Disclaimer : I don't own Naruto

Attention : AU,OOC,gaje,typo?

If

Part 1 : She's so lucky..

Indigo ku menatap dengan tajam siluet tubuh pria berambut oranye di depanku.

Aku menghela napas.

Kenapa ya,aku harus duduk di belakang pria mesum ini?

Pantas saja,dia,Naruto Uzumaki,menjadi pria dengan peringkat terendah di kelas.

Kerena,tatapannya tak pernah berpaling dari gadis itu. Gadis berambut kuncir satu berwarna pink. Gadis yang bernama lengkap Haruno Sakura.

Aku tertawa sumbang. Kasihan sekali gadis itu. Sungguh gadis yang malang.

Apa sih yang ada di kepala pria berambut oranye itu? Sampai-sampai pelajaran seperti apapun tak pernah ada yang 'nyangkut' di kepalanya.

Aku berdecak.

Biarkan saja si rambut oranye ini di marahi guru Kakashi. Biar tahu rasa!

"Naruto?"

Nah kan! Kena deh si rambut oranye!

"Naruto! Coba kamu kerjakan nomor 38!" tegur Kakashi dengan tatapan tajamnya.

Dari belakang,aku melihat si rambut oranye menggaruk-garukkan kepalanya.

"Hehehe.. Maaf Kakashi.. Aku.. Tidak mengerti.." ucapnya sambil nyengir.

Aku mengernyitkan alisku,kemudian mendengus. Bodoh.

Kakashi terdiam sebentar. Tatapan pria berambut abu-abu itu terlihat kecewa. Ia akhirnya mengedarkan pandangannya. Saat pandangannya bertemu denganku,Kakashi akhirnya menunjukku.

"Hinata-chan,bagaimana dengan nomor 38?" tanya Kakashi sambil menatapku serius.

Aku tersenyum. Tanpa melirik buku sedikitpun,aku pun membuka mulutku. "X+Y=5. Bila X-Y=3,maka X=4 dan Y=1." jawabku sambil menatap Kakashi yakin.

Kakashi mengangguk kagum. "Tepat sekali. Dan,Naruto. Tolong kau contoh Hinata. Mengerti?" ucap Kakashi dengan nada yang sama sekali tak bisa di bantah.

Si rambut oranye mendesah sebentar.

"Mengerti,Kakashi.." ucap si rambut oranye sambil masih melirik Sakura.

Lagi,aku mengernyitkan alisku.

Hei,bodoh. Apanya yang kau mengerti kalau kau saja tak pernah mengalihkan pandanganmu darinya?

* * * * * ooo * * * * *

Aku menatap butiran-butiran air yang berjatuhan ke jendela,kemudian menghela napas.

Hujan ya?

Mataku sesekali melirik ke kanan dan ke kiri. Mencari apakah masih ada murid lain di sekolah ini. Lagi,aku menghela napas saat mengetahui bahwa aku kini hanya sendiri.

Aku menunduk. Kacamata ku melorot. Aku membetulkannya.

Memang sudah semestinya. Aku,memang sudah semestinya berdiri sendiri.

Kaki ku akhirnya melangkah menyusuri lorong sekolah yang kini sudah gelap. Langkahku akhirnya terhenti saat aku mencapai pintu depan sekolah.

Aku menatap hujan di hadapanku. Hari ini mungkin hari tersial ku. Aku,ketua kelas yang selalu membawa hal sekecil apapun bahkan sampai ke jarum dan benang sekalipun,lupa membawa payung.

Aku menghela napas.

Kini aku menunduk dan menatap genangan-genangan air yang diciptakan sang hujan. Tanpa sadar,mataku seolah melihat wajah ibu terpantul di sana.

Seketika,air mata menggenang di ujung mataku. Aku kangen ibu.

Sudah hampir setahun setelah ibu pergi ke surga. Sudah hampir setahun pula,aku,pindah ke Tokyo. Bermula dari pekerjaan ayah,hingga kematian ibu. Kami akhirnya memutuskan untuk pindah ke Tokyo dan membuka lembaran baru.

Kini bayangan wajah ibu menghilang,digantikan dengan bayangan wajah sesosok pria yang sangat ku sayangi. Ayah.

Ayah,Tokyo sangat asing bagi ku. Sekolah baru,lingkungan baru. Aku bingung yah,aku barus bagaimana agar dapat dekat dengan mereka?

Bayangan wajah ayah memudar. Aku tercekat. Kemudian dengan cepat,aku menghapus air mataku. Jangan cengeng!

Aku menatap hujan yang semakin deras. Kemudian menunduk. Menatap butiran-butiran hujan yang terjatuh di ujung sepatu ku,dan membiarkan kacamataku melorot. Lagi.

Aku meringis. Mungkin,aku akan terlambat bekerja hari ini.

Puk!

Sebuah bola berlumur lumpur bergulir pelan dan terhenti di sebelah kaki ku. Aku mengernyit sebentar. Bola?

Sepasang tangan kekar seorang pria tiba-tiba terjulur,kemudian perlahan,pria itu mendekap erat si bola ke dalam pelukannya. Pria itu.. Berambut oranye.. Hah? Oranye?

Aku menganga.

Si pria bodoh!

Merasa di perhatikan,pria itu menoleh ke arahku. Ia tertawa lebar,kemudian melambaikan tangannya ke arah ku.

Deg.

Dengan cepat aku membuang muka ku ke depan. Payah. Payah. Payah. Kenapa muka ku malah memerah?

Aku memegang keningku,berusaha menutupi wajahku yang memerah. Gawat. Kepalaku menjadi pening. Ayolah hujan,berhentilah..

"Belum pulang?" tanyanya lembut.

Aku menoleh ke arahnya. Hampir 2 minggu aku duduk di belakangnya. Dan hampir 2 minggu juga,aku tidak pernah berbicara dengannya.

Aku tertegun sejenak. "Ya" ucapku.

Lagi,dia tertawa. Wajahku seketika memerah lagi. Bodoh. Tidak ada yang lucu!

Puk!

Sebuah jaket hujan tiba-tiba terjatuh. Tepat di atas kepalaku.

Mata ku membola. Jaket siapa?

Saat aku hendak menengok untuk menatap si rambut oranye,sebuah tarikan kuat terasa pada tanganku.

"Pulang yuk!" ucap pria itu sambil tersenyum lebar.

Aku melirik tanganku yang kini berada dalam genggamannya dengan ragu. Namun.. Hangat.

Mataku kini berganti melirik si rambut oranye.

Baju yang basah dan berlumuran lumpur. Tas yang terbuka setengah. Bola yang menyembul keluar. Puh. Bodoh.

Tiba-tiba,pria itu membalikkan badannya. Mata birunya menatapku jenaka. Lagi,dia tertawa. Menciptakan lengkungan pelangi pada matanya.

Aku terpaku.

Kemudian saat ia membalikkan badannya ke depan,perlahan-lahan aku menundukkan kepalaku.

Bodoh.

Hujanpun berjatuhan. Dingin pun terasa membelai kulitku.

Namun,entah mengapa. Aku merasa sesuatu yang hangat mengalir dalam hatiku.

Apa ini?.. Ada apa denganku?..

Aku pun mengangkat wajahku.

Mengapa.. Si rambut oranye ini rela memberikan jas hujannya kepadaku. Tapi kenapa?..

Aku menitikkan air mataku.

Baru kali ini,ada seseorang yang bersikap tulus kepadaku..

Aku akhirnya menundukkan kepalaku. Perlahan,aku menggigit bibir bawahku.

Sebenarnya.. Siapa yang bodoh,Hinata?..

Entah mengapa,kali ini,aku merasa ingin bertukar tempat dengan gadis bernama Haruno Sakura itu.

Kali ini,aku merasa gadis itu sungguh beruntung..

Sungguh beruntung..

* * * * * ooo * * * * *

Aku menimang-nimang jaket oranye milik Naruto di dalam tas ku.

Hari ini,aku harus mengembalikan jaketnya.

Aku menatap si rambut oranye yang kini berada tepat di depanku dengan sejuta perasaan dalam hatiku.

Entah mengapa,kali ini,ada rasa sakit yang ku rasakan saat melihat dirinya menatap gadis berambut pink di meja sana.

Aku tak tau mengapa,tapi baru kali ini aku merasa iri dengan gadis itu. Iri karena hanya gadis itulah yang mampu menyita semua perhatian si rambut oranye.

Dengan mengerahkan semua keberanianku,akupun menyentuh pundak pria itu dengan lembut. Seolah takut menyakitinya.

Puk!

Si rambut oranye menengok. Kemudian menatapku bingung.

"Ada apa ya?" tanyanya,masih dengan penuh kebingungan.

"A.. A.. Aku.. Yang waktu itu.."

Lagi,si rambut oranye mengernyit lebih dalam.

"Kamu.. Siapa?" tanyanya.

Jegerrrrrrrr!

Aku terpaku.

Apakah.. Apakah.. Dia sudah melupakan kejadian kemarin?..

Dengan suara bergetar,aku pun berdeham.

"Ehm.. Aku.. Salah orang.. Maaf.." ucapku sambil berusaha menahan air mataku.

Si pria oranye tersenyum maklum. Kemudian beralih lagi menatap si gadis berambut pink yang kembali menyita perhatiannya.

Aku memegang dadaku.

Sesak..

Sesak..

Tanpa sadar air mataku menetes.

Dengan cepat aku menghapusnya.

Jangan menangis Hinata.. Jangan menangis..

Anggap saja semua ini angin lalu,dan lupakan. Oke?

Aku akhirnya menarik napas,kemudian menegakkan kepalaku.

Namun lagi,indigo ku bertemu dengan sapphire miliknya yang kini sedang menatap sang emerald..

Nyesss..

Aku membuang pandangan ku.

Lupakan?..

Aku terisak.

Coba katakan padaku bagaimana caranya melupakan perasaan hangat itu?..

Aku terisak. Dan semakin lama,air mata itu tak dapat ku bendung lagi..

Lupakan?..

Coba katakan padaku bagaimana caranya melupakan setiap kebaikan hatinya itu?..

Bagaimana?..

Bagaimana cara melupakannya?..

Dengan pedih,akhirnya aku membenamkan kepalaku di dalam jaket oranye miliknya. Membiarkan air mataku menyentuh setiap inci dari sang jaket.

Hei jaket,karena pemilikmu melupakanmu. Apakah aku boleh menjadi pengganti tuanmu?

Sekilas,dengan mataku yang sembab,aku menatap gadis berambut pink itu.

Aku menatapnya lama,sebelum akhirnya berpikir.

She's so lucky..

* * * * * ooo * * * * *

Ehm.. -_- thankyou for reading :'3

Menurut kalian lanjut ga nih? :'3a