Story by: Zukaichi

A credit goes to: Hajime Isayama

Beberapa hari setelah penangkapan Female Titan alias Annie Leonhart, Eren merasa kesulitan untuk tidur. Dia terus memikirkan Annie yang berada di tempat tersembunyi milik pasukan Survey Corps. Di dalam kepalanya hanya terdapat tanda tanya tanda tanya yang tidak bisa hilang. Mengapa Annie melakukan ini? Di tangan siapa dia berpihak? Sedang apa dia sekarang? Apa yang selama ini dia rasakan?

Penasaran tersebut tidak hilang-hilang dari kepala Eren sehingga dia sering melamun dan kesulitan tidur. Perilaku itu dicurigai Armin karena Armin tidur tepat dibawah ranjang kasur bertingkatnya. Armin mendengar Eren yang grasak-grusuk tidak jelas. Armin akhirnya naik dan menegur Eren.

"Eren, apa kau belum tidur?"

"Ya, Armin…"

"Apa kau memikirkan sesuatu?"

"Aku… terus memikirkan Annie…"

"Annie?"

Nada bicara Eren seperti orang yang penuh dengan kecemasan.

"Ya…"

Armin duduk di samping Eren, menginginkan Eren untuk bercerita mengenai apa yang dia rasakan sekarang ini.

"Kau mungkin… penasaran dengan Annie… atau mungkin kesal pada Annie… seperti itu, kah?"

"Rasa kesal memang ada…"

Eren tiba-tiba berhenti berbicara, Armin melihat ke raut muka Eren yang terus cemberut dan alis yang dilonggarkan.

"Apa kau masih mengingat masa-masa kita masih kadet dan kedekatan kau bersama Annie?"

"Begitulah…"

"Jika bukan karena Annie… kau mungkin tidak akan mencapai peringkat lima di kelas 104, kan?"

Armin mencoba mencairkan keadaan; ingin membuat perasaan Eren ringat sedikit.

"Hmm…"

"Coba kau ceritakan masa-masamu dengan Annie…"

"Asal kau tidak ceritakan ini pada Mikasa…"

"Oke oke…"

Kaki kanan Eren masih terasa sakit akibat serangan dari gadis pirang yang tingginya 153cm itu. Eren yang tentu saja lebih tinggi darinya, dan tentunya seorang laki-laki, tidak ingin merasa malu dan cengeng di hadapan gadis mungil nan super itu.

Eren bangun dari jatuhnya dan mencoba berdiri di hadapan Annie.

"Trik yang bagus! Kali ini itu tidak akan terulang lagi!"

"Apa kau yakin?"

"Tentu saja!"

"Baiklah… giliranku untuk menyerang!"

"Hah?"

Eren belum siap dengan kondisi latihan yang semaunya ditentukan oleh Annie. Gerakan serangan Annie yang cepat tidak sempat Eren tahan dan akhirnya Eren pun terjatuh lagi. Kali ini, kaki kirinya yang menjadi korban serangan Annie.

"Laki-laki macam apa kau ini? Kau terjatuh oleh gadis lemah sepertiku? Apa kau bercanda?"

"Bercandamu sama sekali tidak lucu…"

Annie menjulurkan tangannya; ingin membantu Eren untuk berdiri. Sikap seperti ini jarang terlihat oleh siapapun, hanya Eren yang tahu. Eren pun kaget melihat Annie menjulurkan tangannya. Selama ini, yang Eren tahu, Annie bukan tipe orang akan bersimpati.

Eren mencoba membuat guyonan mengenai sikap Annie ini.

"Apa setelah aku memegang tanganmu, kau akan membantingku?"

"…"

Guyonan Eren sepertinya salah. Eren melihat ke mata Annie bahwa Annie serius untuk membantu Eren berdiri.

"Tidak ku sangka kau orang yang tidak ingin bantuan dari orang lain… kau membuat hati gadis ini sakit, Eren…"

"Uhh… maaf…"

Annie masih menjulurkan tangannya dan kali ini Eren menerima tangannya dan berdiri lagi. Setelah berdiri, Eren masih memegang tangan Annie. Eren merasakan tangan Annie yang sedikit kasar sedikit lembut dan erat. Namun, tiba-tiba Annie membantingnya dengan kondisi Eren tidak siap siaga. Eren telah tertipu oleh Annie.

"Sialan… kau ternyata menipuku…"

"Aku tidak menipumu… itu yang kau akan dapatkan ketika melukai seorang gadis…"

"Tch…"

"Ada pelajaran yang bisa kau ambil… bahwa, kau tidak boleh lengah dalam kondisi apapun… karena seorang gadis sepertiku pun bisa menipumu…"

"Hah, seperti biasa… bercandamu sangat dingin, Annie…"

Hari sudah senja, latihan sore sudah selesai, kadet dibubarkan untuk beristirahat, mandi sore, dan bersiap untuk makan malam. Badan Eren terasa pegal-pegal dan linu-linu akibat latihannya dengan Annie. Tapi Eren merasa senang karena dia mendapatkan hal baru.

Jam makan telah tiba, trio Shingansina mengantri untuk mendapatkan makan malam. Eren melihat Annie yang sedang duduk sendiri dan memakan malamnya dengan lambat. Dalam benak Eren, mungkin Annie sedang menunggu Mina. Eren tahu Annie dekat dengan Mina. Ada rasa dalam hati Eren untuk mendekatinya dan mengajaknya mengobrol.

"Armin… Mikasa… hari ini aku tidak akan makan malam dengan kalian dulu…"

"Kau mau kemana, Eren?"

Eren tidak membalas Mikasa, Eren pergi begitu saja meninggalkan mereka berdua setelah mendapatkan makan malamnya. Tetapi tetap saja, Eren terlihat oleh Mikasa pergi menghampiri Annie yang sedang duduk sendirian.

"Yo, Annie…"

"Hmm?"

"Boleh aku duduk di sini?"

"Boleh saja…"

Eren duduk berhadapan dengan Annie. Eren mulai memakan makan malamnya.

"Jadi, ada apa? tumben kau tidak dengan Armin dan Mikasa…"

"Ehh… Umm…"

Eren kebingungan harus menjawab apa kepada Annie. Kejadian tidak diinginkan pun terjadi. Armin dan Mikasa ikut-ikutan menghampiri Annie, mereka berdua duduk disebelah Eren. Mikasa menunjukan sikap tidak bersahabatnya dengan Annie; dia langsung duduk tanpa meminta perizinan Annie.

"Mikasa? Kenapa kau kemari?"

"Memang tidak boleh?"

"Jika kalian ingin terus mengobrol, teruskan… aku sudah selesai…"

Annie berdiri meninggalkan meja makannya dan mengumpulkan makan malamnya di tempatnya. Eren menjadi kesal kepada Mikasa karena sikapnya itu.

Keesokan harinya, instruktur memberikan tugas kepada para kadet. Tugas tersebut masih tugas ringan, hanya berpatroli jalan kaki di sekeliling Trost. Para kadet ditugaskan berpasangan, instrukter memberitahukan bahwa Eren berpasangan dengan Annie, Mikasa berpasangan dengan Jean sedangkan Armin dengan Bertholdt. Mikasa menjadi cemburu berat.

Di Trost, Eren berjalan sedikit lebih depan dari Annie. Komunikasi mereka terputus karena bingung apa yang harus dibicarakan. Annie bukanlah orang yang dapat membuka topic.

"Hey, Annie… menurutmu… tugas ini untungnya apa? padahal tugas kita adalah menghambat pergerakan Titan?"

Eren membuka topic.

"Menurutmu ini apa? ini hanya formalitas agar nilaimu naik…"

"Hah… sepertinya kau orang yang akan terbawa oleh arus…"

"Iya, kah?"

"Dari cara menjawabmu… kau selalu iya-iya dan selalu tunduk… seperti itulah… kau harus lakukan apa yang menurut benar, meskipun itu melawan arus…"

"…"

Annie tidak membalas. Eren mengira Annie tidak memedulikan perkataan Eren sama sekali.

Di tengah tugasnya, Eren melihat sekelompok orang dewasa sedang memalak seorang ibu-ibu. Dari yang didengar Eren, seperti orang ini adalah preman sekitar yang meminta uang dengan paksa ketika keadaan sepi seperti di gang dan pojok bangunan; jauh dari masyarakat sekitar.

Amarah Eren langsung bergejolak. Annie mencoba menghentikan Eren.

"Eren, hey!"

Eren mendatangi kerumunan preman itu. Eren sangat berani meskipun dia hanya bersenjatakan rifle bubuk. Dan lebih buruk lagi, Eren tidak menumbuk bubuk mesiunya. Jadi yang hanya bisa Eren lakukan adalah menggunakannya sebagai senjata tumpul.

"HEY! KALIAN!"

"HAAAAHH?"

Preman-preman tersebut menengok ke Eren. Preman-preman itu menganggap remeh Eren yang masih berusia 13-14 tahun dan masih kadet.

"Apa maumu bocah? Kau tidak mengerti urusan orang tua!"

Tanpa sepatah kata, Eren memukul salah seorang preman itu dengan belakang senapannya, membuat si preman itu pingsan.

"Dasar bocah!"

Eren terkepung dan dipukuli; kalah jumlah. Melihat Eren berkelahi dan kalah jumlah, Annie teringat kata-kata Eren yang baru saja dia dengar tidak lama. Akhirnya, Annie turun tangan dan membantu Eren dalam perkelahian hingga beberapa anggota dari Garrison datang untuk membubarkan perkelahian dan menangkap preman-preman itu.

Eren cukup babak belur sedangkan Annie hanya memiliki memar di pipinya.

"Tak biasanya kau bergerak…"

"Kata-katamu… menggerakkanku…"

"Hmm? Aku kira kau tidak memedulikan setiap kata-kataku… kau ini orang yang sulit ditebak, Annie…"

Annie sedikit tersentuh. Waktu bertugas sudah selesai, Eren dan Annie kembali ke camp untuk makan siang. Setelah makan siang, jadwal untuk kadet adalah latihan hand-to-hand combat.

Eren mencari-cari Annie; Eren tidak melihat Annie di lapangan. Dalam pikiran Eren, mungkin Annie membolos lagi. Tetapi tidak, Annie ternyata berdiri di belakang Eren; tidak terlihat.

"Kau mencariku?"

"WAAAHH! Kau membuatku kaget…"

"Siap untuk latihan kali ini?"

"Kali ini aku tidak akan kalah!"

Eren berlatih dengan Annie, dan lagi, Eren kalah di tangan Annie. Teknik Annie terlalu cepat untuk dibaca oleh Eren.

"Amarahmu mudah melonjak… jangan bertarung mengandalkan amarah… gunakan otakmu… itu kelemahanmu…"

"Uggghhh…"

Annie kembali menjulurkan tangannya, membuat Eren curiga apa dia akan membantingnya lagi seperti hari kemarin. Eren menghapus asumsi seperti itu, mungkin kali ini maksud Annie adalah baik. Eren akhirnya memegang tangan Annie dan berdiri. Annie tidak melepaskan genggaman tangan Eren.

"Hey, Eren… apa pendapatmu tentangku?"

Dari mukanya, Annie bertanya dengan malu-malu, tapi masih memegang tangan Eren.