Muggle Trip
Disclaimer : The plot is mine, but all characters belong to JK Rowling.
Warning : Di cerita ini, Draco sedikit OOC. Masih keras kepala, tapi selalu luluh oleh Hermione. Intinya, Hermione yang berkuasa. ^.^'V *hehee..
Happy reading :)
Perang kedua telah lama usai. Dunia sihir kembali damai. Setelah melanjutkan tahun terakhir mereka di Hogwarts, Harry, Ron dan Hermione lulus di tahun berikutnya dan melanjutkan kehidupan mereka masing-masing. Harry mengikuti pelatihan menjadi auror di Kementerian Sihir, Ron membantu George Weasley mengelola tokonya – Sihir Sakti Weasley-, dan Hermione tinggal di Malfoy Manor. Sungguh, kalian tidak salah membaca dan tidak ada kesalahan sedikitpun dalam penulisan. Hermione memang sedang tinggal di Malfoy Manor. Mengapa? Mari flashback sejenak…
"Hermione," panggil Draco.
Hermione tidak menjawab apapun. Ia hanya terdiam menatap reruntuhan Hogwarts akibat pecahnya perang kedua. Ron dan Harry telah meninggalkan dirinya di depan reruntuhan dan berkumpul dengan keluarga Weasley serta anggota Orde Phoenix yang masih tersisa.
"Hermione," Draco mengulangi.
Kini Hermione berbalik, menatap lekat-lekat sepasang mata kelabu yang juga sedang menatapnya.
"Kenapa kau kembali? Bukankah kau lebih aman bersama kedua orang tuamu, Pangeran Malfoy?" cibir Hermione.
"Aku harus menyelesaikan sesuatu." Draco berkata lemah.
"Bukankah semua sudah selesai? Tidak ada lagi yang akan menyuruhmu membunuh seseorang atau semacamnya."
"Aku harus menyelesaikan sesuatu denganmu."
Sejenak, tidak ada yang berbicara. Hanya terdengar hembusan angin dan asap reruntuhan.
"Denganku?" ulang Hermione ragu.
"Sebenarnya, aku.. aku.."
"Kau kenapa, Draco?"
"Aku.. aku menyukaimu, Hermione," kata Draco, akhirnya.
Hermione menarik napas sejenak. Ia tidak tahu harus berkata apa atau harus melakukan apa. Tapi ia memutuskan untuk bertanya, "Sejak kapan?"
"Hmm.. Sudah sejak lama. Aku tak tahu tepatnya."
"Sadarkah kau, Draco? Atau masih ada kutukan yang bersarang di otakmu?"
"Apa maksudmu? Aku sungguh-sungguh menyukaimu."
"Aku darah lumpur, Draco," ucap Hermione lemah.
"Aku tak peduli dengan omong kosong status darah itu lagi. Hermione, tolong…"
Seulas senyum melengkung di bibir Hermione. Ia mendekat kearah Draco tanpa melepaskan tatapannya. "Jika itu benar-benar sebuah kejujuran, aku juga akan berkata jujur padamu," Hermione menarik napas berat dan memberanikan dirinya untuk mengatakan kalimat yang sesungguhnya sudah lama ingin ia katakan. "Aku selalu khawatir dengan keselamatanmu, karena aku menyayangimu, Draco.."
Dan Draco tahu persis apa yang harus dilakukannya. Ia meraih sebelah tangan Hermione. "Wanna be my girl?"
Tidak ada jawaban 'ya'. Tapi Hermione mengangguk pasti. Mereka berdua tertawa dan meninggalkan reruntuhan bangunan dengan saling berpegangan tangan. Dan satu tahun selanjutnya mereka lewati dengan penuh kebahagiaan. Hingga sekarang…
Begitulah, Draco dan Hermione sudah cukup lama melewatkan hari-hari mereka sebagai pasangan yang saling menyayangi, meski tidak jarang mereka juga bertengkar hanya karena hal-hal sepele. Setelah lulus dari Hogwarts, Hermione tinggal di Malfoy Manor. Dengan persetujuan dari Narcissa dan Lucius Malfoy yang menuruti keinginan putra tercinta mereka, Hermione menempati salah satu kamar mewah di istana keluarga Malfoy itu.
Beberapa hari lagi, mereka akan melangsungkan pesta pertunangan. Tapi pada senja hari yang cukup cerah, di kursi santai dekat perapian, Hermione cemberut dengan dahinya yang berkerut-kerut. Di depannya, Draco memasang ekspresi yang hampir sama.
"Sudah kubilang tidak!" kata Draco tegas.
"Tapi kenapa? Kita disana hanya akan liburan."
"Tetap saja tidak."
"Kau keras kepala, Malfoy!" Hermione berkata dengan nada suara yang lebih tinggi beberapa oktaf dari suaranya yang biasa. Selain itu, jika sedang marah, ia selalu memakai nama belakang Draco.
"Kalau aku keras kepala, lalu kau ini apa?" sahut Draco tak kalah kerasnya.
Keduanya terdiam. Hermione memandang Draco dengan pandangan sengit, seakan-akan pandangan itu ia tujukan untuk membunuh Draco.
"Kukira kau sudah berubah, Draco. Kukira kau tidak lagi membenci muggle." Kini suara Hermione melemah.
Draco menatap mata hazelnut Hermione. Ia mengangkat sebelah alisnya. "Aku memang sudah tidak membenci muggle lagi, Hermione. Aku hanya tidak ingin terlalu dekat dengan mereka. Bagaimanapun juga, kita adalah penyihir dan dunia kita sedikit berbeda dengan para muggle. Seharusnya, kita tidak mengikuti kebiasaan mereka. Apalagi untuk acara liburan kita ini."
"Apa maksudmu berkata begitu? Aku seorang kelahiran-muggle, Malfoy. Kau ingat itu? Jadi kau tak mau dekat-dekat denganku?"
"Ups. Bukan begitu maksudku. Kau mungkin kelahiran-muggle, tapi otak dan kepintaranmu melebihi penyihir yang berdarah paling murni sekalipun."
Rona merah menjalar di kedua pipi Hermione saat ia mendengar kalimat terakhir yang Draco ucapkan. Ini sedikit mengubah suasana. Meski masih cemberut, suara Hermione menjadi lebih lunak. "Bukan saatnya untuk memuji, Draco," katanya kemudian.
"Itu bukan pujian. Itu fakta," sahut Draco santai.
"Terserah apa katamu. Tapi aku tetap pada pendirianku. Kita akan liburan di dunia muggle dan dengan cara muggle pula. Titik."
"Hermione, jangan bercanda terus."
"Seratus persen aku serius."
"Hermione, ayolah.. Masih banyak tempat sihir yang bisa kita kunjungi. Museum sihir di Mesir, penangkaran naga di Siberia Utara, kita bahkan bisa liburan dengan mengunjungi Hogwarts."
"Aaah, aku sudah bosan dengan yang seperti itu. Ayolah, Draco.. Liburan dengan cara muggle pasti akan menyenangkan."
"Tidak."
"Kenapa?"
"Pokoknya tidak."
"Harus ada alasannya."
"Aku tidak bisa mengatakannya."
"Itu artinya kau pengecut."
"Bukan begitu, Hermione. Mengertilah.."
Hermione terdiam sejenak, "Aku akan mengerti jika kau mengatakan alasannya."
"Baiklah." Draco menahan napas dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. "Aku takut."
"Apa? Kau takut? Kukira kau tidak takut pada apapun." Hermione mencibir.
"Aku sungguh-sungguh takut. Dan…"
"Dan apa?" potong Hermione cepat.
"Aku takut, dan.. dan khawatir."
"Memangnya kenapa?" Hermione mulai tak sabar.
"Begini," Draco memperbaiki posisi duduknya, "Sebenarnya, aku takut kalau kau terlalu asyik di dunia muggle dan menikmati kembali dunia muggle-mu, kau akan tinggal disana dan tidak akan kembali bersamaku." Dan akhirnya, kepala Draco tertunduk.
Hermione membelalakkan kedua matanya seakan tak percaya dengan ucapan Draco. Sedetik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak hingga matanya hampir berair.
"Itu tidak lucu!" geram Draco.
"Alasanmu itu.. hahaa.. benar- hah.. benar-benar tidak masuk akal, hah-hahaaaa.."
Draco terdiam dan memandang Hermione dengan tatapan sinis.
"Hahaa.. Tentu saja aku tidak akan meninggalkanmu." Hermione menghentikan tawanya. "Kita akan pergi dan pulang besama-sama, Draco. Kita akan selalu bersama."
"Kau berjanji?"
"Kalau aku harus bersumpah untuk ini, aku akan melakukannya," sahut Hermione tegas.
Draco menghela napas. Untuk pertama kalinya, ia mengalihkan pandangan dari Hermione. Kini ia menatap kobaran api kecil di perapian yang bergoyang pelan mengikuti hembusan angin. Ia masih tidak dapat memutuskan. Apakah Hermione benar-benar menyayanginya dan tidak akan meninggalkannya? Bahkan ketika mereka pergi ke dunia muggle yang Hermione cintai? Itulah yang Draco pikirkan saat ini. Jika boleh jujur, Draco juga menganggap ide hiburan Hermione tidak buruk. Tapi, entah mengapa, ia masih ragu.
"Draco, kau masih bersamaku?" Hermione membuyarkan lamunannya.
"Yeah. Er – yaa.. Tentu saja, Hermione." sahut Draco terbata-bata.
"Jadi bagaimana? Kita akan liburan di dunia muggle, kan? Aku berjanji kita akan selalu bersama. Selamanya. Lagi pula, ini mungkin liburan terakhir sebelum pesta pertunangan kita nanti.." rajuk Hermione manja.
"Hmm.." Draco menghela napas lagi, "Baiklah. How can I refuse?"
"Aaaah, Draco. Kau baik sekali." Hermione mendekati kursi yang diduduki Draco dan mengecup pipi kirinya sekilas sebagai ucapan terima kasih. "Aku tahu kau akan setuju, dear. Hanya perlu waktu," goda Hermione, dan ia kembali ke tempat duduknya.
"Terserah apa katamu," sahut Draco jengkel sambil mengusap-ngusap pipi kirinya.
"Nah, sekarang, kita akan bicarakan destinasi liburan kita."
"Kita akan ke museum atau ke kebun binatang?"
"Mungkin keduanya. Atau mungkin juga tidak." Hermione tersenyum penuh misteri. "Sebenarnya, kita akan berkunjung ke Indonesia."
"Indonesia?" dahi Draco mengernyit. "Tempat macam apa itu?"
"Indonesia itu sebuah negara muggle. Tidak ada satupun komunitas sihir disana."
"Aku baru tahu ada negara seperti itu di dunia ini," ujar Draco dengan nada menghina.
"Tentu saja ada. Hanya saja kau tak tahu karena kurang membaca, Draco. Sudah kubilang kau harus sering membaca buku-buku yang ada di perpustakaan pribadiku. Jadi, kau tidak akan.."
"Kau mau menyuruhku membaca atau mengajakku berlibur?" potong Draco saat Hermione mulai berkata panjang lebar.
"Ooh, baiklah. Maafkan aku," senyum Hermione mengembang, "Di Indonesia banyak sekali tempat liburan yang indah dan romantis. Kau pasti akan menyukainya," lanjutnya.
"Kalau mencari suasana romantis, kenapa kita tidak pergi ke Perancis saja?" Tanya Draco.
"Kau mau berlibur atau menemui Fleur Delacour?" selidik Hermione.
"Hey, jangan gampang cemburu! Aku hanya memberi saran. Lagi pula, si Fleur itu kan sudah menikah dengan anak keluarga Weasley. Kau lupa?"
"Oh, maaf lagi kalau begitu."
"Jadi kapan kita berangkat ke – apa tadi? Inersia? Insomnia?"
"Indonesia, Malfoy!" pekik Hermione. "Hhh – kau ini!"
"Iya, baiklah. Kapan kita berangkat?"
"Mungkin besok. Aku akan menyiapkan beberapa hal terlebih dahulu." Hermione bangkit dari duduknya, "Aaah, aku tidak sabar menunggu untuk pergi. Liburan kita kali ini pasti akan menyenangkan," raut wajah Hermione terlihat amat sangat yakin. Dan Draco hanya bisa menyeringai.
To be continued…
a/n : Hai, ini fanfic ke empat-ku dan fanfic DraMione yang ketiga. Tadinya cerita ini akan dijadikan one shot. Tapi setelah dipikir-pikir lagi, kayaknya lebih enak kalau dibuat beberapa chapter. Dan jadilah seperti ini. Tadaaa! :D
Di chapter pertama, baru ada pengenalan tujuan liburan DraMione. Part selanjutnya, akan ada cerita-cerita seru tentang liburan DraMione di Indonesia, dan tentunya 'pertengkaran-pertengkaran kecil' mereka. Semoga ga ada polisi tidur yang menghambat cerita ini, yaa.. Dan semoga readers ga bosen untuk baca dan review cerita-ceritaku.. (aamiin…)
Oh, ya. Karena aku masih pemula, mohon review tentang kekurangan cerita dan saran-saran yang membangun, yaaa. Many thanks! ;)
