Disclaimer : Masashi Kishimoto
Warning :AU,OOC, lebay, humor maksa…
.
Happy Reading
.
Chapter 1: Sakura dan Sasori
.
Normal POV
.
.
Gerbang sekolah Suna terlihat kokoh dan megah. Tingginya yang lebih dari lima meter membuat para siswa yang mempunyai hobi molor mengurungkan niatnya untuk sekadar memanjat gerbang jika mereka terlambat. Selain gerbangnya tinggi, kepala sekolah juga memelihara seekor rakun ganas yang lebih gemar memakan daging mentah yang masih 'hangat'. Tentu saja tidak ada yang perlu ditakutkan dari seekor rakun –walaupun ganas, setidaknya dia tidak rabies- tapi dengan ilmu yang dimiliki Nenek Chiyo –petinggi Suna- rakun kecil nan imut tumbuh besar dengan perbandingan manusia dewasa hanya sekelingkingnya.
Hal ini bermula dari acara ngidam berjamaah antara istri Hokage dan Kazekage yang ingin memelihara binatang raksasa, oleh sebab itu, maka peneliti jenius dari Suna dan juga Konoha –Orochimaru dan Chiyo- bersatu padu membuat binatang raksasa.
Untuk Konoha, rubah berekor sembilan yang diberi nama Kyuubi dan Suna, rakun yang diberi nama Ichibi yang seterusnya berganti nama menjadi Shukaku oleh Gaara saat dia berumur lima tahun.
Kembali ke gerbang Sekolah Suna yang masih terbuka lebar, di dalamnya telah berbaris menjadi dua baris di samping kanan dan kiri, para gadis yang menunggu dengan jeritan heboh dan tak sabar.
Panasnya udara dan hembusan angin yang membawa pasir gurun tak dipedulikan mereka semua. Dengan sukacita, mereka menunggu idola mereka sampai di depan gerbang bahkan para guru wanita pun terlihat habis berdandan layaknya akan pergi kondangan.
Dan kini, di depan gerbang itu telah berdiri seorang gadis berambut merah muda bermata emerald. Raut wajahnya terlihat keras, dia menelan ludah sekali pertanda untuk menegakkan tekadnya. Ranselnya dia genggam erat seraya menghembuskan nafas.
"Tenang... " tarik nafas lagi, "semua akan baik-baik saja."
Lalu dia melangkah mantap ke gerbang sekolah, satu langkah mendarat di tanah sekolah dan-
"KYAAAAA!"
"SAKURAAAAA!"
"AKU CINTA PADAMUUU!"
"Eh, jangan dorong-dorong!"
"Aku juga mau lihat Sakura! Minggir-minggir!"
"SAKUUURAA! Terimalah bekal cintaku iniii!"
Ya, yang dielu-elukan dan ditunggu oleh para gadis adalah gadis juga, yaitu Haruno Sakura, bukan Sabaku Gaara. Sekali lagi, bukan Gaara. Memang ada pembahasan sedikit tentang dia, tapi yang diberikan pernyataan cinta oleh para gadis bukanlah Gaara, tetapi Sakura.
Sakura tersenyum sekilas yang membuat beberapa gadis langsung pingsan ditempat. Beberapa petugas usaha kesehatan sekolah tengah membawa tandu yang diisi dua hingga lima mayat eh, tubuh gadis yang tidak bernyawa, eh, yang pingsan.
Tiba-tiba, muncullah gadis berkuncir empat, "Minggir semuanyaa! Jangan ada yang keluar dari barisan! Jangan halangi jalan Sakura! Kau! Tidak boleh memberikan benda apapun kepada Sakura tanpa melalui Petugas Legalisir FansClub Sakura!" Kata Temari, menunjuk seorang gadis yang ingin memberikan bekal pada Sakura.
Sakura tersenyum garing. Walau sudah sering merasakan hal seperti ini, rasanya dia masih belum juga terbiasa.
Sakura mendekat ke arah Temari dan menepuk bahunya sekilas, "Sudah Temari, tidak apa-apa, kok!"
Crooottt!
Mimisan Temari keluar tak terkendali saat dia merasa tepukan Sakura. Sakura yang terkejut lantas menangkap tubuh Temari yang limbung.
"Kyaaa! Aku juga mau dipeluk sama Sakuraaaa!" jejeritan para gadis yang lainnya.
Sementara di lantai dua, nampak kedua adik Temari yang melihat semua kejadian itu melalui jendela kelas. Mereka tersenyum miris melihat kakaknya yang punya gelagat lesbian itu.
"Aduuuhhh... Ini sudah berapa kali ya, Temari jadi sering pingsan?" tanya Kankurou.
"Sepertinya sejak dia menjadi ketua FC Haruno," jawab Gaara acuh tak acuh.
Kankurou berdecih, "Apa hebatnya dia, sampai seluruh gadis di sekolah, eh tidak, tetapi di Suna sampai mengidolakannya seperti itu?"
Gaara hanya menganguk sambil penasaran mengapa semua gadis bisa begitu tergila-gila pada Sakura yang notabene seorang gadis juga? Mungkinkah angin padang pasir meniupkan virus lesbian ke Suna?
.
mmmoooonnn
.
Haruno Sakura.
Jika kau perempuan, maka kau akan berteriak histeris kalau mendengar namanya. Jantungmu akan berdetak kencang dan hasratmu akan melonjak tinggi. Singkatnya, gadis mana yang tidak akan jatuh cinta pada Sakura?
Dan jika kau laki-laki, maka kau akan berdecih sambil menendang apa saja yang ada di dekatmu. Harga dirimu sebagai laki-laki pastinya akan tercoreng saat para gadis lebih suka melihat Sakura dibandingkan dirimu. Dan mungkin juga kau akan memilih untuk merubah ketertarikan orientasi seksualmu mulai sekarang, dari perempuan menjadi laki-laki. Karena hanya laki-laki yang tidak tertarik mendengar nama itu, kan?
Haruno Sakura.
Gadis ini hanyalah gadis biasa. Ayahnya meninggal saat umurnya lima tahun dan ibunya adalah penjudi kelas berat yang mana lebih banyak kalahnya daripada menangnya. Otomatis ini membuat keluarganya memikul banyak hutang.
Wajah Sakura biasa-biasa saja. Tidak jelek dan juga tidak terlalu cantik. Dia juga tidak mewarisi lekuk tubuh indah seperti ibunya. Dia tidak mempunyai keahlian selain masalah pengobatan yang diwariskan ibunya, tentunya itu bukan hal yang bisa membuat para gadis menjerit-jerit tiap melihatnya kan? Itu kecuali jika kau bertemu dengan Sakura di ruang operasi tanpa diberi obat bius.
Singkat kata, Sakura hanya gadis biasa yang tidak memiliki daya tarik terhadap para gadis. Yah, itu seharusnya. Seharusnya.
Semua ini bermula saat Sasori –saudara kembar Sakura- yang meninggal saat umur mereka duabelas tahun. Kata orang, saudara kembar itu memiliki ikatan yang lebih erat dibandingkan siapapun dan jika salah satu dari anak kembar meninggal maka dia akan berubah menjadi roh pelindung yang mendampingi kembarannya yang masih hidup.
Semua itu tentu tak masalah jika saja pesona Sasori yang terpancar kuat yang keluar dari tubuh Sakura. Hal inilah yang membuat Sakura digilai setengah mati oleh para gadis dan dibenci setengah hidup oleh para laki-laki.
Bukan salah Sakura, dong! Sasori saja yang suka tebar pesona!
Karena tidak kuat dengan hal ini, Sakura pernah mencoba pergi ke kuil dan bertanya pada seorang biksu disana. Biksu itu hanya berkata bahwa Sasori tidak akan menjadi roh pelindung Sakura lagi, jika Sakura telah menemukan pendamping hidup yang akan menggantikan tugasnya untuk melindungi Sakura.
Saat itu Sakura langsung strees ditempat. Please deh! Gimana caranya punya pacar cowo kalo setiap hari dirinya dikerubungin cewe melulu! Masa fic ini harus berubah haluan menjadi fic Yuri sih? Sekali lagi, please deh! Rutuk Sakura sambil menepuk jidat lebarnya yang dikoor dengan jeritan gadis-gadis yang bilang kalau tepukan jidat itu .seksi!
Nampaknya dunia sudah jungkir balik.
.
mmmoooonnn
.
"Apa? Pindah?" teriak Sakura dengan rantang, eh, lantang di ruang makan.
Tsunade –ibu Sakura- hanya mengangguk.
"Kenapa?"
"Yah, Ibu rasa kita perlu suasana baru, karena itulah kita pindah," jawab Ibunya sambil meneguk sakenya.
Kedua alis Sakura bertaut, "Bohong. Pasti karena Ibu dikejar-kejar lintah darat lagi, kan?"
Jleb!
Muka Tsunade berubah pucat.
"Tuh, kan! Kenapa sih Ibu tidak berhenti judi saja? Ibu itu kan, selalu saja kalah! Memangnya Ibu berutang berapa sekarang? Biasanya Ibu pasti bisa menyelesaikan ini, tapi kenapa sekarang kita harus kabur?"
"Sebenarnya sudah selesai sih, tapi..."
"Tapi apa?"
Tsunade tersenyum canggung, "Eh, itu... Ibu mempertaruhkan rumah ini saat berjudi..."
Mata Sakura melotot tak percaya, "AAPAA?"
Berjudi dengan mempertaruhkan rumah. Dan bisa dipastikan kalau Tsunade selalu kalah dan hanya musibah saja yang bisa membalikkan fakta itu. Memang sih, baru-baru ini ada musibah, tapi itu kan di Jepang, bukan di Suna, jadi itu tak ada hubungannya, dan ini berarti-
"Ibu kalah kan? Iya kan? Aduuuhh... terus kita tinggal di mana dong?" kata Sakura sambil menjambak-jambak rambutnya.
"Tenang saja, Sakura! Ibu sudah punya jalan keluarnya. Kau bisa sekolah di sekolah yang memiliki asrama di Konoha. Tidak usah pikirkan Ibu, Ibu bisa tinggal di mana saja kok!" kata Tsunade mantap.
Sakura mendongak dan matanya menatap ibunya, "Ibu..." matanya seolah berkata jika dia tidak rela berpisah dari Ibunya.
Tsunade memegang kedua tangan putrinya dengan nada sedih, ia berkata, "Sakuraa..." adegan penuh kasih sayang itu berlanjut hingga-
Wajah Sakura tiba-tiba mengeras, "Jangan bilang Ibu mau berkeliling dunia untuk berjudi!"
Tsunade langsung tertawa hambar, "Kau ini ngomong apa sih, Sakura. Mana mungkin kan-"
"Ibuuu! Berapa kali sudah kubilang! Berhenti melakukan hal tidak berguna ituu!"
"Berjudi itu bukan hal yang tidak berguna!" bantah Tsunade kesal.
"Tapi Ibu selalu kalah! Berjudi hanya membuang-buang uang saja!"
Dan selama hampir tiga jam pertengkaran mulut itu berlanjut hingga mulut mereka berdua kering.
.
mmmoooonnn
.
Tsunade terengah-engah, "Sudahlah, besok pagi kita harus sudah keluar dari rumah ini."
Sakura tertunduk lesu membayangkan harus berpisah dengan rumah yang sudah ditinggalinya selama tujuh belas tahun. Banyak kenangan tersimpan di sini. Kenangan tentang ayahnya dan juga saudara kembarnya –Sasori- yang masih menempel dengan Sakura sebagai roh pelindung. Ck! Mengingat itu bikin kesal saja.
"Kenapa harus ke Konoha?" tanya Sakura.
"Di Suna tidak ada sekolah asrama. Sudahlah, kau kan bisa punya teman baru di sana."
Teman. Sakura tidak pernah punya teman. Di sekelilingnya hanya ada para gadis yang menjerit histeris jika melihatnya, terkadang malah ada yang pingsan. Itu pun karena ditepuk.
Sungguh tragis nasibnya. Ternyata menjadi idola itu sangat menyebalkan. Tapi mungkin jika pergi keluar dari Suna, dia mendapat suasana baru dan tak ada lagi para gadis yang menyatakan cinta padanya. Jujur, itu benar-benar membuat bulu kuduk merinding. Bagaimanapun juga, Sakura kan masih demen sama yang namanya cowo.
"Yah, baiklah!"
"Bagus kalau begitu. Ibu sudah mendaftarkanmu di sekolah putri Konoha. Di sana-"
"Apaa? Sekolah putri?" Sakura tersedak air liurnya karena saking kagetnya.
"I-iya..." jawab Tsunade takut-takut saat melihat bola mata putrinya nyaris meloncat keluar.
Sekolah putri? Jerit Sakura dalam hati. Itu berarti seratus persen gender yang bersekolah di sana adalah wanita, dong? Alamak! Ini gawat bangettt! Bisa habis Sakura jika bersekolah di sana!
Sekolah Suna yang lima puluh lima persennya adalah wanita aja udah buat Sakura sesek nafas, apalagi seratus persen? Mending bunuh diri aja, deh!
"Aku gak mau! Kenapa harus sekolah putri, sih?" tolak Sakura.
"Yah, yang ada asramanya hanya sekolah putri dan sekolah umum Konoha. Jadi-"
"Kalau begitu, aku mau sekolah di Konoha saja!" potong Sakura.
"Ibu juga sudah mencoba mendaftarkanmu di sana, tapi kau tidak diterima. Yang diterima hanya Sasori saja," jelas Tsunade.
"Kok bisa Sasori yang keterima?"
"Sebenarnya Ibu mendaftarkanmu dan juga Sasori, dan entah kenapa malah jadi dia yang diterima. Begitu..."
"Emangnya Sasori bisa sekolah. Aduuhh... Ibu ada-ada aja, deh!" sungut Sakura sebal. Sasori memang selalu beruntung sedangkan Sakura selalu apes. Bahkan sampai Sasori nempel di Sakura, bukannya malah beruntung, eh, malah tambah apes!
Raut muka Tsunade mengeruh. Dia terlihat sedih saat memikirkan anaknya yang telah duluan pergi.
"Yaelah, malah sedih, lagi! Udah deh, entar aja nangisnya! Selesein dulu ini urusan!" kata Sakura kejam.
Kejem banget nih anak, batin Tsunade.
"Kau tinggal pilih, Sakura. Sekolah putri sebagai Sakura, atau sekolah Konoha sebagai Sasori!" jawab Tsunade.
"Sebagai Sasori?"
Tsunade mengangguk, "Kalian kan kembar, pasti tidak akan ada yang tahu. Soal administrasi, serahkan saja sama Ibu!"
Sakura menimbang-nimbang. Mungkin lebih baik menyamar jadi Sasori aja, jika memilih sekolah putri, besar kemungkinan fic ini bakal pindah haluan ke fic Yuri. Lagi pula, sudah saatnya dia mencari seorang pacar yang berjenis kelamin laki-laki. Tapi kalau menyamar menjadi Sasori, gimana caranya dapet cowo? Entar dikira Yaoi, lagi?
"Aaarrrggghh!" Frustasi, Sakura menjambak rambutnya sehingga potongan rambutnya jadi mirip genduruwo.
Brakk!
Sakura memukul meja makan dengan keras. Jantung Tsunade hampir saja copot.
"Baiklah, aku akan menyamar sebagai Sasori!" putus Sakura.
Yang terjadi, terjadilah!
Demi Tuhan, memangnya ada yang lebih buruk daripada ini?
.
mmmoooonnn
.
Sebelum tidur biasanya Sakura akan menerima telepon dari Temari yang menanyakan apakah dia akan masuk ke sekolah besok pagi atau tidak. Hal ini dilakukan Temari agar dia bisa mengatur barisan anggota kelompoknya besok pagi. Dan ini rutin dilakukan oleh Ketua FC Sakura. Temari memang sudah dua tahun ini menjabat sebagai ketua. Sikapnya yang tegas dan auranya yang terasa kuat-kuat-serem itu sukses membuat saingannya mundur beberapa langkah dan sisanya diterbangkan dengan kipas raksasa bertenaga turbo buatan Nenek Chiyo.
"Oh, maaf, Temari. Besok aku tidak sekolah. Besok aku akan pergi dari Suna," kata Sakura. Dia tidak ingin memberitahukan kemana dia pergi. Karena dia takut jika para penggemarnya itu bakalan nekat mengikutinya ke Konoha. Yah, lagipula hanya Temari yang tahu tentang kepergiannya, jadi Sakura tak ambil pusing. Dia hanya tinggal memikirkan tentang kepergiannya besok pagi.
Satu hal yang Sakura tidak tahu, mulut cewe itu lebih hebat dibandingkan virus menular. Baru kemarin Tsunade dan Sakura merencanakan untuk pindah ke Konoha, tetapi paginya para wanita seantero Suna sudah siap sedia di depan rumah Sakura.
Ada yang menangis sesunggukan, ada yang matanya bengkak seperti panda –kelihatannya habis menangis semalaman, menangisi kepergian Sakura, mungkin?- , dan lebih hebatnya lagi banyak orang yang membawa umbul-umbul dan kertas besar yang bertuliskan 'Jangan Pergi', 'Love U', dan sebagainya yang tidak ingin dibaca Sakura lebih lanjut.
"Ya ampun, Sakuraaa!" kata Tsunade tak percaya. "Ini semua penggemarmu? Kayak artis aja."
Sakura merengut kesal, "Bawel ah!"
"Tapi, kau harus melakukan sesuatu! Kalau terlalu lama di sini, kita bisa ketinggalan kereta!"
"Tapi gimana caranya?" tanya Sakura gusar.
"Pidato selamat tinggal?" usul Tsunade.
"Kata-katanya?"
Tsunade nampak berpikir keras, "Ehm... selamat pagi hadirin yang terhormat... ehm... sudah deh! Biar Ibu hajar saja semuaanyaa!"
Mulai deh... otak gak bekerja, fisik yang bertindak!
Sakura menarik nafas dan menghembuskannya, "Sudahlah, biar aku saja, Ibu," kata Sakura yakin.
Sakura maju perlahan dengan lagak angkuh dan menatap penggemarnya yang satu biji pun tak ada yang bergender laki-laki. Sakura hanya tidak tahu, kalau para laki-laki di Suna sedang merayakan kepergiannya.
"Semuanya..." kata Sakura pelan yang membuat suasana huru-hara langsung senyap seketika. Matsuri mengambil microphone dan menyerahkan pada Sakura.
Sakura berusaha mengingat-ngingat raut wajah Sasori dan mempraktekkannya. Eh, ternyata berhasil!
"Maaf, aku juga tidak ingin pergi dari sini, " kata Sakura pelan. Samar-samar terdengar sesenggukan beberapa orang. Sakura juga bisa melihat semua orang di depannya sedang berlinang air mata. Ampun DJ, Sakura kan bukan Justin Bieber!
"Aku juga tidak ingin pergi meninggalkan kalian, tapi aku harus pergi. Maafkan aku. Aku benar-benar minta maaf!" Sakura menunduk, pura-pura sedih, padahal eneg.
"Sakura..." dia bisa mendengar suara Temari memanggil namanya. Temari terlihat menangis. Temari yang itu menangis? Untuk Sakura? Bumi pasti sudah jadi jajargenjang sekarang.
Sakura mendekat ke arah Temari, lalu menghapus air mata Temari dengan telunjuknya, "Maaf. Tapi aku lebih menyukai perpisahan tanpa air mata."
Di dalam sana, harga diri Sakura sudah retak di mana-mana.
"Iya." Temari mengangguk. "Ayo, semuanya! Kita antar kepergian Sakura tanpa air mata!"
Semua orang mengiyakan. Mereka menghapus air mata dan mengganti umbul-umbul dan kertasnya dengan tulisan 'Sampai jumpa', 'Semoga bahagia', 'selamat menempuh hidup baru'. Orang yang paling belakang malah menulis just married.
"Sakura, jangan lupakan kami ya!"
"Kami akan selalu mengingatmu! Kapanpun, dimanapun, selamanyaa!"
Sekarang, harga diri Sakura sudah jatuh berserakan.
Samar-samar Sakura mendengar dentingan gelas yang berasal dari pesta para laki-laki di Suna. Sudah lengkap hidupnya sekarang. Ada yang punya tali tambang?
.
mmmoooonnn
.
Setelah perpisahan penuh air mata dan cinta itu berakhir, Sakura berangkat dengan kereta dan akhirnya sampai di Konoha. Ibunya sudah meninggalkannya dan bilang akan melanjutkan hidupnya dengan berkelana.
Sakura duduk di bangku taman dengan koper dan tas jinjing warna merahnya. Dia menatap langit sore yang berwarna jingga. Kakinya terasa lelah harus berjalan jauh menuju sekolahnya. Dia juga merasa lapar, tapi kakinya tidak bisa diajak kompromi. Terpaksa dia beristirahat dulu sampai rasa lelah di kakinya menghilang.
"Aduuhh... lapar..." kata Sakura sambil mengusap-ngusap perutnya.
Tiba-tiba Sakura menangkap bayangan benda bulat berwarna putih di depan matanya. Aroma dagingnya menguar tajam membuat Sakura semakin lapar.
Sakura langsung menoleh ke samping dan sontak terkejut.
"Nggak mau?" tanya orang duduk di sampingnya. Sejak kapan dia ada di sini?
Sakura mengangguk dan mengambil roti itu.
"Kebetulan ya?" kata Sakura dan Sasuke bersamaan. Mereka menoleh dan saling berpandangan.
"Kamu..." kata mereka lagi bersamaan.
Sakura terdiam.
"Kau duluan," kata Sasuke.
Sakura menggigit rotinya dan menelannya, "Kenapa kau ada di Konoha? Bukannya kau pindah ke Ame?"
"Orangtuaku masih berada di Ame. Aku mengikuti kakakku tinggal di sini."
Nama pria di samping Sakura ini adalah Uchiha Sasuke. Mereka sudah berteman sejak keduanya masih memakai popok, tapi delapan tahun lalu keluarga Sasuke pindah ke Ame karena orang tuanya dipindahtugaskan. Sejak saat itu, mereka kehilangan kontak.
Sungguh suatu kebetulan mereka bisa bertemu sekarang. Yang lebih menyenangkan lagi adalah bahwa Sasuke tak sedikitpun melupakan Sakura. Hati Sakura langsung berbunga-bunga memikirkannya.
Sasuke juga tidak berubah sedikit pun dari ingatan terakhir Sakura tentangnya. Wajahnya yang datar, irit bicara, rambut ayamnya yang mencuat, dan mata onyx-nya. Dulu Sasuke adalah anak yang manis. Sikapnya yang suka merengut membuatnya semakin manis. Tapi sekarang, dia terlihat berbeda. Lebih tinggi, garis kelelakiannya juga terlihat jelas, dan aroma tubuhnya yang maskulin terasa membius Sakura.
Ini baru namanya laki-laki! Batin Sakura yang setiap hari hanya menghirup parfum wanita doang.
"Kau tinggal berdua dengan Kak Itachi? Wah, hebat!" kata Sakura. Kakak Sasuke bernama Uchiha Itachi. Sama-sama tampan, pintar, dan memesona. Tapi Itachi terlihat lebih ramah dan murah senyum dibandingkan adiknya.
"Tidak. Aku tinggal di asrama sekolah tempat Kakak mengajar," jelas Sasuke memandang ke depan.
Asrama? deg!
"Ja-jangan-jangan, kau bersekolah di Sekolah Umum Konoha ya?" tanya Sakura takut-takut. Pertanyaan tak penting. Hanya ada dua sekolah berasrama di Konoha. Tidak mungkin kan, Sasuke bersekolah di sekolah putri?
"Hn."
Keringat dingin mengucur perlahan dari dahi Sakura. "Gawat nih..."
"Ada apa?" tanya Sasuke.
Sakura menggeleng gugup, "Eh, gak ada apa-apa kok!"
"Kau sendiri?" tanya Sasuke lagi.
"Aku? Yah, seperti biasa, Ibuku berbuat ulah dan aku kena getahnya."
"Maksudmu?"
"Ibuku mempertaruhkan rumah kami saat berjudi. Karena tak punya tempat tinggal, aku terpaksa pindah sekolah dan bersekolah di sekolah berasrama," jelas Sakura.
"Oh."
Mereka berdua diam sambil menghabiskan roti masing-masing. Sasuke beranjak dan mendekati penjual minuman otomatis. Dia mendekat ke arah Sakura dan memberikannya sekaleng kopi hangat.
"Makasih," kata Sakura saat menerimanya. Sasuke baik sekali.
Rasanya hangat saat jemarinya menyentuh kaleng itu. Ternyata sudah hampir malam, sudah saatnya Sakura pergi ke asrama sekolah.
"Kau bersekolah di mana?" tanya Sasuke.
"Aku bersekolah di sekolah-" Sakura menggigit bibirnya, "sekolah putri Konoha."
"Hampir malam. Aku akan mengantarmu kesana," tawar Sasuke.
"Ga ussaahh!" kata Sakura setengah berteriak. "Mak-maksudku, aku bisa sendiri kok! Tenang saja! Daahh, Sasuke!" kata Sakura sambil berlari menjauh dari Sasuke.
Rencananya bisa buyar seketika jika Sasuke tahu Sakura bersekolah di sekolah yang sama dengannya, ditambah jika Sasuke tahu jika Sakura menyamar sebagai Sasori untuk masuk ke sekolah itu.
Angin sore berhembus pelan, udara yang semakin dingin tak membuat pemuda berambut raven itu beranjak pergi.
Sasuke tersenyum tipis, "Sekolah Putri Konoha, ya?"
mmmoooonnn
.
Sasuke pindah ke Ame kira-kira saat Sakura berumur sembilan tahun. Di gerbang masuk desa, Sakura dan Sasori bersama Tsunade mengantar kepergian keluarga Uchiha itu.
"Hati-hati di jalan, Fugaku, Mikoto," kata Tsunade.
Mikoto tengah berusaha menahan air matanya, "Kau juga, Tsunade, jaga kesehatanmu. Berhentilah berjudi."
Tsunade tertawa, "Aku rasa itu permintaan yang sulit."
Mikoto dan Tsunade lalu berpelukan sebentar.
Itachi, putra pertama di keluarga Uchiha yang berumur empatbelas tahun itu berlutut agar tingginya setara dengan Sakura dan Sasori. Dia juga sedih karena berpisah dengan anak kembar ini. Bagi Itachi, mereka berdua sudah seperti adiknya sendiri.
"Sudahlah, Sakura. Jangan menangis lagi, ya!" kata Itachi menenangkan Sakura sembari memeluknya. Kemudian dia menghampiri Sasori dan berkata, "Jaga adikmu," Itachi tersenyum sambil mengusap rambut Sasori yang menggigit bibirnya menahan tangis yang ingin keluar.
"Nah, Sasuke, ayo ucapkan sampai jumpa pada Sakura," kata Mikoto sambil berusaha melepas anaknya yang menempel erat di kaki ayahnya.
Sasuke mengusap wajahnya di celana ayahnya. Ayahnya tidak bergerak seakan apa yang dilakukan Sasuke tidak mengganggunya.
Mata Sasuke merah dan bibirnya bergetar, dia tidak menolak saat ibunya menarik tangannya. "Ayo, Sasuke."
"Sasuke..." Sakura mendekat ke arah Sasuke dengan linangan air mata.
"Sakura..." kali ini Sasuke tidak dapat menahan isak tangisnya, "aku gak mau pindah~"
"Aku juga gak mau Sasuke pindah. Hiks... huwaa~~!"
Sasuke ikut menangis bersama Sakura, alih-alih wajahnya terlihat tambah manis. Sasori hanya diam, tapi air matanya mengalir deras saat itu.
Sakura lantas ingin memeluk Sasuke. Sasuke mendekat ke arah Sakura, saat mereka nyaris saja berpelukan, Sasuke merubah alur pelukannya ke arah Sasori.
Dia memeluk Sasori, mengindahkan Sakura yang terbengong-bengong.
Sasuke terlihat berbisik pada Sasori dan beberapa saat kemudian, Sasori mengangguk, memberikan balasan atas apa yang dikatakan Sasuke.
.
mmmoooonnn
.
Sakura agak keki mengingat perpisahannya dengan Sasuke. Dia berpikir, bahkan pada saat itupun, Sasori lebih beruntung darinya. Huh! Menyebalkan! Kenapa sih, semua orang lebih suka pada Sasori daripada dirinya?
Sakura menendang kerikil dengan kesal.
Saat ini penampilannya sudah berubah. Seratus persen mirip dengan Sasori –saudara kembarnya. Sakura rasa tidak akan ada yang menyadari jika dia menyamar deh! Yang jadi masalah hanya Sasuke. Jantungnya pasti bakal cepat-cepot jika bertemu dengannya.
Tapi daripada itu, dia harus cepat pergi ke asrama putra. Yap, asrama putra. Dia kan lagi menyamar jadi cowo. Untungnya Sekolah Konoha adalah sekolah yang besar dan elit sehingga satu kamar dihuni oleh satu orang. Bisa gawat kalau satu kamar dihuni dua orang.
Sasori beruntung banget deh! Bisa masuk ke sekolah ini dengan modal tampang, dapat beasiswa penuh plus uang saku, lagi! Udah mati aja masih beruntung, apalagi kalau masih hidup!
"Baiklah! Semangat!" kata Sakura sambil mengacungkan tinjuanya ke atas. Rambut palsunya yang menempel erat terlihat tertiup angin.
"Hiks... hiks..."
Deg!
Sakura tiba-tiba merinding disko saat mendengar suara tangisan. Ini sudah malam dan Sakura berada di taman belakang sekolah, jangan-jangan ada Sadako kesasar lagi
Tapi bagaimanapun juga, Sakura bukan tipe orang yang penakut, dia cenderung orang yang berani-berani-takut. See? Rasa takutnya hanya sekitar tiga puluh persen saja, maka dari itulah Sakura mendekat ke arah suara dengan mengendap-endap.
Beberapa langkah kemudian, Sakura melihat seorang gadis berambut panjang sedang duduk di tanah. Dia terisak pelana. Sejak kapan Sadako pakai baju seragam? Bukannya bajunya kayak sarung bantal warna putih ya? Eh, itu kuntilanak ya? Dan lagi, kenapa dia duduk di tanah? Nge-fans sama suster ngesot kah?
Sakura menatap hantu itu sampai akhirnya kepala hantu itu mendongak ke arahnya dan menatapya.
Astajim! Matanya bolong! Eh, matanya putih! Cuma isi pupilnya doang!
"A-a-ano..." kata hantu itu.
Kayaknya dia manusia deh, batin Sakura.
"Ya? Kamu kenapa?" tanya Sakura sambil mendekat ke arah manusia itu. Sakura memutuskan kalau orang ini bukan hantu, ada kakinya kok!
"Ka-ka-kakiku sa-sakit," katanya sambil memegang kakinya.
Ooh, begitu. Ini anak emang gagap asli atau nge-fans ama Najis Gagap?
Sakura memegang kaki gadis itu dan mengurutnya sebentar, "Terkilir. Lebih baik ke dokter. Di sini ada dokter?"
"A-ada. Di ru-ruang ke-kesehatan," jawab gadis itu sambil menunduk, menyembunyikan wajahnya yang memerah malu.
"Bisa kau tunjukkan di mana ruang kesehatan? Aku anak baru," kata Sakura.
Gadis itu mengangguk.
"Oke, ayo kita pergi!" kata Sakura sambil mengangkat tubuh Hinata ala bridal style.
"Wah, ringan!"
Sedangkan orang yang digendong Sakura tengah berusaha bernafas. Wajahnya berubah merah padam, "A-ano..."
"Namamu siapa?" tanya Sakura.
"Hyu-hyuga Hi-hinata," jawabnya terbata. Jantungnya sudah hampir meledak saat mendengar suara Sakura aka Sasori begitu dekat dengan telinganya. "Ma-maaf, sudah merepotkan."
"Tidak apa-apa, lagipula bahaya jika gadis sepertimu berada di tempat seperti itu."
"I-i-iya..."
Sakura berjalan sambil tersenyum ke dalam gedung sekolah. Sementara Hinata, berusaha menjaga kesadarannya tetap ada agar mereka berdua tidak tersasar.
Yah, sepertinya Sakura sudah mendapat teman baru, atau penggemar baru?
.
T*B*C
.
.
A/N
Cerita ini adalah kebalikan dari evol. Wkwkwkw...
Ehm... untuk fic missing, luna sempet ngambek ngetiknya karena ada kesalahan. Seharusnya asuma keluar di chap 12, eh, malah keluar di chap 11. dasar gebleeeekkk!
Gara-gara itu, jadi maleeesss bangettt bikinnya!
Ya ampun, kayaknya karakter di sini terutama cwe bakalan OOC. Luna minta maaf sedalam-dalamnya untuk temari fans. Maaf ya...
Ehm, luna bikin mata sasori disini senada dengan warna mata sakura. Abis, mereka kan kembar.
Yang masih nunggu update-an fic luna yang laen, sabar yaa!
Yasud, seperti biasa, mohon riview yaw!
