Title : 14 Dating To Love

Author : Imelda Yolanda (UIniichan)

Genre : Romance, Drama, Friendship, School Life

Rating : T

Length : Chaptered

Disclaimer : This fict is mine, but the casts are Masashi Kishimoto's

Warning : OOC, AU, Straight, Het, Typo(s), Crack Couple

Pairing : ItaIno

Don't Like Don't Read!

Enjoy!

"Maaf. Tapi aku tidak bisa." Ujar seorang gadis bermata aquamarine terang.

Seorang pemuda berambut coklat gelap menundukkan kepalanya. Merasa kecewa dengan penolakan yang diontarkan gadis bernama lengkap Yamanaka Ino tersebut. Gadis itu bahkan tidak sedikitpun memberi kesempatan. Memikirkannya saja tidak. Dengan cepat ia mengambil keputusan untuk menolak.

Yamanaka Ino adalah seorang 'primadona kampus'. Di semester pertamanya masuk universitas sudah sekitar seperempat dari makhluk hidup yang disebut laki-laki di kampus itu yang menyatakan perasaan mereka pada Ino.

"Terlalu lama." Ujar seorang gadis berambut merah muda yang sedari tadi menunggu Ino di tempat parkir.

"Maaf. Dia tipe orang yang terlalu banyak bicara." Jawab Ino.

Haruno Sakura adalah sahabat Ino sejak sepuluh tahun yang lalu. Mereka sahabat baik. Kemanapun selalu bersama. Tidak pernah bermusuhan.

Oh, tunggu. Sebenarnya pernah sekali. Mereka menyukai pemuda yang sama saat di SMA. Hingga keduanya berakhir dengan bermusuhan dan bahkan hingga saling menarik rambut. Namun semuanya hanya terjadi selama tiga hari sebelum semuanya kembali normal.

"Kalau begitu kita pulang sekarang." Ajak Ino.

"Hn." Jawab Sakura sekenanya.

Mereka menaiki mobil Ino yang selalu menjadi kesayanganya. Ayahnya membelikannya saat Ino berhasil mendapatkan surat izin mengemudinya sendiri tepat di hari ulang tahunnya. Ayah Ino memang belum mengizinkan sang putri mengendarai sendiri sebelum usia 17 tahun.

Namun, sekarang ia bisa dengan bebas berkendara dengan mobilnya sendiri.

Setelah mengantarkan Sakura yang tinggal satu perumahan dengannya, Ino menuju rumahnya yang jika ditempuh dari rumah Sakura dengan berjalan kaki membutuhkan waktu sekitar lima menit.

Ia melangkahkan kakinya memasuki rumah mewah tersebut. Setelah mengucapkan salam kepada sang Ayah yang berada di ruangan kerjanya memberitahukan bahwa dirinya sudah pulang, ia langsung masuk ke kamarnya.

Gadis blonde itu merebahkan tubuh moleknya di atas ranjang berukuran queen di kamarnya yang besar. Mata aquamarinenya terpejam sebelum akhirnya benar-benar terlelap masuk ke alam mimpi.

.

.

.

.

.

'Krek!'

Sebuah pintu berwarna putih terbuka menampakkan seorang pemuda berkulit putih bersih berdiri disana. Pintu tersebut mengarah langsung ke sebuah kamar bercat putih dengan segala perabotan yang tertata rapi.

Pemuda itu–Uchiha Sasuke melangkahkan kakinya mendekat ke arah sebuah meja belajar yang berada di dekat ranjang dengan bed cover berwarna merah dan hitam.

"Aku ada ujian tengah semester besok. Ayo kita belajar." Pinta Sasuke pada sang kakak yang sedang berkutat dengan laptopnya.

"Maaf, Sasuke. Mungkin lain kali." Jawab sang kakak sambil tersenyum.

"Hmm… Apa kau tidak bisa mengatakan yang lebih baik daripada itu?" Tanya Sasuke yang mendudukkan dirinya di pinggir ranjang.

Pemuda yang tak kalah tampan dari Sasuke itu hanya membalas dengan senyuman manis yang terpatri di wajahnya.

Kemudian matanya kembali fokus ke layar laptopnya dan jari jemarinya kembali dibuat sibuk dengan mengetik beberapa kata lalu menjadi kalimat disana.

Merasa tidak mendapat jawaban dari kakaknya, Sasuke kembali bersuara, "Jangan terlalu serius. Kau bukannya akan menjadi seorang profesor sekarang."

Kakaknya kembali tidak memperdulikan kalimat Sasuke dan hanya fokus dengan tugas di depan matanya.

.

.

.

.

.

Matahari pagi bersinar cerah memancarkan warna kuningnya yang muncul dari ufuk timur. Orang-orang mulai sibuk untuk berangkat menuju aktivitas mereka masing-masing. Baik bekerja ataupun menuntut ilmu.

Seorang gadis Yamanaka memasuki kelasnya dan matanya berkeliling namun tidak menemukan seseorang yang dicari.

Dengan cepat ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat favoritnya dan sahabatnya–Sakura yaitu kantin.

Begitu sampai di kantin matanya tepat melihat Sakura yang tengah menyesap jusnya. Dengan cepat Ino datang menghampiri.

"Hei! Kenapa kau berangkat duluan?" Tanya Ino dengan napas memburu.

"Aku tidak berniat menunggumu lagi hari ini." Ucap Sakura.

Ino menyesap jus milik Sakura asal, "Apa?" Ino dibuat bingung.

"Bodoh! Maksudku, pasti hari ini ada seorang pria lagi yang akan menyatakan perasaan padamu, bukan? Maka dari itu aku membawa mobilku sendiri supaya aku tidak menunggumu. Paham?" Jelas gadis musim semi itu.

Mungkin kesabaran Sakura sudah mulai habis. Sejak mereka berdua kenal kemudian bersahabat, selalu saja Sakura harus menunggu Ino sepulang sekolah karena antrean panjang para pemuda yang ingin mengungkapkan perasaan mereka pada Ino.

Dimanapun Ino berada selalu saja ada pemuda yang terpesona dengan kecantikannya.

Wajar saja. Dengan kulit putih peach yang bersinar, mata aquamarine jernih, rambut blondenya yang panjang serta tubuhnya yang indah membuatnya terlihat seperti tokoh Barbie yang hidup di dunia nyata.

Begitu banyak pria yang rela melakukan apapun untuk menjadi kekasih Ino. Namun ia sama sekali belum pernah berpacaran. Entahlah, sangat aneh, bukan? Pria-pria yang menyatakan cinta kepada Ino juga tidak main-main. Selain tampan, kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga kaya. Namun belum satupun yang menarik perhatian sang primadona.

Hanya sekali ia benar-benar jatuh cinta. Itupun menyebabkan dirinya dan Sakura bertengkar hebat. Uchiha Sasuke, teman satu SMA Ino dan Sakura yang mampu mencuri hati Ino.

Sementara Ino dan Sakura sibuk mencuri perhatian Sasuke, pemuda itu malah menganggap mereka berdua sebagai gangguan. Sebab itu, Sasuke memilih untuk tidak satu kampus dengan mereka.

"Apa sulitnya memilih salah satu dari mereka?" Tanya Sakura.

"Ah, belum ada yang benar-benar membuatku jatuh cinta." Kata Ino.

"Kau tahu, kalau kau adalah 'primadona kampus', disini juga ada 'pangeran'." Ujar Sakura.

Ino mulai tertarik, "Siapa?"

.

.

.

.

.

Sepulang dari kegiatan kampusnya Ino kembali mendapat pernyataan cinta.

Kali ini dari seorang pemuda berambut merah, Sasori. Pemuda yang cukup terkenal di kampus karena selain wajahnya yang tampan dan manis, ia juga merupakan pemegang saham terbesar di Red Sand Group.

"Maaf…" Lagi-lagi Ino menolak pernyataan cinta seorang pria.

Pemuda berambut merah yang sedari tadi menundukkan kepalanya itu dengan lemah mengangkat kepalanya kemudian berkata, "Suatu hari nanti kau akan merasakan betapa sulitnya mendapatkan seseorang yang kau cintai." Matanya memerah.

Gadis cantik itu membulatkan matanya ketika mendengar perkataan Sasori yang terkesan mengutuk dirinya.

"Kau pikir sudah berapa pria yang kau buat patah hati? Hanya karena kau begitu cantik dan terkenal, bukan berarti selamanya kau akan selalu di kejar. Ada kalanya kau akan mengejar seseorang." Sasori benar-benar mengutuk Ino.

Mata Sasori menatap tajam mata Ino yang membulat sempurna, "Kita bisa buktikan." Tambah Sasori sebelum ia benar-benar meninggalkan Ino yang masih mematung disana.

Gadis blonde itu merasakan sekujur tubuhnya yang membeku karena kutukan Sasori. Ia dapat mendengar detak jantungnya yang terasa lebih kuat dan cepat. Darahnya terasa tidak mengalir dalam tubuhnya. Terasa ingin pingsan.

Setelah tersadar dari lamunannya. Ino segera menuju ke tempat parkir untuk mengendarai mobilnya menuju rumah.

Sesampainya di rumah, ia langsung saja masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam kepada Ayahnya seperti biasa.

Mengunci pintu kamar rapat lalu mendudukkan dirinya di ranjang queen sizenya.

Kata-kata Sasori masih terngiang di telinga dan otaknya masih terus memutar rekaman itu. Tangan Ino menyentuh dada sebelah kirinya yang masih terus berdegup kencang.

'Tidak. Tidak mungkin. Kenapa kata-katanya tadi terasa begitu nyata.' Batin Ino dalam hati.

Tanpa terasa cairan bening mulai menetes menyusuri pipi putihnya. Dengan cepat ia menghapusnya ketika ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.

Ino melangkahkan kakinya mendekati pintu itu kemudian memutar kenopnya. Disana ia mendapati seorang assisten rumah tangga yang mengatakan bahwa sudah waktunya makan malam.

Dengan malas ia terpaksa turun untuk makan malam. Karena jika ia menolak, mungkin sang Ayah akan marah besar.

Yah, Ino hanya tinggal dengan Ayahnya dan beberapa pelayan di rumah mewah itu. Ibunya meninggal saat ia berusia 6 tahun. Semenjak hari itu Yamanaka Inoichi–Ayah Ino mulai lebih protektif terhadapnya.

Biasanya seorang anak berusia 6 tahun dapat merekam dengan jelas segala kenangan. Namun Ino sama sekali tidak dapat mengingat kenangan apapun bersama Ibunya. Yang ia tahu, Ibunya adalah seseorang yang cantik dan baik hati.

.

.

.

.

.

"Konan. Siang tadi ia datang kemari." Seorang wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda memulai pembicaraan di tengah makan malam.

"Aku tahu." Jawab seorang pemuda berambut panjang datar.

"Sebab itu kau tidak pulang cepat dan menemuinya?" Tanya sang Ibu.

Yang ditanya hanya diam saja dan tidak menjawab. Tangannya masih setia menyendok beberapa nasi kemudian memasukkannya ke dalam mulut.

Cukup terlihat jelas wajah 'malas' untuk melanjutkan pembahasan itu disana.

Sasuke yang ada diantara keluarga itupun mulai angkat bicara, "Ibu… Dia adalah orang sibuk. Tentu saja tidak bisa menghabiskan waktu dengan sia-sia." Bela Sasuke.

Sang Ibu hanya berdecih mendengarkan penjelasan anak bungsunya yang tampan itu.

Ibunya–Uchiha Mikoto sepertinya sudah sangat menginginkan anak sulungnya memperkenalkan sang kekasih kepada keluarga. Namun apa daya, di usianya yang menginjak 23 tahun belum sekalipun ia membawa seorang wanita ke rumah.

Alasannya selalu sama. Ia sangat sibuk dengan kuliahnya.

Bahkan semakin sibuk di semester akhirnya di jenjang Magister.

.

.

.

.

.

Ino dan Sakura yang berjalan keluar dari kelas mereka berniat untuk bersantai di sekitar taman yang ada di kampus. Dengan menenteng tas dan juga beberapa berkas di tangan, keduanya menyusuri koridor kampus yang ramai itu.

Dalam perjalanan menuju taman, mereka mendapati banyak gadis-gadis berdiri di pinggir lapangan basket dan terus berteriak memanggil nama seseorang. Tadinya mereka merasa tidak peduli dengan mengedikkan bahu dan berniat meninggalkan tempat itu. Namun, tak berapa lama kemudian mereka berlari ke arah lapangan basket begitu ada seorang gadis berteriak, "Pangeran!"

Dua gadis cantik itu berlari dan langsung saja menabrak kerumunan banyak orang yang berteriak histeris.

Rupanya yang dipanggil 'pangeran' tadi tengah bermain basket. Karena merasa gerah dengan keringat yang menempel di tubuhnya, ia menyiramkan air mineral botol ke seluruh tubuh.

Rambut panjangnya basah. Kemeja putihnya yang tipis juga basah sempurna sehingga terlihat jelas dada bidang, otot perut dan punggungnya yang kekar. Para gadis semakin berteriak keras kala pemuda itu mengibaskan rambut panjangnya menambah kesan seksi pada dirinya.

Tak terkecuali Ino dan Sakura yang sedari tadi menatap pemuda itu. Mata lebar mereka semakin melebar melihat pemandangan indah nan percuma di depan. Mulut mereka pun membentuk huruf 'O' dibuatnya.

'Jadi dia adalah pangeran itu?' Tanya Ino dalam hati.

'Luar biasa.' Batin Sakura.

Uchiha Itachi adalah 'pangeran' yang membuat para gadis bertekuk lutut di hadapannya. Hanya dengan sekali tatapan mampu membuat seorang gadis rela memberikan segalanya padanya.

Memiliki wajah yang tampan dan prestasi segudang membuatnya tidak perlu pertimbangan untuk menjadi seorang kekasih. Bahkan suami karena sifatnya yang dewasa.

Sepasang bola mata abu-abu gelap memancarkan berjuta cinta di dalamnya. Tarikan matanya yang setajam samurai membuatnya terlihat manly. Namun disaat bersamaan bulu matanya yang panjang terdefinisi dengan jelas membuat kesan manis terpancar di wajahnya yang putih bersih. Hidung lancipnya mencirikan seorang oriental. Garis tipis memanjang yang ada di antara hidungnya menjadi obyek menarik dari wajahnya yang teramat tampan.

Bentuk tubuh yang tegap dan tinggi semampai membuatnya menjadi sosok sempurna.

Tanpa terasa jantung Ino berdegup lebih kencang ketika melihat Itachi. Mata aquamarinenya bahkan tidak sanggup berkedip barang sedetik.

Sepertinya gadis Yamanaka itu merasakan yang dinamakan love at the first sight.

Begitu banyak gadis yang berteriak histeris seraya memanggil Itachi. Namun entah kenapa matanya tertarik untuk melihat seorang gadis berambut blonde di ujung sana.

Mata onyx Itachi dan aquamarine Ino bertemu dan saling menatap. Detak jantung Ino semakin tidak karuan sekarang. Berbeda dengan Itachi yang kemudian dengan cepat mengalihkan pandangannya dan meninggalkan lapangan basket itu.

'Aku rasa aku jatuh cinta.'

.

.

.

.

.

Itachi berjalan memasuki ruang ganti untuk menukar baju yang ia kenakan dengan yang baru karena basah. Di dalam ruang ganti juga ada beberapa temannya yang bermain basket bersama tadi untuk berganti pakaian.

Sembari membuka kemejanya yang basah, terjadi beberapa percakapan antara dirinya dan Deidara–sahabatnya disana.

"Kau benar-benar beruntung. Memiliki wajah tampan, prestasi bertumpuk dan banyak penggemar, hmm." Puji Deidara pada Itachi.

Deidara, seorang pemuda berambut kuning emas panjang yang biasa di ikat tinggi dan menyisakan yang lain tergerai adalah seorang mahasiswa semester akhir di jenjang strata satu jurusan Seni, Budaya dan Keterampilan. Kecintaannya pada dunia seni membuatnya hampir setiap saat berceloteh tentang betapa hebatnya seni.

Deidara juga merupakan sahabat baik Itachi sejak SMA meskipun mereka berbeda usia dua tahun yang mana Itachi adalah senior dari Deidara.

Karena keakraban yang terjalin itu juga, pemuda pecinta seni itu tidak memanggil Itachi dengan sebutan senpai. Karena menurutnya hal itu mengurangi keakraban antara keduanya.

Kembali ke situasi awal. Itachi yang dipuji oleh Deidara hanya membalas dengan senyuman tipis tanpa ada sepatah katapun.

"Dari sekian banyak wanita yang berteriak memanggil namamu tadi, ada seorang 'primadona kampus' yang tertegun." Tambah Deidara.

Uchiha Itachi berhenti dari kegiatan melepas kemejanya dan melihat ke arah Deidara memberi tatapan bingung.

"Primadona kampus? Siapa yang memberi julukan seperti itu?" Tanya Itachi.

"Haha sama sepertimu yang mendapat julukan 'pangeran', dia adalah seorang primadona yang sudah menolak cinta banyak pria di sini." Jelas pemuda berambut kuning itu.

Pemuda Uchiha itu memberi senyuman meremehkan, "Konyol!" Balasnya.

.

.

.

.

.

"Ino! Hei! Apa kau mendengarkanku?" Sakura sedikit mengguncang tubuh Ino yang tengah melamun.

Setelah melihat 'pangeran' di lapangan basket tadi, jantung Ino belum juga kembali ke keadaan normal. Detaknya masih terus berdetak cepat meskipun kejadian tadi sudah lewat sekitar setengah jam yang lalu.

"Apa kau masih melamunkan 'pangeran' tadi?" Sakura mencoba menggoda Ino.

Dengan cepat Ino menangkas pertanyaan Sakura, "A-Apa?! Kau bercanda?!"

"Kalau tidak, kenapa kau terlihat gugup?" Gadis berambut merah muda itu masih mencoba menggoda sahabat blondenya.

"Ti-Tidak!" Ino sedikit berteriak.

Gadis bermarga Yamanaka itu kembali menundukkan kepala sehingga membuat helaian rambut blondenya menutupi wajah cantiknya.

Bibirnya sedikit menarik senyuman tipis karena otaknya masih terus tertuju pada seorang pemuda yang berhasil mencuri hatinya hanya dalam satu tatapan tadi. Pipi putihnya muncul semburat merah membuatnya terlihat semakin manis.

"Bukankah ia terlihat mirip dengan Sasuke-kun?" Tanya Sakura tiba-tiba.

Ino menatap Sakura bingung namun tidak menyampaikan sepatah katapun. Tapi jika diingat kembali, penampilan keseluruhan mereka berdua memang sama.

"Ah, mereka juga memiliki nama keluarga yang sama." Tambah Haruno Sakura.

"Benarkah? Memangnya siapa namanya?" Tanya Ino penasaran.

"Uchiha Itachi." Jawab Sakura.

"Mungkinkah?"

.

.

.

.

.

Beberapa hari sejak pertama kali Ino melihat Itachi hari itu, ia tidak bisa berhenti memikirkan Itachi walau hanya sebentar.

Hari ini ia memberanikan diri untuk menghampiri pemuda Uchiha itu dan memperkenalkan dirinya seperti saran sang sahabat.

Benar-benar bukan gayanya untuk menghampiri seorang pria duluan. Biasanya pria-pria akan mengantre untuk berkenalan dengan dirinya. Untuk kali ini saja, biarkan ia merendahkan sedikit harga dirinya sebagai seorang 'primadona kampus'.

"Tenanglah, kau pasti bisa." Sakura memberi semangat kepada Ino seperti seseorang yang memberi semangat kepada seorang atlet yang bersiap ke arena.

Yang diberi semangat hanya menjawab dengan anggukan dan tetap mengambil dan membuang napas.

Saat ini mereka berdua tengah berada di perpustakaan di lingkungan kampus mahasiswa strata dua. Meskipun satu universitas, letak fakultas Ino dan fakultas Itachi lumayan jauh.

Mengetahui Itachi yang berjalan menuju perpustakaan, dua gadis cantik itu membuntuti.

Dengan perasaan gugup, Yamanaka Ino berjalan memasuki perpustakaan. Meskipun senyuman terus terlihat di wajah manisnya, tidak dapat dipungkiri rasa gugupnya lebih mendominasi.

Matanya berkeliling menyapu seluruh sudut perpustakaan untuk mencari pemuda berambut panjang itu–Itachi.

Tak lama ia menemukan Uchiha Itachi tengah duduk sambil membaca sebuah buku. Senyuman mengembang dari wajah cantik Ino.

Dengan mantap ia melangkahkan kaki jenjangnya menuju dimana Itachi duduk.

Begitu sampai di hadapan pemuda tampan itu, Ino langsung berbicara tanpa basa-basi, "Kau Uchiha Itachi?"

Itachi hanya melirik tanpa mengangkat kepalanya sedikitpun. Matanya kembali fokus ke buku yang dipegangnya.

Tidak mendapat jawaban, Ino duduk di kursi tepat di depan Itachi. Ia sedikit memasang tampang kesal karena ini adalah pertama kalinya seorang pria bersikap sangat dingin padanya dan terkesan menganggapnya tidak ada.

"Baiklah, kau mungkin bingung kenapa seorang 'primadona kampus' sepertiku datang menghampirimu. Tapi, aku berniat baik. Mungkin aku tidak perlu memperkenalkan diriku karena aku yakin kau sudah tahu namaku, bukan?" Ino menyombongkan dirinya.

Pemuda Uchiha itu mendengus. Ia mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke arah Ino kemudian jemarinya mengantarkan mata Ino ke arah tulisan 'Keep Silent'. Ino membalas dengan tatapan bingung.

"Kau mungkin bingung karena tulisan itu menggunakan bahasa Inggris. Aku akan menje–" Kalimat Itachi dipotong.

"Hei! Aku tidak sebodoh itu!" Teriak Ino.

"Kau mungkin terlalu bodoh dalam hal mematuhi peraturan." Ucap Itachi datar.

Karena merasa dirinya telah membuang waktu dengan sia-sia, Itachi meninggalkan Ino yang merasa kesal begitu saja. Daripada terus melanjutkan perdebatan tidak penting, lebih baik Itachi meninggalkan tempat itu.

"Hei! Berhenti disana! Hei!" Ino berteriak memanggil Itachi.

"Oi! Kau yang disana! Apa kau tidak mengetahui peraturan di perpustakaan?" Tegur seorang pustakawan.

Ino yang merasa malu setengah mati, menutupi wajahnya dengan helaian rambut panjangnya. Semua mahasiswa yang berada di perpustakaan menatapnya aneh. Bukan hanya merasa aneh karena ada seorang mahasiswa strata satu di lingkungan itu, namun juga merasa aneh karena seorang 'primadona' bisa melakukan hal yang memalukan.

Menyadari bahwa Itachi sudah menghilang dari tempat itu, dengan cepat Ino berlari keluar meninggalkan perpustakaan. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan pemuda tampan yang meninggalkannya.

Begitu melihat punggung tegap Itachi, dengan cepat ia berlari dan merebut buku yang dibawa Itachi sedari tadi.

Mata Itachi membulat melihat bukunya di rebut oleh Ino secara tiba-tiba dan Ino berlari kencang di depannya.

"Apa?! Dasar gadis gila!" Itachi berlari mengejar Ino yang beberapa langkah di depannya.

Adegan kejar-kejaran pun terjadi antara 'primadona' dan 'pangeran' di koridor kampus yang ramai. Lalu lalang banyak orang tidak mereka pedulikan.

Tatapan bingung banyak diberikan oleh para mahasiswa yang melihat mereka berdua.

"Hei! Dasar gila! Berhenti!" Itachi berteriak seraya terus berlari mengejar Ino.

Yamanaka Ino yang melihat ke arah belakang mendapati Itachi yang semakin dekat dengannya. Ia kembali mempercepat larinya lalu menaiki tangga yang menuju ke atap.

Napas Itachi terus memburu tetapi mau tidak mau ia harus mengejar Ino untuk mendapatkan bukunya kembali. Dengan langkah terpaksa ia mengikuti Ino menaiki tangga menuju atap.

Sesampainya di atap, gadis Yamanaka itu merasa bingung. Sepertinya ia mengambil tujuan yang salah dengan berlari ke atap. Karena kenyataannya ia malah tidak bisa berlari kemanapun sekarang. Ia sendiri terjebak di atap.

Seorang pemuda tampan muncul di pintu kecil yang menghubungkan tangga dengan atap. Ia masih berdiri disana dengan napas terengah-engah. Sembari mengatur napasnya ia berjalan ke arah Ino.

Ino hanya dapat memberi tatapan takut sekarang. Ia tidak bisa lari kemanapun sekarang. Mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri, tubuhnya akan terhempas dari lantai tujuh gedung kampus itu. Dan tidak mungkin jika akan berakhir dengan goresan saja.

Itachi semakin dekat dengan Ino. Langkah Itachi yang semakin dekat ke arah Ino memaksa gadis blonde itu untuk memundurkan langkahnya. Hingga tiba di ujung atap yang mengarah langsung ke jalan raya, Ino melirik sedikit ke bawah melihat betapa mengerikannya jika ia jatuh. Dengan susah payah Ino menelan saliva.

Kemudian mata aquamarinenya menangkap sebuah truk sampah tepat di bawah gedung itu dan mendapatkan sebuah ide. Bibirnya tersenyum licik.

"Teruslah melangkah. Lalu aku akan menjatuhkan buku ini ke truk sampah yang ada di bawah." Ancam Ino pada Itachi.

Itachi menghentikan langkahnya dan melemparkan tatapan bingung ke arah Ino. Gadis Yamanaka itu bersiap menjatuhkan buku berwarna coklat yang dibawanya.

"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Itachi dengan sedikit nada marah.

"Kita buat sederhana. Kau akan mendapatkan buku ini, aku akan mendapatkan apa yang aku mau. Kita memakai sistem simbiosis mutualisme. Bagaimana?" Tawar Ino.

Itachi sedikit berpikir. Buku itu adalah hal berharga dan tidak mungkin jika ia harus membiarkannya pergi begitu saja. Tak lama ia angkat bicara.

"Katakanlah. Apa yang kau inginkan?"

Ino tersenyum puas.

.

.

.

.

.

-To Be Continued-

A/N :

Helloooo~~! Hahaha aku datang dengan membawa sebuah karya seni baru /ditimpuk/ hmm... Sorry ya aku buat ff baru lagi tanpa menyelesaikan ff lainku yang terbengkalai :3 Tapi sebenernya ff Sakura Rhythm itu udah selesai kok, tapi belum mau aku publish aja. Sabar yaa.. Review kalian adalah semangatku genks! So, kalo udah baca please kasih reviewnya dan jangan jadi silent readers, ok? Kebahagiaan seorang author itu sederhana kok, dengan kalian kasih review dan no siders aja udah buat kami bahagia. Kalian egk tau betapa senangnya aku menerima review kalian sampe aku baca berulang-ulang :3 Aku terima segala bentuk kritik dan saran. Mohon reviewnya.. /bow/

©Imelda Yolanda (UIniichan)