Say It ~Thank You~

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Say It ~Thank You~ © Aria Desu

.

Rating : T

Genre : School Life, Drama, (slight) Romance

Pairing: Akasuna Sasori x Haruno Sakura

.

Warning: AU, OOC, typo (maybe)

.

Chapter 1

Shiranai Love*Oshiete Love

(I Don't Know Love*Teach Me Love)

.

.

Musim semi.

Bicara tentang musim semi, semua pelajar pasti memikirkan satu hal yang sama, tahun ajaran baru. Pohon sakura bermekaran menghiasi kota dengan warna merah muda. Sekolah kembali ramai karena kehadiran para murid baru.

Papan pengumuman, tempat dimana kertas pembagian kelas dipampangkan, dipenuhi oleh para siswa siswi yang tidak sabaran. Sebagian bersorak gembira karena dapat sekelas dengan teman lamanya, sebagian yang lain panik karena berpisah kelas.

Di belakang gerombolan siswa siswi yang berdesakan berdirilah seorang gadis dengan perawakan mungil yang menatap tajam ke depan. Rambut yang sewarna dengan kelopak bunga sakura bergoyang lembut karena tertiup angin. Alisnya menukik tajam seolah hampir saling bertautan. Posenya yang berkacak pinggang dan kaki kanan yang mengetuk-ngetuk tanah menandakan sang gadis sedang tidak sabar menunggu sesuatu.

Tidak lama kemudian menyembul keluar sebuah kepala berambut pirang dari kerumunan tersebut. Dengan langkah tergesa sang pemilik rambut pirang tersebut datang menghampiri si gadis pink.

"Aa… tahun ini kita terpisah, Sakura. Tapi aku dan Hinata tetap sekelas haha… lucky!" ucap gadis pirang tersebut.

Gadis pink yang tadi tampak kesal terlihat membuka mulutnya seolah akan mengatakan sesuatu, namun dengan segera Ia kembali menutup mulutnya. Setelah tampak berfikir sejenak Ia pun kembali membuka mulut, "Huh, kau terlihat senang sekali sekelas lagi dengan Hinata. Lagipula siapa yang bilang kalau aku berharap untuk sekelas lagi denganmu, Ino?"

Ino hanya tersenyum penuh arti mendengar kalimat sahabatnya tersebut. Ia tahu benar kalau sebenarnya Sakura merasa kecewa, lihat saja tubuhnya yang mulai bergetar dan matanya yang berkaca-kaca. Memang sejak dulu sahabat baiknya ini sepertinya susah sekali untuk berkata jujur.

"Haha… aku bercanda, Sakura. Kita bertiga sekelas lagi, kok!" ucap Ino sambil mengacungkan kedua tangannya yang membentuk tanda peace.

Dalam sekejap wajah Sakura langsung memerah dan membalikkan badannya, "Ino! Bercandaanmu tidak lucu, tahu!"

"Sudah, sudah, jangan marah-marah terus. Ayo kita cari Hinata dan beri tahu kabar baik ini," kemudian Ino pun menarik tangan Sakura dan berlari mencari Hinata.

-oOo-

Matahari baru saja mencapai puncaknya namun beberapa murid sudah kembali pulang, terutama mereka yang tidak tergabung dengan ekstrakulikuler apa pun. Saat ini seluruh penjuru sekolah sedang dipenuhi dengan murid-murid baru yang berkeliling sekolah dan para senior yang sedang aktif mempromosikan ekskulnya. Mading-mading sekolah dipenuhi dengan pengumuman perekrutan anggota baru.

"Sakura-chan, kau tidak ikut promosi klub baseball?" terdengar suara lembut milik seorang gadis berambut biru tua yang duduk di samping bangku Sakura.

"Ah iya, aku baru saja berencana untuk pergi sekarang. Kalian berdua juga tidak promosi ekskul renang?"

Ino yang sedari tadi menatap ke luar jendela pun membalikkan badannya untuk berhadapan dengan Sakura dan Hinata, "Tentu saja kami akan mulai promosi. Ngomong-ngomong Sakura, bagaimana kabar hubunganmu dengan si Senpai Rambut Merah itu?"

Seketika wajah Sakura berubah menjadi merah padam, "Hu—hubungan apa, Ino! Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan Sasori senpai!"

"Hum… begitukah? Jadi sekarang kau sudah tidak ada hubungan lagi dengan Sasori senpai? Kau sudah tidak menganggap itu sebagai hutang lagi?"

Sakura sedikit tersentak saat mendengar kalimat Ino, "Bukan begitu maksudku. Tentu saja aku masih berhutang padanya…"

Ino menghela nafas panjang, "Haah… satu tahun berlalu dan kau masih belum bisa mengatakan dua kata itu padanya? Lagipula kalau sudah selama ini aku ragu senpai masih mengingatnya, Sakura."

"Ino-chan, jangan bicara seperti itu…" ucap Hinata khawatir kemudian mengalihkan pandangannya pada Sakura, "Semangatlah Sakura-chan, aku yakin kau pasti bisa!"

Sebenarnya sedari tadi pikiran Sakura sudah melayang ke tempat lain, bahkan kalimat Ino dan Hinata tadi tidak didengarnya. Otaknya sedang memikirkan kejadian tahun lalu, saat Ia masih menjadi seorang murid baru di Konoha High School ini. Kejadian itu adalah sebuah kejadian yang menakutkan sekaligus menjadi kejadian yang membuat Sakura terus berhutang pada Sasori hingga detik ini.

"Aku pergi sekarang ya, sampai jumpa besok."

Dengan langkah yang lesu Sakura berjalan menuju pintu kelas dan membuka pintunya perlahan. Perubahan sikap Sakura yang mendadak membuat Hinata khawatir. Ino menatap heran pada sahabatnya itu dan bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkan Sakura.

"Sakura, jangan lesu begitu nanti tidak ada adik kelas yang mau bergabung dengan klub baseball, lho!"

-oOo-

"Ah Sakura akhirnya kau datang juga," terdengar suara sambutan seorang gadis ketika Sakura membuka pintu ruang klub baseball.

"Konan senpai, selamat siang. Maaf aku terlambat," balas Sakura dengan sopan sambil membungkukan tubuhnya.

"Tidak masalah, aku pun belum lama tiba disini. Tapi yang lain sudah pergi dan membagi-bagikan pamfletnya. Sebaiknya kita juga bergegas."

Gadis yang ada di hadapan Sakura saat ini adalah Konan, manager klub baseball selain dirinya. Konan setahun lebih tua dari Sakura dan memiliki penampilan yang sangat menarik sebagai seorang perempuan. Tubuhnya tinggi, rambut birunya yang digulung memperlihatkan leher putihnya, dan sifatnya yang lembut juga menjadi point tambahan. Sangat kebalikan dari figur Sakura yang bertubuh pendek dan terkenal galak. Sakura selalu berusaha untuk mengabaikan perbedaan fisik mereka yang terlalu kentara. Meski begitu Sakura sangat menghormati Konan.

Sakura membuka lokernya kemudian menyimpan tasnya di dalam. Ia mengeluarkan wristband khusus anggota klub baseball dari dalam loker kemudian mengenakannya pada pergelangan tangan kanannya. Setelah merapikan lokernya yang tampak sedikit berantakan, Sakura segera mengambil semua pamflet yang tesisa di atas meja dan segera berjalan meninggalkan ruang klub.

"Sakura, banyak sekali pamflet yang kau bawa. Sini biar kubantu sedikit," Konan menawarkan bantuan pada Sakura dengan ekspresi khawatir. Bagaimana pun tubuh mungil Sakura membuatnya semakin kecil karena tumpukan pamflet yang dibawanya.

"Tidak perlu, Konan senpai. Ini bukan masalah sama sekali, kok."

"Begitukah? Hum… baiklah. Kita promosi dimana ya? Sepertinya yang lain banyak promosi di dekat gerbang sekolah," ucap Konan sambil melirik ke luar jendela dan melihat gerombolan orang-orang yang berpromosi disana, "Bagaimana kalau kita promosi di lapangan saja? Sekalian membantu mereka yang sudah memulai duluan."

"Aa, boleh juga senpai," jawab Sakura sambil mengangguk.

Mereka berdua berjalan di lorong gedung ekstrakulikuler. Sebenarnya Konoha High School terdiri dari dua gedung besar dan satu bangunan luas yaitu aula besar. Gedung yang pertama adalah gedung sekolah, yaitu gedung yang berisikan mulai dari ruangan kelas, UKS, ruang guru, perpustakaan, dan sebagainya. Sedangkan gedung ekstrakulikuler adalah gedung yang dikhususkan untuk ruangan semua ekstrakulikuler, tak terkecuali baseball. Lapangan olah raga berada di antara kedua gedung tersebut.

Ruangan klub baseball berada di lantai dua gedung ekstrakulikuler. Saat ini Sakura dan Konan hendak menuruni tangga, namun karena terlalu banyak pamflet yang dibawa oleh Sakura membuatnya kesulitan untuk melihat anak tangga. Beberapa kali Sakura hampir terpeleset namun masih terselamatkan. Konan sudah menawarkan diri untuk membantu Sakura namun ditolaknya dengan alasan, "Konan senpai sudah membuat design pamflet ini sendirian, setidaknya aku harus bekerja lebih sekarang."

Detik selanjutnya lagi-lagi Sakura hampir terjatuh, namun kali ini Ia terselamatkan karena ada sepasang tangan yang memegangi pundaknya dari belakang. Belum sempat Sakura memutar balikkan tubuhnya tiba-tiba setengah dari pamflet yang dibawanya melayang dari tangannya.

"Membawa pamflet sebanyak itu berbahaya. Setidaknya minta tolonglah pada laki-laki."

Sakura membalikkan tubuhnya dan terkejut saat melihat siapa orang yang baru saja menolongnya tadi. Kakinya mundur satu langkah dan matanya membulat saat melihat pria dengan rambut merah berantakan di hadapannya.

"Sa—Sasori senpai!"

Saat ini di hadapan Sakura berdiri seorang pria berambut merah berantakan,namun rambutnya tertutup sebagian karena topi putih klub baseball. Pria yang dipanggil Sasori oleh Sakura ini berdiri dengan santainya beberapa anak tangga di atas Sakura dan Konan. Tangan kirinya memeluk tumpukan pamflet yang tadi diambilnya dari tangan Sakura.

"Oh, Sasori. Apa yang kau lakukan disini? Kukira kau sedang promosi dengan teman-teman yang lain?" tanya Konan sambil berkacak pinggang.

"Hmm… kau kira aku cocok mempromosikan sesuatu? Aku habis tidur siang di atap gedung tadi," jawab Sasori santai sambil menatap bosan ke arah Konan.

"Jangan bermalas-malasan sendiri begitu, Sasori. Kau harus membantu, ini kan ekskulmu juga. Lihat, Sakura saja sampai berusaha keras begitu."

"Ya… ya…"

Sakura hanya bisa menatap kedua senpainya itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Padahal Sasori bukanlah tipe orang yang mau repot-repot untuk promosi ekskul, namun mengapa tiba-tiba saja Sasori menurut saat diperintahkan oleh Konan? Perasaannya pun sedikit bercampur aduk ketika melihat Sasori dan Konan saling bertatapan dan melempar senyum.

Ada apa ini?

Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menghilangkan perasaan dan pemikiran aneh dalam kepalanya. Memangnya siapa dirinya sampai harus mengurusi hubungan pribadi antara Sasori dan Konan? Hubungan pribadi ya… bicara tentang hal itu, Sakura sendiri merasa Ia memiliki hubungan yang cukup pribadi dengan Sasori. Tapi entahlah, mungkin hanya dirinya yang masih mengingat kejadian tersebut. Lagipula kalaupun Sasori sudah lupa, itu bukan salahnya. Itu adalah salah Sakura karena sudah setahun lebih Ia belum berterima kasih pada Sasori.

Setelah Sakura meyakinkan dirinya, Sakura kembali menatap Sasori dan lagi-lagi matanya tidak dapat lepas dari senpai nya tersebut. Namun kali ini alasannya berbeda. Kedua bola mata emerald Sakura tidak dapat lepas dari rambut merah Sasori, tepatnya pada bagian yang spesifik. Bed hair nya Sasori yang mencuat itu sangat menarik perhatian Sakura. Melihat wajah Sasori yang masih setengah mengantuk dan bed hair tersebut semakin saja menambah kesan baby face nya. Dan tanpa Sakura sadari, tubuhnya sudah bergerak terlebih dahulu daripada otaknya.

Tangan kanan Sakura secara refleks terulur ke arah rambut Sasori dan mengusap bagian mencuat tadi. Otak dan matanya terlalu terfokus pada bagian rambut yang sedang diusapnya sampai-sampai Sakura tidak menyadari tatapan terkejut dari Konan dan ekspresi heran milik Sasori. Sakura masih saja mengelus-elus rambut Sasori sampai bed hair tersebut hilang.

"Umm… Sakura?"

Panggilan akan namanya akhirnya menyadarkan Sakura kembali, barulah Ia tersadar atas apa yang baru saja Ia lakukan terhadap kakak kelasnya. Wajahnya sontak berubah menjadi merah seperti kepiting rebus. Otaknya tidak dapat bekerja dengan normal.

"Aa—senpai… tadi… itu… rambut senpai… aaaaa! Aku pergi ke lapangan duluan ya senpai!"

Tanpa dapat menjelaskan dengan baik, Sakura malah langsung pergi dan lari meninggalkan Sasori dan Konan yang masih tampak bingung. Mereka berdua saling menatap heran karena tidak mengerti kelakuan aneh adik kelas mereka.

"Haha… Sakura sepertinya bersemangat sekali ya hari ini. Ayo Sasori, jangan sampai kalah dari adik kelas!" kemudian Konan pun mulai berjalan menuruni sisa anak tangga dan menuju ke lapangan.

Sasori masih terdiam di posisinya dan mengangkat sebelah tangan untuk menyentuh bagian kepalanya yang tadi diusap oleh Sakura, "Mungkin bed hair ku ya…?"

-oOo-

Dua bulan sudah berlalu sejak tahun ajaran baru dimulai. Saat ini sudah hampir memasuki akhir musim semi dan segala kegiatan sekolah telah berlangsung normal kembali. Termasuk ekstrakulikuler.

Jam telah menunjukkan pukul setengah lima sore. Seluruh murid yang memiliki kegiatan ekstrakulikuler sudah mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing. Di lapangan baseball Konoha High School, team baseball "Wind Blaster", atau WB untuk singkatnya, tengah berlatih keras. Terdapat wajah-wajah baru para adik kelas menghiasi lapangan. Kedua manager WB pun sedang sibuk di pinggir lapangan mencatat kelebihan dan kekurangan masing-masing anggota.

"Kita istirahat lima menit baru nanti latihan dilanjutkan lagi!"

Terdengar teriakan Hidan, kapten dari WB member perintah. Seluruh anggota WB pun langsung berjalan menuju pinggir lapangan, memperebutkan handuk dan sports drink yang telah disediakan oleh Konan dan Sakura.

Sakura melihat Sasori berjalan ke arah sebuah bangku. Ia berniat untuk memberikan handuk pada Sasori. Dengan semangat Ia mulai melangkah, namun Ia kalah cepat dari Konan karena saat ini Konan sudah ada di samping Sasori terlebih dahulu.

"Bagaimana, capek ya?" tanya Konan sambil memberikan handuk pada Sasori yang sedang duduk.

"Begitulah…" jawab Sasori sekenanya.

Langkah Sakura tertahan di tempat. Matanya tidak dapat lepas dari pemandangan kedua senpainya saat ini. Sebenarnya pemandangan seperti ini sudah tidak asing lagi baginya. Ya, sejak tahun lalu pun Sasori dan Konan selalu tampak akrab. Pemandangan seperti ini sudah sering Ia lihat. Namun meskipun beribu-ribu kali Ia melihatnya, tak pernah hatinya bisa terbiasa. Selalu saja ada bagian pada hatinya yang berteriak karena menahan sakit.

"Oi Sakura-chan, boleh minta handuknya?" tanya Deidara, sahabat Sasori, sambil berjalan menghampiri Sakura.

Karena hatinya yang sedang kesal, secara refleks Sakura membalikkan badannya dan menendang Deidara sekuat tenaga, "Ambil saja sendiri, baka!"

"Ugh!" Deidara berteriak kesakitan sambil mengusap perutnya yang tadi terkena tendangan Sakura, "Hei, hei! Apa-apaan kau ini Sakura-chan, kau kira tendanganmu itu tidak sakit?"

"Berhenti memanggilku dengan sebutan 'Sakura-chan'. Kau membuatku geli, senpai."

"Oi, oi! Begini-begini aku senpai mu, lho," ucap Deidara dengan ekspresi mirisnya.

Sakura menatap sengit pada senpai pirangnya itu, "Kalau kau senpai, setidaknya berikan aku alasan untuk menghormatimu, baka."

"Ugh… Sakura-chan, itu tadi… sakit, lho…"

Ditengah ribut-ribut Sakura dan Deidara, ada seorang anggota baru yang menghampiri Sakura.

"Haruno senpai, boleh a—"

"Apa?!" balas Sakura dengan galaknya.

"Aa… tidak jadi, maaf kalau aku mengganggu!" kemudian anak baru tersebut pun langsung lari dan menghampiri teman-temannya.

"Hei manager, jangan galak begitu pada anggota baru. Kasihan mereka belum terbiasa dengan sifat galakmu itu hahaha…" tiba-tiba muncul Hidan dengan cengiran usilnya. Dan kalimat Hidan itu pun mendapat balasan lemparan handuk dengan sekuat tenaga dari Sakura.

-oOo-

Ino dan Hinata menatap dengan ekspresi yang sulit dijelaskan pada orang-orang di sekelilingnya. Selama perjalanannya menuju kantin sekolah hampir semua murid yang berpapasan dengan mereka menunjukkan ekspresi ketakutan atau lari memutar arah.

"Wah, wah, Haruno-san. Sepertinya para adik kelas pun sudah tahu sifat galakmu itu ya," ucap Ino dengan usil.

"Ino-chan, jangan begitu," timpal Hinata.

"Tapi kau tidak mengelak kalau Sakura itu galak, kan?"

"Aa—itu…"

Alis Sakura berkedut mendengar ocehan sahabatnya itu, "Kalian sebenarnya mau mengajakku berkelahi atau apa?" kepalan tangannya sudah siap mengudara kapan saja.

Mereka bertiga celingukan mencari meja yang masih kosong. Setelah menemukan sebuah meja kosong di dekat jendela, Ino dan Hinata menyuruh Sakura untuk menduduki tempat tersebut karena mereka yakin tidak akan ada yang berani melawan kalau sudah ditempati oleh Sakura. Dengan terpaksa Sakura berjalan ke arah meja tersebut dan duduk dengan ekspresi sebal.

Sakura menatap ke luar jendela dengan alis yang masih bertautan, tangan kanannya menopang dagunya. Sejak dulu Sakura memang memiliki meteran tempramen yang, menurutnya, sedikit lebih pendek dibandingkan orang-orang kebanyakan.

Sakura memang terkenal galak sejak masih SD, jadi Ia sudah tidak merasa aneh lagi dengan sikap teman-teman di sekitarnya yang tampak ketakutan terhadapnya. Sebenarnya bukan keinginannya untuk menjadi galak seperti itu, hanya saja Ia sering kali kesulitan untuk mengutarakan apa yang dirasakannya dan ujung-ujungnya melempar barang atau membentak adalah jalan keluarnya.

Sejauh ini yang mengerti dirinya hanyalah Ino dan Hinata. Keduanya sudah menjadi sahabat Sakura sejak SMP. Meskipun mereka berdua, lebih tepatnya Ino,juga sering mengejeknya galak dan sebegainya, tapi tetap saja Ino dan Hinata bisa mengerti dirinya.

Sifat tempramentalnya ini pun sebenarnya menyulitkan Sakura dalam masalah percintaan. Karena sifatnya ini tidak pernah ada laki-laki yang berani mendekatinya. Sebenarnya Sakura tidak masalah untuk hal tersebut, lagipula Sakura bukan tipe gadis yang cepat menaruh perhatian pada lawan jenis. Namun masalahnya adalah sekarang.

Saat ini Sakura memiliki seorang pria yang sudah menyita perhatiannya selama satu tahun terakhir. Pria ini adalah kakak kelasnya yang menjadi alasan dirinya menjadi manager di klub baseball sekolahnya. Ya, Sasori adalah orang yang telah menyita perhatiannya selama setahun kebelakang. Tidak, tidak, konteks perhatian disini bukan dalam artian romantis atau apa pun. Sakura hanya sekedar tertarik, sekian. Oh, tambahkan pula Sakura memiliki hutang budi padanya.

Entah sudah berapa lama Sakura melamun dan entah seberapa banyak pikiran yang melintasi otaknya, Ino dan Hinata masih belum datang menghampiri mejanya. Ketika terdengar suara kursi yang bergeser, Sakura masih cuek pada pikirannya sendiri sampai sebuah suara menyadarkannya.

"Boleh aku duduk disini?"

Dalam sekejap pandangan Sakura beralih pada sosok Sasori yang sudah menarik kursi di sebrang mejanya. Segala hal yang tadi hinggap di pikirannya buyar sudah ketika melihat sosok kakak kelasnya itu. Otaknya menjadi kosong sehingga Sakura tidak tahu harus memberi respon seperti apa pada Sasori.

"Tidak boleh kah?"

Lagi-lagi seperti biasa, tubuhnya bergerak terlebih dahulu daripada otaknya. Mendadak Sakura berdiri dan memukul meja secara bersamaan. "Ah, tentu! Senpai boleh duduk disitu." Sepertinya tubuh Sakura sudah memiliki tombol auto pilot tersendiri.

"Benarkah? Terima kasih."

Untuk beberapa saat keheningan menyelimuti mereka berdua.

"Senpai, apa tidak apa-apa senpai duduk berdua bersamaku seperti ini? Maksudku… kalau Konan senpai melihat bagaimana?"

Sasori mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Sakura, "Konan? Kenapa Konan?"

"Ah… itu maksudku… senpai kan me…nyukai… Konan senpai… kan…" semakin lama suara Sakura semakin kecil. Dengan suara sepelan itu, bahkan Sakura sendiri tidak yakin dirinya mendengar apa yang tadi diucapkannya, apalagi Sasori.

Mendadak otak Sakura menjadi kosong. Ia tidak tahu harus berbicara apa pada Sasori saat ini. Tapi Ia tidak mau hanya berdiam diri saja. Sayang sekali kan disaat ada kesempatan seperti ini hanya dilalui dengan saling berdiam diri. Berbagai topik sudah ada dalam kepala Sakura, namun Ia tidak dapat memilih topik mana yang pas untuk dibicarakan bersama Sasori disaat seperti ini.

Diluar dugaan ternyata Sasori yang membuka pembicaraan terlebih dahulu, "Sakura, kau tidak makan?"

"A—itu…" dalam hatinya Ia tidak tahu harus bersyukur atau harus kesal pada Ino dan Hinata yang belum datang juga sampai detik ini, "Aku menunggu sahabatku, mereka daritadi belum kembali."

"Begitukah? Apa kau tidak lapar? Sebentar lagi jam istirahat siang akan berakhir," tanya Sasori sambil menyuapkan sesendok nasi kare ke mulutnya.

Seperti orang panik, Sakura melambai-lambaikan kedua tangannya di depan dadanya, "Ti—tidak, aku tidak lapar kok sen—" namun sayangnya perutnya berkata lain karena detik selanjutnya terdengar jelas suara perut Sakura yang nyaring. Tidak terbayang betapa malunya Sakura saat ini, wajahnya sudah sangat memerah.

"Lihat kan, kau lapar. Mau coba nasi kare ku dulu? Sambil menunggu sahabatmu itu kembali."

Sakura sempat menolak, namun karena lagi-lagi perutnya berbunyi pada akhirnya Ia menerima tawaran dari Sasori.

"Buka mulutmu. Aaaa…" ucap Sasori sambil mengarahkan sesendok nasi kare ke mulut Sakura.

"Se—se—senpai… aku bisa meminjam sendok dulu aa… itu… ano…"

"Nanti lama lagi. Nurut saja, buka mulutmu," ucap Sasori sambil tersenyum tipis. Lucu juga melihat seorang gadis yang terkenal galak di sekolahnya sampai tergagap seperti itu.

Karena paksaan Sasori akhirnya Sakura menurut. Sakura menerima suapan dari Sasori dan segera mengunyah makanan dalam mulutnya. Sasori hanya tersenyum tipis melihat kelakuan manager nya itu.

Mulanya Sakura tidak bisa merasakan apa pun dari kare yang dimakannya. Bagaimana tidak? Saat ini otaknya lebih terfokuskan pada dirinya yang disuapi oleh Sasori dibandingkan dengan rasa makanan yang ada di dalam mulutnya. Namun semua tidak berjalan lama karena beberapa detik kemudian wajah Sakura tampak semakin merah, lebih merah daripada sebelumnya. Bahkan kali ini wajahnya mengeluarkan keringat yang bercucuran.

"Sakura, kau kenapa?" tanya Sasori khawatir.

Sakura celingukan mencari air minum namun sialnya Ia baru ingat kalau dirinya bahkan belum membeli minum sama sekali. Oh tidak, kali ini Sakura benar-benar tidak bisa berfikir jernih. Karena terlalu panik sampai-sampai suaranya tidak bisa keluar sama sekali. Hanya saja mulutnya membentuk sebuah kata yang diulang-ulang. Air.

Sasori mengerti maksud dari kode Sakura, maka dengan segera Sasori menyodorkan jus jeruknya pada Sakura. Dalam sekejap Sakura sudah menghabiskan isi dari gelas tersebut dan menyimpan gelas tersebut ke atas meja. Sasori memperhatikan Sakura yang tampak sibuk menghirup dan menghembuskan nafasnya agar kembali stabil.

"Senpai! Kenapa tidak bilang kalau kare nya pedas sih!" tiba-tiba saja Sakura berteriak dengan matanya yang berkaca-kaca.

Sasori sempat terkejut karena Sakura yang tiba-tiba berteriak. Matanya membulat seolah-olah melahap sosok Sakura yang ada di hadapannya sekarang. Wajah yang memerah, mata yang berkaca-kaca, dan pipi yang digembungkan. Terlebih lagi tadi Sakura meneriakinya.

"Aa… aku tidak bilang karena kau tidak bertanya…" jawab Sasori cuek karena tidak tahu harus memberi respon seperti apa.

Sakura yang baru menyadari bahwa Ia tadi berteriak pada Sasori langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan terdiam seribu kata. Sakura tidak peduli dengan tatapan aneh yang diberikan oleh seluruh pengunjung kantin, tapi Ia lebih panik memikirkan dirinya yang tadi baru saja meneriaki senpai nya.

"Apa yang kau lakukan Sakura? Kenapa kau malah membentak Sasori?" pikir Sakura dalam hati.

Ditengah kepanikannya, Sakura mendengar suara tawa seseorang. Sakura terkejut saat mengetahui ternyata yang tertawa adalah Sasori.

"Aku kena marah Sakura juga," kalimat Sasori membuat Sakura semakin tidak tahu harus berbuat apa, "Kau tahu, aku selama ini selalu berfikir kenapa rasanya hanya aku yang tidak pernah dimarahi oleh Sakura. Kukira kau membenciku makanya tidak pernah bersikap seperti dirimu yang biasanya di depanku. Tapi bukan berarti aku suka dimarahi ya, haha…"

"Bu—bukan begitu senpai!" secara otomatis Sakura membantah kalimat Sasori, "Bukan… maksudku bukan seperti itu. Aku tidak membenci senpai sama sekali!"

"Syukurlah kalau begitu," kemudian Sasori bersandar pada sandaran kursinya, " Tapi aku tidak pernah tahu kalau ternyata kau tidak kuat pedas, Sakura. Padahal kare ini tidak terlalu pedas, lho."

"Yah, begitulah… sejak kecil aku memang tidak kuat makan pedas sama sekali, ahaha…" jawab Sakura sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Tiba-tiba saja Sasori mengulurkan tangannya ke kepala Sakura kemudian mengelus-elus kepalanya.

"Ini sebagai ganti yang waktu itu. Sekarang kita impas kan?"

Bel pun berbunyi, tanda istirahat siang telah berakhir. Sasori segera menghabiskan nasi karenya yang tinggal beberapa suap lagi kemudian pamit pergi ke kelas. Dan pada akhirnya Ino dan Hinata tidak datang ke meja Sakura.

Sakura menyentuh kembali bagian kepalanya yang tadi disentuh oleh Sasori. Kenapa jantungnya berdetak cepat seperti ini?

.

.

To be continue…

.

.

Author's note: Halo minna-san! Aria kembali lagi dengan fanfic SasoSaku hoho… ide ini gak bisa lepas dari kepala jadi Aria ketik deh ._. Niat awalnya ini buat oneshot, tapi kepanjangan jadi Aria potong deh setengahnya haha… disini bener-bener masih perkenalan(?) doang jadi masih gaje ceritanya. Mudah-mudahan chapter depan bisa lebih baik XD

Seperti biasa judul chapter Aria ambil dari lagu. Kali ini judulnya Shiranai Love*Oshiete Love lagunya lily white. Ada yang tahu lily white? Itu tuh sub group dari Love Live Muse XD Aria suka banget sama Love Live! Lagunya enak kok. Ada suara Mimorin, Kussun, sama Rippi. Kapan-kapan coba denger ya!

Sampai bertemu di chapter depan!

Dimohon review nya ya senpai-tachi XD Bukan flame nya o3o See you next chapter!