Nana's 1st Fanfiction
Park Jimin
Jeon Jungkook
Boyxboy!Yaoi!Jikook!Jim!Seme!
DONT LIKE DONT READ!
Characters bukan punya saya, tapi cerita ini MURNI punya saya!
Lelaki itu berjalan tergesa, setengah berlari. Sedang terburu-buru sepertinya.
Ia membawa beberapa buku tebal ditangannya. Juga terlihat beberapa peluh yang menghiasi wajah tampannya.
'Sudah terlambat,' Gumamnya.
Lorong yang dilewatinya sunyi, hanya terdengar suara gesekan antara sepatu dan lantai marmer yang dipijaknya. Jelas saja, ini sudah pukul tujuh lebih lima belas menit.
Ruangan yang ia tuju masih cukup jauh, ia harus melewati beberapa anak tangga dulu.
Langkahnya semakin lebar kala ia melirik benda berwarna biru muda yang melingkar dipergelangan tangan kirinya.
'Sial, Si tua itu pasti akan memberiku hadiah setelah ini'
Ia menghembuskan nafasnya lega saat dilihatnya ruangan yang ia cari sudah tinggal beberapa langkah lagi.
Menatap ragu pintu cokelat dengan kaca buram dan tulisan yang menggantung diatasnya.
11-A IPA
Mengetuknya, kemudian memegang kenopnya dan membuka perlahan.
Seisi kelas menatapnya, hanya sekilas. Lalu kembali fokus dengan buku mereka, Sudah terbiasa.
Ia berjalan kearah seseorang yang sedang menulis sesuatu di papan tulis.
"Tahu apa kesalahanmu Tuan Park ?" Orang itu bertanya, dengan suara yang pelan tapi cukup untuk menciutkan nyali siapapun yang sedang berurusan dengannya.
Yang ditanya menegakkan kepalanya, kemudian berucap datar.
"aku terlambat lima belas menit Saem,"
Pak tua itu mendecih, meletakkan spidolnya. Kemudian menatap 'anaknya' tajam,
"lima belas menit katamu ?"
Pemuda didepannya menatapnya bingung, kemudian melihat jam di kelasnya,
Tujuh lebih dua puluh lima menit.
Ah, ia baru ingat beberapa menit telah berlalu sejak terakhir ia melihat jam tangannya.
"Maaf Saem, Aku terlambat karena semalam aku tidur terlalu larut-" ujarnya pelan.
'-dan itu karena tugas segunung yang kau berikan'
Pak tua itu mendecih, lagi.
"Saat dimintai alasan kau memang yang terbaik, Park Jimin."
Oh, Park Jimin. Akan jadi monoton jika kita memanggilnya dengan 'anak itu', 'lelaki itu', atau 'pria didepannya'. Dia punya nama bung!
Jimin memutar matanya malas, demi apapun. Kakinya pegal sekarang.
"Jadi apa aku boleh duduk sekarang, Songsaenim ?" tanyanya langsung,
Jimin malu ? Tidak sama sekali. Maaf saja ya, Jimin kan' tidak punya rasa malu.
"Kau boleh duduk setelah aku menyuruhmu," Kata gurunya, menatap seluruh siswa dikelas sebentar, "Silahkan kerjakan soalnya, aku ada sedikit urusan dengan si bocah oranye ini." Lanjutnya.
Jimin mendengus sebal, lelaki tua didepannya ini kapan akan mengambil pensiun ?!
Hey, santai saja Jim. Jangan jadi murid durhaka.
Acara 'Siraman Rohani' akan dimulai, tapi terhenti ketika seseorang membuka pintu.
Jimin menghela nafasnya lega, Dewi Fortuna sepertinya sedang berpihak padanya.
Seluruh kelas tertuju padanya. Bukan, bukan kearah Jimin. Tapi kearah lelaki asing itu.
Mata mereka masih tertuju padanya saat ia sudah berdiri dibelakang Jimin, rupanya si rambut oranye masih tidak menyadari jika ada seseorang dibelakangnya.
"Kau murid baru pindahan dari Busan itu, Benar ?"
"Ah, Iya Saem. Selamat Pagi, maaf terlambat, aku baru melengkapi administrasinya pagi ini, dan aku sedikit kebingungan mencari kelasku." Ucapnya ramah dan sedikit membungkuk.
"Tidak masalah, kau kan' anak baru disini, jadi ya maklum saja kalau terlambat, asal jangan keseringan. Seperti dirinya" Ucap guru itu, sedikit menyindir.
Merasa tersindir, Jimin menolehkan kepalanya,
Tatapan mereka bertemu, dan Jimin merasa ia sudah terbang melayang.
Apakah dia tahu
Apa yang telah terjadi
Semenjak tatapan kita bertemu
Hati ini milikmu
TBC
