Assassination Classroom © Matsui Yuusei-sensei
Hai, minna! Ini fanfic pertamaku di akun ini. Akunku yang lama ilang orz. Padahal di akun lama juga gak pernah nge-post fanfic sih *dihajar*
Pairingnya… Rahasia *dihajar lagi*
Yang mau nebak pairingnya boleh kok, tebak aja di review *modus biar yang review banyak*
Selamat menikmati~
"Haaaaaaaaah…."
Nagisa menghela nafas panjang, lalu menghempaskan tubuhnya ke bangku taman. Kepalanya menengadah ke atas. Ia menatap langit sambil memperhatikan awan yang lewat beriring-iringan.
Suasana taman di sore hari itu sepi. Hanya ada dua orang anak yang sedang asik bermain di kotak pasir. Suasana yang sepi ini sangat cocok bagi Nagisa yang sedang ingin menenangkan suasana hatinya. Iya, Nagisa sedang galau.
"Kenapa kau menghela nafas seperti itu Nagisa? Sedang ada masalah?"
Nagisa mengambil HP nya dari saku dan menyalakan layarnya. "Ritsu," sesosok avatar berambut ungu tampil di layar.
"Kalau kau ada masalah, kau bisa bicara padaku, Nagisa!" Ritsu mengedip ke Nagisa.
"T-tidak kok. Aku hanya sedikit lelah saja." kata Nagisa mengelak.
"Hmmmm…. Yang benar?" Ritsu menatap Nagisa tidak percaya.
"I-Iya, sungguh!" kata Nagisa meyakinkan.
"Hmmm… Ya sudah," Ritsu menaruh tangannya di belakang punggung. "Oh iya, Nagisa. Kau sudah baca komik Sonic Ninja yang baru belum?"
"Eh, sudah keluar? Oh iya, rilisnya kan hari ini." Nagisa menepuk jidatnya. "Aku harus segera beli!" Nagisa berdiri secepat kilat dan langsung lari.
"Eh, tunggu dulu Nagisa! Sebenarnya aku sudah beli versi digitalnya. Kau bisa membacanya lewat HP mu kalau kau mau."
"Benarkah? Terimakasih, Ritsu!" Nagisa mengangkat HP nya tinggi-tinggi saking senangnya.
"Sama-sama, Nagisa! Nah, aku buka file nya ya. Selamat menikmati!"
Ritsu menghilang dari layar, berganti menjadi halaman cover dari komik Sonic Ninja. Ia duduk kembali di bangku taman. Nagisa langsung membaca komik itu dengan semangat. Matanya terpaku pada layar HP. Sesekali jarinya menekan layar. Saking asiknya, dia tidak sadar kalau matahari sudah semakin bergerak ke barat.
"Seru sekali!"
Nagisa merenggangkan punggungnya. Lalu ia melihat jam. "Wah, sudah jam segini?! Aku harus segera pulang!"
Ia memasukkan HP nya ke saku dan berjalan pulang. Sepanjang jalan, Nagisa senyum-senyum sendiri karena mengingat komik yang tadi dia baca. Nagisa memang suka sekali dengan Sonic Ninja. Beruntung di kelasnya ada Karma yang juga suka. Lalu Korosensei juga yang berbaik hati mengantarkan mereka ke Hawaii demi menonton film nya. Nagisa benar-benar beruntung bisa mengenal mereka. Meskipun hubungan mereka sebenarnya aneh. Korosensei adalah target pembunuhan bagi Nagisa. Sementara Karma adalah… Rival dalam pembunuhan? Ya mungkin semacam itulah.
"Aku pulang…"
Nagisa melepas sepatunya dan segera masuk ke kamar. Ia melempar tas nya ke pojok ruangan, lalu merebahkan diri di atas kasur.
"Aaaaah, capeknya."
'Sebaiknya aku berterima kasih pada Ritsu.' batin Nagisa.
Nagisa mengeluarkan HP nya. "Hei, Ritsu"
Ritsu muncul di layar. "Ada apa, Nagisa?"
"Terima kasih ya sudah memperbolehkanku membaca Sonic Ninja yang terbaru itu!" Nagisa tersenyum.
Ritsu membalas senyuman Nagisa. "Umm! Apa kau senang, Nagisa?"
"Iya, senang sekali! Cerita di komik itu prequel dari film Sonic Ninja yang kita tonton bersama Koro-sensei, jadi banyak plot hole yang ditutupi oleh komik ini."
"Iya! Tapi kalau menurutku cerita di komik itu sepertinya dibuat hanya untuk menutup-nutupi plot hole dalam filmnya. Kalau begitu berarti film itu dibuat asal-asalan? Atau karena proses produksinya terlalu cepat?"
"Hmmm… Bisa jadi begitu. Atau memang sengaja dibuat seperti itu agar bisa dibuat cerita komik nya, atau…"
Kemudian mereka asik membicarakan Sonic Ninja tanpa memperdulikan waktu. Ibu Nagisa yang mendengar suara Nagisa dari luar kamarnya mengira kalau Nagisa sedang bicara dengan temannya di telepon.
Tanpa mereka sadari, jam sudah menunjukkan pukul 9. "Lalu… Eh? Sudah jam segini?"
"M, maaf Nagisa! Aku keasyikan mengobrol dan tidak memperhatikan jam! Aku benar-benar minta maaf…" Ritsu merasa bersalah. Ia menunduk.
"Tidak apa-apa Ritsu, aku yang salah kok. Lagipula aku juga senang bisa ngobrol banyak tentang Sonic Ninja denganmu."
"Benarkah?" Ritsu tampak lega.
"Iya. Di rumah biasanya aku tidak ada teman bicara, jadi aku senang."
"Kalau begitu, aku boleh lebih sering ngobrol denganmu? Setiap malam seperti ini misalnya. Agar kau tidak kesepian." Ritsu menatap lekat mata Nagisa.
"Boleh. Asal kau tidak mengganggu saat aku sedang mengerjakan PR." Nagisa tertawa.
"Huh, siapa yang mau mengganggu. Justru aku akan membantumu Nagisa." Ritsu menyilangkan lengannya dan menggembungkan pipinya.
"Ahaha iya. Makasih ya, Ritsu." Nagisa menyentuh layar HP nya tepat di pipi Ritsu.
"Berhenti mengejekku, Nagisa!" Ritsu masih terlihat kesal. Sekarang dia memunggungi Nagisa.
"Maaf maaf Ritsu. Aku cuma bercanda kok." Nagisa menangkupkan tangannya.
Ritsu masih marah, atau mungkin lebih tepatnya ngambek. Tapi Ia menengok ke arah Nagisa, meskipun masih membelakanginya. "Jadi… Boleh kan?"
"Tentu saja boleh." Nagisa tersenyum lebar.
"Yes!" Ritsu membalikkan badan lalu melompat kegirangan.
"Ya sudah Ritsu. Aku mau tidur. Sudah ngantuk." Nagisa menguap.
"Ganti piyama dulu sana." Ritsu menunjuk Nagisa yang masih memakai seragam sekolah.
"Oh iya aku belum ganti baju." Nagisa tertawa sambil menggaruk punggung kepalanya. Lalu ia berdiri dari tempat tidur menuju ke lemari pakaiannya.
"Kau juga belum mandi kan? Bau ih." Ritsu menutup hidungnya.
"Biarin. Kau juga tidak bisa mencium bauku kan?"
"Iya sih. Tapi gak mandi itu kan berarti gak higienis. Gak sehat."
"Mandi malam-malam juga gak sehat." balas Nagisa.
"Ngg, iya juga sih…" kata Ritsu, kalah debat.
"Aku mau ganti, jangan ngintip." ancam Nagisa. "Dan jangan coba-coba mengambil foto untuk dikasih ke Karma."
"Yaaah padahal aku sudah janji." kata Ritsu kecewa. "Kalau dikasih ke Nakamura boleh?"
"Sama saja! Pokoknya jangan ambil fotoku!"
"Roger!" Ritsu memberi hormat.
Selesai berganti piyama, Nagisa langsung merebahkan diri lagi di kasur empuk miliknya.
"Hei, Nagisa…" kata Ritsu.
"Hmmm?"
"Soal tadi sore… Apa benar kau tidak sedang ada masalah?"
"Kau masih kepikiran soal itu? Tenanglah, aku tidak apa-apa kok." Nagisa menyentuh hidung Ritsu (Di layar HP, tentu saja). "Lagipula setelah membaca Sonic Ninja aku jadi semangat lagi!"
"Jadi benar kau sedang ada masalah?" Ritsu menatap Nagisa tajam.
Nagisa menghela nafas. Merasa percuma saja menyembunyikan sesuatu dari gadis artificial intelligence ini. Instingnya terlalu tajam. Apa karena dia mesin? Ah, tidak. Dia bukan mesin. Dia murid kelas 3-E, sama sepertinya.
"Iya." Nagisa mengaku.
"Hmmm, benar kan? Sudah kuduga." Ritsu meletakkan jempol dan jari telunjuk di dagunya. "Masalah apa nih? Cerita dong."
"Apaan sih, penasaran banget." Nagisa membenamkan wajahnya ke kasur dan menutupi kepalanya dengan bantal. Namun sesaat kemudian ia mengangkat mukanya. "Jangan bilang siapa-siapa ya."
"Tentu saja!" Ritsu tersenyum. Matanya berbinar-binar.
'Sebenarnya sih aku khawatir. Bagaimana kalau dia sedang main ke HP yang lain lalu dia keceplosan ngomong? Tapi ah sudahlah. Tidak usah terlalu dipikirkan. Nanti kalau aku kebanyakan mikir terus jadi botak gimana? Aku gak lucu lagi dong. Eh, apaan sih' batin Nagisa.
"Sebenarnya… Aku lagi suka sama seseorang."
Hening sejenak. Ritsu menahan tawanya.
"Jangan ketawa!" kata Nagisa kesal.
"Maaf. Habis lucu sih, Nagisa ternyata bisa suka sama orang juga." Ritsu tidak bisa menahan tawanya lagi. "Biar kutebak ya. Kamu suka sama Karma?"
"NGGAK WOI AKU MASIH NORMAL!" teriak Nagisa yang lupa kalau itu sudah malam. Ritsu memberi kode dengan menaruh jari telunjuknya di bibir. Nagisa yang baru sadar langsung melihat keluar jendela, lalu masuk lagi setelah memastikan kalau kondisinya aman.
"Maaf maaf. Habis Ritsu juga sih ngomong yang aneh-aneh. Masa aku suka sama Karma?" Nagisa merengut.
"Hehehe, maaf." Ritsu menggaruk belakang kepalanya. "Habis kalian akrab sekali sih."
"Iya tapi dia kan cowok. Aku juga cowok. Aku kan normal, masa aku suka sama cowok juga?"
"Kalau begitu aku tebak lagi ya." Ritsu melirik ke atas seperti orang sedang berpikir. "Nagisa… Kau suka dengan Kaede?"
Nagisa diam sesaat, lalu menghela nafas. "Iya." Nagisa menundukkan kepalanya. "Iya, aku suka sama Kayano."
"Oh, ternyata benar ya." Ritsu mengangguk-anggukkan kepalanya.
Nagisa bingung. "Ternyata benar? Maksudnya? Kau sudah tahu?"
"Cuma menebak saja sih. Soalnya belakangan ini kau sering melamun sambil memperhatikan Kaede. Lalu waktu kau mengobrol dengannya, kau terlihat grogi dan suka salah tingkah. Ternyata benar ya kau suka dengan Kaede." Ritsu tersenyum menggoda Nagisa.
"Sebenarnya sudah sejak lama sih… Tapi belakangan ini aku jadi makin sering mikirin dia."
Senyum Ritsu makin lebar. "Ada yang sedang jatuh cinta nih… Cieeeee." goda gadis berambut ungu itu.
"Berhenti menggodaku, Ritsu." Nagisa cemberut. Kemudian Ia berbaring, lalu mendekatkan HP nya ke muka. "Menurutmu apa yang harus kulakukan?"
Ritsu kaget Nagisa tiba-tiba menanyakan hal seperti itu. "Eh… Kalau menurutku sih…" Ritsu memainkan ujung rambutnya, mencari jawaban yang tepat. "Kau benar-benar suka dengan dia kan? Kalau begitu perjuangkan cintamu itu."
Nagisa meresapi perkataan Ritsu itu. "Hmmm… Benar juga." Nagisa menatap lekat langit-langit kamarnya.
"Lagipula kalian kan sangat dekat. Bisa saja dia juga suka denganmu, Nagisa."
"Ah, itu…" Muka Nagisa berubah suram. "Awalnya aku juga berpikir seperti itu. Kupikir masih ada harapan kalau dia menyukaiku. Tapi tadi di sekolah saat istirahat…"
*Flashback*
"Nurufufufu. Baiklah anak-anak, waktunya istirahat. Sensei mau beli burger dulu di Amerika."
"Sensei!" Kurahashi mengangkat tangannya. "Kenapa harus beli di Amerika? Bukannya di Jepang juga ada?"
"Karena burger yang ingin sensei beli ini beda. Burger ukuran super besar! Hanya dijual terbatas di satu toko di Amerika setiap harinya!"
"Oooooh, American size!" kata Nakamura.
"Benar sekali Nakamura! Nah, sensei pergi dulu!" dan Korosensei pun terbang dengan kecepatan Mach 20 nya.
"Hei, Nagisa." Kaede menghampiri Nagisa di bangkunya.
"A-ada apa, Kayano?" jawab Nagisa gugup. Dia bahkan tidak berani menatap mata Kayano.
Kayano tidak menyadari tingkah aneh Nagisa. "Kemarin aku bertemu dengan teman lamaku." Dia duduk di kursi di depan Nagisa, yang biasanya ditempati Maehara. "Ternyata dia bisa mengenaliku! Aku benar-benar kaget saat dia tiba-tiba memanggilku."
"Teman lama?"
"Iya. Kami pernah main di satu film. Karena yang seumuran waktu itu cuma kami berdua makanya jadi cepat akrab. Setelah itu pun kami bertukar email dan line. Lalu kami juga sering ketemuan."
"Oh begitu." Nagisa bersikap seolah tidak peduli. Padahal dalam hatinya dia merasa sakit. Hatinya selalu terasa sakit setiap Kaede membicarakan cowok lain. Apa lagi kali ini Kaede bicara dengan mata berbinar-binar.
"Terus terus, kemarin aku sama dia jalan-jalan ke taman bermain! Terus pas itu aku sadar…" rona merah muncul di pipi Kaede. "Kayaknya aku suka sama dia."
Deg.
*Flashback end*
"T-tenanglah, Nagisa." Ritsu menenangkan Nagisa yang sedang duduk memeluk lutut sambil menahan tangis. "Kan dia baru sadar kalau dia suka sama orang itu, berarti masih ada kesempatan buatmu. Apa lagi kau kan sudah dekat dengan dia. Berarti kesempatanmu juga besar. Dia suka dengan orang lain bukan berarti tidak ada kesempatan agar dia menyukaimu."
"Benar juga sih, tapi…" Nagisa membenamkan kepalanya lebih dalam. "Aku merasa tidak percaya diri. Gimana kalau orang itu ternyata ganteng, kaya, baik, pokoknya yang bagus-bagus lah. Aku pasti kalah kan?"
Ritsu terdiam, lalu tersenyum. "Nagisa, tidak masalah kalau memang orang itu ternyata seperti yang kau katakan." Nagisa mengangkat kepalanya. "Yang penting adalah, walaupun mungkin kau kalah dari orang itu, pastikan kau menang di mata Kayano."
"Caranya… Bagaimana?"
"Kau harus menjadi istimewa baginya. Itu saja cukup."
"Istimewa… Tapi bagaimana caranya menjadi istimewa?"
"Kau pasti akan menemukan caranya. Tidak usah terburu-buru." Ritsu tersenyum. "Sebaiknya kau cepat tidur, Nagisa. Ini sudah larut malam."
Nagisa melihat jam. "Wah iya, sudah jam segini." Nagisa berbaring dan menyelimuti tubuhnya. "Terimakasih ya, Ritsu. Sudah mau menjadi teman curhatku."
"Ahaha, tidak apa-apa kok." Ritsu mengedip. "Kapanpun kau butuh teman bicara, kau bisa memanggilku, Nagisa!"
"Ummm! Oyasumi, Ritsu."
"Oyasumi, Nagisa." dan layar HP Nagisa pun mati. Sekarang berganti dengan layar hitam yang memantulkan bayangan muka Nagisa.
"Menjadi istimewa ya?"
Nagisa pun memejamkan matanya dan tertidur pulas.
Done.
Review dong.
-Omake-
"Hmmm, benar kan? Sudah kuduga." Ritsu meletakkan jempol dan jari telunjuk di dagunya, seperti meme yang sedang terkenal itu.
Nagisa secepat kilat langsung mengscreenshot layar HP nya. "Wah, bagus nih buat jadi bahan meme."
"NAGISA APA YANG KAMU LAKUKAN?!" teriak Ritsu. "Hapus sekarang!"
"Telat, aku sudah mengedit dan menguploadnya. Untuk jaga-jaga, aku juga sudah mengirim foto itu ke Karma."
"NAGISAAAA! AWAS SAJA YA!"
Tidak butuh waktu lama untuk membuat meme itu menjadi terkenal, dan muka Ritsu terlihat dimana-mana selama beberapa waktu.
-Omake 2-
"NGGAK WOI AKU MASIH NORMAL!" teriak Nagisa yang lupa kalau itu sudah malam. Ritsu memberi kode dengan menaruh jari telunjuknya di bibir. Nagisa yang baru sadar langsung melihat keluar jendela.
"Sial."
Di luar warga sudah berkumpul dengan membawa garpu taman dan obor. Mereka semua terlihat sangat marah.
"Woi, sialan! Enak aja malem-malem teriak-teriak!"
"Ganggu orang tidur tau gak!"
"Penghuni baru udah kurang ajar!"
"Usir aja udah, usir!"
Dari luar kamar, terdengar suara teriakan ibu Nagisa.
"NAGISA! GARA-GARA KAMU KITA HARUS DIUSIR KELUAR DARI RUMAH INI! PADAHAL INI RUMAH BARU LUNAS KEMARIN! KITA HARUS GIMANAAAAA?!"
Nagisa hanya bisa diam di tengah-tengah semua ini.
