Aftermath
Summary : "Ini semua 'Akibat' kesalahanmu jadi jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu dengan teman-temanmu yang tak berguna itu!"
Rate : T
Chara : Natsu.D, Lucy.H, Erza.S
Genre : Friendship, mystery
Warning : Typo, dll
Collab : Fic of Delusion, synstropezia
Idea by : Fic of Delusion
Fairy Tail bukan punya author, tetapi punya Hiro Mashima.
Di bawah rindangnya pohon sakura. Diiringi tiupan harmonika yang mengalun bebas di udara. Dua anak lelaki tengah bermain kejar-kejaran di sana. Sesekali berlari mengelilingi batang, kemudian keluar jalur menginjak hamparan rumput, dengan telapak kaki mereka yang masih kecil itu. Dua pasang sepatu berbaris rapi, satu berwarna putih bersih dan hitam legam. Rambut spiky berkibar pelan ditiup angin. Langkahnya terhenti tiba-tiba di belakang sang sahabat.
"Hoi Natsu. Kau sedang apa?" tanyanya berhenti. Menatapi onxy yang bersinar diterpa mentari siang. Ia terkagum-kagum melihat bola raksasa yang memancarkan panas, sehingga tubuhnya tetap hangat walau sebentar lagi beralih musim
"Kata bu guru itu namanya matahari, ya? ….! Hebat sekali. Begitu besar dan cantik" telunjuk mungilnya menunjuk lingkaran di hamparan langit biru yang tiada hentinya bersinar, seakan memiliki daya baterai tidak terbatas
"Masa kamu tidak tau? Heh …. Dasar bodoh"
"Awas kau ….! Suatu hari nanti aku akan menjadi matahari, lalu membakar kulitmu sampai gosong!" ancaman tersebut tidak membuat sang sahabat gentar, justru tertawa terbahak-bahak mendengar candaan absurdnya. Menggelitik perut yang sedari tadi bernyanyi minta diisi
"Hahahaha ….! Cita-citamu aneh. Mataharinya semakin tinggi, mau berteduh?"
"Tapi kata Bu Levy kita harus mempunyai cita-cita setinggi langit" ia membantah ucapan itu. Menggembungkan pipi kesal mengikuti di belakang sang sahabat. Kini mereka bersantai sejenak, mengambil kotak bekal di dalam tas lalu melahapnya bersama-sama
"Kalau milikmu, sih, ketinggian!"
Sepotong roti dilahap tiga kali gigitan. Meninggalkan remah-remah di celana pendeknya yang disingkirkan sang sahabat. Grins khas itu nampak, dilukiskan bibir mungilnya sekaligus menyampaikan rasa terima kasih tersirat. Ya, mereka dekat ibarat perangko, kemana-mana selalu menempel bahkan pulang pun jalannya searah, seakan begitulah Tuhan melukiskan garis takdir, yang terus mengikat kedua bocah berumur lima tahun tersebut.
"…. Bagaimana kalau kita berjanji, akan terus bersahabat selama-lamanya? Tidak boleh saling meninggalkan, ya?"
"Boleh juga. Ayo berjanji!"
Jari kelingking saling berkaitan. Menandakan bahwa janji itu telah sah dan patut diwujud nyatakan. Mereka berbagi sebuah cerita, canda tawa, tangis maupun duka, di alur kehidupan yang silih berganti mengikuti zaman. Waktu bergulir sangat cepat. Secepat mata berkedip tau-tau kenangan manis tersebut sudah berakhir menjadi kisah masa lalu. Siapapun berharap akan satu hal, selamanya abadi dalam memori, terekam jelas tanpa garis-garis samar yang menganggu ingatan.
"Uhmmm … Ini … Dimana?" sepasang onyx terbuka sempurna. Lewat ekor matanya mengelilingi seisi kamar bercat putih bersih. Meskipun agak kabur, ia berhasil menangkap sesosok wanita bersurai pirang, yang memandang sendu bercampur khawatir
"He-hey. Kau mengingatku, kan?" tanyanya mengguncang pelan bahu sang pemuda. Membuat kelopak itu membuka-menutup sebagai gerak refleks. Dia sangat lelah. Mengangkat tangan pun bagai ditimpa beban seratus kilo gram. Bukan hanya satu, ada banyak orang yang menunggu 'kepulangannya'
"Luingi?"
"Lucy Heartfilia! Meski salah menyebut nama aku memaafkanmu, Natsu bodoh" pipi berkulit putih itu menggembung kesal. Mengundang tawanya agar mampir memeriahkan suasana. Sebatas terkikik pelan pun merupakan suatu kemajuan besar. Ia langsung memeluk tubuh kekarnya yang kini kurus kering
"O-oh, aku ingat! Sebenarnya apa yang terjadi? Kepalaku …. Sedikit pusing"
"Kata dokter kamu mengalami gangguan ingatan ringan. Ta-tapi tenanglah! Kau bisa mengingat semuanya, sesegera mungkin" jelas Lucy gagal menahan air mata di ujung pelupuk. Menumpahkannya pada dada nan bidang yang tertutup seragam rumah sakit. Ini sukacita terbesar, setelah dia koma berhari-hari
"Syukurlah aku bisa mengingat sahabatku, hehehe …."
"Salah, yang benar itu pacarmu! Kau sering menciumku terutama di bagian kening, berkata 'aku mencintaimu' sebelum kita berpisah. Mulai mengingat sesuatu, huh?"
"…."
"Natsu?" panggil Lucy memiringkan kepala heran. Mendapati sang pemilik nama tak kunjung bersuara. Ya, dia berpikir sangat keras untuk menggali ingatan yang terkubur. Mengabaikan pening atau sakit di sepanjang daerah pelipis
"Kita jadian di taman saat makan es krim, bukan?" seru si salam tiba-tiba. Memecah suasana hening yang menyelimuti mereka tiga menit berlalu. Lucy mengacak gemas rambut spiky itu. Membuat kaget saja! Batinnya membentuk senyum simpul berluap gembira
"Benar Natsu! Aku tau kamu pasti bisa melewati cobaan ini, lalu sembuh dengan cepat dan kembali bersama kami"
"Terakhir kali …. Kepalaku membentur tembok atau apa?" ada juga beberapa hal yang masih mengganjal di hatinya. Menggaruk belakang tengkorak melampiaskan jeratan bingung. Lagi pula wajar, Natsu baru bangun kemudian dipaksa mengingat banyak kejadian. Pasti memberatkan kinerja otaknya
"Bukan tembok, melainkan batu! Kita jatuh saat liburan memanjat tebing"
"Hmmm …. Ka-kau tidak apa-apa, kan?!"
"Hanya memar dan luka kecil. Khawatirlah terhadap dirimu sendiri, Natsu"
"Percayalah. Aku pasti mampu mengingat semuanya!" ia membulatkan tekad di depan pujaan hati, yang sukses mengusir mega kelabu di hati kecil seorang Lucy Heartfilia. Asalkan orang itu Natsu, maka badai sehebat apapun mampu dikalahkan
"Aku akan membantumu"
Dirinya amat bersyukur, memiliki wanita sebaik Lucy yang menyayangi dia sepenuh hati. Liburan panjang mereka akan segera berakhir. Tinggal satu minggu tersisa sebelum hari pertama masuk sekolah. Natsu menjalani rehabilitas sesaat. Berupaya keras mengembalikan fungsi kedua kaki yang terbaring di tempat tidur. Tak memerlukan waktu banyak, enam hari pun anggota tubuhnya mulai membaik, seperti kondisi sebelum kecelakaan dadakan tersebut terjadi.
Hari Minggu ….
Ingatannya pulih total. Bagaimana kronologis jelas kecelakaan itu. Teman-teman sekolah serta kenangan indah bersama Lucy. Natsu merasa puas sekarang, telah berhasil mengembalikan jati diri yang sempat menghilang. Mereka berenam berpesta di sebuah kedai langganan, dikelola seorang kakek tua bernama Makarov yang menjual aneka ramen. Natsu memesan seporsi mangkuk ukuran besar, ditambah irisan daging dan pastinya cabe guna memberi rasa pedas ke santapan makan siang.
"Wenak sewkali, uhmm … slurp … slurp … slurp …. Lucy, kwau hwarus mencwobanya" tawar Natsu dengan mulut penuh. Tak lupa meneguk sesondok kuah panas berwarna merah. Bayangkan saja, sepedas dan segila apa ramen berjulukan iblis tersebut
"Habiskan dulu baru bicara. Kebiasaan jelekmu harus diubah. Ingat, kita sudah kelas tiga SMA. Sebentar lagi menghadapi ujian kelulusan dan masuk universitas" ceramahan Lucy diindahkan total sepasang cupingnya, yang masih fokus melahap mie di depan matanya
"Sudah Lucy-senpai, biarkan Natsu-senpai menikmati ramen kesukaannya"
"Wendy. Bukankah sudah ku bilang hilangkan embel-embel senpai? Kita berada di luar, jadi santai saja"
"Ya …. Ucapan si rambut pisang benar. Omong-omong, melihat si flame head makan membuatku lapar juga. Kek, pesan satu mangkuk ramen porsi besar, ya! Pakai daging yang banyak" kenapa tidak pesan dari tadi? Gumam Lucy menggelengkan kepala pelan. Menontoni pemuda di samping kanannya makan secepat kilat menyambar
"Hoi Gajeel! Ayo kita lomba makan, mau tidak?!" tantang Natsu menunjuk rivalnya, memakai sepasang sumpit bambu yang ia gunakan untuk mengapit mie. Dugaan Lucy benar seratus persen, cepat atau lambat pasti terjadi lomba makan di antara mereka berdua
"Dasar kekanak-kanakan. Jika makan harus seutas demi seutas, supaya bisa menarik perhatian cewek. Cara kalian terlalu brutal dan membuat makhluk hawa takut" sekarang muncul lagi, satu lisan cerewet yang pandai merayu hati wanita manapun. Surai orange-nya disibak perlahan, lalu dengan penuh rasa percaya diri berpose ala model majalah sampul
"Hoi Loke, di sini kedai bukan tempat foto. Berhentilah mencoreng nama baikku" peringat kakek Makarov menghela nafas panjang. Heran melihat tingkah anak muda yang banyak bergaya sambil selfie atau apapun itu
"Khukhukhu …. Dibanding Loke aku lebih pantas menjadi model. Lihatlah Natsu, kau pasti ku kalahkan suatu hari nanti!"
"Habiskan dan tutup mulutmu, Sting" syukurlah masih ada orang sewaras Lucy di antara mereka berenam. Jika tidak, mungkin kakek Makarov akan gulung tikar lalu masuk rumah sakit
Namun di balik cahaya kemenangan mereka, terdapat sekelebat bayangan hitam yang bersembunyi di belakang tembok. Berkilat amarah memandang perayaan selamatan tersebut, terutama kepada lelaki bersurai salam yang tengah bersenang-senang bersama sahabat karibnya.
"Natsu …. " suara bariton itu lirih memanggil. Pergi meninggalkan kedai tersebut, berserta sejuta teka-teki mengenai identitas aslinya, yang tersembunyi rapat di balik tudung hitam
Siapa …. Dia?
Bersambung ….
