kecupan demi kecupan pemuda pirang itu dapatkan. Tubuhnya melengkung, saat lehernya digigiti sebelum akhirnya dijilat kemudian dihisap.
Mata safirnya terpejam erat. Peluh yang membanjiri tubuhnya membuat kulit kecokelatan halus itu mengkilap. Lenguhannya terdengar syahdu menggema di ruang segi empat didominasi warna gelap. Lampu remang tidak menyurutkan niat sang dominan, pemuda bermata kelam mengambil posisi sebelum menghujamkan dirinya lebih dalam.
"Shh... 'Suke..."
Panggilan serak sang submisif membuat sang raven kian bersemangat. Desahan mesra terus saja si blonde suarakan membuat pemuda yang dipanggil 'Suke tak kuasa lagi menahan diri. Terus menggerakkan pinggulnya lebih cepat, mengguncang ranjang besar dengan seprai yang sudah acak-acakkan, selimut tertendang teronggok tidak berguna di atas lantai.
"Kau tidak boleh melupakanku lagi..." Sasuke berkata serak. Mata hitam itu menghujam memohon agar orang yang dicintainya tidak lagi melupakannya, tidak lagi menorehkan luka di hatinya.
Dua cengkeraman di bahu alabaster miliknya menguat, si pirang mulai kehabisan napas. Bibir setengah terbuka itu terus menghembuskan napas beraroma jeruk yang membuat pemuda di atasnya lagi-lagi kehilangan kendali.
Air liur mengalir dari sudut bibirnya, mata sayu dengan kelereng biru menatap mesra pada pemuda di atasnya.
Sasuke tersenyum.
Senyuman yang hanya akan dia berikan pada pemuda di dalam dekapannya.
Pemuda yang sudah membuatnya jatuh cinta, dan tidak bisa melepaskan diri dari jerat pesonanya.
"Jangan lupakan aku, ya, Naruto?"
Disclaimer
Masashi Kishimoto
Author
Aldo Ganteng
Warning
YAOI, PWP, mengandung hubungan ranjang sesama pria, tebar typo, dll.
Kelopak mata kecokelatan itu terbuka. Iris safir jernih menatap hampa pada langit-langit tempatnya saat ini berada. Pemuda berambut pirang itu beringsut dari tidurnya. Dia berkedip bebepa kali, memalingkan wajahnya menatap jendela kamar yang tirainya dibiarkan terbuka.
Hari sudah beranjak siang.
Dan dia baru terbangun dari tidurnya. Tubuhnya terasa begitu kaku dan pegal-pegal.
Ketukan pintu membuatnya menoleh, dia membiarkan masuk seorang pria dengan luka melintang di hidungnya. Pria berwajah ramah itu memberinya senyuman hangat. Si blonde tidak membalas. Dia menatap troli yang pria itu dorong dan diduganya membawa sarapan untuknya.
"Tuan muda, sudah saatnya sarapan." Pria bernama Iruka itu lagi-lagi memberi senyuman bersahabat. Sementara orang yang dipanggilnya 'Tuan muda' hanya menatapnya kosong lalu menelan ludah susah payah.
Iruka tampaknya tidak terganggu dengan tubuh setengah telanjang tuannya yang dipenuhi bercak merah.
"Kau... siapa?" pemuda pirang bertanya penasaran. Orang di depannya tertegun sesaat, sebelum akhirnya dia kembali tersenyum tipis.
"Saya Iruka, saya kepala pelayan di rumah ini, Tuan."
"Lalu~" si pirang menggantungkan kalimatnya, Iruka tampaknya sudah bisa menebak apa yang akan ditanyakan oleh sang Tuan. "Aku... siapa?"
"Anda adalah Tuan Uzumaki Naruto. Anda pemilik rumah ini."
Naruto mengangguk, dia tidak bertanya lagi. Mendiamkan Iruka yang mengambil sebuah mantel oranye di lemari kemudian menyelimutinya agar tidak masuk angin. Naruto mulai menghabiskan sarapannya, menikmatinya dalam keheningan tanpa sepatah kata pun yang dia suarakan.
Kenapa dia tidak bisa mengingat apa pun?
Kenapa dia bahkan tidak bisa mengenal dirinya sendiri?
Kenapa dia merasa ada sesuatu yang penting, memori yang tidak seharusnya dia lupakan dengan begitu mudahnya?
Dia mengenal rumah ini, barang-barangnya, setiap bagian arsitektur kamar yang ditempatinya terasa tidak asing baginya.
Yang tidak bisa dirinya ingat hanya satu hal-
Satu hal yang bahkan dia tidak tahu itu apa?
LostMemories
Sorenya, Naruto memutuskan untuk keluar kamar. Pemuda blonde itu menggunakan t-shirt oranye dibalut switer hitam. Dia menggunakan jeans hitam belel dan melengkapi penampilannya dengan sneakers hitam. Sapaan hormat dari setiap pelayannya hanya dia berikan anggukkan.
Walau tidak bisa mengingat apa pun, dia merasa sudah cukup terbiasa dengan lingkungan di sekitarnya.
Pemuda itu keluar dari mansion bergaya Eropa yang ditempatinya. Memilih berjalan kaki, dia menolak saat Iruka menawarkan diri menjadi supir yang akan mengantarkan ke mana pun si blonde pergi.
Naruto ingin menghabiskan waktunya sendiri.
Dia ingin tahu...
Sebenarnya apa yang sudah terjadi?
Pemuda itu menyusuri komplek perumahan elite lalu melewati sebuah taman. Menikmati setiap hembusan angin dengan bunga sakura yang menghiasi setiap tepi jalan dan berguguran. Musim semi memang merupakan salah satu musim yang sangat dinantikan.
Kedua langkah kaki panjangnya terhenti di depan sebuah kafe. Kali ini, setelah sekitar menghabiskan satu jam untuk berjalan, dia kini sampai di pusat pertokoan. Melihat gaya kafe yang cukup unik itu membuatnya tertarik. Kafe yang dipenuhi banyak ornamen kucing memang cukup mencolok di bandingkan tempat-tempat yang lain.
Para pelayannya menggunakan bando kucing dan bersikap hangat. Salah seorang langsung menghampiri ke depan pintu, begitu melihat Naruto yang berdiri terpaku menatap keramaian di dalam kafe dari luar.
"Ah, kenapa Tuan selalu berdiri di sana dulu sebelum masuk? Mari, saya akan mengantarkan Tuan ke meja yang masih kosong." Gadis berambut merah muda itu tersenyum manis. Wajahnya yang amat cantik dilengkapi sepasang mata zamrud yang berkilauan. Dia menggunakan pakaian maid berwarna putih pallet merah muda. Telinga kucing berwarna putih yang dipakainya, sedikit menarik perhatian si pemuda.
Naruto menurut saja saat diseret masuk ke dalam kafe. Dia menyentuh saku belakang celananya, memastikan membawa dompet. Dia segera duduk di kursi kosong yang berada tepat di samping jendela. Memandangi jalanan raya yang tampak dipenuhi kendaraan berlalu-lalang.
Orang-orang sibuk hilir mudik di luar sana, keramaian di dalam kafe sama sekali tidak mengusik ketenangan pemuda pemilik permata safir. Dia bertopang dagu setelah memesan pizza dan jus jeruk.
"Kau sendirian?"
Naruto tersentak. Dia meluruskan pandangannya saat seorang pemuda raven tiba-tiba mendudukkan diri di bangku kosong di depannya. Naruto menatapnya menelisik, dia sepertinya pernah melihat orang itu. tapi di mana?
Rambut emo-nya yang mencuat ke atas, mata onyx yang menatapnya tajam namun besahabat. Gestur tubuh yang begitu menggoda –memanjakan mata. Pemuda di depannya sepertinya sudah bekerja, dia mengenakan kemeja hitam dengan dasi yang diikat asal-asalan. Jas hitamnya dia sampirkan di bangku.
Dia, menarik perhatian banyak orang.
Pemuda ini memang sangat tampan.
Naruto tidak menjawab, dia hanya memberi senyuman sekilas kemudian mengangguk.
Pemuda emo itu memanggil pelayan, dia pun memesan minuman. Black coffe tampaknya menjadi minuman favoritenya, Naruto tidak mempermasalahkan, lagipula mereka tidak saling mengenal.
"Namaku Uchiha Sasuke, kau bisa memanggilku Sasuke. Kau?" Sasuke memperkenalkan dirinya, dia mengulurkan tangannya mengajak bersalaman. Naruto menatapnya nanar, hanya beberapa saat sebelum akhirnya dia menerima uluran itu dan menjabatnya bersahabat.
"Uzumaki Naruto." Naruto berkata pelan. Sasuke mengukir senyuman tipis.
"Tidak keberatan jika hanya Naruto saja?"
"Sama sekali tidak, Uchiha-san." Naruto berkedip sekali, merasa Sasuke mungkin kurang nyaman ketika pemuda emo itu memanggilnya dengan nama kecil, sementara dia masih memanggil marganya. "Maksudku, Sasuke-san."
"Hanya Sasuke."
"Sasuke." Naruto mengangguk. Senang karena bisa mendapat teman mengobrol di hari pertamanya keluar rumah. Apalagi pemuda Uchiha itu tampak begitu baik juga ramah.
Dua pemuda yang menarik perhatian banyak orang itu saling terdiam. Sementara Naruto kembali menoleh ke jendela menatap kegiatan orang-orang di luar kafe, Sasuke justru bertopang dagu menatap lurus pemuda blonde dengan tatapan sayu.
Apa yang dipikirkan sang Uchiha, hanya pemuda itu sendiri yang tahu.
Yang jelas Sasuke pun tidak menyadarinya, saat tangannya yang bebas terulur kemudian menyentuh punggung tangan Naruto yang lunglai di atas meja. Si blonde tersentak, dia menoleh dan menatap pemuda raven tidak mengerti. Menarik tangannya mundur –sedikit enggan.
Sasuke membiarkannya saja.
"Apa ini pertama kalinya kau ke tempat ini?" Sasuke memulai percakapan. Kelereng hitam pekatnya terus menatap orang di depannya dengan sorot yang tidak bisa diartikan. Bahkan Naruto sendiri tidak tahu makna dari tatapan itu. dia hanya bisa bergerak gelisah, merasa kurang nyaman juga berdebar.
Jantungnya memang berdebar tidak karuan.
Ada apa dengan hatinya?
Naruto mengulum bibir bawahnya, tenggorokkannya sedikit kering. Merasa belum menjawab pertanyaan Sasuke, dia membuka suara, "Ya, ini pertama kalinya."
"Ini juga pertama kalinya untukku." Sasuke tersenyum tipis. Naruto terpaku melihat wajah yang terlihat seratus kali lebih tampan itu. pemuda di depannya begitu bercahaya, tenang, dan juga rupawan.
Apa mungkin yang seperti ini yang disebut malaikat?
Yah, andai saja kalau di punggung Sasuke terdapat sayap.
"Kita sama..." Naruto balas tersenyum. Dia melirik jari manis Sasuke, di sana terdapat sebuah cincin. Pemuda blonde itu tergugu, dia kembali menatap lurus pada Sasuke yang terus saja memperhatikannya. Seolah begitu tertarik kepadanya.
Sasuke sudah punya pacar, ya?
Atau jangan-jangan pemuda raven itu sudah punya istri?
Kenapa hatinya terasa sakit?
Kenapa dadanya mendadak sesak?
Naruto menundukkan kepalanya. Apa yang sudah dia pikirkan? Dia jatuh cinta pada pandangan pertama pada sesama pemuda? Mereka bahkan baru berkenalan tidak sampai lima menit yang lalu.
"Kau~" Naruto menelan ludah. Sasuke tetap bersikap tenang –mendengarkan. "Sudah menikah?"
Sasuke menunduk, menatap tangan kanannya yang jari manisnya dilingkari cincin. Pemuda itu terkekeh dan menjawab, "Ya."
Hati Naruto semakin tidak karuan. Pemuda blonde itu untuk pertama kalinya merasa tolol juga tidak berharga. Memangnya apa yang dia harapkan? Dia pikir pemuda Uchiha itu menghampirinya karena tertarik padanya, begitu?
Bisa saja karena Sasuke sedang tidak ingin sendirian dan mencari teman mengobrol, kan?
"Sebenarnya bukan menikah. Kami hanya mengikat janji untuk saling mencintai satu sama lain selamanya. Pernikahan sesama jenis tidak dilegalkan di Jepang." Sasuke menjelaskan santai. Dia diam saja saat pelayan datang menghampiri meja mereka kemudian meletakkan pesanannya juga pesanan Naruto. Si raven mengambil gagang cangkirnya kemudian menyesap kopi hitamnya yang masih panas.
Naruto terus saja menatapnya nanar.
"Kau mencintai sesama pria?" Naruto bertanya. Memastikan tentang penjelasan santai pemuda raven yang sama sekali tidak malu mengakui mengalami penyimpangan seksual di depan publik.
"Hn."
"Lalu, di mana dia?"
Sasuke terdiam. Dia meletakkan cangkir kopinya di atas meja. Iris malamnya menatap Naruto sebentar sebelum akhirnya berubah jenaka.
"Dia pergi."
"Pergi?"
"Hn."
"Ke mana?"
Sasuke terdiam lagi. Naruto dibuat semakin penasaran. Manusia macam apa yang berani mencampakkan seorang Uchiha Sasuke? Apa yang kurang dari pemuda itu? dia terlihat sangat tampan juga rupawan, dari penampilannya, Naruto sudah bisa menebak kalau sang Uchiha pastilah berasal dari keluarga bangsawan.
Orang yang dicintai Sasuke itu benar-benar tidak tahu diri.
Kalau saja Naruto yang berada di posisinya, tidak akan pernah sekali pun dia akan melepaskan genggaman tangan mereka.
"Dia melupakanku." Sasuke menjawab datar. Namun kesedihan terdengar jelas dari tremor nadanya yang mengganggu si pirang. Naruto menatapnya kasihan.
"Melupakanmu?" beo Naruto kaget. "Kenapa dia melupakanmu?"
"Mungkin karena dia tidak benar-benar mencintaiku." Sasuke meringis. Di depan pemuda pirang itu, dia terlihat lemah sekali. Dia benar-benar rapuh. Dilupakan oleh orang yang sangat dicintainya memang membuatnya hancur lebur. Kesakitan yang sama, tidak mengurangi sedikit pun intensitas nyerinya.
Dia putus asa.
Tapi tidak sekali pun bisa melupakan seseorang yang sangat berarti untuk hidupnya.
"Cintanya padaku, tidak sebesar cintaku padanya." Pemuda raven itu sedikit memiringkan kepalanya. Tidak terusik dengan pandangan iba yang Naruto berikan padanya. "Aku menyedihkan, ya?"
"Tidak! Kau orang yang sangat-sangat kuat." Naruto melupakan makanannya, dia melupakan minumannya. Baginya prioritasnya saat ini adalah mengobati hati pemuda tampan di depannya yang tengah cedera. Cidera yang sangat parah, membuat si blonde sendiri tidak tahu apa ada obat yang ampuh untuk menyembuhkannya?
Adakah obat mujarab untuk mengobati cidera manusia yang disebabkan patah hati?
"Aku selalu menunggunya..." Sasuke bercerita. Sorot matanya menatap hampa pada si pirang. "Aku menunggunya kembali padaku, kembali ke dekapanku."
Naruto menahan napas. Dadanya ngilu. Tidak menyangka cidera hati yang dialami Sasuke juga bisa menular kepadanya. Kenapa hatinya seperti diremas? Kenapa tenggorokkannya mendadak tersumbat membuat dirinya tidak bisa bernapas?
Kenapa orang yang dicintai Sasuke begitu tega melupakan dan meninggalkan pemuda sebaik si raven?
Naruto tahu dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama...
Dan dia punya tekad, untuk membuat Sasuke pun balas mencintainya...
Sasuke tidak bisa terus mempertahankan cinta pada seseorang yang sudah melupakannya.
"Aku masih menunggunya..."
"Kenapa kau tidak mencoba melupakannya?" Naruto bertanya serak. Dia menahan napas sejenak saat sang Uchiha terus saja memberinya senyuman pahit. Itu justru semakin melukai hatinya. Kalau memang tidak sedang ingin tersenyum, kenapa si raven itu begitu memaksakan diri?
"Dengan apa?" Sasuke bertanya sedih. "Bagaimana caranya agar aku bisa melupakannya?"
"Kau bisa menjalin hubungan dengan orang lain." Naruto mencicit. Dia sedikit salah tingkah saat sikapnya memang terkesan curi-curi kesempatan dalam kesempitan. "membuka hati untuk orang lain yang mencintaimu..."
"Benarkah?" Sasuke berkedip. Kali ini dia memberikan Naruto tatapan yang lebih hangat. Pemuda blonde merasakan panas di kedua pipinya. "Kalau aku memintamu menjalin hubungan denganku padahal kita baru hari ini bertemu, apa kau tidak keberatan?"
Langsung tembak.
Naruto tidak menyangka Sasuke akan mengajaknya menjalin sebuah hubungan. Kelereng safir itu melebar, bibir kemerahannya sedikit terbuka shock. Sasuke hanya terkekeh, dia mengambil tangan Naruto kemudian mengecup punggung tangan si blonde mesra.
Naruto berkedip tidak percaya.
"Kalau kau... tidak akan melupakanku, kan, Naruto?"
"Yah..." Naruto menganggukkannya. Dia merasa ini adalah kesempatan yang baik untuknya. Walau mereka baru saling mengenal, entah kenapa Naruto merasa mereka sudah pernah bertemu sejak lama? Dia begitu yakin kalau Sasuke merupakan pemuda baik-baik. "Aku, tidak akan pernah melupakanmu, Sasuke..."
LostMemories
Ini memang sangat singkat...
Entah bagaimana caranya? Tiba-tiba saja Naruto mempersilahkan Sasuke berkunjung ke rumahnya. Pemuda blonde itu mengajak Sasuke masuk ke dalam kamarnya. Awalnya, saat malam mulai larut mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol dan menonton tv.
Tapi entah siapa yang memulai? Dua pemuda berciri bertolak belakang itu pada akhirnya saling menindih dan mencumbu satu sama lain?
Naruto membiarkan Sasuke mengulum bibirnya, memasukkan lidah panjang sang dominan menyusup ke dalam mulutnya. Sementara tangan kanannya meremas seprai, tangan kirinya menekan kepala Sasuke, memperdalam ciuman panas yang tengah mereka lakukan.
Pakaian mulai dilucuti, semuanya berserakan di lantai kamar tanpa ada yang memedulikan. Keduanya terlalu sibuk meluapkan gairah yang membuat tubuh panas membutuhkan pelampiasan. Hembusan napas memburu saling bersahutan, erangan Naruto mendominasi saat pemuda di atasnya mulai mencecapi lehernya dan meninggalkan beberapa tanda di perpotongan bahunya.
Bagian yang tidak akan terlalu terlihat kalau Naruto menggunakan kaos kesayangannya.
Tubuh keduanya berkeringat. Mata hitam sang raven menatap ke atas, bibirnya melengkungkan senyum saat si blonde tampak memejamkan matanya rapat menikmati setiap sentuhan yang dia berikan.
Mengamuk. Tubuh Naruto tersentak saat Sasuke mempermainkan nipple kanannya dengan kedua jari nakalnya.
"Sasukeh..."
"Hm?" si raven tersenyum manis. Mengecupi tulang selangka Naruto sebelum lagi-lagi meninggalkan tanda. "Kau menyukainya?"
"Ya." Naruto mengangguk. Perutnya seperti diaduk-aduk, bagian selatan tubuhnya menegang. Dia sudah tidak menutupi tubuhnya dengan sehelai benang pun. Sementara sang Uchiha, masih menggunakan celana kerja dengan ikat pinggang yang sudah dibuka paksa. "Kau tidak mau melepas celanamu?"
"Jika tidak keberatan, aku ingin kau yang melakukannya."
Senyuman menggoda itu-
Naruto mendengus. Dia mendorong agar Sasuke duduk kemudian beringsut. Pemuda blonde itu mulai melepaskan pengait celana si raven, mata birunya berpendar, dia balas menatap Sasuke saat menyadari sejak tadi Uchiha bungsu itu menatapnya dengan sorot berbeda.
Ada luka...
Kenapa?
"Kau tidak boleh melupakanku..." Sasuke mendesis. Dia menubruk sosok blonde itu dan mendekapnya erat begitu celana hitamnya lolos dari kedua kaki panjangnya. Naruto menahan napas, dia mengusap surai raven kekasih barunya saat merasakan tubuh di atasnya bergetar.
Sasuke, sangat terpukul karena sudah dilupakan kekasihnya, ya?
"Kau sudah janji tidak akan melupakanku, kan, Naruto?"
"Tentu saja." Naruto berkata yakin. Dia mengecup pipi Sasuke sekilas kemudian tersenyum hangat. "Aku tidak akan melupakan Sasuke."
Tubuh itu menyatu. Bergerak seirama dengan lenguhan nada cinta yang begitu merdu. Saling menyahut dan menyebut nama satu sama lain. Peluh bercampur, bibir sesekali bertemu, Sasuke berusaha meraup kenikmatan sebanyak mungkin dari pemuda pirang yang begitu berharga dalam hidupnya.
Naruto menerima semua yang dilakukan Sasuke. Dia begitu mencintainya, dan bertekad akan membuat Sasuke lepas dari bayang-bayang masa lalunya. Lenguhan kenikmatan terus dia suarakan. Kedua tangannya mencengkeram erat bahu putih sang dominan, dengan mata sayunya yang sesekali terbuka untuk melihat wajah tampan pemuda di atasnya.
Rambut mereka berkeringat.
Naruto membelai kening Sasuke yang basah. Dia menarik kepala itu ke dalam dekapannya sementara tubuhnya masih bergerak dengan tempo yang cukup kasar.
Dia menikmatinya...
Hubungan percintaan mereka yang dibumbui oleh persetubuhan yang menggairahkan.
"Kau tidak akan melupakanku..."
Mata biru yang sempat terpejam itu kini terbuka, menatap terkejut saat tetes demi tetes air membasahi wajah berkeringatnya.
Air itu berasal dari dagu Sasuke.
Bukan, tapi dari matanya.
"Kau tidak boleh melupakanku!"
Gerakkan Sasuke semakin cepat. Naruto bahkan tidak punya kesempatan untuk menanyakan kenapa si raven menangis? Hal apa yang membuatnya sedemikian terluka sampai begitu terlihat hancur disaat mereka bercinta?
Apa Sasuke benar-benar trauma karena mantan kekasihnya yang melupakannya?
"Tapi~" Sasuke menghentakkan pinggulnya dalam. Naruto mendesah panjang. "Sekali pun kau melupakanku-"
Naruto kelelahan. Dia nyaris tertidur saat sunggingan senyum terukir di bibir sang pemuda tampan. Sasuke mendekapnya, menariknya ke dalam pelukannya, dan terisak pelan di samping telinganya.
Si pirang semakin dibuat bingung. Namun tetap tidak bisa menanyakan apa pun.
"Sasukeh?" panggil Naruto lemah. Berusaha susah payah mengumpulkan napas karena mengalami klimaks di waktu yang nyaris bersamaan. Puncak kenikmatan yang benar-benar sanggup membuatnya melayang.
Mencapai euphoria yang paling menyenangkan.
"Aku... akan tetap mencintaimu..." bisik Sasuke merdu. Membuat pemuda pirang itu terbuai kemudian memejamkan matanya rapat. Merasakan kehangatan yang sosok tengah memeluknya itu berikan.
Naruto terlelap.
Dan sebelum kehilangan kesadarannya-
Dia sekali lagi berjanji tidak akan melakukan kesalahan bodoh seperti yang dilakukan mantan kekasihnya Sasuke.
Dia tidak akan pernah melupakan sosok Uchiha Sasuke.
LostMemories
Pagi ini, Naruto bangun terlambat lagi. Iruka mengantarkannya sarapan lagi. Bercak merah di tubuhnya terlihat bertambah. Iruka tidak mempermasalahkannya, dia tidak pernah bermaksud ikut campur dengan urusan pribadi terutama asmara sang Tuan muda.
Naruto berjalan disaat hari menjelang sore. Dia berdiri di depan sebuah kafe yang cukup mencolok dan menarik perhatiannya, kafe yang ada di pusat pertokoan yang paling terkenal di Konoha.
Para pelayannya menggunakan bando kucing dan bersikap hangat. Salah seorang langsung menghampiri ke depan pintu, begitu melihat Naruto yang berdiri terpaku menatap keramaian di dalam kafe dari luar.
"Ah, kenapa Tuan selalu berdiri di sana dulu sebelum masuk? Mari, saya akan mengantarkan Tuan ke meja yang masih kosong." Gadis berambut merah muda itu tersenyum manis. Wajahnya yang amat cantik dilengkapi sepasang mata zamrud yang berkilauan. Dia menggunakan pakaian maid berwarna putih pallet merah muda. Telinga kucing berwarna putih yang dipakainya, sedikit menarik perhatian si pemuda.
Naruto menurut saja saat diseret masuk ke dalam kafe. Dia menyentuh saku belakang celananya, memastikan membawa dompet. Dia segera duduk di kursi kosong yang berada tepat di samping jendela. Memandangi jalanan raya yang tampak dipenuhi kendaraan berlalu-lalang.
Orang-orang sibuk hilir mudik di luar sana, keramaian di dalam kafe sama sekali tidak mengusik ketenangan pemuda pemilik permata safir. Dia bertopang dagu setelah memesan pizza dan jus jeruk.
"Kau sendirian?"
Naruto tersentak. Dia meluruskan pandangannya saat seorang pemuda raven tiba-tiba mendudukkan diri di bangku kosong di depannya. Naruto menatapnya menelisik, dia sepertinya pernah melihat orang itu. tapi di mana?
Rambut emo-nya yang mencuat ke atas, mata onyx yang menatapnya tajam namun besahabat. Gestur tubuh yang begitu menggoda –memanjakan mata. Pemuda di depannya sepertinya sudah bekerja, dia mengenakan kemeja hitam dengan dasi yang diikat asal-asalan. Jas hitamnya dia sampirkan di bangku.
Dia, menarik perhatian banyak orang.
Pemuda ini memang sangat tampan.
Naruto tidak menjawab, dia hanya memberi senyuman sekilas kemudian mengangguk.
Pemuda emo itu memanggil pelayan, dia pun memesan minuman. Black coffe tampaknya menjadi minuman favoritenya, Naruto tidak mempermasalahkan, lagipula mereka tidak saling mengenal.
"Namaku Uchiha Sasuke, kau bisa memanggilku Sasuke. Kau?" Sasuke memperkenalkan dirinya, dia mengulurkan tangannya mengajak bersalaman.
Naruto merasa dejavu. Demi Tuhan, dia merasa kejadian ini sudah terjadi berkali-kali. Tapi dia tidak ingat apa pun. Hingga akhirnya, dia balas mengulurkan tangan dan menjabat tangan alabaster sang raven.
"Aku... Uzumaki Naruto, Uchiha-san."
"Cukup Sasuke saja." Sasuke tersenyum hampa. Naruto sedikit khawatir saat melihat kantung mata yang melingkari kelopak pemuda tampan di depannya. Keduanya sama-sama terdiam, Sasuke terlihat enggan saat Naruto menarik kembali tangannya dan bergerak tidak nyaman.
"Kau... tidak boleh melupakanku, ya, Naruto?" bisik Sasuke sendu. Pemuda pirang di depannya tampak terpaku. Sebelum akhirnya dia tersenyum gelisah dan menganggukkan begitu saja. Entah hal apa yang mendasarinya? Yang jelas, dia merasa hanya hal itulah yang bisa dia lakukan untuk menyenangkan hati pemuda yang tetap lurus menatapnya.
"Ya, aku tidak akan melupakan Sasuke."
Omake
Gadis bersurai pirang panjang itu masuk ke dalam dapur. Dia menatap sahabatnya yang memiliki rambut merah muda dan tampak bersiap-siap pulang karena kebetulan sudah habis shift jam kerjanya.
Si pirang menepuk bahu sahabatnya, membuat iris zamrud itu menoleh dan melotot kepadanya. Dia kaget sekali.
"Sakura, tamu itu... yang pemuda pirang tampannya selalu kau antar ke meja khusus yang katanya sudah di-booking setiap sorenya. Dia selalu bertemu dengan si tampan Uchiha. tapi kenapa mereka selalu bersikap seolah tidak saling mengenal, ya? Mereka berkenalan terus berulang-ulang."
Gadis yang dipanggil Sakura itu tersenyum sedih. Dia menghela napas sebelum akhirnya balas menatap sahabatnya, dia menyeka airmatanya yang mendadak menetes membuat si pirang kaget.
Sakura menangis?
Tidak mungkin!
"Ino, kalau saja kau tahu ini, mungkin kau akan semakin memuja si tampan Uchiha itu." Sakura menjelaskan. "Dari yang kulihat, sepertinya Uzumaki-san tidak bisa mengingat apa pun yang terjadi sehari sebelumnya. Dan kebiasaan yang kau lihat setiap harinya selama enam bulan kau bekerja di tempat ini~ adalah kebiasaan yang selalu kulihat semenjak tiga tahun yang lalu."
Ino terpaku. Mulutnya menganga tidak percaya. Kisah cinta sesama jenis antara Sasuke dan Naruto memang sudah menjadi legenda di kafe mereka.
Tidak akan ada seorang pun yang bisa mengerti dan memahami-
Sebesar apa cinta yang sanggup diberikan seorang Uchiha Sasuke untuk Uzumaki Naruto?
"Aku, selalu menangis setiap kali melihat Uchiha-san pura-pura bersikap tegar dan tidak memaksa Uzumaki-san untuk mengingatnya. Sebagai gantinya, setiap harinya Uchiha-san akan mengulang mengajak Uzumaki-san berkenalan dan memintanya agar tidak melupakannya, dan anehnya... pertemuan mereka memang selalu terjadi di tempat ini seolah sudah terikat janji yang transparan. Mereka, benar-benar luar biasa."
The end
Fic ini adalah fic tantangan dari beberapa orang yang meminta saya juga singgah di fandom SasuNaru. Selama ini, sebagai newbie saya memang lebih eksis di fandom SnK.
Salam kenal semuanya, semoga hasilnya tidak mengecewakan. Angst-nya kacau, ya? Maklumi saja, saya sudah sangat berusaha.
Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca.
Salam
Aldo ganteng
