Noragami © Adachitoka

Nekomonogatari © nyan-himeko

Summary: Ini adalah kisah seekor kucing dengan seorang manusia. Dewi kucing dengan pemuda serampangan. Dari sini, semuanya bermula. YatoRi


Tale 1 - Kucing Merah Jambu

Meregangkan otot kuakui tidak banyak membantu. Apalagi duduk sendirian di pojok kuil begini. Untung saja aku tidak mati membeku. Udara benar-benar dingin, bahkan bulu-buluku seperti mengkristal, kaku. Aku mengoyang-goyangkannya, berusaha mengembalikan bentuk buluku kesedia kala.

Aku melenguh pelan sebelum melirik ke sekitar.

Putih.

Aku menatap tajam sampai bagian terkecilnya.

Semua bagian kuil tertutupi benda dingin itu.

Aku mengibas-ngibaskan ekor dan mulai berjalan pelan. Aku tidak suka salju, itu membuat kaki-kakiku mati rasa. Jadi, aku menyingkirkan mereka dari jalanku. Tidak ada yang boleh menggangguku.

Sampai di ujung, aku melompat ke atas sebuah mobil sedan yang kebetulan melintas. Angin menampar-nampar wajahku, membuat bulu dan kumisku tertiup ke belakang. Mulutku yang terkatup, sudut-sudutnya bahkan dijejal angin. Sensasi ini mirip seperti naik roler-coster. Bedanya, yang sekarang tanpa pengaman satupun.

Mobil ini terus melaju, bukit yang memiliki kuil tempatku bermalam mulai mengecil sampai seukuran semut, lalu sekarang benar-benar menghilang. Aku menatapnya datar, tumpangan gratisku ini sepertinya melaju ke arah bangunan-bangunan sesak, padat, dan berbau manusia.

Aku mulai memasuki pusatnya. Manusia-manusia di sepanjang jalan. Beberapa meter di depan lampu lalu lintas, mobil yang kutumpangi agak melambat. Sebelum benar-benar berhenti aku dapat melihat seorang anak kecil melongo kaget. Minuman yang disedotnya berceceran. Lalu mulai menarik-narik rok ibunya dan mulai menunjuk padaku. Aku mengeong kemudian melompat turun dari mobil roler costerku.

"Jangan mengada-ada, mana ada kucing naik di atas mobil!"

"Beneran bu, aku tidak bohong. Di atas mobil memang ada kucing. Kucing berbulu pink. Beneran!"

Aku terkekeh-kekeh melihat keduanya. Mana ada kucing yang berdiri di atas mobil di cuaca sedingin ini. Kalau ada, kucing itu pasti sudah memasuki gerbang surga. Berbulu merah jambu pula. Aku melibaskan ekor dan pergi dari anak kecil yang akan dimarahi ibunya itu.

Aku berjalan di sepanjang pertokoan, manusia yang berlalu lalang banyak sekali. Aku berjalan ditengahnya, tidak ada satupun kaki yang akan menginjakku. Aku berhenti di depan sebuah pintu kaca yang memantulkan kembaranku. Aku mengeong sambil melibas-libaskan ekorku.

Aku lapar.

Aku ingin makan.

Dengan berpikir begitu, aku masuk saja. Di dalam sini hangat sekali, berbeda dengan udara di luar. Aku mengedarkan pandanganku, tempat ini hangat tapi membosankan. Aku berjalan dan mengeong ke arah kasir. Ia tertegun sesaat sebelum tersenyum. Manusia itu masuk ke sebuah ruangan yang kuyakini adalah dapur. Aku mengekorinya. Ia memberiku ikan besar dan meletakannya di dekat pintu keluar pekerja.

"Nah kucing. Kalau sudah kenyang kau harus keluar lewat sini, mengerti!"

Aku mengeong sebagai jawaban. Ia mengelus-ngelus kepalaku sebelum kembali ke depan. Aku menghabiskan makanan dengan lahap. Uh, aku lapar sekali.

"Maaf, aku terlambat."

Aku mendengar suara dari belakangku. Manusia lainnya. Kaki besarnya hampir menginjakku, aku menggeram. Ia kaget, wajahnya terlihat aneh. Aku menatapnya kesal sebelum melanjutkan makan.

"Kucing siapa?" Tanyanya pada manusia yang berada di balik kompor.

"Mayu-san membawanya kemari tadi, entahlah."

Manusia penginjak itu menatapku sambil berpikir, "Kucingnya warna pink," ujarnya lagi.

"Mana ada, jelas-jelas warnanya cokelat," manusia dibalik kompor menoleh sekilas. Ia mengaduk-aduk panci yang berisi kare.

"Pink kok, coba kau perhatikan baik-baik, Daikoku!" Ia menunjuk-nunjuk aku. Dasar tidak sopan.

"Ya ya ya, terserah apapun warna bulunya yang penting itu adalah kucing. Cepat ganti bajumu dan segeralah bekerja. Kau benar-benar membuang-buang gajih, Yato-aho!"

Manusia bernama Yato itu terlihat tidak puas. Sepertinya ia ingin sekali meyankinkan si Daikoku itu kalau buluku berwarna merah jambu. Yato membuka syalnya yang rombeng serta jerseynya yang kucel. Dia ini terlihat seperti gelandangan, apa mungkin sekarang fashion gelandangan sedang nge-trend ya?

Aku mengeong ke arahnya. Mata birunya menatapku. Kukibaskan ekorku, sebelum mengeong pergi. Ia berkedip.

Hari mulai gelap dan benda putih itu semakin banyak berguguran.

Aku mengantuk.

Aku ingin tidur.

Tidak ada tempat yang benar-benar nyaman untuk ditinggali. Jelas aku tidak mau satu tempat tidur dengan anjing dan kucing jalanan. Apa di sekitar sini tidak ada kuil. Sial, aku mulai capek berjalan.

Tepat setelah aku berpikir begitu, sebuah sepeda melintas dengan cepat disampingku. Kalau aku kucing, aku pasti mati terlindas. Sialan, akan kubalas kau manusia brengsek!

Meow Meow Meow

Kukibaskan ekorku cepat. Aku akan membuatnya terjatuh dari sepedanya. Pasti rasanya menyenangkan, setidaknya setelah ini manusia brengsek itu akan lebih berhati-hati.

"WAWAWAWA!"

Ia berteriak kencang. Manusia itu mencengkram-cengkram remnya tapi tidak bekerja. Rasakan. Sebentar lagi kau akan jatuh tersungkur.

Sepedanya menabrak besi pembatas jalan. Lalu kulihat tubuhnya melayang ke atas sebelum jatuh menghantam aspal. Dan detik berikutnya, bulu-buluku berdiri. Oh, tidak... apa yang kulakukan.

Aku berlari dengan cepat ke arahnya. Busnya oleng kesana kemari. Sebelum menimpa manusia-manusia lain aku melibaskan ekorku tanpa pikir panjang. Bus itu terhenti dan sepertinya manusia di dalamnya tidak apa-apa. Aku memandang manusia didepanku lagi. Darah seperti menganak sungai. Seluruh pakaiannya memerah. Bahkan jejak kakikupun bernoda darah segar.

Tidak! Aku tidak bermaksud untuk membunuhnya!

Kubalikkan badannya, mataku melebar melihat manusia itu. Aku mengenalinya, dia manusia di restoran tadi. Manusia yang hampir menginjakku. Manusia yang tidak terpengaruh hipnotisku. Manusia yang meyakini kalau buluku berwarna merah jambu. Kalau tidak salah, namanya adalah Yato.

"Jangan mati!" Hardikku.

Dia masih punya kehidupan.

Ini bukan saatnya dia mati.

Aku mengibaskan ekorku ragu. Mungkin ini melanggar hukum dewa, tapi setidaknya aku ingin bertanggung jawab kepada manusia ini.

"Aku Nekohime, memanggil roh manusia di depanku. Jawablah aku wahai roh langit, roh surga, roh dunia!"

Angin berhembus kencang. Cahaya melingkar disekelilingku sebelum menembus langit dan kemudian terpantul kembali.

Silau.

Roh kucing putih yang menyerupai rubah melingkar-lingkar disekitarku. Ia menatapku tajam.

"Kau yakin, Nekohime?" Tanyanya dingin.

"Aku bertanggung jawab atas kematiannya."

"Kita tidak bisa mengubahnya. Dia tetap akan mati..." Ia melanjutkan sambil menatap tubuh Yato yang berdarah, "...Kecuali kau mau bertukar tempat dengannya dan memberikan kekuatan dewamu pada manusia ini..."

Selama yang kulakukan ini adalah benar, aku tidak akan setengah-setengah menolongnya, "B...Ba..."

"Tentu saja itu tidak bisa diterima. Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!" Ia memotong ucapanku. Matanya menatapku kesal. "Kau pikir aku siapa, hah!?"

"Ayah... kumohon... aku ingin menolongnya... ia mati karena kesalahanku... tolonglah..."

Wajahnya tetap keras. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara menolongnya selain meminta bantuan ayah. "Kalau ayah tidak mau menolong, aku tidak mau bertemu ayah lagi. Hubungan kita putus! Aku bukan anak ayah lagi!"

Wajah ayah melotot seram, "A... Apa?! K... Kau bercanda kan?"

"Memang ada ucapanku yang main-main? Selama ini apa yang kuucapkan selalu kubuktikan, kan?" Tanyaku balik.

Ia menatapku tak percaya. Sejurus kemudian mendesah kesal. Sepertinya aku berhasil.

"Baiklah. Aku akan mengabulkan permintaanmu. Tetapi, yang mati akan tetap mati. Meskipun kau memberikan kekuatanmu, penguasa bawah akan mencari dan menarik rohnya kembali."

"Ja..jadi.. bagaimanapun, dia akan tetap mati?" Sahutku tak percaya. Aku memandang wajahnya sesaat. Maafkan aku, Yato.

"Tapi... karena kematiannya akibat campur tanganmu, bisa dibilang ini adalah sebuah kecelakaan. Kau bisa menghidupkannya kembali dengan tiga syarat."

"Apapun syaratnya akan kulakukan, ayah!" Ujarku sumringah. Aku benar-benar bersemangat.

"Pertama, kau harus mengadakan perjanjian dengan raja neraka. Kedua, kau harus memberikan setengah kekuatanmu padanya," ayah berkata dengan nada yang kentara sekali, jelas ia tidak senang dengan situasi ini.

"Dan yang terakhir, setelah dia dihidupkan kembali kalian akan bertukar tempat. Kau akan menjadi manusia sedangkan dia akan menjadi dewa."

"Maksud ayah?"

"Benar, itu adalah kompensasi untukmu. Kau akan hidup selama setahun sebagai manusia. Dan selama itupula, kalian harus mengumpulkan kemalangan. Apa kau siap, Nekohime?"

"Ya!"

Aku mengangguk mantap. Angin bergemuruh lagi. Kali ini lebih kencang. Apapun yang terjadi, aku pasti akan membuatmu hidup kembali. Tunggu aku, Yato!


Yosh! nyan-himeko di sini \^o^/

Ini fic kedua aku di fandom Noragami, YIPPIE! Sebelumnya aku bikin oneshoot YukiRi, yang Yukinenya aku buat punya unquired love sama Hiyori dan berakhir NTR hiksu

Kalau berkenan silahkan mampir lho, ada YatoRinya juga hoho (promosi ceritanya)

Fic ini benar-benar terinspirasi saat aku nemu gambarnya si Osama alias si Caesar kucing yang nongol di episode satu itu ngeloncat ke Yato. Saat liat buntutnya aku jadi inget buntut silumannya Hiyori. Aku kira itu ada kesamaan, soalnya bentuknya benar-benar mirip. Terus aku kepikiran ngebuat Hiyori jadi kucing, tapi bukan sembarang kucing. Yatonya aku buat jadi manusia terus aku kepikiran gimana ngebuat dia jadi dewa sesuai dengan di cerita aslinya. Dan akhirnya berhasil, buahahaha... Tercipatalah fic ini... Ne, ne, mulai sekarang mohon dukungannya!

Jaa na...

nyan-himeko