Hai, everyone!

Anne muncul lagi, nih. Nggak betah juga buat nggak lama-lama nulis di sini. Hehehe.. Oh ya sebelumnya, Anne ucapin teima kasih buat teman-teman semua yang beri review di fic sebelumnya. Sudah beberapa yang Anne balas lewat PM, yang nggak pakai akun, Anne jadinya nggak bisa balas. So, Anne hanya bisa ucapkan terima kasih buat kalian semua.

Oke, pas banget sama moment ulang tahun Neville dan Harry ke 35 tahun, Anne mau buat double shot. Spesial buat ulang tahun Neville Longbottom dan Harry Potter tahun ini, Anne buat fic ini untuk merayakannya. Semoga terhibur, ya!

Happy reading!


"Jangan ambil dulu, Lily! Acaranya belum selesai!"

Teriak James dari arah ruang keluarga. Televisi di sana sedang menayangkan film animasi dengan tokoh superhero Muggle yang terkenal dengan jaring laba-labanya. James dan Al suka sekali dengan tayangan harian itu setiap paginya.

Mumpung liburan musim panas, dua anak laki-laki Potter lebih memilih mengawali hari mereka dengan menyaksikan tontonan mengasikkan seperti animasi tadi. Tapi, tidak seperti pagi biasanya, si kecil Lily tiba-tiba mengamuk dan ingin mengambil remote dari kedua kakaknya.

"Lily mau nonton Barbie, kata Rosie sekarang tayang!" tubuh mungilnya sedikit kualahan menandingi kekuatan James yang ikut menarik remote berlawanan arah.

Sementara itu, Al hanya bisa terdiam sambil sesekali menyumbang pendapat untuk kakaknya agar mengalah. "Biarkan Lily yang menonton, sebentar lagi juga sudah selesai, kan, James!" kata Al pada James.

"Not yet! Maka dari itu, Al. Kita menonton sampai selesai dulu, baru giliran Lily yang menonton. Tanggung, Al!" James mengekor televisi dibelakangnya. Masih iklan.

"Enggak! Lily mau sekarang! Lily mau nonton Barbie!"

"NO! Lepas, Lily!"

Bumm! Tubuh Lily jatuh ke atas karpet dan tangisnya pun pecah. James berhasil mengambil kekuasan remote televisi kembali. "Berhasil!" kata James girang. Mudah saja bagi James yang bertubuh sedikit bongsor diusianya ke 10 tahun ini melawan Lily kecil yang belum genap 7 tahun.

"Sudah kubilang, kan, lepaskan remotenya, Lils. Lihat, kau jatuh sekarang," James lantas berlalu dan kembali ke tempatnya semula. Siap-siap kembali hanyut dengan superhero favoritnya di depan tv.

Melihat adiknya menangis, Al merasa kasihan meski ia sendiri juga sebal acara menontonnya pagi ini sudah diganggu oleh Lily, "sudahlah, Lils. Kau diam, ya—"

"Lily mau nonton SEKARANG!"

Belum sempat Al meraih tubuh adiknya untuk kembali berdiri, tanpa melihat Al sedikitpun yang coba membantu Lily berteriak dan seketika.. sesuatu di depan James pecah dan mengeluarkan suara ledakan cukup keras diikuti bau angus yang menyengat.

TV di hadapan James tiba-tiba meledak tanpa sebab.

"Suara apa itu? Ginny?" Harry yang baru sampai di rumah terkejut mendengar suara ledakan saat ia memarkirkan mobilnya di halaman. Dan saat pintu terbuka, kericuhan tiga anaknya menyambut kedatangannya.

Di depan Harry, putra sulugnya, James, berdiri dengan tatapan ketakutan melihat TV keluarga mereka hancur di bagian kacanya. Sementara Al terdiam sambil memanggil Harry dan menunjuk ke arah Lily yang masih terisak dengan tatapan tajam ke arah TV.

"D-dad, Lily me-melakukan sihir," adu Al terbata-bata.

Dengan hati-hati, Harry mendekati Lily berusaha meredamkan emosi putrinya. Harry harus hati-hati, Lily baru saja diliputi emosi yang tak terkendali. Dan akibatnya.. sihir pertama Lily tercipta.

Harry merendahkan tubuhnya coba mengimbangi badan Lily. Siap-siap mengangkat tubuhnya dan menjauhkan sementara dari James maupun Al. Sihir Lily masih tak terkendali, dan melihat efeknya, kekuatan Lily sangat kuat mengingat usianya masih sangat muda."It's ok, honey! Sama Dad dulu, ya!" rayu Harry pelan-pelan.

"Nggak mau!"

Pyarr! Kali ini kaca jendela samping ruang keluarga yang pecah. Untung Al sempat menghindar sebelum tangannya terkena pecahan kacanya. 'Kekuatan sihir ledakannya seperti Ginny,' batin Harry.

"Kau tak apa, Al?" tanya Harry memastikan keadaan Al.

"Tak apa-apa, Dad!" jawab Al singkat.

Sebelum barang lain ataupun rumah jadi sasaran ledakan sihir Lily selanjutnya, Harry cepat menggendong tubuh Lily dan mengajaknya ke halaman belakang rumah. Tempat paling aman dari sorot mata tetangga Muggle yang bisa saja melihat Lily mengeluarkan sihirnya.

"Lily sekarang tenang, ya! Nanti Dad ajak jalan-jalan ke rumah boneka. Kita, kan, mau ke acara ulang tahunnya Uncle Neville? Lily lupa?" Butuh sedikit cara keras untuk menghentikan tubuh Lily yang terus meronta.

"Nggak mau! Lily mau pukul James, Daddy. James jahat! Lily nggak boleh nonton Barbie sama James. James JAHAT! Lepaskan Lily!"

Tangan kecil Lily memukul-mukul dada Harry meminta untuk dilepaskan. Sekali dua kali memang tidak dirasa Harry. Memang tidak sakit mendapat pukulan tangan kecil Lily, tapi entah mendapat kekuatan dari mana, saat pukulan ke tujuh dan teriakan memberontak Lily semakin meninggi, dada Harry bak dihantam sesuatu yang berat. Sakit dan sedikit sesak. Tapi apa yang Harry lihat?

Hanya tangan Lily yang memukulnya.

Harry terbatuk-batuk menahan sesak di ulu hatinya. Ia bahkan hampir tak kuat mengendong tubuh Lily dan menyeimbangkan dadanya. Hampir saja limbung, Ron yang muncul dari pintu dapur langsung menahan punggung Harry sigap.

"Harry, kau tak apa?" Ron meraih pundak Harry dan membantunya berdiri tegak.

"Ya.. ta-tapi, Lily—" napas Harry makin sesak saat tubuh Lily tak sadarkan diri digendongannya. Lily pingsan.

"Ruang keluarga sudah aku bereskan, TV kita benar-benar hancur, Harry. Kata Al, Lily tadi menunjukkan sihir perta—"

"Lily pingsan," potong Harry.


Leaky Cauldron penuh dengan hiasan tembok dari tanaman-tanaman rambat hijau serta bunga-bunga aneka warna. Perayaan ulang tahun Neville sedikit lagi rampung. Hannah, Luna, dan Hermione mempersiapkan makanan dan beberapa camilan untuk tamu-tamu yang akan datang.

Sementara para laki-laki, Rolf, Teddy, dan yang berulang tahun, Neville, tidak bersantai menunggu jadi, namun mereka sibuk dengan dekorasi beberapa sudut cafe yang belum tersentuh tanaman hias.

"Ini ulang tahunku, tapi ini semua hasil ancaman Hannah. Ia ingin membuat cafe ini jadi tempat menyenangkan untuk ulang tahun suaminya ke 35 tahun. Parah! Aku seperti sedang berulang tahun ke 16. Kalau bukan karena Hannah, aku tak akan memasang bunga mawar ini di bawah lampu," gerutu Neville pada Rolf.

Teddy sampai ikut tertawa di atas tangga yang membantunya naik untuk memasang mawar di sebuah lampu hias.

"Sabarlah, permintaan Hannah untuk ulang tahunmu ini masih wajar. Kalau kau dengar pendapat Luna tadi saat kami baru sampai, kau pasti akan membatalkan acara ini. Dia berpendapat, Leaky Cauldron ini harus ditambah beberapa balon dan pita-pita bergambar tanaman untuk memberikan kesan ulang tahun seorang Profesor Herbologi. Mau kau?"

Takut. Cepat-cepat Neville menggeleng, "amit-amit!"

"Bukankah itu lebih keren, Uncle? Ulang tahun identik dengan balon, kan?" goda Teddy.

"Kalau kau terus mengungkitnya, jangan harap nilai NEWTmu selamat, Teddy!" ancam Neville tak main-main.

"Ternyata balon bisa mengancam kelulusan juga, ya?" tambah Rolf membuat Teddy kembali tertawa lepas.

Di bangku dekat pintu masuk, Rose, Hugo, serta Lorcan dan Lysander, yang hari ini memakai baju sama berwarna hijau bergambar pohon dengan tulisan 'Happy B'Day', yang tentu saja pilihan Luna, berteriak saat melihat James dan Al masuk lebih dulu.

"Hai, Jamie.. Al, akhirnya kalian datang juga," panggil Lorcan dan Lysander bersamaan.

Para orang tua lantas berbalik dan melihat siapa yang baru saja dipanggil oleh dua anak kembar itu. Benar saja, James dan Al datang dengan wajah sedih sembari melihat beberapa orang di belakang mereka.

"Maaf kalau akan menggangu pesta ini, Hanna tolong bantu Lily," Ginny merangsak masuk lebih dulu dan menghampiri kumpulan para wanita.

Hannah langsung mendekat saat ia melihat tubuh Lily yang tak sadarkan diri di gendongan Harry.

"Lily baru saja melakukan sihir pertamanya. Dan.. –hah.. itu kuat sekali," jelas Harry dengan napas putus-putus. Ia meletakkan Lily di sebuah sofa panjang dekat meja bar.

"Kau tak apa, Harry Potter? Wajahmu pucat sekali?" tanya Luna mengamati ada yang tidak beres dengan keadaan Harry.

Singkat, Harry tersenyum seolah menjawab 'aku tak apa-apa, Luna'.

Hannah langsung bertindak dengan tongkatnya pada Lily. Beberapa ayunan tongkatnya membuat dahi Hanna berkerut, "Lily hanya kelelahan, ia baru saja melakukan sihir yang cukup kuat. Tenaganya terkuras, mungkin karena efek emosinya juga yang sedang meluap," terang Hannah. Terakhir, Hanna meminta Teddy untuk mengambilkan segelas air.

Sesaat setelah Lily terbangun, Hannah langsung memberinya air untuk cepat diminum.

"Kau tak apa, sayang?" tanya Hanna.

"Sedikit lemas saja, Aunty," jawab Lily dengan suara yang kecil menggemaskan.

James ikut mendekat ke tempat Lily, mengulurkan tangannya dan memelas meminta maaf, "Lily juga minta maaf, ya," ujar Lily sambil menjabat tangan James hangat.

Neville, yang hingga diusia pernikahannya ke 10 tahun belum memiliki anak, membuatnya lebih senang jika berhadapan dengan anak-anak kecil seusia Lily.

Kepolosan anak-anak seperti Lily-lah yang membuatnya melupakan kesedihan belum pernah mendapatkan kesempatan menjadi seorang ayah. Namun, berkat teman-temannya juga, Neville pun bisa merasakan menjadi layaknya seorang ayah saat dekat dengan anak-anak dari para sahabatnya itu. Khususnya Al, Harry dengan bangga memilih Neville untuk menjadi ayah baptis putra keduanya sejak lahir. Harry secara langsung meminta Neville menjadi ayah baptis Al saat Neville menggendong Al untuk pertama kalinya. Dan Neville begitu gembira menerimanya.

Dengan lemah lembut, Neville mendekati Lily sambil mengelus rambutnya pelan. "Kau hebat, sayang. Keahlian ibumu rupanya menurun padamu," kata Nevillie diikuti tatapan tajam semua yang mendengar langsung ke arah Ginny.

"Berarti sekarang Lily sudah bisa melakukan sihir secara langsung—"

Lily hanya bisa tersenyum mendapati dirinya baru bisa menunjukkan sihir meski dengan cara yang tidak terduga. "Nah, sekarang.. coba lihat di sana. Lily lihat vas bunga itu?" tunjuk Neville pada sebuah vas bunga di meja panjang yang biasa digunakan pengunjung menghabiskan makanan pesanan mereka.

"Coba lakukan sesuatu dengan sihirmu pada vas bunga itu. Hitung-hitung untuk kado ulang tahun Uncle,"

"Benar juga, Lily belum punya kado untuk Uncle Neville,"

Bukan sebuah permintaan yang bagus meminta seorang anak yang baru bisa menunjukkan sihirnya untuk melakukan kembali sihir yang belum terkendali itu.

"TV dan kaca rumah Harry saja hancur, apalagi vas bunga kecil itu?" bisik Ron pada Hermione.

"Sepertinya itu permintaan yang salah, Uncle," ujar Rose di samping Teddy yang sudah tegang menunggu apa yang dilakukan Lily selanjutnya.

Ragu, Lily mengamati sekelilingnya sejenak. Merasa siap, ia lantas melihat vas bunga dihadapannya dengan penuh konsentrasi. Satu menit, dua menit, tidak ada hasil.

Tiga menit kemudian, Lily menyerah, merasa kesal dengan usahanya yang sia-sia, Lily memukul sofa yang ia duduki geram "ahhh kenapa nggak bisa lagi, sih!"

Duarr! Vas bunga kesukaan Neville pecah berkeping-keping, begitu pula bunganya. Bukannya ikut pecah, tapi terbakar, hangus, dan hancur menjadi abu. Lily berhasil namun.. hasilnya kembali parah.

"Tuh, kan!" seru Ron pelan.

Syok sebentar, Lily lantas menatap Neville dengan pandangan memelas dan mata puppy eyesnya. "Happy birthday, Uncle," katanya dengan suara lucu.

"Sama-sama, sayang. Kado yang mengejutkan," jawab Neville sambil mengelus dadanya tenang, meredam keterkejutan.

- TBC -


#

Hahaha.. munculnya ide cerita buat nulis ini tadi pagi, teman-teman! Langsung deh coba mikirin bagaimana buat dua chapter yang saling terhubung terus deal dan siap ditulis. Bagian Neville sudah selesai, kelanjutannya besok, ya? Apa yang terjadi dengan ulang tahun Harry?

Jangan lupa review! Anne butuh untuk perbaikan! :)

Thanks,

Anne xoxo