari sini ada yang bisa nebak kira-kira perasaan Mingyu dan Hoshi ke satu sama lain gimana?

Oh iya, terus dukung SEVENTEEN ya my co-CARAT! (9'-')9

Jangan lupa tinggalkan review ^^~ Saya menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Sampai jumpa /o