Tittle: Kenapa?
Author: Hime Putri Akira137
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Hurt/comfort, Romance, Slice of Life, Family, Angst.
Pairing: SasuNaru, ItaKyuu, NajiGaa, ShikaKiba slight SasuNaruko.
Rate: M
Warning: Yaoi, BL, perkataan yang vulgar, kekerasan hingga membuat tokoh sedikit trauma, dan ada beberapa adegan penyiksaan.
Summary: Naruto tidak tau kenapa dia terlahir, yang dia tau adalah kehidupannya bukan untuknya tapi untuk kembarannya. Semuanya telah dirampas, kehidupannya, hartanya, organnya, dan kekasihnya. Tapi saat dia tau kenapa dia terlahir, kebencian akan keluarganya tidak pernah dia lupakan.
Note: setelah menentukan hasil dari voting yang berkepanjangan, akhirnya Hime memutuskan untuk membuatkan fanfic ini semoga yang baca mengerti akan kehidupan sesungguhnya. Oke happy reading readers ^^
Don't like don't read
.
.
.
Kaki dan tangannya terikat seperti seseorang yang sedang ditawan tidak membiarkannya lepas dengan mudah, tangannya hanya bisa mengepal dengan kesal melihat kelakuan wanita yang dia anggap ibu baginya, tapi dapatkah dia memanggil panggilan itu lagi saat kedua orang tuanya mengikat kedua tangan dan kakinya tanpa rasa kasihan. Mengikatnya seperti layaknya hewan buas yang siap mengamuk kapan saja.
Tidak lama datanglah seorang lelaki dengan pakaian dokternya membawakan suntikan yang teramat tajam, yang siap menembus kulit tannya dan mengeluarkan cairan, mengarahkan jarum suntik itu tepat dilipatan tangan kanannya yang terikat.
"Jangan! Lepaskan aku! Tidak, aku tidak pernah merelakan organ dan darahku diambil gadis sialan itu!" Kepalanya menggeleng keras, air matanya meleleh tanpa tersisa, membiarkan semua emosinya dia tumpahkan pada air mata yang turun membasahi pipi tannya.
"Diamlah kau, seharusnya kau tidak memanggil kakakmu seperti itu!" Wanita itu terlihat marah saat pemuda itu memanggil gadis itu dengan sampahnya.
"Kau, ibu yang paling buruk yang pernah melahirkanku, kelakuan kalian tidak akan pernah aku lupakan!" Matanya mendelik tajam menatap wajah cantik wanita itu dengan kesal, dia tidak terima akan perlakuan wanita itu kepadanya.
Tepat diruangan inap Rumah Sakit Konoha terlihat seorang pemuda sedang diikat dengan kencangnya agar tidak lari, membuat siapa pun prihatin melihatnya. Sementara disampingnya ada seorang gadis sedang tertidur akibat suntikan dari bius yang dia rasakan, membiarkannya tertidur dengan lelapnya untuk sesaat.
"Tidakkah kau kasihan pada kakakmu, dia dari lahir cacat sebagai adiknya yang sempurna, kau harus memberikan apa yang tidak dia milikki?" Wanita itu menatap wajah putrinya yang tertidur pulas tepat dibankar samping pemuda itu, tak terbendung air matanya meleleh begitu saja saat melihat wajah damai anak perempuannya dalam pengaruh obat bius.
"Lalu, kenapa aku yang harus mengalah?" Kata pemuda itu berhenti mengamuk, terisak dengan pelan merasa kehidupannya tidak pernah damai. Keadilan yang tidak pernah dia dapatkan dari kedua orang tuanya yang selalu lebih mementingkan saudari kembarnya daripada dirinya.
"Dokter, ayo lakukan? Sudah saatnya kita mengambil organ bola matanya!" Kata wanita itu menatap seorang dokter yang memakai masket dimulutnya dan tangannya, sedang memegang jarum suntik yang siap menembus permukaan kulit pemuda itu.
Pemuda itu menatap dengan ketakutan merasa semuanya hanya kesialannya yang berkepanjangan, perlahan jarum itu menusuk tangannya dan membiarkan bahannya mulai mempengaruhi pandangannya yang mulai memudar.
"Jangan- Sasuke" pemuda itu kemudian tertidur, merasakan pusingnya dikepalanya, hal yang terakhir dia dengar adalah sorak senang ibunya.
Sementara diluar ruangan terlihat seorang pemuda sedang menangis dipelukan kekasihnya, terisak dengan diam menatap adik tersayangnya lewat jendela kaca yang transparan, dia tidak pernah mengerti kenapa dunia sangat tidak adil terhadap adiknya, kenapa harus adiknya yang harus menyempurnakan kembarannya yang hanya dapat meminta tanpa memperoleh dengan sendiri.
"Katakan, kenapa harus Naruto yang melakukan ini? Kenapa Itachi? Kenapa mereka begitu kejam pada adikku?" Katanya menangis dengan menjadi-jadi, tangannya tidak dapat diam sesekali memukul dada bidang kekasihnya untuk meluapkan semua emosinya.
"Sudahlah Kyuubi tenangkan dirimu, ayo kita harus pergi. Sudah saatnya kita menemui seseorang?" Kata sang kekasih mengajak sang terkasih untuk pergi dari tempatnya.
"Baiklah...!" Katanya berbalik melihat dibalik kaca bening itu, sosok adik kesayangannya sedang tertidur dan melakukan sebuah operasi perpindahan organ mata.
"Kita rahasiakan ini dari Sasuke? Aku tidak ingin dia tau akan hal ini?" Kata pria itu beranjak pergi meninggalkan tempat setelah mendapati anggukan.
Terlihat sepasang iris onyx menatap penuh penasaran akan apa yang terjadi didalam ruangan yang baru saja ditinggalkan dua orang pemuda yang pergi dengan duka mendalam.
.
.
Selesai dari operasi dan tersadar dari tidurnya membuatnya diam bergeming dari tempatnya, menatap kosong kedepannya merasa pikirannya lebih menarik daripada dua orang yang kebingungan menatapnya.
"Naruto, bangun. Hei Naruto?" Panggil seseorang membuat pemuda itu menoleh untuk melihat siapa gerangan memanggilnya.
Naruto Namikaze menoleh kearah samping kirinya, melihat kedua sahabatnya, Kiba Inuzuka dan Gaara Sabaku sedang duduk dengan kebingung, apa yang telah terjadi padanya.
"Gaara, Kiba?" Naruto mencoba untuk duduk dari rebahannya, mereka hanya bisa melihat betapa menyedihkannya sahabat mereka yang satu ini.
"Naruto, lebih baik kau istirahat!" Kata Kiba menatap sang sahabat dengan iba, melihat betapa sedihnya keadaan sahabatnya sekarang, kesempurnaan yang telah direbut paksa.
"Tidak Kiba, mataku, wanita itu telah mengambilnya! Kuso, apa artinya aku hidup jika kesempurnaanku hanya untuk diambil dan diberikan kepada wanita itu?" Kata Naruto menundukkan kepalanya dengan sedih, betapa terpukulnya dia sekarang, kenapa tidak ada yang mengerti akan keadaannya sekarang.
"Kami tau Naruto, bersabarlah kami tau bagaimana perasaanmu sekarang!" Kata Gaara merasa benar-bensr kasihan pada sahabatnya yang satu ini. Mengerti akan posisinya yang tidak menguntungkan.
"Lalu, Sasuke apakah dia tau keadaanku?" Tanya Naruto pada dua sahabatnya yang hanya menggeleng kepala pelan.
"Sesuai dengan keinginan dari Kakak Itachi kami harus tutup mulut!" Kata Kiba menatap keadaan sahabatnya yang kondisinya yang akhir-akhir ini sering jatuh. Membuatnya prihatin dan terpukul.
"Aku tidak mau berada disana lagi, aku tidak mau tinggal disana lagi, aku harus pergi dari sana?" Kata Naruto menatap kearah jendela menungusap pelan mata kirinya yang telah tidak ada.
"Kau tidak dapat melakukannya, Naruto bukannya kau tau mereka akan mencarimu lagi saat Naruko dalam keadaan buruknya!" Kata Kiba melihat kearah mata kiri Naruto yang dililitkan oleh perban.
"Tapi setidaknya ada Kak Kyuubi yang membelaku walaupun dia tidak dapat melawan mereka, entah apa jadinya jika tubuhku ini hanya untuk wanita itu?" Kata Naruto menundukkan kepalanya dengan sedih, meratapi nasibnya yang sangat menyedihkan.
"Kami akan selalu mengunjungimu Naruto, kami harus pergi masih banyak kegiatan yang harus kami lakukan!" Kata Kiba merasa berat untuk meninggalkam sahabat yang sedang kesusahan.
"Baiklah kalian harus hati-hati, jika bertemu Sasuke sampaikan padanya bahwa aku merindukannya!" Kata Naruto menundukkan kepalanya dengan malu.
"Tentu saja, Gaara akan menyampaikannya ya kan!" Kata Kiba membuat Gaara terkejut mencoba protes dengan usulan dari Kiba.
"Terima kasih!" Kata Naruto menundukkan kepalanya merasakan betapa kosongnya organ mata kirinya.
Gaara hanya bungkam saat melihat wajah sedih itu lagi, mungkin dia dapat menyampaikannya bersama kekasihnya nanti atau meminta sampaikan.
Naruto menatap kepergian kedua sahabatnya, entah bagaimana nasibnya nanti saat sudah berada lagi di rumah yang bagaikan penjara baginya, Naruto menatap kebebasan tepat didepannya, melihat burung yang mengepakan sayapnya dengan indah, mengitari langit lepas dengan sayapnya yang lebar. Dapatkah Naruto melakukan apa yang dapat dilakukan burung-burung kecil itu. Harapan yang terlalu mustahil terjadi.
"Mungkin suatu saat nanti aku akan bebas dari penjara itu untuk selamanya, tidak akan ada yang namanya penyiksaan dan tidak ada lagi yang mengambil kesempurnaanku!" Kata Naruto menundukkan kepalanya dengan sedih, tersenyum kecut akan kerasnya dunianya yang tidak pernah adil dengannya.
Dijendela kaca tempat Naruto berbaring itu terlihat sepasang onyx menatap Naruto dengan sedih, hanya dapat melihat dari kejauhan tidak dapat menolong atau pun membantu. Kemudian dia beranjak pergi meninggalkan tempatnya dengan berat hati.
.
.
Terlihat seorang gadis sedang tersenyum senang didepan cermin memutar tubuhnya melihat kesempurnaan yang telah dia milikki sekarang, sang ibu yang melihatnya hanya diam merasa senang melihat perubahan anak perempuannya yang lebih baik dari yang dulu.
"Ibu lihat sekarang aku dapat melihat dengan jelas!" Kata gadis itu berbalik melihat sosok ibunya yang hanya mengangguk tersenyum senang.
"Tentu saja, kau adalah bidadari Naruko dan kau harus sempurna layaknya bidadari!" Kata wanita paruh baya itu tersenyum lembut pada putrinya yang terlihat sangat senang dengan apa yang telah dia dapatkan.
"Che. Bidadari, tidak ada yang namanya bidadari yang mengambil organ mata seseorang untuk kesempurnaannya sendiri, kau lebih pantas disebut iblis daripada bidadari!" Kata seseorang membuat gadis itu menunduk sedih.
"Kyuubi diamlah, tidak seharusnya kau berkata seperti itu!" Kata wanita itu berdiri dari duduknya mendekati sang putri untuk menenangkannya.
Kyuubi Namikaze hanya memutar matanya malas melihat wajah adiknya yang mengeluarkan air mata. "Heh. Air mata buatan, pantas saja kau dilahirkan dalam keadaan tidak sempurna!"
Kushina Namikaze mendengar perkataan yang tidak senonoh dari putra sulungnya mulai naik darah, merasa tidak pantas anaknya diolok-olok seperti itu.
"KYUUBI!" Teriak Kushina menatap tajam Kyuubi yang hanya diam menatap lebih tajam.
"Ya sudah, lebih aku baik pergi terlalu lama disini akan membuat semua adegan menjadi penuh drama!" Kata Kyuubi beranjak pergi dari ruangan tersebut tanpa mendengar perkataan ibunya yang terus berkata berhenti.
"Sudahlah, Naruko sayang biarkan dia, mungkin dia sedang banyak masalah di sekolahnya!" Kata Kushina mengelus surai rambut sang anak dengan lembut, mencoba menenagkan sang anak dari kesedihannya.
Naruko Namikaze melihat kakaknya sudah pergi tatapannya mendelik kesal akan sikap kakaknya yang selalu mengolok-ngoloknya tidak sempurna, padahal berbagai cara telah dia lakukan untuk menjadi orang yang terlihat sempurna dengan mendapatkan organ bola mata dari adik kembarnya.
'Naruto kau masih saja memperdayai mereka' batin Naruko kesal mengingat sebuah nama yang akan dia siksa nantinya.
.
.
Terlihat seseorang tengah berkumpul disebuah ruangan yang teramat gelap hanya menampil sepasang mata mereka yang tajam.
"Bagaimana, informasi apa yang kalian dapatkan untukku?" Tanya seorang pria dengan suara yang teramat berat, menatap dua orang yang berada tepat didepannya.
"Sesuai dari yang kami dapatkan, gadis itu menyidap beberapa penyakit dan mengharuskan dia yang menjadi korbannya!" Katanya memberikan dokumen yang ada ditangannya.
"Dan salah satunya adalah istrimu, dia merupakan korbannya, sudah banyak cara yang dilakukan mereka untuk menyembuhkan anak gadis itu. Lalu setelah mendapatkan kecocokan, mereka pun berhenti sementara waktu mencari korban!"
"Cukup, pertemuannya selesai!"
Setelah mendengarnya, mereka pun akhirnya beranjak pergi dengan melanjutkan kegiatan mereka seperti biasanya. Seperti halnya tidak terjadi sesuatu.
"Kuso. Mereka hanya memanfaatkan anak itu dan istriku!" Kata pria itu menggenggam erat sebuah poto yang ada ditangannya. Menatap kesal dengan hati yang terpukul dan marah.
.
.
Saat malam tiba kebanyakan orang lebih memilih tidur berselimutkan pelukan hangat, tapi tidak semua orang yang berada di rumah ada beberapa sebagian orang bekerja paruh waktu pada malam hari. Terlihat seorang pemuda dengan memakai jaket oranyenya, menyeret kakinya tanpa alas menuju suatu tempat yang tidak dia ketahui, menyeret kakinya yang lelah tanpa sebuah tempat dan tujuan.
Kemanakah dia harus pulang, dia ingin pulang bukan mendapatkan siksaan dan pukulan lagi, dia ingin pulang dengan damai dan tenang disambut dengan hangat oleh keluarganya. Tapi semua itu hanyalah angan yang ada dikepalanya, terbang tertiup angin yang seketika menghilang tanpa jejak.
Perlahan dia duduk dikursi yang ada didekat sebuah jalanan koridor, menatap dirinya yang terlihat menyedihkan. Perlahan tangannya dia sentuh kearah organ matanya yang kosong dan hampa tidak mempunyai kehidupan lagi, masih dililitkan perban yang menutupi kecacatan itu.
"Kemana aku harus menuju?" Kata Naruto pada dirinya sendiri, dia tidak ingin terus-terusan menjadi sasaran kekurangan dari kakak kembarnya yang tidak tau diri. Dia ingin bebas menatap langit lepas, memandang indahnya matahari terbit dan tenggelam.
Naruto mengeluarkan handphonenya dari saku celananya, saat di rumah sakit dia secara diam-diam melarikan diri dengan meninggalkan sepucuk surat yang akan membuat mereka terkejut nantinya. Naruto melihat nama kakaknya dan kekasihnya tertera dilayar handphonenya, sudah banyak telpon tidak dia jawab dari kekasihnya.
"Maaf, aku harus menghilangkan jejakku!" Kata Naruto menatap sedih layar handphonenya dan membuangnya ke tempat sampah terdekat.
Kembali berjalan menuju sebuah tempat yang tidak ada ujungnya, mencari sebuah jalan dan arah yang tidak menentu. Penat rasanya tapi dia tidak boleh menyerah atau membiarkan dirinya tertangkap lagi untuk kedua kalinya.
Keluarga yang selalu Naruto dambakan selama ini yang dia inginkan telah terkabulkan, tapi sekarang Naruto menyesalinya, merasa tidak ada gunanya dia terlahir didunia ini jika hanya untuk memberikan kesempurnaannya pada kembarannya yang hanya bisa memfaatkannya, juga kedua orang tuanya yang hanya bisa menyiksa saat tidak menuruti perkataan mereka.
"Naruto!" Panggil seseorang membuat Naruto menoleh kekanan dan kekiri, mencari seseorang yang tadi memanggilnya tadi. Suara yang terdengar familiar ditelinganya.
"Naruto, aku disini!" Terlihat seorang wanita menyentuh bahu Naruto dengan pelan, berdiri tepat didepannya dengan senyum menyapa dibibirnya.
"Bibi Shizune!" Kata Naruto melihat wanita yang sudah lama tidak dia jumpai, wanita hidup dengan kerasnya berjualan seorang diri untuk kehidupannya.
"Apa yang kau lakukan disini? Ayo ikut aku, disini dingin!" Ajak wanita itu kepada Naruto yang hanya mengangguk pelan
"Terima kasih tapi aku tidak bisa lama-lama disini!" Kata Naruto mempererat jaket yang dia kenakan, tubuhnya sudah biasa kedinginan baginya ini tidak sebanding dengan rasa sakit pada mata kirinya.
Shizune berhenti dari jalannya melihat keanehan dari pemuda didepannya, dia tau akan kerasnya hidup Naruto sebagai seorang yang sempurna daripada sang kembaran.
"Are. Kenapa, ikutlah ke rumahku, aku tidak akan mengatakan pada keluargamu bahwa kau ada di rumahku!" Kata Shizune tersenyum pada Naruto, mencoba mengajak Naruto pergi ke rumahnya agar dapat berteduh sementara waktu.
"Baiklah, jika kau memaksa!" Kata Naruto mengikuti jalan Shizune yang pergi kesebuah rumah yang tidak jauh dari jalan mereka.
Naruto tau apa yang dikatakan wanita didepannya ini tidaklah main-main, tapi hatinya berkata lain ada sesuatu yang janggal dari wanita paruh baya itu, mungkin saat tengah malam nanti Naruto akan pergi lagi mencari sebuah tempat yang aman baginya, tidak ada yang dapat menyiksa atau memaksanya lagi menyerahkan kesempurnaannya yang sebagian hampir hilang. Iya, tidak akan ada lagi yang mengambilnya lagi.
.
.
Kyuubi Namikaze memasukki ruang inap yang ditinggali Naruto, membukanya lalu melihat kearah kasur pasien yang tidak ada orangnya kemanakah adiknya pergi hanya menyisakan selimut dan bantal tanpa orangnya. Mencoba mencarinya hingga ke kamar mandi.
"Naruto?" Kata Kyuubi kebingungan melihat adiknya tidak ada ditempat, seharusnya jam seperti ini adiknya telah tertidur lelap, setelah selesai operasi adiknya harus banyak istirahat.
"Kemana Naruto? Itachi!" Teriak Kyuubi, tidak lama datanglah seorang pemuda yang berpaut beberapa tahun lebih tua, datang dengan tergesa bersama seorang dokter.
"Ada apa Kyuubi?" Tanya pemuda itu melihat wajah Kyuubi yang gelisah dan ketakutan.
"Naruto, dia tidak ada disini?" Kata Kyuubi mengelus lengannya, kebingungan dengan apa yang telah terjadi sekarang, adik kecilnya menghilang tidak ada ditempatnya tidur.
Itachi Uchiha terkejut mendengar pengakuan Kyuubi, bagaimana bisa Naruto hilang bukannya penjagaan diluar sangatlah ketat tapi bagaimana jejaknya bisa tidak ditemukan.
"A-apa, ck kuso!" Itachi berdecak kesal, berpikir keras apa yang dapat dia lakukan sekarang.
"Aku akan memanggil keamanan untuk hal ini!" Kata sang dokter beranjak pergi meninggalkan dua pemuda tersebut.
"Itachi lacak handphonenya!" Kata Kyuubi membuat Itachi tersadar dan langsung mengeluarkan handphonenya dengan terburu-buru, mencoba menghubungi bawahannya agar bisa melacak handphonenya.
"Aku akan menelponnya!" Kata Kyuubi mengambil handphonenya dan menghubungi Naruto yang sedari tadi belum mengangkat telpon darinya.
.
.
Rumah yang hangat dan nyaman, sangat pas dengan keadaan Naruto sekarang, rasanya dia tidak ingin beranjak pergi tapi dia harus nantinya, firasatnya mengatakan hal buruk. Selesai menyantap sup hangat dan roti hangat yang membuat perutnya terasa penuh akan berbagai makanan yang lezat dia nikmati dari wanita baik itu.
"Ini pakiannya, kau bisa tidur di kamar sebelahku!" Kata Shizune memberikan sepasang pakaian kepada Naruto yang hanya mengangguk pelan.
"Terima kasih, kau baik sekali!" Kata Naruto mengambil pakaian yang diberikan oleh Shizune, lalu beranjak pergi ke kamar mandi untuk mengganti pakaiannya.
Shizune melihat handphonenya bergetar menandakkan ada sebuah pesan masuk, membukanya, membacanya lalu membalas isi pesannya agar memberikan pengharapan yang pasti pada sang penerima pesan.
"Naruto, kau bisa tidur sekarang, jika ada apa-apa panggil saja aku?" Kata Shizune beranjak pergi dari tempatnya menuju kamarnya, tepat disamping kamar yang akan ditiduri Naruto.
"Iya, terima kasih!" Kata Naruto berjalan menuju kamarnya yang telah disiapkan Shizune untuknya.
Naruto tau bahwa Shizune membohonginya tadi dia melihat wanita itu mengirim sebuah pesan kepada kakaknya Kyuubi dan ini membuat hatinya gelisah, dia tidak ingin pergi lagi ke rumah yang penuh akan siksaan itu lagi.
Perlahan Naruto membuka baju dilengannya, terlihat jelas bekas luka dari pecut yang digunakan ayahnya karena melawan perminataannya, Naruto tau jelas bagaimana rasanya. Rasa itu masih berbekas sampai sekarang membuatnya takut untuk pulang lagi ke rumah itu.
.
.
Saat tengah malam tiba membuat semua orang kembali mengeratkan selimut mereka agar tubuhnya tetap hangat dibawah selimut tebal. Namun Naruto terbangun dari tidurnya beranjak dari kasur yang dia tiduri, dia tidak bisa lama-lama disini keadaan semakin menakutkan dia harus lari dari ketakutannya sebelum semuanya runyam menjadi malapetaka baginya.
Sebelum beranjak pergi Naruto menyelipkan sepucuk surat kebawah bantal yang dia tiduri, lalu dengan hati yang terluka Naruto mengambil jaket oranyenya dan pergi tanpa pamit.
Diluar sangat dingin membuat Naruto mengeratkan pelukannya, dia bersyukur Shizune memberikannya pakaian yang tebal jadi dia bisa menghangatkan diri untuk sementara waktu. Kemana kakinya melangkah, arah mana dia harus menuju tidak ada lagi tempat yang akan membuat kakinya melangkah.
Semua jalanan telah sepi tidak ada seorang pun disini hanya ada lampu yang menggiring jalannya menuju sebuah tempat tanpa tujuan, tatapannya sendu, kemana kekasihnya kenapa tidak mencarinya, meskipun dia berharap tapi itu terlalu mustahil akan terjadi, kekasihnya tidak tau apa-apa akan keadaan dirinya yang pergi lagi dari rumah.
"Sasuke.. hikss.. kau dimana? Kenapa tidak mencariku?" Naruto terus berjalan dengan air mata mengalir dipelupuk matanya, mulutnya terus mengucapkan nama kekasihnya yang tak kunjung mencarinya.
"Apakah benar kau.. hikss.. telah dimilikki oleh Naruko?" Benci rasanya saat semuanya hampir direbut oleh kakak kembarnya, semuanya telah direbut. Begitu juga kekasihnya.
"Sasuke.. aku merindukanmu!" Naruto terus berjalan menyeka air matanya yang berlinang membasahi pipinya.
Kakinya terus berjalan tanpa tujuan namun penuh harapan, dia berharap tidak akan ada orang yang menemukannya seperti ini, keluarga atau kakaknya atau pun orang-orang suruhan dari ayahnya yang pasti akan membawanya secara paksa menuju rumah itu lagi.
"Itu dia!" Kata seseorang membuat Naruto berbalik, matanya menyipit seperti familiar dengan pakaian dan wajah orang itu.
"Orang suruhan!" Naruto langsung berlari kencang saat dia tau siapakah orang-orang itu, dia tidak ingin kembali dan terkurung lagi ke dalam penjara laknat itu, dia lelah menunggu.
"Cepat kejar!" Kelima orang berpakaian hitam itu berlari mengejar Naruto, tidak membiarkan Naruto lepas dari penglihatannya.
Naruto terus berlari melewati rumah-rumah yang sunyi, mencari sebuah jalan agar bisa lepas dari tangkapan suruhan ayahnya ini. Lalu berharap agar dia tidak tertangkap lagi, dia harus lolos dari kejaran orang-orang jahat itu karena dia tau bahwa semuanya akan kembali terulang lagi.
.
.
.
"Hah.. hah.. hah.. hah!" Naruto pada akhirnya dapat bersembunyi dari lima orang suruhan ayahnya, mungkin pelariannya dari rumah sakit telah menyebar hingga melibatkan orang suruhan dari ayahnya itu, ini resiko yang dia dapatakan jika berani melawan kedua orang tuanya.
"Kemana dia?" Naruto terbelakak saat mendengar suara dari lima orang suruhan ayahnya itu, dengan nafas masih menderu Naruto menutup mulutnya rapat-rapat dengan tangannya.
Bersembunyi tepat didalam gang yang sangat gelap, berharap tidak ditemukan oleh orang lain atau dia akan bermasalah lagi dengan kedua orang tuanya yang tidak pernah mengenal kata kasihan.
"Jangan-jangan dia lari kesana!" Naruto semakin terkejut saat suara itu semakin mendekat kearahnya, apa yang harus dia lakukan sekarang. Jika dia lari masih sempat tapi berakhir dengan tertangkap. Tapi jika tetap disini, persembunyiannya dia pasti akan diketahui.
Keringat dingin mulai turun dari pelipisnya, berharap persembunyiannya tidak dapat diketahui oleh orang suruhan ayahnya itu, entah hukuman apa lagi yang akan dia dapatkan nantinya saat sudah berhadapan dengan ayahnya.
Greb.
"Hwaa-hmpp!" Naruto terbelalak saat tubuhnya ditarik dengan paksa dan mulutnya ditutupi sebuah tangan besar. Apakah persembunyiannya telah diketahui, ini gawat jika sudah tertangkap seperti ini maka dia harus siap-siap untuk bermasalah dengan kedua orang tuanya.
"Stt... jangan bergerak atau pun berteriak jika tidak mereka akan mengetahui keberadaanmu!" Kata orang itu berbisik pelan membuat Naruto mengangguk pelan.
"Ck. Dia menghilang ayo pergi kita harus melapor!" Kata salah satu dari mereka berdecak kesal, saat target menghilang tanpa jejak didalam kegelapan.
Lima orang itu kemudian beranjak pergi dengan perasaan kesal, tidak membawa sang target. Melihat keadaan sudah aman dan kelima orang berpakaian hitam itu telah pergi, akhirnya Naruto dan orang misterius itu keluar dari persembunyiannya.
"Paman Obito!" Kata Naruto melihat seorang pria didepannya, terlihat familiar dan sangat dia kenal, suami dari bibinya.
"Hai Naruto, kenapa suruhan ayahmu bisa mengejarmu kesini?" Tanya pria itu dengan penasaran melepaskan jubah yang dia kenakan dan memasangkannya pada Naruto.
"Aku kabur dari rumah!" Kata Naruto menundukkan kepalanya dengan sedih membuat pria itu sedih melihat wajah Naruto.
Obito Uchiha tidak tahu apa yang membuat Naruto kabur dari rumah, baginya semuanya sama lari dan tertangkap lagi seperti bulan lalu. Saat itu Obito melihat Naruto ditangkap oleh orang berpakaian hitam dan dimasukkan kedalam mobil dengan paksa, Obito tidak dapat membantu, mungkin bukan sekarang.
"Bagaimana kalo kita ke rumahku, malam ini Rin memasak banyak untukku!" Kata Obito membuat Naruto berpikir lagi, hatinya gelisah bagaimana kalo pamannya ini mengatakan hal yang sebenarnya seperti bibinya itu.
"Aku janji padamu Naruto, aku tidak mengatakan pada siapa pun kau ada di rumahku!" Kata Obito sepertinya bisa menebak apa yang dipikirkan pemuda didepannya itu, terlihat dari wajahnya yang sedih dan bimbang memilih keputusan.
"Baiklah, tapi aku tidak mau ke rumah itu lagi!" Kata Naruto menatap Obito berharap keinginannya yang mudah ini terpenuhi.
"Baiklah, ayo kita pergi seharusnya kau tidak disini!" Kata Obito mengajak Naruto beranjak pergi dari jalanan yang teramat gelap.
.
.
.
"APA DIA MELOLOSKAN DIRI!" Teriak seorang pria paruh baya pada lima anak buahnya yang sedang berlutut tepat dibelakangnya, perasaan kesal dan emosi yang naik mulai sulit dia kendalikan, saat mendengar putra bungsunya lolos dari kejaran sang anak buah.
"Iya, Minato-sama saat kami melihat Naruto-sama, dia langsung berlari kencang tidak meninggalkan jejak!" Kata pria berpakaian hitam itu menundukkan kepalanya dengan takut.
"Che. Sudahlah mungkin anak itu dapat lolos sekarang tapi tidak untuk besok, besok kita cari anak itu lagi!" Kata pria itu mengibaskan tangannya dengan kesal memberikan isyarat agar kelima orang itu pergi dari hadapannya.
Setelah kelima anak buahnya telah pergi, tidak lama datanglah sang istri dengan membawakan nampan berisikan segelas arak untuk sang suami.
Minato Namikaze melihat istrinya yang menyuruhnya untuk duduk agar emosi yang mendera segera hilang. Mendudukkan dirinya dengan helaan nafas lega saat melihat wajah istrinya yang tersenyum lembut.
"Sudahlah suamiku nanti kita cari anak itu besok, kondisi Naruko mulai turun lagi dia kehilangan banyak darah!" Kata Kushina memberika gelas yang dia bawa kepada suaminya.
Tidak mereka ketahui diluar ruangan itu ada seseorang tengah mendengar pembicaraan dengan teliti, bibirnya melengkung memberikan kesan mengerikan bagi yang melihat.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menemukan Naruto. Kita lihat sampai dimana Naruko akan bertahan?"
.
.
.
Naruto memasukki ruangan meja makan perasaan akan hangatnya dan aroma lezat dari makanan membuat dirinya menghela nafas lega, kakinya dia langkahkan lagi lebih dalam memasukki untuk mengikuti pamannya yang berjalan didepannya.
"Obito kau sudah pulang!" Seorang wanita cantik berbalik terlihat jelas diwajahnya betapa senangnya dia saat suaminya telah pulang.
"Naruto!"
Greb.
Wanita itu langsung memeluk Naruto, perasaan rindu yang teramat dalam sudah lama dia tidak bertemu dengan keponakan kecilnya itu. Wanita itu kemudian melepaskan pelukannya menatap wajah keponakannya yang tersenyum senang.
"Bagaimana dengan kabarmu, Naruto?" Tanya wanita itu mengelus surai rambut Naruto lembut.
"Baik, bagaimana denganmu?" Kata Naruto menanyakan kembali dengan pertanyaan yang sama.
"Seperti yang terlihat sekarang, ayo, saatnya makan. Aku sudah lama menunggumu Obito!" Kata wanita itu menatap Obito yang sedang melepaskan jubah yang dikenakan Naruto tadi.
Rin Uchiha mendudukan dirinya dikursi meja makan tepat disamping kursi Obito berhadapan dengan Naruto yang duduk didepan.
"Naruto, kenapa baru sekarang?" Tanya Rin mengambilkan semangkuk nasi untuk Naruto.
"Aku sibuk bibi!" Kata Naruto mengambil mangkuk yang diberikan oleh Rin. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa sedang sibuk kabur dari kejaran ayahnya yang tidak berujung.
"Ya, aku paham lalu sekolahmu?" Tanya Rin dengan penasarannya, masih banyak pertanyaan diotaknya yang sudah lama tidak dia tanyakan pada Naruto.
"Aku berhenti sekolah bibi!" Kata Naruto mulai memakan hidangannya yang telah disipakan bibinya.
"Ouhh... Kyuubi bagaimana? Hubungannya dengan sulung Uchiha baik-baik sajakan?" Tanya Rin mengambil semangkuk nasi untuk Obito yang sudah mendudukkan dirinya dikursi sampingnya.
"Maklum saja Naruto, biasa bibimu tidak akan diam jika semua pertanyaannya tidak terjawab!" Kata Obito mengambil sumpit dan menatap istrinya yang hanya mendelik tajam padanya.
"Tidak apa paman, aku senang jika ada yang perduli!" Kata Naruto tersenyum kembali menikmati makanannya.
.
.
.
Jam hampir menunjukkan pukul 11 malam tapi handphone yang dia pegang tidak menimbulkan tanda-tanda berdering atau bergetar, hatinya gelisah dimanakah sang terkasih sekarang. Kemana dia sehingga tidak menjawab telponnya dari siang hingga malam menjelang. Meskipun kakaknya sudah mengatakan bahwa kekasihnya baik-baik saja tapi hatinya berkata lain, ada sesuatu yang membuatnya tergerak ingin mengtahui lebih keadaan kekasihnya.
"Ayolah, Naruto angkat telponnya!" Kata pemuda itu berkali-kali mendapat jawaban dari operator yang masih belum dapat menyambungkan salurannya pada kekasihnya.
"Ck. Kuso!"
Sasuke Uchiha membanting handphonenya diatas kasurnya dengan perasaan kesal, pujaan hatinya tidak kunjung menelponnya kembali. Entah sudah berapa kali dia menghubungi kekasihnya itu tapi jawabannya sama tidak ada jawaban.
Merasa suasana didalam kamar terlihat membosankan, dia pun beranjak pergi mencoba mencari angin diluar rumah, berharap saja dia bertemu dengan pujaan hatinya meskipun hanya sekdar lewat dipikirannya.
"Hallo Kyuubi!"
Sasuke berhenti melangkah saat telinganya mendengat kakaknya sedang bertelponan dengan tunangannya itu, ada perihal apa hingga kakaknya bertelponan malam-malam seperti ini. Tidak biasanya, suara kakaknya juga terlalu disembunyikan.
"Apakah Naruto sudah ketemu?"
Onyx itu membulat terkejut, apa maksud kakaknya dengan Naruto sudah ketemu, apa yang terjadi dengan Naruto sehingga suasana keadaan kakaknya seperti tidak bersahabat dengannya.
"Baiklah, aku akan menghubungi lagi. Aku harap Sasuke belum mengtahui keadaan Naruto yang menghilang sekarang!"
Sasuke tidak menyangka kakaknya menyembunyikan hal besar itu darinya, kenapa kakaknya setega itu padanya. Kesal rasanya tapi jika dia memarahi kakaknya pasti yang ada kerenggangn keluarga dan perpecahan dirinya dan kakaknya. Jadi hanya bisa diam sambil beranjak pergi dari tempatnya, seperti orang yang tidak terjadi apa-apa.
"Aku akan mencarinya besok!" Gumam Sasuke beranjak pergi dari depan pintu kamar kakaknya tanpa suara.
.
.
.
Naruto melihat cahaya rembulan memantulkan cahayanya menembus jendela disamping kamar yang sedang dia tiduri sekarang, Naruto bersyukur masih ada bibinya yang baik padanya, jadi dia tidak susah payah mencari rumah untuk berteduh.
"Sasuke, apakah kau sedang khawatir padaku sekarang?" Tanya Naruto menatap bulan yang bersinar terang. Jika dia menatap bulan itu maka dia akan selalu mengingat kekasihnya yang sedang ada di rumahnya.
"Aku merindukanmu Sasuke, sangat merindukanmu!" Kata Naruto kemudian memejamkan matanya, membayangkan wajah sang terkasih yang sudah seminggu tidak bertemu.
"Susul aku dialam mimipi kasihku!" Gumam Naruto berharap perkataannya dapat menjadi kenyataan dengan mudahnya nanti.
Sementara di ruang tamu terlihat Rin sedang berbicara ringan lewat telepon dengan seseorang, dengan mudahnya dia menjawab semuan pertanyaan dari orang yang menelponnya, mencoba berbicara sepelan mungkin agar tidak membangunkan orang rumah.
"Iya, Paman Minato aku sudah mengatakan bahwa Naruto tidak ada disini, jika aku melihatnya, aku pasti akan mengajaknya pulang!"
"Terima kasih Rin, kau masih ingat dengan permintaanku?"
"Permintaan?"
"Jantung Naruko melemah aku ingin kau memberikan jantungmu padanya!"
"Hah... Ke-kenapa?"
"Jantung Naruto dan Naruko tidak cocok, sesuai tes dari lab ternyata jantungmu pas untuk putriku!"
"A-aku akan memikirkannya!"
Klap.
Rin langsung menutup telponnya dengan perasaan terkejut, bagaimana bisa dia memberikan jantungnya pada keponakannya yang masih memerlukan kesempurnaan akan tubuh dan kecantikkan, pernikahannya baru menginjak satu tahun dan dia harus meninggalkan sang belahan jiwanya.
"Hiks.. Maaf Obito, aku takut Naruto akan menjadi bahan manfaat mereka lagi!" Kata Rin menutup mulutnya dengan kedua tangannya, merasakan betapa sedihnya dirinya sekarang. Apa yang akan dia katakan saat dia terbaring tidak bernyawa nantinya di rumah sakit.
"Hikss... Jangan pernah menganggap mereka jahat Naruto, Obito!" Rin terduduk dengan air mata bercucuran dari pelupuknya.
"Rin!" Panggil Obito dari kamar mereka membuat Rin yang sedang menangis langsung menyeka air mata yang meleleh dari matanya.
"Ya Obito!" Rin berjalan memasukki kamarnya yang teramat gelap itu, tersenyum lembut pada suaminya yang sedang terbaring diatas kasur dengan nyamannya.
.
.
.
Keesokan harinya Naruto bangun seperti biasanya, merasakan kehangatan mentari menyambut sinarnya kewajahnya yang manis. Senyum manis melengkung indah dibibir ranumnya, tangan itu mulai menyentuh perban yang menutupi mata kanannya. Perlahan dia beranjak pergi dari duduknya menuju sebuah kaca tepat didepannya.
Melihat pantulannya yang sangat sempurna tidak memilikki cacat atau pun kekurangan apa pun tapi bola matanya telah hilang satu, apakah itu yang masih dianggap sempurna. Tangan tannya mulai terangkat untuk melepaskan lilitan perban yang menutupi mata kirinya.
"Aku akan merebut kembali apa yang seharunya menjadi milikku, aku tidak akan pernah merelakan apa yang menjadi milikku telah dia milikki!" Tangannya terus bergerak mengikuti arah perban yang melilit matanya.
Setelah terlepas Naruto melihat pantulan wajahnya, melihat dengan teliti bagian matanya yang kosong tidak ada apa pun selain kehampaan akan organ matanya yang telah hilang diambil saudari kembarnya.
"Aku akan mengambil hakku!" Kata Naruto menatap kesal pantulannya, kesempurnaannya yang abadi telah hilang direnggut oleh kakak perempuannya yang tidak tau diri.
Naruto mengambil eyepact putih untuk menutupi mata kanannya yang tidak memiliki apa pun lagi selain kehampaan.
Tok. Tok. Tok
"Naruto sarapan sudah siap, ayo cepat turun!" Kata Rin dari luar kamar Naruto, berdiri menunggu jawaban dari dirinya.
"Iya, sebentar!" Kata Naruto beranjak dari duduknya didepan cermin menuju pintu kamarnya.
Di ruang meja makan terlihat Obito sudah duduk sendirian dengan koran harian ditangannya dan didepannya ada secangkir kopi hangat, dengan jeli matanya membaca tiap huruf kanji yang tertera dikoran itu.
"Obito, kau hari ini akan lembur lagi?" Tanya Rin yang baru turun dari lantai dua dengan Naruto berjalan mengikutinya dibelakang.
"Iya, kata asistenku hari ini akan diadakan rapat hingga malam!" Kata Obito tetap fokus pada koran didepannya, tidak menoleh kearah istrinya yang hanya menggeleng pelan.
"Duduklah Naruto, aku sudah membuatkan makanam kesukaanmu ramen bawang!" Kata Rin tersenyum pada Naruto yang hanya mengangguk malu, ini bukan pertama kali bagi Naruto tapi sudah berkali-kali bibinya ini baik padanya.
"Aku menyarankan pada Obito agar menyekolahkanmu lagi!" Kata Rin mengambil roti tawar diatas piring lalu mengoleskan selai strawberry.
"Tapi tidak sekarang, kami menunggu keadaanmu pulih agar bisa sekolah!" Kata Rin memakan rotinya yang telah selesai dia olesi selai.
"Terima kasih, kalian baik sekali!" Kata Naruto menatap ramen didepannya yang sudah menyepulkan asapnya.
"Tidak apa Naruto, kitakan keluarga!" Kata Rin tersenyum senang melihat keponakannya itu mengangguk pelan dan melanjutkan sarapannya.
Naruto suka melihat kemesraan kedua orang yang ada didepannya itu, andaikan Sasuke sang pujaan hati ada disini menemaninya makan dan mengajaknya jalan-jalan layaknya sepasang kekasih yang baru saja merayakan hari spesial mereka. Mungkin Naruto akan lebih senang saat kekasihnya mengajaknya makan atau jalan-jalan.
'Sasuke, kapan kau akan kesini?' Batin Naruto memakan ramen yang ada didepannya dengan pelan, entah kenapa nafsunya menurun akhir-akhir ini.
"Ayo Naruto makannya jangan pelan-pelan jika dingin tidak nikmat lagi!" Kata Rin menatap Naruto yang memakan ramennya dengan pelan tanpa bersemangat sama sekali.
"Iya!"
.
.
.
"Uhuk.. uhuk.. uhuk.. Ibu tolong aku.. uhuk!" Naruko terduduk menahan sakit didadanya saat batuk berat mulai menyerangnya tanpa berhenti. Semakin membuatnya kesakitan dan tidak berdaya menahan batuknya yang mulai mengeluarkan darah.
"Naruko!" Kushina melihat putri kecilnya terbatuk-batuk dengan cepat dia memapah sang anak menuju kasurnya dan membaringkannya.
"Kau tunggu disini, ibu akan menyiapkan mobil!" Kata Kushina beranjak dari tempatnya dengan tergesa-gesa, dia takut keadaan anaknya semakin parah jika tidak mendapat pertolongan dari ahli medis.
"Bagaimana Naruko, sudah merasa kesakitan?" Tanya seseorang berdiri diambang pintu kamar Naruko.
"Kenapa? Uhuk.. uhuk!" Naruko menutup mulutnya yang kembali mengeluarkan darah segar yang mengenai kasurnya dan selimutnya.
"Kau belum tau Naruto, dia akan mengambil kembali apa yang menjadi haknya. Meskipun hampir semua organ Naruto kau ambil tapi ada satu yang tidak dapat kau ambil!" Kata Kyuubi tersenyum senang melihat keadaan Naruko semakin parah.
"Apa itu?" Tanya Naruko menatap Kyuubi tajam dan dibalas lagi dengan tatapan yang lebih tajam.
"Sasuke!" Seringai Kyuubi melebar, seperti mendapatkan sebuah kemenangan yang teramat besar.
"Aku akan mendapatkannya.. uhuk.. uhuk!" Kata Naruko sangat yakin dengan perkataannya bahwa dia dapat mengambil kekasih adiknya itu dan menjadikannya kekasihnya.
"Kau akan menghadapi masalah besar jika kau merebutnya!" Kata Kyuubi beranjak pergi meninggalkan Naruko yang semakin terbatuk dengan darah yang keluar dari mulutnya.
Tidak lama datanglah Kushina dengan suaminya yang berjalan tergesa menuju kamar Naruko. Minato yang melihat putrinya terbatuk-batuk mengeluarkan darah dari mulutnya langsung menghampiri sang anak dan menggendongnya menuju garasi mobil.
"Kyuubi ayo kau ikut juga!" Ajak Kushina melihat anak sulungnya sedang berjalan dengan santainya menuju lantai satu dengan memakan apel ditangannya.
"Tidak. Aku ada urusan lain!" Kata Kyuubi turun dari lantai dua, tidak melihat raut wajah ibunya yang sedang gelisah dan ketakutan.
"Dia adikmu, Kyuubi!" Kata Kushina membuat Kyuubi berhenti berjalan menuruni anak tangga, perlahan Kushina menyeringai dengan perasaan senang, dia yakin pasti Kyuubi akan mengikuti perkatanya.
"Dia bukan adikku, adikku bernama Naruto Namikaze dan dia adalah lelaki bukan perempuan!" Kata Kyuubi melanjutkan jalannya menuruni anak tangga.
Kushina yang mendengarnya hanya diam tidak percaya tentu saja, ibu mana yang terima anaknya berkata demikian tanpa memperhatikan perasaannya yang tersayat-sayat. Entah dosa apa yang pernah dia lakukan kepada anaknya itu.
.
.
.
"Tidakk! Lepaskan aku!" Teriak Naruto saat tangannya ditarik paksa dengan tidak berperasaan menuju sebuah mobil diseberang jalan raya.
Secara diam-diam Naruto mulai menyikut perut pria berpakaian hitam itu hingga sebelah tangannya terlepas, Naruto mulai melayangkan satu pukulan diperut pria itu.
"Aku tidak akan pernah sudi memberikan kesempurnaanku lagi!" Kata Naruto menatap dua pria yang sudah dia taklukkan dengan mudahnya.
Greb.
"Ahh.. tidak!" Naruto tidak menyangka jika ada satu orang lagi yang ada dibelakangnya, pupuslah sudah harapannya untuk kabur.
"Anda harus kembali ke rumah sakit, Naruto-sama!" Kata pria berpakaian hitam itu mengunci kedua tangan Naruto yang tidak bisa dia gerakkan.
Duak.
Naruto menendang kaki pria itu dengan keras membuat kunciannya melonggar, meskipun Naruto terlihat lemah tapi dia ahli dalam berbagai bidanh bela diri.
Greb.
Dua orang yang tadi mengaduh sakit mulai berdiri dan mencoba lagi memegang kedua tangan Naruto agar tidak berontak, entah sudah berapa kali mereka bertiga mendapat pukulan dari Naruto yang kuat.
Padahal tadi saat jalan-jalan Naruto berkeinginan mencari kesenangannya tapi tidak dia sangka, ternyata persembunyiannya telah diketahui orang suruhan ayahnya kembali mencari dan menemukan keberadaannya lalu menangkapnya.
"Anda harus pulang Naruto-sama, ayah anda sudah menunggu di rumah sakit?" Kata pria itu dengan paksa menarik tangan Naruto, mencoba menahan pemberontakkan dari Naruto.
"Tidak, aku tidak mau kembali ketempat laknat dengan gadis sialan itu!" Kata Naruto terus mencoba berontak dari genggaman dua pria yang memegang kedua tangannya.
Orang-orang yang berlalu lalang mulai mengehentikkan aktifitas mereka untuk melihat Naruto yang sedang dipaksa menuju sebuah mobil hitam mewah itu, berbagai perkataan masuk ketelinga Naruto tanpa dia gubris sedikit pun.
"Aku tidak mau memberikan setitik darahku untuk gadis sialan itu, aku tidak mau!" Kata Naruto mencoba menahan dorongan dua pria ini saat ingin sampai dimobil hitam itu.
"Anda harus Naruto-sama!" Kata pria itu terus menarik tangan Naruto saat sudah sampai didepan pintu mobil yang terbuka.
"Tidak!"
.
.
.
Rin berjalan mondar-mandir dengan perasaan gelisah, hatinya merasakan sesuatu yang tidak mengenakan. Kini dia sudah berada di rumah sakit, setelah mendapatkan panggilan telpon dari kakak iparnya dia langsung kesini, mengatakan bahwa dia harus melakukan tes kecocokan jantung lagi yang akan diberikan kepada anak mereka. Lalu akan dipanggil dan menjalankan sebuah operasi.
"Hahhh... Maaf Obito, aku yakin kau bahagia dengan yang lain tanpa diriku!" Kata Rin menatap wallpaoer handphonenya yang disana ada dirinya dan sang suami sedang merangkul dengan mesranya.
"Sudah saatnya!" Kata seorang pria berpakaian putih dengan masker dimulutnya, menatap Rin yang hanya mengangguk lemah.
"Maaf, Obito!" Gumam Rin sebelum memasukki ruang operasi dengan hati berat dan tidak rela, tentunya. Siapa yang rela meninggalkan terkasih.
.
.
.
To Be Continue.
.
.
.
Maaf ya kalo ceritanya kurang menarik, aku sudah mengedit beberapa kali tapi jika masih kurang akan jalan ceritanya aku akan menghentikkan kelanjutan ceritanya. Entah dilanjutkan atau tidak itu tergantung review yang didapatkan Hime.
Thank for Reading.
RnR please.
