World of Chances

~Prologue~

(Prolog ini bisa di-skip langsung ke chpt. 1)

.

.

Disclaimer:

Bleach

by Tite Kubo

.

World of Chances

is a title of Demi Lovato's song

.

warning:pairing Hitsu x Hina, AU, OOC

.

.

.

Orang bilang masa-masa SMA akan menjadi masa yang menyenangkan. Tapi bagiku, masa SMA adalah kenangan terburuk dalam hidupku. Semua bermula sejak aku masuk SMA Karakura 3 bulan yang lalu...


Perkenalkan. Aku Momo Hinamori—gadis bungsu keluarga Hinamori, pemilik salah satu butik ternama di Kota Karakura. Ibuku-lah yang mendesain baju-baju keluaran butik keluargaku—Moonshine Boutique. Ayahku? Aku tidak tahu ia di mana. Ibu dan kakak-kakakku selalu bilang, ayah sudah tiada. Tapi ayah meninggalkan harta berlimpah untuk keluarganya. Pekerjaan Ibu juga sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami.

Aku tidak suka hal-hal yang berbau mistis dan serangga yang berdengung—mereka benar-benar mengganggu. Aku juga benci orang yang cengeng.

Aku suka makanan manis, baju-baju manis dan.. lelaki. Ya, lelaki. Kau tahu, bahkan seluruh jari di tanganmu takkan bisa kau gunakan untuk menghitung jumlah keseluruhan mantan yang kupunya. Aku tak akan menyebutkan jumlahnya padamu, tapi jangan anggap aku perempuan murahan. Aku punya banyak 'mantan' karena aku mencari lelaki yang tepat untuk hidupku nanti.

.

.

Hari itu tepat 30 hari aku bersekolah di SMA Karakura. Aku masuk kelas 1-1. Di sana, aku berteman dengan Orihime Inoue—gadis berambut oranye dengan tubuh yang aduhai. Ia ramah sekali pada semua orang. Aku senang berteman dengannya.

Pagi itu, supirku lama sekali datang menjemputku. Alhasil, aku tiba di depan gerbang sekolah saat jam-ku menunjukkan bahwa bel masuk kelas sudah berbunyi 2 menit yang lalu. Kalau menurutmu 2 menit itu tidak apa-apanya, bagiku itu benar-benar ada apa-apanya. Aku berhasil mendapat medali 'Murid Tepat Waktu' di SMP-ku dulu, dan aku ingin mempertahankannya—dengan cara tidak pernah telat sekalipun selama 3 tahun masa sekolah.

Aku menutup pintu mobil di belakangku dengan cepat dan berjalan cepat menuju gerbang sekolah di depan mata. Aku tidak mau berlari, nanti aku keringatan dan seragamku basah—sungguh tidak nyaman.

"Pak, izinkan saya masuk," ujarku kepada penjaga gerbang sekolah yang sedang memutar kunci gerbang—berniat menguncinya.

"Maaf Nak, tapi kau terlambat dan sebaiknya kau masuk melalui gerbang timur. Keterlambatanmu akan dicatat guru piket di sana."

Apa katanya? Belum sempat aku memberikan reaksi, penjaga sekolah itu sudah menghilang dari penglihatanku.

Aku menggoyang-goyangkan pintu gerbang di hadapanku—siapa tahu penjaga itu hanya berpura-pura menguncinya. Aku menghentikan perbuatanku saat seorang lelaki—yang juga siswa SMA Karakura—berambut putih jabrik melenggang santai melewatiku. Apa-apaan dia itu? Kenapa santai sekali? Apa dia sudah biasa telat?

"M-maaf!" ujarku padanya.

"Hm?" lelaki itu menoleh dan menatapku seksama, "siapa?"

"Ano, apakah kita harus melalui gerbang timur yang disebutkan penjaga sekolah di mana guru piket menunggu? Apa tidak ada cara lain untuk mengatasi keterlambatan kita?" tanyaku cepat. Entah kenapa aku merasa dia orang yang tepat untuk kutanyai.

"Hh..." lelaki di hadapanku menghela nafas sambil menggeliat sedikit. "Kau murid kelas 1 ya?"

Aku mengangguk pelan. Dengan tubuh kecil seperti itu, memangnya dia bukan murid kelas 1?

"Pantas saja.. Ini pasti keterlambatanmu yang pertama?"

Aku hanya bisa mengangguk lagi. "Apa kau punya cara untuk mengatasi ini?"

"'Kita'? 'Kau'? Kau ini benar-benar, deh. Sopanlah sedikit pada senpai-mu."

"Eeh? Senpai?" tanyaku bingung.

"Oh, jangan lagi..." Lelaki di hadapanku menunduk seperti tidak punya harapan lagi. Berlebihan sekali dia. "Asal kau tahu saja, aku ini murid kelas 3. Meski tubuhku seperti ini, tapi aku ketua murid kelas 3-4."

"Oh? Ma-maafkan aku, senpai!" Aku segera menundukkan badanku. Aduh, ternyata memang tidak bisa ya, seseorang menilai buku dari sampulnya?

"Tidak apa-apa. Baiklah, karena kau manis, akan kutunjukkan jalan lain selain gerbang timur tempat Kensei-sensei menunggu. Kemari."

Tanpa ragu, aku mengikuti 'senpai cilik' yang bergerak dengan cepat di hadapanku itu. Aku mengamati penampilannya. Kemeja putihnya ia tidak ia masukkan ke dalam celana panjang. Jas-nya pun tidak ia kancingkan. Orang yang berpenampilan seperti ini dan sepertinya sudah biasa telat adalah seorang ketua murid? Tidak kusangka.

"Lewat sini," katanya memberi petunjuk. Aku mengikutinya dan kami tiba di sebuah halaman rerumputan yang tertutup pagar yang cukup tinggi.

Senpai cilik itu mulai menapaki teralis pagar itu dengan lincah dan dengan cepat mencapai titik tertinggi pagar itu. Kemudian, dengan satu lompatan, ia sudah berada di sisi dalam sekolah.

Ia berjalan meninggalkanku sambil membawa tas sekolah di punggungnya. Eh? Apa dia akan meninggalkanku sendirian di sini? Aku 'kan, belum pernah memanjat pohon atau pagar seperti dia. Lagipula, memanjat itu termasuk salah satu hal yang tidak feminin.

"T-tunggu!" teriakku. Tapi orang yang kupanggil mengabaikanku. Jadi, aku harus berusaha sendiri. Aku akan memanjat pagar untuk yang pertama kalinya.

Aku mulai menapaki teralis seperti yang senpai cilik itu lakukan tadi. Tapi aku lupa satu hal, aku takut ketinggian. Aku berpegang erat pada ujung pagar, bersiap untuk melompat meski lututku gemetaran. Aku memejamkan mata dan berharap seseorang menyelamatkanku saat aku tiba di atas tanah.

.

.

Aku tidak mendengar suara tubuhku mencapai tanah.

Saat aku membuka mata, aku melihat sosok berambut putih itu. Oh, aku berada dalam dekapan si senpai cilik! Aku cepat-cepat melepasan diri dari dekapannya dan berdiri gugup di hadapan senpai cilik itu.

"Ah, terimakasih banyak, senpai! Maaf, aku jadi merepotkanmu," ujarku.

Senpai di depanku menatapku dengan tatapan tajam—tampaknya tatapannya memang seperti itu. "Siapa namamu?"

"Eh? M-Momo Hinamori."

"Persik ya.. Hmm, aku Toushirou Hitsugaya. Baiklah, sampai bertemu lain waktu."

.

Pada akhirnya, aku telat 7 menit. Rupanya pagar itu terhubung dengan halaman belakang sekolah yang dekat dengan kelasku. Aku tiba di kelas 1-1 dan beralasan bahwa tadi aku sempat dipanggil ke ruang guru untuk urusan tugas—setelah memandangi senpai bernama Toushiro Hitsugaya menghilang dari pandanganku...


Author's Note:

Yosh, ini ff keduaku~ :3 Terimakasih sudah membaca~

Emang sih yang pertama belum kelar, tapi entah kenapa lagi pengen ngetik cerita ini..

Yang paling susah adalah nentuin judulnya, karena sebenarnya ini bukan cerita cinta tapi tentang... (baca aja chapt. selanjutnya:p) terus bingung juga ini mau jadi chapter satu atau gimana—rasanya terlalu pendek untuk jadi chapter, tapi akhirnya coba dibikin prolog.

*Apa yang seperti ini bisa dinamakan prolog?* ._.