Saya tahu hutang fanfic saya masih banyak, tapi saya adalah seseorang yang ketika mendapatkan sebuah ide di kepalanya maka ide itu akan terus menghantui kecuali saya menulisnya!
Jika ada kesamaan ide cerita atau apapun itu saya minta maaf, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan.
.
.
Satu : Hyuuga
.
.
"Kyaa!"
"Cepat panggil ambulan!"
"Oh astaga…"
"Nona, bertahanlah."
Hinata Fujioka mengabaikan keriuhan yang ada di sekelilingnya. Seluruh tubuhnya sakit, ia bahkan tidak memiliki tenaga untuk berteriak.
Ia adalah korban kecelakaan tabrak lari yang baru saja terjadi. Sebuah mobil menerobos lampu merah dan langsung menghantam tubuhnya hingga membuatnya terkapar tak berdaya di atas aspal seperti ini. Dapat ia rasakan tubuhnya basah oleh kubangan darahnya sendiri.
Setitik air mata menggenang di ujung matanya. Ia tidak ingin mati. Oh Kami-sama… ia tidak ingin mati…
Ia baru berusia 20 tahun, masa depannya masih panjang.
Ia ingin tetap hidup.
Secara perlahan-lahan kesadarannya menghilang. Hinata memejamkan matanya sambil berdoa dalam hati. Kami-sama… berikanlah kesempatan hidup kedua padaku…
.
.
Hikari Hyuuga menatap tubuh putri kecilnya yang bernama Hinata dengan perasaan pilu. Putrinya yang baru berusia delapan tahun ini sudah sembilan hari sakit keras, bahkan tabib manapun tidak mampu menyembuhkannya.
Hikari meraih tangan kurus Hinata dengan air mata bercucuran. Hati ibu mana yang tidak akan terkoyak melihat putrinya terbaring sakit seperti ini. Selama ini Hinata adalah anak yang baik. Putrinya ini sangat manis dan penurut, tidak pernah membuat kenakalan.
Hikari melihat kedua mata putrinya itu terbuka perlahan.
"Hinata…" Bisiknya perlahan. "Ini Okaa-san, nak."
Hinata membuka mata untuk pertama kalinya setelah tiga hari tidak sadarkan diri. Setitik harapan muncul di hati Hikari. Ia berharap putrinya itu bisa mendapatkan keajaiban agar bisa sembuh.
Hikari lalu berkata pada pelayan di ruang tidur itu. "Cepat panggil tabib! Hinata sudah mulai sadar." Kini ia mengelus rambut gelap putrinya. "Kami-sama telah menjawab doa semua orang, semoga kau cepat sembuh nak."
Hikari sibuk memanjatkan doa syukur sehingga tidak mampu melihat ekspresi penuh kebingungan di wajah putri kecilnya itu.
.
.
Semua orang di kediaman Hyuuga mengucapkan puji syukur ketika mendengar kabar nona Hinata yang berangsur-angsur pulih dari sakitnya. Kabut kesuraman yang menyelimuti tempat ini selama berhari-hari seakan langsung sirna. Senyum dan rona kebahagiaan terpasang di wajah semua orang.
Kecuali Hinata itu sendiri.
.
.
"Kondisi nona Hinata semakin lama semakin membaik. Selama tiga hari kedepan saya menganjurkan agar nona Hinata beristirahat dengan cukup dan meminum obat dua kali sehari." Kata si tabib kepada semua orang yang ada di ruang tidur Hinata.
Hinata memejamkan matanya sambil berpura-pura tertidur. Terhitung sudah dua hari ia terdampar di tempat ini. Ah, lebih tepatnya era ini.
Kami-sama telah mengabulkan doanya. Kami-sama memberikan hidup kedua padanya.
Kami-sama memberikan kesempatan kedua dengan membuatnya hidup sebagai Hinata Hyuuga, seorang gadis kecil berusia delapan tahun yang hidup pada era kuno di sebuah kerajaan yang bernama Hi-no-kuni.
Ia tidak sedang bercanda! KINI IA HIDUP SEBAGAI GADIS KECIL BERUSIA DELAPAN TAHUN!
Bisa dibayangkan sebesar apa shock yang menimpanya. Di kehidupan sebelumnya ia adalah wanita dewasa berusia 20 tahun yang tinggal di era modern dimana semuanya serba instan dan mudah.
Dan sekarang?!
Ia memang bersyukur karena mendapatkan kesempatan hidup kedua. Namun haruskah Kami-sama melemparkannya ke era kuno seperti ini?! Sejarah bahkan tidak mencatat era kerajaan yang bernama Hi-no-kuni. Hinata bahkan memiliki keyakinan bahwa dunia ini sangat berbeda dengan dunianya. Maksudnya adalah di tempat ini Hinata memiliki sepasang mata berwarna lavender, itu benar-benar tidak normal! Di belahan dunia manapun pasti tidak ada warna mata ini, jikalau ada pasti hal ini akan langsung menggemparkan dunia dan dianggap sebagai sebuah mutasi genetik. Namun ini memang nyata, ia tidak memiliki pupil mata!
Tidak hanya itu, di dunia ini memiliki rambut berwarna hijau, biru, ungu, kuning, bahkan pink adalah sesuatu yang normal. Namun baginya ini tidak normal! Mana mungkin manusia memiliki warna rambut seperti itu kecuali diwarnai! Di kehidupannya dulu ia hanyalah wanita normal biasa dengan rambut hitam dan mata hitam, itu baru bisa disebut normal!
Mengapa Kami-sama membuatnya hidup di era ini?! Ingin sekali ia protes dan mengeluh, namun pada siapa?!
Bagaimana seseorang dari era modern sepertinya bisa hidup di era kuno fantasi seperti ini?! Bagaimana bisa ia hidup tanpa mobil, TV, komputer, internet, smartphone dan LISTRIK?! Bagaimana ia bisa hidup dimana teknologi belum muncul?! Dan jangan lupakan tentang tenaga medis dan rumah sakit. Mana mungkin ia bisa menemukan vaksinasi, jarum suntik, infus, x-ray, dan operasi. Lalu bagaimana jika suatu saat nanti ia sakit?!
Hinata merasa sangat tidak beruntung karena terlempar ke era dimana hak-hak kaum wanita sangat dikekang. Kaum wanita di era ini tidak memiliki kebebasan dan kemandirian, terutama wanita yang berasal dari kalangan atas. Mereka hanya memiliki tugas menjadi seorang ibu dan istri. Sama sekali tidak ada kesempatan bagi mereka untuk mengembangkan diri.
Lalu apa yang bisa ia lakukan?!
Hinata berusaha menenangkan diri. Apa yang terjadi padanya saat ini adalah sebuah keajaiban, ia harus berhenti mengeluh. Ia harus bersyukur karena ia hidup sebagai nona Hyuuga, seorang keturunan kalangan atas. Hidupnya akan lebih buruk lagi seandainya ia menjadi seorang dari kalangan rendahan.
Ia harus mulai mengubur identitas lamanya dan mulai menjalani hidup sebagai Hinata Hyuuga.
.
.
Hidup sebagai Hinata Hyuuga bisa dibilang sangat mudah berkat memori yang ia dapatkan dari tubuh asli ini.
Hinata Hyuuga adalah putri sulung dari Hiashi Hyuuga dan Hikari. Ia juga memiliki seorang adik perempuan bernama Hanabi yang berusia tiga tahun. Klan Hyuuga adalah salah satu klan yang paling disegani di kerajaan Hi-no-kuni. Konon klan ini bahkan sudah ada sebelum kerajaan ini berdiri. Pemimpin klan Hyuuga saat ini adalah kakek Hinata yang bernama Hiroshi Hyuuga yang dikenal dingin dan tegas.
Saat ini ia tinggal di ibukota kerajaan Hi-no-kuni yang bernama Konoha yang dipimpin oleh seorang kaisar. Kerajaan ini sedang dalam tahap pemulihan pasca perang yang hampir membuat kerajaan ini jatuh ke tangan musuh.
Sayang sekali Hinata Hyuuga hanyalah gadis kecil lugu berusia delapan tahun, ia tidak mampu menggali informasi lebih dalam lagi.
"Nona, tabib mengatakan jika nona harus menghabiskan obatnya. Bukankah nona ingin lekas sembuh dan bermain kembali? Nona harus menghabiskan obat ini agar lekas sembuh." Bujuk salah seorang pelayan sambil membawa semangkuk kecil obat yang terbuat dari rebusan berbagai macam tanaman herbal.
Hinata menggeleng sambil berpura-pura ingin menangis. "Pahit."
Ia merindukan obat-obatan era modern dimana ia cukup menelan berbagai macam pil dan kapsul, tidak seperti 'obat' yang ada dihadapannya saat ini yang beraroma aneh dengan rasa pahit yang tak kunjung hilang di lidahnya.
Para pelayan terlihat kehabisan akal membujuk si nona kecil untuk meminum obatnya. Untunglah tak lama kemudian nyonya Hikari datang ke ruang tidur Hinata. Mendengar laporan para pelayan, Hikari hanya mampu menghela nafas. Biasanya putrinya ini tidak pernah keras kepala, mungkin meminum obat pahit ini benar-benar membuatnya ketakutan.
"Hinata harus meminum obat ini agar cepat sembuh, setelah Hinata sembuh Okaa-san akan memberikan semua yang Hinata inginkan." Bujuk Hikari dengan lembut.
Hinata mengepalkan tangannya, sepertinya tidak ada jalan lain selain meminum ramuan mengerikan ini. Dengan memberanikan diri ia meminum obatnya meski ia sangat ingin memuntahkannya.
Dalam hati ia berjanji akan hidup dengan sehat agar terhindar dari siksaan ini.
.
.
Di era kuno seperti ini tidak ada sekolah untuk kaum wanita. Akan tetapi karena klan Hyuuga adalah salah satu klan paling terpandang di Konoha maka klan Hyuuga menetapkan standar tinggi bagi para anak gadis Hyuuga. Setiap dua hari sekali para anak gadis Hyuuga yang belum menikah wajib mengikuti semacam pendidikan moral dan etika untuk membentuk karakter mereka menjadi seorang wanita yang anggun dan terhormat.
Tak terkecuali Hinata. Setelah sembuh, ia juga menjadi bagian dari pelatihan itu.
Ia dan 22 orang lainnya harus menjalani pelatihan menjadi seorang wanita Hi-no-kuni sejati. Mereka berkumpul di semacam aula besar untuk belajar tata krama, etika, cara berpakaian yang tepat, cara berhias agar terlihat menarik, norma-norma kesopanan, cara bertutur kata yang sopan, cara berjalan yang anggun, bahkan cara duduk yang benar.
Mereka juga diajari tata cara minum teh, menari tradisional, bermain alat musik tradisional, menyulam, merangkai bunga, bahkan juga menulis dan membaca.
Terlihat mudah huh…
Salah besar!
Si pengajar benar-benar kejam dan sadis. Ada tiga orang pengajar yang bernama Kamiko, Kiku, dan Manami. Kamiko mengajar tentang kesenian dan pengetahuan, Kiku mengajar tentang etika dan tata krama, sedangkan Manami mengajar tentang penampilan. Mereka bertiga adalah wanita berusia 40-an tahun yang selalu menuntut kesempurnaan dari anak didiknya. Mereka bahkan tidak segan-segan mencambuki anak yang membandel, bodoh atau nakal dengan menggunakan tongkat tipis yang terbuat dari bambu. Cambukan mereka bahkan tidak main-main, saaaaangat menyakitkan.
Itu namanya kekerasan! Sistem pendidikan di era modern sudah menghapuskan hukuman fisik untuk para siswanya.
Meski Hinata telah berusia 20 tahun di kehidupan sebelumnya, ia tetap tidak berhasil lolos dari cambukan itu. Menjadi wanita di era kuno benar-benar sulit. Banyak hal yang harus dipatuhi dan banyak hal yang tidak boleh dilakukan. Jika melakukan kesalahan, hehehe… jangan harap mendapatkan ceramah dan nasihat. Hukuman fisik adalah sesuatu yang normal di era ini.
Anak nakal? Cambuk.
Berkata kotor dan kasar? Tampar.
Pelayan yang ceroboh dan lalai? Pukul.
Berselingkuh? Penggal kepala.
Dimana hak-hak asasi manusia?! Dimana keadilan?! Di era ini tidak ada kesetaraan. Yang kuat yang berkuasa. Orang-orang lemah harap patuh dan tunduk jika tidak ingin nyawa mereka melayang.
Hiks… hiks… menyedihkan.
Apakah Hinata bisa hidup sampai usia 25 tahun?!
Saat ini ia berbaring tengkurap sambil membiarkan para pelayan mengoleskan ramuan untuk menghilangkan luka-luka yang ia dapat hari ini. Entah berapa banyak luka cambukan yang ia dapatkan.
"Hinata harus kuat." Kata Hikari sambil tersenyum lembut.
"Semua yang kulakukan tidak pernah benar…" Kata Hinata sambil menahan perih di punggungnya. "Apakah dulu Okaa-san juga seperti itu?"
"Tentu saja, semua hal di dunia ini perlu diasah."
Seseorang seperti Hikari Hyuuga adalah contoh sempurna wanita Hi-no-kuni yang diimpikan oleh semua orang. Cantik, anggun, lemah lembut, sopan, cerdas, dan segudang hal positif lain yang ia miliki. Setidaknya Hinata tidak perlu khawatir saat ia dewasa nanti. Melihat kecantikan Hikari sudah dapat dijamin akan secantik apa Hinata kelak mengingat penampilan mereka berdua yang sangat mirip. Namun untuk urusan kepribadian… hehehe… ia tidak tahu pasti.
.
.
Hiashi Hyuuga adalah seorang yang dingin dan kaku, Hinata Hyuuga yang asli sangat takut dan hormat pada sosok ayahnya ini.
"Kudengar kau banyak melakukan kesalahan saat pelajaran hari ini." Kata Hiashi dengan nada dingin.
Apalagi yang bisa ia katakan selain mengakuinya?!
Hiashi tidak mengatakan apapun, namun tatapan penuh ketidaksukaan yang ditujukan padanya telah mewakili isi hatinya.
Hiashi sangat kecewa dengan sosok Hinata yang lemah dan pemalu, itu adalah hal yang membuat hati Hinata Hyuuga yang asli sedih. Meski Hinata telah berusaha sunguh-sungguh, ayahnya itu tetap tidak bisa menghargai kerja kerasnya.
"Sepupumu yang berusia jauh lebih muda darimu bahkan lebih berbakat jika dibandingkan denganmu."
Hinata tahu siapa yang Hiashi maksud. Shion Hyuuga di usianya yang tiga bulan lebih muda darinya sudah menunjukkan bakat dan kecantikannya. Semua orang mengelu-elukannya dan selalu membandingkan Shion dan Hinata, hal yang menjadi duri dalam hati Hinata Hyuuga yang asli.
Ketika Hinata mengingat bahwa ia dikalahkan oleh anak berusia delapan tahun, harga dirinya hancur berantakan.
"Kau harus belajar lebih giat lagi."
"Baik, Otou-san." Kata Hinata dengan sopan dan patuh seperti yang diajarkan. Seharusnya Hiashi mengikuti pelajaran itu agar bisa memahami siksaan seperti apa yang harus ia hadapi setiap hari.
.
.
"Bagaimana kemajuan Hinata?" Tanya Hiroshi Hyuuga pada puteranya.
"Belum ada kemajuan yang berarti, Otou-san." Jawab Hiashi tanpa bisa menutupi kekecewaannya.
"Jangan terlalu memaksanya, putrimu itu baru saja sembuh dari penyakit yang nyaris mengancam nyawanya." Kata Hiroshi.
"Baik, Otou-san."
Hiroshi menghela nafas, ia memiliki dua orang putera yang bernama Hiashi dan Hizashi. Sebagai putera sulung, Hiashi adalah orang yang akan mewarisi posisinya sebagai pemimpin klan Hyuuga. Putera keduanya, Hizashi meninggal sejak bertahun-tahun yang lalu. Hizashi memiliki seorang putera bernama Neji yang kini berusia 9 tahun dari isteri pertamanya yang meninggal saat melahirkan Neji, dan seorang puteri bernama Shion dari isteri keduanya yang bernama Asami.
Karena Hiashi tidak memiliki putera, maka orang yang akan mewarisi kepemimpinan klan Hyuuga setelah Hiashi adalah Neji. Meski Neji bukan puteranya kandungnya namun Hiashi menerima anak itu sebagai pewarisnya. Meski baru berusia 9 tahun, kecerdasan dan bakat Neji terlihat jelas, setiap kali mengingat cucunya itu Hiroshi merasa bangga.
Hiroshi kembali menghela nafas saat teringat pada cucunya yang bernama Hinata. Sebagai puteri dari pewaris klan Hyuuga maka tuntutan semua orang pada Hinata sangatlah tinggi. Sayang sekali cucunya itu terlalu lemah dan pemalu.
.
.
Menjadi seorang kaisar di usianya yang baru menginjak 14 tahun adalah tantangan besar bagi Itachi Uchiha. Namun tidak ada pilihan lagi selain ia untuk menduduki tahta ini. Konflik dengan kerajaan tetangga telah menewaskan hampir seluruh klan Uchiha, menyisakan ia dan adik laki-lakinya bernama Sasuke yang kini berusia 8 tahun.
Kerajaan yang menjadi musuhnya menggunakan cara licik untuk membuat Hi-no-kuni hancur dengan mengirimkan pasukan pembunuh yang diam-diam menyusup dan membantai klan Uchiha tanpa ampun. Sang kaisar sebelumnya dan permaisuri yang merupakan orang tua Itachi tewas, begitupun dengan semua kerabatnya yang bermarga Uchiha. Bahkan ia sendiri hampir tidak bisa lolos dari maut.
Itachi memang selamat, namun ia menjadi sakit-sakitan karena racun yang dikirimkan si pembunuh itu merusak tubuhnya. Tabib istana bahkan mengatakan akan sulit baginya memperoleh keturunan. Kondisinya itu menjadi sebuah rahasia yang ditutup rapat-rapat karena ia tidak boleh terlihat lemah di hadapan rakyatnya.
Harapan Itachi satu-satunya adalah Sasuke. Apapun yang terjadi Sasuke harus selamat dan meneruskan kembali garis keturunan Uchiha yang nyaris lenyap.
Oleh karena itu Itachi sangat murka ketika mendengar kabar usaha pembunuhan Sasuke yang untungnya berhasil digagalkan.
Itachi mulai memutar akal untuk mencari cara menjauhkan Sasuke dari ancaman pembunuhan yang selalu menghantuinya. Ibukota kerajaan adalah tempat yang berbahaya bagi Sasuke oleh karena itu Itachi harus mencari cara agar Sasuke menyingkir ke tempat yang aman, setidaknya sampai kondisi politik dan keamanan kerajaan ini menjadi stabil.
Namun dimanakah tempat yang aman untuk Sasuke?
.
.
Hari ini Hinata membolos pelajaran.
Hinata tahu ia akan dihukum, namun ia tidak peduli. Ia sudah jenuh menghadiri pelajaran yang membuatnya bosan dan sakit.
Kini ia bersembunyi di semak-semak, menghindari para pelayan yang tengah mencarinya. Setelah keadaan dirasa cukup aman, ia mulai keluar dan berjalan mengendap-endap menuju tempat yang lebih nyaman lagi.
Ia lalu menghentikan langkahnya ketika melihat sebuah kertas putih kosong terhampar di atas sebuah meja lengkap dengan tinta dan kuas beraneka bentuk.
Hatinya merasa terpanggil.
Di kehidupan sebelumnya ia memiliki bakat menggambar dan melukis. Ia sangat ahli dalam menggambar manga hingga melukis lukisan pemandangan bergaya naturalis yang sangat mirip dengan aslinya.
Ia lalu mendekati kertas itu sambil meraih kuas dengan ujung yang paling runcing dan tipis. Kini ia mengedarkan pandangannya, tidak ada orang. Selama berada disini ia tidak memiliki kesempatan untuk menggambar, kini ia ingin menyalurkan inspirasinya yang datang tiba-tiba.
Ia mulai mencelupkan kuasnya ke tinta dan mulai melukis.
.
.
Hiroshi Hyuuga adalah seseorang yang sangat menyukai lukisan. Ia memiliki mimpi ingin menciptakan sebuah mahakarya lukisan yang mampu mencuri perhatian semua orang yang melihatnya. Sayang sekali kemampuannya hanya pas-pasan meski ia memahami seluk beluk melukis hingga ke akar-akarnya.
Hari ini ia berniat melukis, ia sudah menyiapkan segalanya mulai dari kertas, kuas, hingga tinta. Ketika ia hendak mencelupkan kuasnya, ia memutuskan untuk bangkit berdiri dan mengambil kertas cadangan untuk berjaga-jaga.
Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati sosok cucunya yang bernama Hinata duduk di depan meja yang ia siapkan untuk melukis dan mulai mengacak-acak segalanya. Ketika ia hendak memarahi cucunya yang lancang itu, ia justru menyaksikan cucunya itu melukis dengan keterampilan yang tidak pernah ia saksikan sebelumnya.
Hiroshi terkesima, selama ini ia belum pernah melihat lukisan naga sebagus itu.
.
.
Sebagus apapun lukisan karya seniman era kuno, masih akan kalah dengan lukisan seseorang dari era modern. Pengetahuan dan keterampilan di era modern jauh melampaui pengetahuan di era kuno. Hinata sering melihat lukisan-lukisan kuno di internet, teknik yang digunakan para seniman itu masih kalah jauh dengan teknik yang digunakan para seniman modern.
Tak lama kemudian lukisan naga yang ia ciptakan sudah jadi. Hinata merasa puas melihat hasil karyanya ini.
"Benar-benar lukisan yang bagus."
Hinata terperanjat ketika mendengar suara seseorang. Ternyata tidak jauh dari tempatnya duduk nampak sosok kakeknya, Hiroshi berdiri sambil mengangumi lukisannya.
"Maafkan kelancangan saya, kakek." Kata Hinata perlahan.
Akan sangat gawat jika ia menyulut amarah pemimpin klan Hyuuga ini.
Hiroshi tidak mempermasalahkan kelancangan Hinata, ia masih sibuk mengagumi lukisan yang ada di depannya.
Tak lama kemudian Hiroshi mengajukan serentetan pertanyaan untuk Hinata mengenai lukisan itu yang ia jawab dengan penuh kehati-hatian.
"Sungguh lukisan yang sangat bagus. Apa kau juga bisa melukis hal lainnya?" Tanya Hiroshi sambil tersenyum lebar ke arahnya.
Ah, kini Hinata paham. Hiroshi adalah seorang pecinta lukisan.
Bagus, ia akan menggunakan fakta ini untuk menarik Hiroshi di pihaknya.
"Lukisan seperti apakah yang kakek inginkan? Saya akan berusaha melukisnya." Kata Hinata dengan manis.
"Kau bisa melukis apapun?" Tanya Hiroshi dengan terkejut.
"Saya hanya memiliki kemampuan rendahan, kakek. Namun jika kemampuan rendahan ini mampu membuat kakek bahagia maka saya akan dengan senang hati melakukannya."
Hiroshi tersenyum. "Bisakah kau melukis wajah seseorang?"
Heh, mudah.
Setelah mengiyakan permintaan itu, Hinata mulai melukis wajah Hiroshi. Ketika ia sudah selesai dan menunjukkan hasil karyanya, Hiroshi mengangguk puas.
"Kau benar-benar berbakat. Entah bagaimana semua orang tidak menyadarinya."
Hinata pura-pura tersipu malu.
"Selain melukis bakat apa yang kau sembuyikan?" Tanya Hiroshi sambil tersenyum.
Gotcha! Umpan sudah dimakan.
"Saya tidak memiliki bakat apapun, kakek. Akan tetapi saya mampu menulis, membaca, dan berhitung."
"Oh." Kata Hiroshi dengan tertarik. Setelah itu Hiroshi mengajukan pertanyaan matematika dasar untuknya mulai dari penjumlahan, pengurangan, pembagian, hingga perkalian.
Heh, ia mampu menjawab soal-soal itu saat ia masih di TK.
Semakin lama pertanyaan yang diajukan Hiroshi semakin rumit. Angka yang ditanyakan berubah mulai dari puluhan hingga ratusan. Hah… bagi Hinata ini masih saaaaangat gampang.
Ketika Hiroshi mendengar jawaban Hinata yang selalu tepat, ekspresi bangga muncul di wajah tuanya. "Hahaha… ternyata cucuku ini benar-benar pintar. Bahkan Neji belum mampu berhitung hingga sebanyak itu."
Tentu saja, bocah ingusan berusia sembilan tahun bukanlah lawan yang sesuai untuknya.
"Terima kasih untuk pujian kakek."
Hiroshi lalu kembali mengagumi lukisannya sambil sesekali menganggukkan kepalanya.
Saatnya beraksi!
"Kakek…" Panggil Hinata perlahan. "Sebenarnya hari ini saya membolos mengikuti pelatihan, saya takut otou-san akan marah besar dan menghukum saya. Sebelum otou-san marah, lebih baik saya kembali dan mengakui kesalahan saya."
"Jika sampai Hiashi memarahimu katakan saja padanya jika kakekmu ini yang menyuruhmu datang kemari. Dengan begitu ia tidak akan menghukummu."
Misi sukses!
.
.
Di era dimana kaum laki-laki lebih diagung-agungkan dibandingan kaum perempuan, mendapat dukungan seseorang seperti Hiroshi Hyuuga bisa diibaratkan mendapatkan tambang emas. Hiroshi adalah seseorang yang paling berkuasa di klan Hyuuga, semua orang tunduk dan segan padanya.
Dan kini Hinata berhasil menjadi cucu kesayangan Hiroshi. Bahkan posisinya menggeser kedudukan Neji.
Setelah insiden lukisan naga itu, kakek dan cucu itu mulai sering bertemu dan berbincang-bincang mulai dari lukisan, bunga, teh, alam, dan topik apapun yang menarik bagi mereka berdua.
Sudut pandang dan cara berpikir Hinata yang menarik membuat Hiroshi menyukai berbincang-bincang dengan cucu kecilnya itu, bahkan melebihi berbincang-bincang dengan Hiashi.
Menyandang status sebagai cucu kesayangan Hiroshi membawa dampak besar pada Hinata. Kini semua orang memperlakukan Hinata dengan istimewa. Hinata tidak perlu takut dengan ancaman hukuman cambuk, tidak ada seorangpun yang berani menyakitinya. Bahkan Hiashi mulai bersikap hangat padanya.
Memiliki status adalah hal yang sangat penting di era ini.
.
.
