A Naruto fanfiction,
Gingham Check ©2014 Munya munya
Rated: T
Genre: Romance
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Warning: Alternate Universe, maybe typos inside.
inspired by AKB48's song "Gingham Check"
Special for Hinata Hyuuga's Birthday! My favorite character!
**Dianjurkan membaca fanfic ini sambil mendengarkan lagu Gingham Check dari JKT48 (yang bahasa Indonesia) biar lebih mendalami artinya.
ENJOY!
Seorang gadis cantik berambut biru gelap panjang tengah duduk manis di sebuah cafe mungil bergaya vintage yang sangat unik. Di bagian depan cafe didesain a la gas station Amerika dan di dalamnya terdapat bangku merah bergaris-garis putih seperti bangku mobil tempo dulu lengkap dengan hiasan kaca spion, ban mobil dan botol-botol bir digantung di dinding cafe. Pantry pojok cafe pun tak kalah vintage, banyak hiasan maupun aksesori klasik seperti drum-drum minyak yang dialihfungsikan, mainan mobil-mobilan dan lain-lain. Dinding cafe pun berupa bata merah dan ada ornamen kotak-kotak hitam putih menghiasi sepanjang dinding. Pigura-pigura berukuran kecil pun banyak tergatung di dinding. Lampu gantung perak berbentuk corong juga melengkapi interior klasik cafe ini. Dinding yang menghadap ke jalan, di mana di seberang jalan yang luas terhampar pantai pasir putih yang masih asri, hanya terdiri dari dinding kaca transparan sehingga pengunjung cafe dapat memanjakan mata mereka memandangi pantai sambil menyantap hidangan.
Udara pagi yang masuk melalui jendela cafe yang dibiarkan terbuka terasa sejuk menerpa kulit gadis yang mengenakan dress biru kotak-kotak atau motif gingham check ini. Menggelitiknya dan menghipnotisnya untuk menengok ke belakang di mana suara deburan ombak yang merdu terdengar bersahut-sahutan. Angin pantai meggelitik kulit bak porselennya dari arah belakang. Tentu saja suasana damai di pagi hari yang segar ini membuatnya begitu menikmati hari ini. Matanya terlarut dalam pemandangan pantai sehingga ia merubah posisi duduknya menghadap sang lautan di seberang sana.
Tanpa sadar pesanannya pun tiba. Early morning tea dan pancake madu hangat siap memanjakan lidahnya di pagi yang menurutnya cukup sempurna ini. Bagaimana tidak? Ini adalah hari libur musim panas yang ia habiskan dengan menginap di villa milik keluarganya di Hokkaido. Ya, setiap tahun memang keluarga Hyuuga, keluarga gadis yang tengah menikmati paginya ini, teratur mengunjungi villa milik mereka. Orangtuanya, adik perempuannya, Hanabi, dan kakak sepupunya, Neji turut serta dalam liburan kali ini. Melepas penatnya kesibukan kota Tokyo yang sehari-hari mereka lalui dengan berlibur di Hokkaido seakan menjadi rutinitas wajib keluarga Hyuuga. Namun hari ini, gadis bernama Hinata ini sedang ingin berjalan-jalan sendiri di luar villa nya dengan menaiki sepeda. Di sisi lain, keluarganya juga sedang menikmati liburannya masing-masing. Orangtuanya berdua di villa, sedangkan adik dan kakak sepupunya pergi berenang di pantai.
Hinata menyesap early morning tea nya sebelum melahap potongan terakhir pancake, tiba-tiba matanya menangkap pemandangan yang membuatnya melebarkan mata amethyst nya. Di sana, di jalan depan cafe, lewatlah seorang pemuda tak asing yang menaiki sepeda fixie putihnya pelan. Hinata langsung memfokuskan pandangan matanya ke luar jendela. Tentu saja ia mengenal pemuda berambut kuning jabrik dengan kulit sawo matang itu. Dialah Naruto, teman sekelasnya di SMA di Tokyo. Lantas, yang membuat Hinata penasaran setengah mati, mengapa Naruto berada di Hokkaido yang notabene sangat jauh dari Tokyo? Apakah liburan juga seperti dirinya?
Tidak ingin dihantui rasa penasaran, akhirnya Hinata meninggalkan cafe setelah sebelumnya membayar pesanan. Ia harap Naruto belum terlalu jauh dari cafe tadi. Dan benar saja, Naruto masih terlihat mendorong sepedanya dengan santai di trotoar pinggir pertokoan satu blok dengan cafe tempat Hinata sarapan tadi. Dia terlihat menyapa salah seorang temannya dan mengobrol dengan pemuda seumuran dengannya itu sambil berjalan. Hinata memperhatikan dari kejauhan sambil berjalan mendekati Naruto. Hinata tetap menjaga jarak 'aman' agar tidak ketahuan sedang mengikuti pemuda berambut kuning jabrik itu.
Menuntun sepedanya pelan, Hinata terus memperhatikan Naruto dari kejauhan yang sesekali tersenyum cerah sehangat matahari musim panas. Melihat itu, senyum pun terkembang di bibir gadis bermata lavender ini. Senyum itu, yang selalu menghiasi hari-harinya di sekolah, sumber semangatnya, penghapus sedihnya. Hinata sangat menyukai senyumnya, seperti ia menyukai orang itu. Ya, Naruto Uzumaki. Sejak masuk SMA dan sekelas dengannya dua tahun lalu, Hinata sudah jatuh dalam pesona pemuda sederhana penyuka ramen itu. Bukan karena wajahnya, popularitasnya, kepintarannya, atau bahkan hartanya, tapi semangat pantang menyerah walau sesulit apapun kehidupannya beserta senyum secerah mataharinya yang membuat gadis Hyuuga ini diam-diam menyukainya.
Yah, gadis pemalu seperti Hyuuga Hinata bisa apa untuk mendekatinya dan dengan gamblang menyatakan suka padanya di tengah teman-temannya yang lebih populer? Naruto memang banyak didekati gadis-gadis di sekolah—meskipun tidak sebanyak anak lelaki tampan, populer dan kaya— yah, semua orang memang senang berteman dengan pemuda seperti Naruto. Namun Naruto tetap ramah pada siapapun dan menganggap semua adalah temannya.
Naruto sering menolongnya di sekolah. Contohnya saat Hinata diganggu senior, Naruto membelanya dan bahkan pernah mengantarnya pulang setelah kejadian itu. Lalu saat pelajaran olahraga, Naruto pernah menolong Hinata yang jatuh saat berlari marathon. Dan bantuan kecil lain di kelas maupun di sekolah. Hinata tidak pernah lupa. Andai ia bisa membalasnya. Tapi dengan apa? Hinata tidak tahu. Bukankah hutang budi tidak bisa dibalas selain dengan budi juga kan?
Andai Naruto tahu ada seorang gadis lugu yang mencintainya dengan tulus.
Namun walaupun Hyuuga Hinata sangat menyukai Uzumaki Naruto, ia selalu menyembunyikannya.
Tidak terasa Hinata mengikuti Naruto sampai ke jalan tepi pantai. Pemuda yang tadi mengobrol dengan Naruto pun sudah berbelok ke lain arah. Di depan gadis itu hanya ada jalan kecil yang dibatasi dengan dinding batu rendah untuk memagari area pantai di sebelah kirinya dan Uzumaki Naruto yang semakin pelan menuntun sepedanya. Perlahan keraguan mulai menyelimuti gadis cantik ini. Ia takut tertangkap basah Naruto tengah mengikutinya, namun rasa penasarannya yang besar membuatnya ingin menyapa pemuda itu dan bertanya mengapa ia juga ada di Hokkaido.
Hinata berhenti mendorong sepeda mininya, memandang datar Naruto yang terlihat menuruni jalan setapak—yang menghubungkan jalan dengan pantai tanpa dinding batu—dan menuju pantai. Terdapat bangunan kecil berdinding kaca yang atapnya terbut dari daun kelapa yang kering. Khas pondok tepi pantai. Ternyata bangunan itu adalah tempat penyewaan alat-alat olahraga air.
Hinata tengah menimang-nimang apakah ia akan lanjut mengikuti Naruto atau berhenti saat angin pantai berhembus menerbangkan gaun selututnya pelan membuat Hinata sibuk merapikan bajunya namun tiba-tiba, sinar matahari seakan menggodanya dengan nakal dan membuat pandangannya silau. Satu tangan Hinata yang bebas pun menurunkan topi biru lebarnya menutupi wajahnya namun angin kembali berhembus di bagian belakang topinya yang membuat topi itu terlepas, tertiup angin. Hinata memekik panik dan berlari meninggalkan sepedanya untuk mengejar topi yang memiliki motif sama seperti bajunya.
Topi itu terbang ke arah depan, sial bagi Hinata karena topi itu melayang ke arah pemuda berambut kuning di depannya dan jatuh menabrak punggung Naruto sebelum ia sempat meraihnya. Naruto yang merasakan benda jatuh mengenai punggungnya kemudian berbalik dan mendapati teman sekelasnya tengah menunduk dengan tangan bertumpu di lututnya, bernapas putus-putus seperti kelelahan. Naruto yang kaget melihat Hinata kemudian menghampiri gadis itu yang tengah panik dengan jantung berdebar keras sekaligus lelah berlari mengejar topi itu. Hinata merutuki sinar matahari yang seakan menjahili dirinya di dalam hati.
Naruto mengambil topi biru kotak-kotak Hinata dan menyodorkannya pada gadis itu. "Ini milikmu? Aku terkejut bertemu denganmu di sini. Jadi, hai Hinata!" sapa Naruto ramah dengan senyum menghiasi wajah tan nya.
Hinata mengatur napasnya dan mencoba bangkit berdiri perlahan sambil setengah mati menahan detak jantungnya yang tak menentu. Antara malu, gugup, dan senang Naruto menyapanya.
"I-iya, terimakasih Naruto-kun."
Saat Hinata mengulurkan tangan untuk mengambil topinya, tanpa diduga Naruto langsung memakaikan topi kotak-kotak dengan hiasan pita perak itu di kepala biru Hinata. Rona merah tak bisa ditahan Hinata untuk merambati pipi putihnya.
"Kebetulan sekali ya. Sepertinya kita perlu bercerita mengapa kita bisa bertemu di sini. Mau ikut aku ke pantai? Aku bekerja sambilan di sana," ajak Naruto sambil menunjuk pondok penyewaan alat olahraga air itu.
Hampir melupakan sepedanya, Hinata mengangguk semangat mengiyakan ajakan Naruto.
Gingham Check
"Jadi, keluargamu memang tiap tahun liburan di sini?" tanya Naruto sambil memarkirkan sepedanya di sebelah pondok tempat penyewaan alat olahraga air. Ia pun membantu Hinata memarkirkan sepeda mininya di sana.
"Hm. Naruto-kun sendiri, sudah sejak kapan bekerja part time di sini?" tanya balik Hinata.
Kini mereka berjalan bersisian menjauhi pondok cokelat itu di tepi laut. Deburan ombak sudah menghantam ringan kaki mereka . Menciptakan sensasi alami khas pantai. Naruto tampak mencari spot yang nyaman untuk mereka mengobrol.
Sampai di suatu batu besar pinggir pantai, Naruto duduk diikuti Hinata di sampingnya.
"Sejak SMA. Setiap musim panas aku selalu ke sini, di sini ada kakekku. Tepatnya sih adik dari Kakekku, dia pemilik pondok penyewaan itu. Lalu aku ditawari bekerja di sana. Lumayan kan untuk menambah uang jajan sekaligus liburan ke sini. Kau tahu sendiri kan, Tokyo terlalu penat?" ujar Naruto panjang lebar.
Hinata hanya mengangguk menanggapi. Selanjutnya Naruto banyak bercerita dan mendominasi percakapan mereka. Sesekali Hinata tersenyum membalas celotehan Naruto.
Pagi yang damai. Hinata senang dapat menghabiskan waktu bersama orang yang disukainya. Matanya tak lepas memandang lelaki di sampingnya. Baju lengan pendek yang Naruto pakai tampak sangat keren di mata Hinata.
Dan detik itu Hinata baru menyadari, motif baju yang mereka pakai hampir sama. Biru kotak-kotak. Bedanya, gaun Hinata bermotif kotak-kotak kecil yang manis. Sedangkan kemeja pantai Naruto, daripada bermotif bunga a la hawaii, malah bermotif garis biru kotak-kotak lebar diatas dasar warna putih. Sangat serasi dengan mata biru laut milik pemuda pirang ini. Dilengkapi celana hijau army selutut berkantung di dua sisinya. Hinata diam-diam mengagumi kombinasi itu dalam diri Naruto. Bibirnya menyungging senyum manis dan mata amethyst nya tak lepas memandang pemuda yang terus bercerita riang di sampingnya.
Bila dianalogikan dengan alam, Naruto itu seperti pantai. Rambutnya yang kuning cerah layaknya matahari, kulit tan nya yang eksotis layaknya pasir pantai, matanya—dan jangan lupakan baju birunya hari ini—yang sebiru lautan luas di depannya, serta senyumnya yang sehangat cahaya matahari pagi untuk kesekian kalinya membuat Hinata jatuh cinta.
Mengingat itu, membuat hati Hinata kembali bimbang. Rasa sayang dan kepedihan seakan bercampur menjadi satu saat berada dekat dengan pemuda yang dicintainya ini. Kadang ia begitu menginginkan perasaannya terbalas, atau minimal tersampaikan. Namun begitu pedih rasanya mengingat dirinya yang pemalu ini tak dapat berbuat banyak. Ia pun tak pernah tahu bagaimana perasaan Naruto terhadapnya. Yah walaupun Naruto selalu baik, kepada semua orang pun Naruto memang selalu baik.
Hinata menatap gaunnya yang berpola kotak-kotak. Hatinya seperti memiliki pola yang sama dengan gaunnya. Kadang ia bahagia bisa bersama Naruto seperti saat ini, kadang ia sedih mengasihani dirinya sendiri.
Namun kata hatinya berbicara, ia harus memilih. Memilih tenggelam bersama perasaanya, atau memberanikan diri mengungkapkan perasaannya pada pemuda di sampingnya. Hinata terus berkelit dengan pikirannya. Mencoba menyelami hatinya sendiri.
Karena terlalu sulit baginya untuk menyelami hati Naruto.
Mencoba memantapkan hati membuat pilihan, mata lavender gadis ini menatap mata sebiru lautan Naruto. Mata itu masih memandang laut yang bagaikan refleksi dirinya. Naruto masih bercerita saat Hinata tenggelam dalam pikirannya.
Ini saat yang bagus bukan? Libur musim panas. Di tempat yang sangat indah, yang jauh dari keseharian dan teman-temannya. Hanya ada Hinata dan Naruto. Sisanya hanya pantai ini dan perasaan mereka satu sama lain.
Mestinya sang gadis berambut prussian blue ini memanfaatkan keadaan yang mendukung untuk mengutarakan rasa sukanya. Namun masih saja ia bimbang. Haruskah ia ungkapkan saja?
Pandangannya beralih ke bagian bawah gaunnya yang mengembang. Hinata memandang satu demi satu kotak di sana seraya menimbang-nimbang keputusannya. Kotak-kotak motifnya. Biru. Putih. Biru.
Kau pilih yang mana, Hinata?
"Hey Naruto! Shift mu sudah dimulai sejak tadi, cepat kemari bantu Kakek!"
Teriakan dari pondok itu membuyarkan lamunan Hinata sekaligus menghentikan celotehan Naruto di sampingnya.
"Sebentar, Jiraiya jii-san!" Naruto balas berteriak.
"Go-gomen, Naruto-kun. Aku menggangu waktu bekerja mu," ujar Hinata sambil membungkuk menyesal.
"Tidak apa-apa Hinata! Kakekku itu yang mengganggu kita, bukan kau. Hahaha," Naruto menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.
Mendengar itu, rona merah pun muncul di pipi Hinata. Tidak tahu harus berkata apa, gadis itu hanya diam mematung.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu bermain di pantai ini, ttebayou. Tapi aku lupa aku harus bekerja sampai jam 2 nanti. Hmm.." Naruto tampak berpikir dengan pose tangannya yang mengelus dagu.
"Bagaimana kalau kau menungguku di sini? Yaa kau bisa bermain air atau pasir di pantai ini sambil menungguku. Nanti selesai bekerja aku akan menemuimu lagi. Kau tahu? Di sana ada restoran seafood yang enak sekali ttebayou! Aku ingin mengajakmu makan di sana. Dan kalau kau mau, kita bisa bermain selancar setelahnya. Tenang saja, aku ini cukup mahir lho berselancar. Bagaimana?" tanya Naruto dengan mata berbinar penuh harap.
Hinata terdiam sejenak nampak berpikir. Tentu akan sangat menyenangkan menghabiskan libur musim panas dengan Naruto. Bukankah ini yang kau idamkan, ne? Hinata?
Melihat Hinata yang terdiam membuat Naruto mulai berspekulasi. "Ne, kalau kau tidak mau, tidak apa-ap—"
"Aku setuju," potong Hinata cepat dengan senyuman manis di wajahnya.
Melihat itu Naruto langsung ikut tersenyum lima jari dengan memamerkan gigi-giginya. Ia pun mulai melangkah pergi, melambaikan tangan pada gadis di depannya itu.
"Sampai nanti, Hinata!"
Gingham Check
Air laut sebening kristal di pantai pulau Hokkaido memanjakan mata siapa saja yang memandangnya tak terkecuali Hinata. Gadis itu tengah menghabiskan waktunya di pantai dengan bermain air dengan riangnya. Walaupun sendirian, Hinata tidak kesepian. Ia suka menyendiri dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Menikmati alam, memberikan kedamaian di hatinya. Apalagi aktivitas ini ia lakukan untuk menunggu lelaki yang disukainya.
Tidak ada yang lebih menyenangkan dari liburan musim panas, di tempat yang indah, asri, dan bersama orang yang kau suka kan?
Maka Hinata setia menunggu jam dua berdenting. Sesekali mata sebening permata amethyst-nya melirik jam tangan kecil di pergelangan tangan kirinya. Mengecek berapa lama lagi satuan waktu yang harus dibunuhnya untuk bersama sang pujaan hati. Ah, Hinata tak sabar.
Namun di sisi lain ia harus mempersiapkan mentalnya agar tidak terlalu malu berada di samping Naruto nanti dalam waktu yang lama. Gadis itu merutuki dirinya dalam hati akan sikap super pemalunya yang tak kunjung hilang.
Saat Hinata pindah untuk bermain pasir, seseorang memanggilnya dari kejauhan. Dari depan pondok penyewaan alat olahraga air itu, Naruto melambaikan tangannya tinggi-tinggi ke arahnya disertai cengiran lebarnya. Hinata balas melambai ketika dilihatnya Naruto seperti ditegur oleh kakek sekaligus bosnya dengan konyolnya. Ia terkikik geli melihatnya. Sisi humoris Naruto juga menjadi favoritnya. Di sekolah pun, tingkah konyol lelaki pirang itu selalu bisa menghiburnya. Menghapus gundahnya.
Ia selalu suka. Selalu suka Naruto.
Lelah bermain pasir, Hinata memilih bersandar di dinding batu dan dipayungi pohon kelapa besar yang teduh. Ia duduk memperhatikan laut dan Naruto yang tengah beraktivitas dengan semangatnya jauh di sebelah kanannya. Laut dan Naruto. Laut dan Naruto. Terus bergantian memandang keduanya—yang bagi Hinata sama indahnya— membuatnya terserang kantuk. Suasana nyaman ini pun sangat mendukungnya untuk terlelap. Ya, mungkin dengan ini waktu akan cepat berlalu dan jam dua akan segera tiba, pikir Hinata.
Gingham Check
Mata biru laut itu terus mencari seorang gadis dengan baju kotak-kotak biru yang hampir sama seperti dirinya. Jarum jam sudah melewati jam dua tepat saat ia melirik ke bawah pohon kelapa besar di pojok sana. Cepat-cepat ia menghampiri sosok gadis berambut prussian blue yang ternyata tengah tertidur dengan damainya.
Naruto menikmati pemandangan di depannya. Wajah ayu Hinata terlihat damai dengan napasnya yang naik turun secara tenang. Sebersit rasa tidak tega muncul saat tangannya hendak menyentuh pundak Hinata. Namun ia harus membangunkannya dan menepati janjinya.
"Hinata, bangunlah!"
Perlahan kelopak mata berisi kristal amethyst itu terbuka. Begitu sadar, yang pertama Hinata lihat adalah jam tangan mungilnya. Ia langsung terduduk cepat saat melihat jarum panjang sudah di angka tiga dan jarum pendek sedikit melewati angka dua. "Naruto-kun!"
Betapa terkejutnya Hinata saat sosok yang ada di benaknya sudah tampak di depan wajahnya. Refleks ia memunduran tubuhnya namun dirinya terbentur batang pohon kelapa di belakangnya. Naruto yang melihat itu hanya terkikik geli. Hinata yang baru bangun dan panik terlihat kikuk dan menggemaskan. Dalam hati Naruto ingin sekali mencubitnya. Perlahan Naruto mengulurkan tangannya untuk membantu Hinata berdiri.
"Ayo bangun, katanya mau berselancar? Ombaknya sedang bagus lho."
Hinata pun tidak bisa menahan senyum malu-malunya.
Gingham Check
Laut terhampar jelas di depan matanya. Sangat biru. Jernih sekali. Bahkan ia dapat merasakan butiran air yang sejuk di tengah udara musim panas itu membasahi kulitnya. Hinata memekik girang, takut, sekaligus menahan rona merah yang menjalari wajahnya saat dirasanya sebelah tangan tan itu memegangi pundaknya dengan protektif.
"Kyaa!"
Kini mereka berdua, Hinata dan Naruto, tengah bermain selancar di tepi laut dangkal dengan cerianya. Hinata yang awalnya takut menolak untuk menaiki papan selancarnya sendiri—walaupun Naruto menjaganya di sebelahnya dengan papan selancar lain—dan berakhir mereka berdua berselancar dalam satu papan yang sama. Hinata di depan dan Naruto di belakang. Ya, satu papan selancar untuk berdua.
Sebenarnya itu tidak bisa disebut berselancar, karena pada umumnya orang akan berdiri diatas papan dan menerjang ombak yang bergulung saat berselancar. Sedangkan Hinata dan Naruto hanya duduk di papan selancar yang mengapung ditengah ombak layaknya duduk berboncengan di jok sepeda motor saja.
Mungkin orang yang melihatnya dari kejauhan akan bertatapan heran, namun kedua remaja ini asyik dalam keseruannya sendiri di tengah ombak biru-putih itu. Cekikikan Naruto mengiringi pekikan Hinata yang panik dengan ombak laut yang semakin besar saja menerjang mereka. Maklum ini pertama kali bagi gadis berambut indigo itu. Sambil mengajari Hinata berselancar, Naruto tidak berhenti menenangkan gadis yang sebentar-sebentar memekik panik itu.
"Seru kan, Hinata?" ujar Naruto sambil tertawa-tawa riang setelah ombak ringan menerjang papan selancar mereka. Tubuh mereka basah kuyup. Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya sambil mengatur napas. Ini benar-benar menantang adrenalinnya, padahal bagi Naruto hal ini masih level dasar!
"Ahaha i-iya seru sekali Na— Kyaaa!" ucapan Hinata terputus saat ombak kecil kembali menyapu wajahnya hingga rambutnya basah berantakan.
Mereka kembali tertawa sesaat setelah ombak kecil dengan sangat seru menyerbu mereka. Mudahnya siklus permainan mereka seperti ini: pertama, mereka sama-sama mendayung dengan tangan mereka sampai dirasa cukup jauh dari pantai—namun tetap di zona aman—, lalu ombak ringan terlihat menuju mereka, Hinata memekik panik dan Naruto sibuk menenangkannya disertai tawa gelinya juga teriakan seru seperti "Whuuu!" saat ombak menerjangnya, terakhir setelah ombak menerjang mereka, keduanya basah kuyup dan baik Naruto maupun Hinata tertawa-tawa girang.
Naruto merapikan helaian rambut Hinata yang sangat berantakan membuat sang empunya menengok ke belakang dan Naruto mendapati wajah Hinata yang sudah memerah.
"Naruto-kun," ucap Hinata pelan tak sadar.
"Apa?" Naruto sudah selesai merapikan rambut Hinata.
"Ah! Tidak, tidak jadi. Um.. bagaimana kalau, ki-kita sudahi ber-berselancarnya," Hinata yang gugup berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Kau sudah lelah? Baiklah, setelah ini ayo kita makan! Tenang saja, aku traktir!"
Dan papan selancar putih itu pun berbalik arah ke pantai membawa dua orang remaja yang terapung di gelombang air laut musim panas yang biru. Biru dan putih. Warna itu masih mendominasi kisah mereka. Ya, laut di depan mata yang biru itu memang menceritakan segalanya dalam diam.
Gingham Check
"Terimakasih atas makanannya, Naruto-kun. Oishi desu!" ujar Hinata yang sudah selesai dengan ikan bakar dan sup udang nya. Gadis cantik yang sudah kembali berpakaian kering itu tersenyum sambil membungkukkan kepalanya sedikit ke arah Naruto yang ada di kursi seberangnya. Mereka kini berada di restoran seafood yang Naruto janjikan tadi pagi.
"Sama-sama, Hinata. Aku sudah bilang kan seafood di sini memang nomor satu, ttebayou! Sayang sekali tidak ada ram—uhuk!" Naruto tersedak saat mengunyah suapan terakhirnya sebelum menyelesaikan makan sorenya itu.
Hinata yang melihat itu segera mengisi gelas kosong Naruto dengan air putih dan memberikannya pada lelaki pirang di depannya. "Jangan banyak bicara saat makan, Naruto-kun."
Naruto menenggak habis air putih yang disodorkan Hinata. Tiba-tiba ia merasa aneh dan wajahnya terasa panas, sepertinya wajahnya mulai memerah. Kejadian barusan membuatnya berpikir bahwa dirinya dan Hinata seperti sepasang suami-istri saja. Namun cepat-cepat ia menghilangkan imajinasi liarnya. Pacaran saja, mereka belum kan?
Tunggu.
Belum, berarti akan.
Huh, apa yang aku pikirkan sih? rutuk Naruto pada dirinya sendiri.
Setelah itu keheningan menyelimuti mereka berdua. Naruto yang masih sibuk dengan minuman pencuci mulutnya, sedangkan Hinata menatap laut yang berada tepat di samping jendela besar tanpa kaca di sebelah mejanya. Sungguh pemandangan yang indah, untuk kesekian kalinya di hari ini.
Petang yang menjemput membuat laut di luar jendela tampak berkilauan. Hari ini ia seharian bersama Naruto yang disukainya. Hinata sangat bersyukur atas pertemuan mereka yang tidak sengaja ini berubah menjadi hari libur yang terasa sangat panjang dan menyenangkan. Ia melirik pemuda yang tampak sudah menghabiskan jus jeruknya itu juga tengah menatapnya intens. Seketika Hinata merasa gugup dan rona merah kembali menghiasi pipinya tanpa bisa ditahan. Di sisi lain Naruto yang tertangkap basah itu pun menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, menyalurkan rasa gugupnya.
Hari ini pun Naruto senang sekali karena ada gadis ini. Menemani harinya di Hokkaido yang biasanya melelahkan, namun hari ini sungguh berbeda dengan hari libur musim panas lainnya.
"Aku ke kasir dulu ya," ujar Naruto sambil bangkit dari kursinya.
Rasanya Hinata ingin menahan Naruto dan membayar bagiannya sendiri, sebenarnya ia tidak enak hati ditraktir Naruto di restoran yang terbilang cukup mahal ini. Karena ia tahu Naruto bukanlah anak orang kaya, bahkan ia yatim-piatu dan hidup sendiri di Tokyo. Walaupun masih ada saudaranya yang menanggung biaya hidup sehari-harinya, walaupun ia bekerja sambilan untuk menambah uang jajannya, namun Hinata paham itu pasti tidak seperti dirinya yang selalu diliputi kemewahan dari orangtuanya. Tapi jika Hinata menolak traktiran Naruto, ia akan menyakiti hati pemuda itu seakan tidak menghargainya. Semuanya serba salah. Namun karena Naruto terlihat tulus dan dengan senang hati mentraktirnya, Hinata akhirnya menerima itu dengan senang hati pula.
"Sekali lagi, terimakasih Naruto-kun." Senyum Hinata tulus mengiringi ucapannya yang membuat Naruto berbalik menatapnya lagi. Ia hanya mengangguk dan tersenyum sebelum benar-benar pergi ke meja kasir.
Hinata memandang laut di luar jendela lagi, ini adalah saat yang tepat bukan? Hari sudah sore dan sepertinya setelah ini kebersamaan mereka akan berakhir. Saat yang tepat bagi Hyuuga Hinata untuk mengutarakan perasaannya pada lelaki yang dicintainya. Kapan lagi momen seperti ini akan tercipta? Hari-hari di sekolah sungguh berbeda dengan hari liburnya saat ini. Tidak pernah Hinata sedekat dan sesering ini bersama Naruto di sekolah walaupun sudah dua tahun dalam kelas yang sama.
Jadi, apa lagi yang kau tunggu, Hyuuga Hinata? hanya satu kata sederhana kan yang harus kau ucapkan pada pemuda pirang itu?
Satu kata sangat sederhana seperti,
Daisuki
Mungkin kedengarannya sederhana, namun harus Hinata akui ia tidak dapat mengucapkannya.
Atau mungkin belum.
"Entah mengapa aku merasa kau sangat berbeda hari ini," Naruto yang sudah selesai tiba-tiba angkat bicara, membuat kepala biru keunguan itu menengok ke sumber suara.
"Berbeda bagaimana?" tanya Hinata gugup. Entah mengapa tiba-tiba suasana hari yang semakin sore terasa romantis. Apalagi kulit Naruto yang keemasan diterpa cahaya senja. Membuat Hinata terpana sesaat.
Naruto menumpukan dagunya dengan satu tangan dan menatap mata lavender Hinata lurus-lurus. "Kau lebih ceria, tidak begitu diam seperti di sekolah. Apa ini efek liburan musim panas? Hahaha."
Hinata tertawa pelan sebelum membuka mulutnya namun Naruto kembali bersuara.
"Aku suka kau yang seperti ini," Hinata menahan napasnya sesaat. "Andai dirimu yang di sekolah juga seperti ini setiap hari, pasti kelas kita akan lebih berwarna, Hinata."
"Kadang aku merasa, kau selalu murung seperti memiliki beban yang berat. Cobalah untuk lebih membuka diri dan ceria seperti hari ini, ttebayou! Masa-masa SMA adalah masa paling indah Hinata, jangan sia-siakan waktumu!"
Hinata tidak menyangka seorang Uzumaki Naruto memperhatikannya sejauh ini. Wajahnya memanas mendengar itu, ia hanya bisa menundukkan kepalanya sambil meresapi tiap perkataan Naruto.
"Karena percaya atau tidak, keceriaan itu bisa menular lho! Kebahagiaan seseorang bisa mempengaruhi orang di sekitarnya."
Sadar atau tidak, itulah yang terjadi pada Hinata hari ini, Naruto. Karena kau yang menularkan keceriaan itu padaku, batin Hinata sembari menyungging senyum manis di wajahnya.
"Ya, terimakasih Naruto-kun."
Naruto memandang heran gadis yang sudah tiga kali mengucap terimakasih padanya itu. Namun sebelum ia bertanya, Hinata kembali membuka mulutnya. "Aku rasa keceriaanmu itu sudah menular padaku hari ini."
Senyum sehangat mentari milik Naruto pun terkembang, "Kalau begitu, aku harap bisa menularkannya setiap hari, selamanya."
Ah, Hinata merasa hubungannya dengan Naruto sudah selangkah lebih maju. Ia harap ini bisa bertahan di hari-hari berikutnya di sekolah.
Ia sudah bahagia.
Tanpa sepatah kata suka terucap, dengan hubungan yang seperti ini saja, Hinata sudah merasa bahagia sampai ke dasar hatinya.
Karena ia pemalu, karena ia takut untuk mengungkapkan perasaan sebenarnya. Terlalu takut mengambil resiko menghancurkan hubungan pertemanan yang sudah membaik ini. Walaupun ia tahu, ini akan berlangsung sementara. Namun ia percaya, ini adalah tahapan menuju hubungan yang lebih lagi. Lebih dari ini.
Ya, karena ia penakut.
TBC
A/N:
TANJOUBI OMEDETTOU HINATA-SAMA!
*tiup terompet, tebar confetti, lempar Bolt & Himawari emesh*
Peluk cium buat nyonya Hokage dari para fans! Mana suaranya penggemar Hinata?
Dan tak lupa peluk cium juga dari papa Naru, Bolt dan Hima emeshh! Wkwkwk
Oke saya tahu ini sudah telat sedikit hehe. Saya minta maaf. Mood menulis tidak bisa didatangkan semaunya, mereka datang dengan sendirinya di waktu yang mepet. Hehe.
Dan kenapa fic diatas tidak berbau birthday sama sekali? Tunggu chapter dua! Wkwk saya janji ini Cuma two shot dan chapter dua sedang saya ketik. Maksimal besok akan saya update. Insya Allah kalau tidak ada halangan, reader. Hehe
Dan juga maafkan saya yang dengan kurangajarnya mengupload fic multichap baru dikala fic multichap sebelumnya belum sempet dilanjutkan huhuu. Kalo ada yang nungguin fic Hinata vs Kaguya, (kalo ada ya) mohon maaf atas keterlambatan uploadnya ya. Pengennya sih hari ini upload juga. Tapi ya.. gitu deh. Menulis fic itu ternyata lama ya huu. Semoga tetap berkualitas ya walaupun lama. Saya akan berusaha sekeras mungkin hehee.
Lalu tentang fic ini, kenapa AU? Padahal kan canon Naruhina family lagi ngehitzz abis. Gini loh saya bisa jelaskan. Fic ini dibuat awalnya jauh sebelum ending Naruto. Tapi karena mampet ide ya baru jadi sekarang. Tadinya mau oneshot eh malah begini yah, beginilah
Dan fic ini dibuat karena saya sukaaa banget lagu gingham check ituu! Unik banget deh emang itu lagu. Pas keluar versi JKT nya langsung kebayang Naruhina. Bahkan setting cafe vintage nya terinspirasi dari MV nya lho hehe bagi yang penasaran monggo intip MV nya JKT48 gingham check.
Terus juga saya suka banget kostumnya. Baik AKB atau JKT. Biru kotak-kotaknya maniss! Sampe iseng buat fanart nya ituloh yang di cover fic ini hehe. Hinata pakai bajunya melody. Wkwkwk wota detected.
Tapi sebenernya saya bukan wota kok, aku mah apa atuh hanya fans biasa yang ga kesampean jadi member jeketi *eeeh*
Okedeh daripada banyak cincong mending ngajak reader review! Gampang kok cukup klik kotak di bawah ini, login atau cukup isi nama, dan masukan kometar. Review ditunggu ya!
27 december 2014, with love and a very happy birthday to Hyuuga Hinata.
Regards,
Munya
