Disclaimer: Kuroko no Basket bukan milik kami, melainkan Tadatoshi Fujimaki. Tidak ada keuntungan materiil yang diambil dari karya yang sedemikian absurd.
Halte bus bukan lagi menjadi sekadar halte bus bagi mereka yang memiliki kenangan di sana. Tidak harus kenangan indah, bahkan kenangan akan perpisahan pun bisa menjadikan suatu tempat yang seharusnya merupakan istilah dari dua kata memiliki makna lebih. Halte bus kini bukan lagi menjadi tempat untuk menunggu angkutan umum yang akan lewat kapan saja, halte bus juga dapat menjadi tempat untuk menunggu sesuatu yang lain.
Menunggu janji yang mulai terkikis syahdunya, menunggu sosok yang bahkan gambar helai rambutnya mulai lenyap dari pandangan, dan… menunggu harapan.
Harapan akan janji yang dibawa oleh satu sosok.
Tepat pada sebuah malam dingin bulan Oktober sepuluh tahun yang lalu, dua orang pemuda berhadap-hadapan di halte ini dengan tangan berkacak pinggang dan bola basket dalam genggaman. Senyum arogan saling melempar sapa dengan mengabaikan angin dingin yang menggetarkan tulang.
Daiki Aomine dan Taiga Kagami.
Sejak pertama kali mereka mengenal dan bertemu, salah satu di antara mereka ditakdirkan menjadi perantau dan penunggu.
Hanya masalah waktu saja, sampai keduanya bertemu kembali.
Catatan: Terinspirasi dari banyak puisi kontemporer Indonesia. Terima kasih, karena sudah memunculkan puisi seindah itu ke permukaan. Kritik dan saran sangat kami nanti. Terima kasih sudah membaca. :)
... Lalu kami baru ingat. Seharusnya ini kami post saat AoKaga Day kemarin. Namun apa daya kami semua sibuk. Maafkan kamu dan jangan lupa untuk selalu nantikan kelanjutannya!
