"Selamat datang kembali, Letnan Tadaomi Karasuma," sejenak tubuhnya seperti lupa bagaimana caranya bernapas. Ia membuka mulutnya lebar-lebar, dengan rakus mereguk udara dan berharap agar oksigen cepat-cepat menyapa paru-parunya, "Hari ini, 6 Maret 2067 adalah akhir dari hibernasi Anda."

Dengan disertai suara 'psssh' dan asap putih yang muncul dari bagian bawah pod miliknya, lengkungan kaca terbuka, "Kau baru sadar rupanya," alunan soprano itu mengirimkan sengatan listrik berkekuatan rendah di dalam pembuluh darahnya. Wanita muda berambut pirang yang sangat ia kenali itu duduk santai di atas pod miliknya. Matanya yang berbentuk seperti biji almond tampak bosan, "Kurasa pangkat tidak berarti banyak, eh? Pangkatmu yang tinggi malah bangun belakangan dari aku yang wakilmu."

"Mungkin pangkat rendah dulu yang dibangunkan agar kau bisa bersih-bersih dan mengerjakan hal-hal remeh lainnya," Karasuma mencoba berdiri sambil berpegangan pada kiri dan kanan pod miliknya. Gravitasi di dalam pesawat ini sudah diatur sedemikian hingga, sehingga rasanya seperti sedang tidak berada di luar angkasa.

Reaksi wanita itu seperti yang sudah Karasuma duga. Ia berdiri dari podnya—dengan lincah, jelas-jelas menujukkan kalau ia sudah sadar sedikit lebih lama dari Karasuma yang tubuhnya belum terbiasa—dengan pipi yang digembungkan dan wajah memerah. Kedua tangannya terkepal, dan ketika ia berdiri berhadapan dengan Karasuma, kedua tangan itu memukul dada Karasuma, "Maksudnya apa, heh?" namun sekarang kedua tangan itu melingkari dada Karasuma yang bidang, "Jangan sombong mentang-mentang pangkatmu sekarang Letnan. Lihat saja sebentar lagi aku akan jadi Jenderal dan jadi atasanmu! Tunggu saja! Awas saja kau!"

Karasuma menatap ke dalam manik biru milik wanita muda itu. Entah mengapa tidak bisa—tidak mau—mengalihkan pandangannya, entah mengapa tidak bisa—tidak mau—tidak mengintip ke bibirnya yang membuka dan menutup ketika ia berbicara. Entah mengapa memiliki tarikan yang kuat untuk melumatnya.

Tadaomi Karasuma jelas bukan seorang manusia yang lemah. Ia tidak mungkin jadi Letnan dan mengemban misi berbahaya ini kalau ia tidak kuat. Tapi bibir milik wanita muda itu memanggilnya seperti atasannya memanggil namanya ketika hendak memberikan misi. Karasuma menarik dagu wanita berambut pirang itu, jari-jarinya menyusuri pipinya yang merona kemerahan bagaikan buah stroberi. Jari telunjuknya membelah bibir ranumnya yang tertutup—tampaknya wanita itu sudah selesai protes atau sudah selesai mengeluh, atau apapun yang dilakukan dengan mulutnya tadi—bibirnya mendekat, menggantikan tugas jari telunjuk Karasuma dan melumat bibir wanita muda itu.

"Nurufufufu," sebuah tawa dengan suara mesum yang kental membuat wanita muda itu terlonjak. Ciuman kedua sejoli itu terlepas. Baik Karasuma maupun wanita berambut pirang itu menghadap ke sumber suara dan mengirimkan pesat tersirat melalui pandangan mereka, "Ah, cinta anak-anak muda…" Jenderal Korosen tampaknya juga sudah cukup lama bangun dari hibernasinya, memakai setelah abu-abu longgar khas pesawat ruang angkasa.

"Apa maumu?" Karasuma bertanya singkat. Tangannya masih melingkar di pinggul wanita muda berambut pirang itu.

"Karasuma-sensei, jangan sensi gitu dong! Aku kan tidak bermaksud mengganggu adegan bikin anakmu!" Karasuma setengah berharap matanya bisa mengirimkan laser untuk membunuh karena sekarang pria berambut hitam itu sangat ingin membunuh pimpinan di hadapannya, "Tapi Ritsu daritadi tampak kebingungan dan aku hanya ingin membantu Ritsu!"

"Ritsu," wanita muda berambut pirang itu mengangguk ke arah seorang gadis berambut keunguan dengan wajah yang memerah.

"Lagipula aku kan atasanmu! Aku tidak mendapat ciuman juga nih, Irina-sensei?" Jenderal Korosen memonyongkan bibirnya dan mendekat ke arah wanita berambut pirang itu, "Aku kan rindu kalian!" ia merentangkan tangannya lebar-lebar. Karasuma dan Irina Jelavic mundur perlahan ketika Korosen maju mendekat. Irina akhirnya menarik salah satu tiang lampu dan meletakkan di depan lintasa Korosen sebelum kembali duduk diatas pod miliknya.

"Kurasa sudah saatnya kita membahas misi?" Karasuma menarik tiang lampu dan memandangi Irina, menyatakan ketidak setujuannya atas tingkah Irina barusan. Irina cemberut.

"Ah ya," Artificial Intelligent yang berwujud gadis cantik berambut ungu dengan mata besar sewarna permata aquamarine itu muncul di depan ketiganya, "Soal misi ini…."

.

.

One Simple Mission belong to Arleinne Karale

Assassination Classroom belong to Yuusei Matsui

Axis Power: Hetalia belong to Hidekaz Himaruya

The Author does not take any financial benefits from this story. This story only exists purely for entertainment

An Entry for April's Sari Roti Event

An Alternate Reality, possibly out of character, lot of typos, story with no actual pair

Read at your own risk

.

.

Ruang angkasa adalah sebuah lautan berwarna hitam yang diisi benda-benda bercahaya—bisa menghasilkan cahayanya sendiri ataupun hanya memantulkan cahaya dari yang lain—biarpun baik Korosen, Karasuma, maupun Irina tidak satupun tahu apa itu 'lautan'. Katanya lautan merupakan sekumpulan dari sumber mata air, namun airnya asin. Berdasarkan yang tertulis di buku, lautan menjadi ekosistem dan tempat tinggal hewan-hewan. Rumornya, di Planet Bumi—tempat asal nenek moyang mereka—hampir dua per tiganya diisi lautan.

Di planet mereka, Planet 1f Sistem Tata Surya Kerdil Trappist, yang namanya lautan berisi air tawar. Air asin hanya di temukan dalam fraksi-fraksi kecil di beberapa tempat tertentu, "Misi kalian adalah untuk menyelamatkan 4 Nations yang tersisa di Planet Bumi. Mereka sampai sekarang masih ada di White House, Amerika Serikat."

"Bisa tolong jelaskan lagi apa itu Nations?" Irina Jelavic menghela napas panjang, kedua rekannya melirik ke arahnya, "Apa?" Irina menantang, "Memangnya aku salah kalau aku penasaran?"

"Rasa penasaran membunuh sang kucing, Irina-sensei," Korosen tersenyum simpul. Mata hitamnya yang selalu tampak teduh menyimpan misteri.

"Disini tidak ada kucing," Irina menjawab singkat.

"Kau tahu apa maksudku," bibir Korosen masih tersenyum tipis.

"Lanjutkan, Ritsu. Kau boleh menjawab pertanyaan Irina," Karasuma berujar santai.

"Aaw, Letnan Karasuma," Irina menggelayutkan tubuhnya di lengan Karasuma, "Setidaknya kau bisa memanggilku Irina Sayang," sayang Letnan Karasuma hanya melirik sekilas saja sebelum fokusnya kembali kepada Artificial Intelligent yang ditugaskan untuk membantu dalam misi mereka.

"Nations adalah personifikasi dari sebuah negara. Wujud mereka seperti manusia, tapi pada dasarnya mereka bukanlah manusia. Nations tidak bisa mati selama masih ada manusia yang mengakui negaranya. Nations tidak butuh makan atau minum. Nations tidak perlu tidur. Nations tidak bisa terserang atau tertular penyakit," sorot mata biru milik Ritsu tampak kosong dan nada bicaranya datar serta monoton, seolah ia sedang membaca teks dari buku, "Walapun begitu, tidak bisa dipungkiri kalau ada beberapa aspek dari Nations yang mirip dengan manusia. Mereka memiliki organ dan bentuk fisik seperti manusia. Mereka pun perlu mempelajari sesuatu, sama seperti manusia. Tubuh manusia mereka bisa terluka, mereka bisa berdarah dan tulang mereka bisa patah. Mereka bisa merasakan sakit dan memiliki emosi, sama seperti manusia."

"Jadi sesosok Nations pun bisa patah hati," Korosen berkomentar setelah Ritsu memberikan jeda pada penjelasannya.

"Ya, Nations bisa jatuh cinta. Mereka pun bisa menciptakan suasana kompetitif yang panas," Ritsu menambahkan.

"Jadi Nations bisa rebutan cewek atau cowok juga ya," kali ini Irina yang berkomentar.

"Pernah terjadi," Ritsu mengangguk, "Meskipun para Nations lebih di dominasi oleh kaum lelaki."

"Apakah kau memiliki… semacam identitas lengkap dari para Nations yang perlu kami selamatkan?" Karasuma bertanya. Tidak seperti Korosen dan Irina yang berkomentar melenceng dari pembahasan mereka, Karasuma selalu memiliki fokus yang lebih baik dibandingkan dua rekannya.

"4 Nations yang harus kalian selamatkan tergabung ke dalam Allied Force. Keempatnya memilih tinggal di bumi dengan alasan untuk menemani umat manusia yang tersisa. Namun, berdasarkan perhitungan ilmuwan di Planet 1f dan melihat sudah terlalu lama waktu berlalu, diperkirakan di Planet Bumi sekarang sudah tidak ada manusia lagi. Oleh sebab itu, Ivan Braginsky, personifikasi dari Rusia menunjuk kalian bertiga untuk menjalani misi ini. Aku akan mengirimkan file ke memori kalian," dihadapan ketiganya kini ada sebuah layar berukuran 20 inchi.

"Aku tidak menyangka kalau Pimpinan Ivan adalah Nations," Irina mengetukkan jarinya di atas meja. Kelakuan khasnya ketika ia sedang bosan, "Aku sempat curiga karena aku menemukan foto waktu beliau mengesahkan koloni di selatan puluhan tahun lalu dan beliau di dalam foto sama persis dengan beliau yang sekarang."

"Well, Pimpinan Ivan tidak pernah terang-terangan menyatakan kalau ia Nations," Korosen menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, "Tapi setiap kali beliau mengajar sejarah atau menceritakan soal masa lalu, beliau selalu menyiratkan kalau ia ada disana kan?"

"Aku sudah mengirimkan informasi mengenai 4 Nations yang akan kalian temui," di layar dihadapan ketiganya kini ada 4 file baru yang bertuliskan United States of America, England, France, dan China, "Kita akan mendarat di Pangkalan Washington DC tiga hari lagi. Pimpinan Ivan berpesan agar kalian mempersiapkan diri kalian sebaik mungkin."

"Well, Pimpinan Ivan tidak suka kegagalan. Bukan begitu?" Korosen entah bertanya pada siapa.


"Mon Cherrie," rambut pirang ikal yang dipotong sebahu, yang ujung rambutnya tidak rapi memeluk pria lain yang sama-sama berambut pirang, "Ayo taruhan! Kali ini mereka berhasil atau tidak sampai di White House?" Personifikasi Negara Prancis dengan mesra memeluk Personifikasi Kerajaan Inggris Raya yang sedang duduk santai di kursi dengan dudukan beledu berwarna merah.

"Jauh-jauh dariku, Bloody Git!" Arthur Kirkland menyikut Francis Bonnefoy. Sudah ratusan tahun berlalu sejak pertama mereka bertemu tapi kelakukan pria genit itu tidak juga berubah, "Lagipula sejak kapan kita menjadikan manusia sebagai bahan taruhan? Bloody hell! Kita disini untuk menjaga manusia."

"Kau bilang begitu tapi matamu tampak senang, aru," satu-satunya pria asia di dalam ruangan—dan memang ia adalah satu-satunya Personifikasi negara dari benua asia dalam Allied Force—menunjukkan fakta yang tampak jelas.

Wajah Arthur memerah, "Well, sudah berpuluh-puluh tahun memangnyakaliantidakbosan?" kalimat terakhirnya keluar berupa bisikan dan disebutkan tanpa jeda untuk mengambil napas.

"Ivan persisten sekali, aru," Wang Yao, dengan jari telunjuknya membentuk pola-pola acak diatas meja.

"Bukan Ivan namanya kalau mudah menyerah," Francis duduk diatas meja, membelakangi Wang Yao dan Arthur, menatap ke jendela besar tanpa tirai, "Kalau mudah menyerah namanya Feliciano."

Arthur mendengus, "Baiklah. Kita taruhan."

"Heeeeey!" pemuda berambut pirang gelap yang sedari tadi memejamkan matanya dan tiduran di satu-satunya sofa yang ada di dalam ruangan itu akhirnya membuka mulut, "Apalagi yang mau kita pertaruhkan haaaaah?" Alfred F. Jones bertanya. kedua tangannya ia gunakan sebagai bantalan untuk menahan kepalanya sementara kakinya yang panjangnya melebihi panjang sofa, berayun-ayun pelan.

"Di dapur makanan sudah habis, aru," Wang Yao memberikan informasi—yang sebetulnya tidak terlalu penting juga karena semua yang ada di dalam sana sudah tahu fakta tersebut.

"Kita juga sudah tahu rahasia masing-masing," Arthur mengetukkan jarinya di dagu, "Kecuali masih ada rahasia yang tidak kalian beberkan," ia memandangi tajam satu per satu rekannya yang ada di sana.

Ruangan hening.

"Well?" Arthur menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Kurasa kita sepakat kalau tidak ada rahasia yang tidak di beberkan karena Bumi ini literally sudah hancur semua?" alisnya yang tebal naik satu.

"Aku tidak ada rahasia lagi, aru," Personifikasi Republik Rakyat China itu berujar.

"Kau mau tahu rahasiaku yang paling dalam, Mon Cherrie?" Francis berbisik di telinga Arthur. Tapi saking sepinya dunia ini, semua yang ada di dalam bisa mendengarnya, "Aku mau saja menunjukkannya. Di Kasur…" ujarnya dengan nada sensual yang sangat menjurus.

"Jauh-jauh kau!" Arthur mendorong Francis. Francis tertawa, Wang Yao tersenyum tipis.

"Ah, kurasa aku punya rahasia yang belum aku beberkan," Alfred bangkit dari posisi rebahannya. Ia duduk di sofa, menatap keempat temannya dengan manik biru yang bulat dan terbuka lebar. Tampak polos bagaikan seorang pemuda desa yang pertama kali datang ke kota, "Tentang Planet 1f."

Kedua alis Arthur naik tinggi, hampir menyentuh poninya yang berantakan. Francis bersiul. Wang Yao tampak skeptis, "Dan kau tahu rahasia itu dari…?" sebuah pertanyaan yang ada di benak ketiga personifikasi negara maju itu disuarakan oleh Arthur Kirkland.

"Jangan remehkan Tony gitu dong!" Alfred menepuk-nepuk bahu aliennya yang berwarna abu-abu gelap dengan kedua mata besar yang berwarna hitam pekat, "Tony ini alien beneran loh! Ia berasal dari Sistem Tata Surya Kerdil Trappist juga. Jadi kerabatnya sering memberikan kabar tentang Planet 1f."

"Lalu, aru?" Wang Yao memang mudah dibuat penasaran. Dari dulu selalu begitu.

"Yaaaaaaaaaaaah weeeeeeeell," Alfred sengaja memanjangkan kata-katanya, "Pokoknya ada rahasianya deh! Serius," tapi ia tertawa terbahak-bahak, membuat kata-katanya sulit dipercaya.

"Rahasia apa, aru?" Wang Yao bertanya.

Arthur menatap Tony, alien yang sering datang tak dijemput dan pulang tak diantar itu. makhluk luar angkasa yang kadang muncul kadang menghilang. Wujud bukan manusia yang pendek dan berwarna abu-abu, dengan kedua mata besar yang memantulkan bayangan layaknya kaca. Biasanya berwarna hitam. Sekarang berwarna merah.

Apapun 'rahasia' yang Alfred punya tampaknya penting.

.

.

To be Contiuned

.

.

Curhatan Arleinne:

Senang bisa menulis lagi.

Jadi disini Karasuma dan Irina sudah menikah. Dan ya, Irina itu semacam wakilnya Karasuma dan Koro-sensei atasan mereka berdua. Karena Aru gak tahu—dan kayaknya memang tidak dipublikasikan siapa nama asli Koro-sensei kan?—makanya Aru namain Korosen. Kayak pernah baca disuatu tempat ada yang make Korosen juga sebagai nama Koro-sensei. Korosen manggil Karasuma dan Irina dengan sebutan -sensei karena mereka adalah salah satu pengajar di akademi militer sebelum mendapat misi ini.

Tokoh Hetalia yang diambil Cuma Allied Force aja. Karena tokoh Hetalia kebanyakan dan Aru pusing jadinya diambil Cuma sedikit. Disini mereka tetep sesosok Nations, dan seperti biasa gak semua manusia tahu eksistensi mereka sebagai Nations. Lagipula disini kan manusia sudah punah HAHAHAHA (oh tidak! Apa yang terjadi pada bumi dan umat manusia?) #apasih

Stay tuned untuk mengetahui kelanjutannya, Mon Cherrie~ *kedip-kedip genit, pinggulnya goyang-goyang, kecup manja*

Your review will make my day, Mon Cherrie~ /apasik