Summary : Sasuke terkenal. Memang. Udah ganteng, pinter, cool, ketua OSIS, pula.

Tapi ada yang paling terkenal dikalangan anak-anak OSIS. Sasuke selalu membawa saputangan. Kemana-mana. Makanya sama anak cowok suka diketawain. Tapi Naruto sebagai sahabat yang baik berusaha meluruskan. Dan inilah ceritanya.

Include : AU, OOC, typo(s), dll,dst

Naruto punya eyang Kishimoto :D


Waktu itu kalau tidak salah saat Naruto dan Sasuke kelas satu SD. Sasuke yang unyu-unyu itu berlari sambil memegang tali ranselnya. Gara-gara ada latihan untuk pementasan, dia jadi terlambat pulang. Padahal dia ingin pulang cepat karena kakaknya janji akan memberi tahu cara menamatkan game kesukaanya.

Ia sampai di gerbang sekolah dan segera berbelok. Karena terburu-buru, ia tidak melihat ada anak di jalur larinya dan, bruk, dalam sekejap mereka sudah jatuh terguling di trotoar.

"Maaf," Sasuke memegang kepalanya dan menoleh ke orang yang ia tabrak.

Anak itu masih terbaring telungkup. Takut-takut Sasuke berdiri dan menghampirinya.

"Kamu gak papa?".

Tiba-tiba saja anak itu duduk, mendangak menatap Sasuke. Wajahnya tertutup poni, dan dari balik poninya, cairan merah mengalir turun.

"Hiaaa!" Sasuke mundur.

Anak itu memegang dahinya, mengusap sedikit cairan merah itu dan melihatnya.

Sasuke segera duduk di depan anak itu, "Maaf, maaf. Biar aku lihat," Sasuke mengangkat poni anak itu untuk memeriksa lukanya.

Dan dua mata besar yang dalam membalas menatap Sasuke. Pemilik mata itu mengerjap, lalu pipinya berubah merah, dan segera berdiri dan menunduk pada Sasuke.

"Maaf, maaf, maaf," ia berungkali membungkuk.

Sasuke ikut berdiri. Di pegangnya pundak anak itu menyuruhnya agar tetap tegak dan sekali lagi menyibak poninya.

"Kata kakakku, kalau luka tidak segera dirawat bisa infeksi. Coba tahan dulu poninya," ia melepaskan pegangannya, membiarkan anak itu menahan poninya.

"Kayaknya tadi aku bawa...Kamu lagi nunggu orang?" Sasuke menatap anak itu.

"Kakak...tapi anak kelas dua belum keluar..." anak itu berbicara pelan.

"Ya udah. Luka kamu harus di cuci dulu, baru di tempel plester," Sasuke menarik tangan anak itu dan membawanya ke deretan keran di pinggir lapangan sekolah.

"Ayo, di cuci dulu," Sasuke berdiri di sebelah gadis itu, menunggunya mencuci muka.

"Kamu bawa tisue?"

Gadis itu mengangguk, lalu membuka tasnya, mencari sebentar dan mengeluarkan tissue.

"Sampai kering. Kakakku bilang, kalau lembab bisa menimbulkan infeksi," Sasuke menunggu anak itu mengeringkan dahinya.

"Sudah? Tahan sebentar poninya. Biar aku pasangkan plester," Sasuke membuka plesternya dan merekatkannya hingga menutupi luka di dahi anak itu.

Sasuke mundur, menyilangkan tangannya, dan memandang bangga plester yang baru saja iya tempel.

"Er...makasih..." anak itu melepas pegangan poninya dan mulai bungkuk-tegak-bungkuk-tegak lagi.

Sasuke memiringkan kepalanya.

"Enggak usah. Kan tadi aku yang nabrak. Ayo. Mungkin kakak kamu udah jemput," Sasuke tersenyum dan menepuk pundak anak di depannya.

"Kakak!" anak itu segera berlari meninggalkan Sasuke. Sasuke menoleh dan melihat anak laki-laki berikat kuda sedang memandang ke arah mereka. Mungkin hanya lebih tua setahun atau dua tahun dari mereka.

"Maaf, nunggu lama ya? Ayah udah jemput kok," mereka mulai berjalan bersama menuju gerbang sekolah.

Sasuke diam di tempatnya memandang mereka yang makin jauh dan menghilang di belokan. Sasuke tersenyum puas, tapi hatinya agak menyesal karena ia lupa menanyakan nama anak itu. Mungkin saja sebagai balasan anak itu akan memberikan sesuatu padanya. Hehe. Tidak boleh gitu ah. Kata kakak harus ikhlas membantu orang lain.

Tiba-tiba di lihatnya sebuah mobil bergerak mundur dan siluet yang turun dari mobil lalu masuk ke dalam sekolah. Anak itu! Ia berdiri di depan gerbang sekolah, lalu pelan-pelan berjalan ke arahnya. Sinar mentari sore membuat suasana semakin hangat. Semilir angin memainkan poninya dan sekali lagi Sasuke melihat mata besar yang dalam itu.

Ia menyodorkan sesuatu. Saputangan.


"Begitulah cerita mengapa Sasuke selalu membawa saputangan kemana-mana. Selain karena sifatnya yang perfeksionis itu," Naruto mengakhiri ceritanya didepan anggota OSIS lain.

"Hoooo." anak-anak OSIS itu berkoor kompak.

"Romantis bangeeet..."

"Dimana anak itu sekarang, Naru-chan?"

"Gak tau. Aku juga udah nyari ke semua kelas tapi gak ada,"

"Kok kamu bisa tahu?"

"Soalnya aku liat sambil sembunyi. Dari mulai dia nabrak sampai senyam-senyum sendiri ngeliatin sapu tagan. Jangan kasih tau si teme ya. Nanti dia ngamuk. Kalo ngamuk serem lho. Bisa makan orang,"

Buak. Tumpukan kertas menghantam kepala Naruto, "Ngamuk soal apa, dobe?". Sasuke datang!

"Katanya ketua suka makan orang," sebuah suara tidak berprikemanusiaan mengucap.

"Katanya si Naruto nguntitin ketua. Sering loh! Ketua nyadar gak dia nguntit dimana aja?" sambung yang lain.

"Ketua pernah ngerasa diintipin gak? Kalo iya kemungkinan si Naruto tuh,".

"Geblek! Kalian bukannya bantuin!" Naruto bersusah payah melepas cengkraman kuat Sasuke.

"Eng...ketua. Berkasnya saya taruh mana?" Hinata masuk dengan setumpuk kecil kertas.

"Bagikan ke yang lain. Semuanya silahkan kembali ke tempat masing-masing," Sasuke meniggalkan Naruto dengan tidak lupa memberikan jitakan di kepala kuningnya yang melahirkan benjol susun tiga yang manis sekali.*loh*.

"Baiklah. Silahkan persentasikan hasil perjalanan kalian kemarin. Mulai dari kamu, Naruto. Sisanya silahkan catat poin-poin penting dan nanti di akhir kita ambil kesimpulan."

Naruto berdiri dengan enggan.

"Hasil penyelidikan saya seorang diri di SMA Shinryuji. Festifal budaya mereka mengusung tema legenda Jepang..."

Sasuke menghelai napas. Ia menopang pipinya dengan tangan kiri dan memandang Naruto dengan kesal.

Sudah lama ia tidak memikirkan soal gadis dan saputangan itu. Bohong sebenarnya kalau alasan dia membawa saputangan kemana-mana gara-gara itu. Bukan. Sebenarnya hanya karena ibunya cerewet soal kebersihan saat dulu rumor flu burung menyebar. Ia diharuskan membawa masker dan saputangan kemana-mana. Mungkin karena kebiasaan, jadi terbawa sampai sekarang. Yaaa, untungnya hal itu tidak berlaku dengan maskernya.

"Rumah hantu mereka...saya tidak mau ingat...mereka...", Sasuke memejamkan mata. Mengingat-ingat.

Sasuke kecil memandang gadis didepannya yang menyodorkan sesuatu. Saputangan.

''Pakai ini. Lutut kamu kayaknya luka..." Sasuke menunduk. Benar. Lututnya luka baret. Dia sampai lupa karena mengurus anak di depannya.

Sebelum sempat berkata apa-apa lagi, anak itu segera berlari masuk ke mobil, menutup pintunya, dan sekali lagi meninggalkan Sasuke.

Hihi. Lucu sekali. Sasuke lalu membuka saputangan barunya itu. Tidak ada nama atau kelas. Hanya ada sulaman kelinci hitam dengan pita kuning. Yaah. Sayang sekali. Baiklah! Harus cepat pulang atau kakak yang pelit tidak jadi membagi ilmunya yang bertuah itu. Sasuke menggenggam saputangan itu dan segera berlari pulang.

"Itu gambar kelinci, ketua?" sebuah suara kecil menyadarkannya dari lamunan.

Hinata menunjuk note Sasuke. Sasuke melihat notenya. Ya ampun. Tanpa sadar ia menggambar kelinci sulaman itu.

"Pasti lucu sekali, apalagi bila warnanya hitam dengan pita kuning," Hinata tersenyum, lalu kembali memperhatikan Naruto.

Sasuke tertegun. Ia memandang Hinata lekat-lekat. Sayup-sayup terdengar suara di kepalanya.

"Hina-chan!" sebuah suara terdengar.

Hina. Nama anak ita Hina. Atau jangan-jangan...Hinata?


INI DIAAAA

buat yang mau cerita dull prince and sleeping beauty itu dilanjutin. :D

Tapi kayaknya gak akan saya jadiin series, soalnya saya suka harkosan orangnya *ngaku*.

haha, pada nunggu mereka jadian ya?

sayang sekali, jalan masih panjang *plak*

maaf ya garing. tapi gara-gara anda-anda, saya jadi bener-bener suka sama pairing ini /x/

kyaa kyaa. maaf kalau rada alay ya.

oh ya, saya mau SNMPTN selasa ini. *terus?*

maaf kalau ada salah-salah.*kebanyakan.*

u_u

di tunggu reviewnya :D

makasih :D