Our First Promise

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Summary : /kita janji ya?/ iya ._. /\\ …Mana janji kita yang dulu?!/kalau begitu tembak saja dia!/.. hiks.. baiklah! Kalau itu yang kau mau!../ -karya Author amatir *mind to RnR?*

WARNING! OOC ,AU, Typo(s), GaJe, Abal, EyD perlu perbaikan.

.

.

.

Don't Like? Just Don't Read :)

©Sachiko Akane

.

.


Chapter 1 "You Hurt Me"

Ino's POV

"Hahahahaha!" tawaku meledak setelah mendengar lelucon Sakura. Sebuah lelucon yang benar-benar membuatku hampir menangis.

"Ino? Lagi apa? Dari ketawanya, sepertinya lucu ya?" tanya seseorang yang aku kenal benar, Sai.

"ahaha.. haha.. euh.. Sai?" kataku.

"Ada apa sih?" tanya Sai pada kami (aku dan Sakura)

"Ahaha… bukan apa-apa Sai.. Ini-" kataku terputus

"Lelucon wanita." Kata Sakura melanjutkan kata-kataku.

"Oh.. begitu.. " kata Sai sambil mangut-mangut.

"Baiklah.. aku pergi ke ruang seni dulu.. Oh iya, Ino pukul 2 siang nanti, temui aku di ruang seni ya? Hanya Ino loo.." kata Sai.

"Iya, iya! Aku tak akan ikut kok!" kata Sakura ngambek.

Sai hanya tersenyum padaku. Kali ini aku tak tahu, itu tulus atau hanya 'topeng' belaka.

.

.

.

.

.

Pukul 2 siang, tepat pulang sekolah. Aku langsung pergi ke ruang seni, menemui Sai.

"Ah, sudah datang." Kata Sai sambil tersenyum, tulus.

"Ada apa?" tanyaku langsung to the point.

"Ino.." kata Sai, namun dengan suara yang agak berbeda, dan.. tatapan matanya membuatku risih.

"a..apa?" tanyaku .

Sai terus berjalan lurus kearahku, sampai jarak kami semakin lama semakin dekat. Membuatku spontan melangkah mundur untuk menjaga jarak.

"aku… aku menyukaimu," kata Sai dengan tatapan yang masih tajam, penuh harapan, namun dari sinar matanya, seakan-akan ingin menelanku bulat-bulat.

Aku kaget bercampur takut, bercampur bimbang, bercampur gelisah. Semua perasaan negatif langsung timbul dan bereaksi padaku. Senang? Entahlah..

Baginikah Uchiha Sai yang sedang serius? Aku tidak suka.. aku takut Sai yang serius.

Aku menarik napas dalam lalu kukeluarkan perlahan guna menstabilkan pikiranku yang sedang bercampur-campur ini.

"beri aku waktu berpikir," kataku akhirnya, setelah mempertimbangkan jawaban-jawaban yang ada :

- Ya

- Tidak

- Abstain

- beri waktu untuk berpikir

"Baiklah, aku akan menunggu di saat kau siap," kata Sai dengan wajah yang sudah kembali dengan senyum palsunya.

Aku hanya melihat punggungnya perlahan-lahan menjauh, sehingga saat ini tak tampak lagi. Aku menghela napas berkali-kali, bimbang. Aku menyukai pria lain. Namun, aku tak tega menggantung perasan Sai. Dan satu lagi.. aku.. terikat sebuah janji.

.

.

.

.

.

4 hari sudah berlalu, aku masih menggantung perasaan Sai. Aku akhirnya pergi ke halaman belakang sekolah untuk menyegarkan pikiranku. Di sana, ada sebuah danau yang tenang dan di sekelilingnya ada bunga-bunga liar tumbuh subur.

Namun, niat itu harus kuurungkan. Aku melihat 3-Uchiha-bersaudara sedang duduk-duduk di dekat danau.

"Ino masih menggantung perasaanmu?" tanya Itachi.

"Hm.. begitulah.."Jawab Sai

"Kau akan terus menunggunya?" tanya Sasuke.

"Ya! Tentu saja! Aku percaya pada Ino!" kata Sai sambil tersenyum.

Aku hanya bisa tersenyum miris melihat sepenggal kejadian itu sebelum aku berlari menjauh dari tempat itu.

Sakit.

Hanya kata itu yang bisa mendeskripsikan seluruh perasaanku kali ini. Sai sangat berharap padaku, bahkan ia percaya bahwa aku tidak akan menggantung perasaannya lebih lama lagi. Namun disisi itu, aku menyukai pria lain! Apa yang harus kukatakan? Aku tak tega. Benar-benar tak tega.

Aku terus berlari. Entah sampai kapan. Berlari kencang seperti ini dapat menghilangkan sedikit rasa sedih.

.

.

.

.

.

Aku sudah lelah berlari. Aku sekarang berada di sebuah taman. Taman yang sangat asing bagiku. Aku tak tahu ini dimana. Aku berjalan pelan menyusuri taman itu. Ini sudah sore menjelang malam, pengunjung taman yang tersisa hanya sedikit. Aku mengikuti jalan besar taman itu, berharap menemukan jalan raya.

"Shikaa~" kata sesorang memanggil dengan nada manja seseorang yang aku kenal.

Shikamaru Nara. Aku sudah memendam perasaanku padanya sejak kecil. Karena egoisnya aku waktu itu, aku sampai-sampai membuat sebuah janji, janji pertama kami.

"hm?" kata Shikamaru.

"Antar aku pulang,ya?" kata seseorang berambut pirang berkucir empat.

"Pulang saja sendiri! Merepotkan!" kata Shikamaru.

"Kalau kau tidak mau, kau harus mencium bibirku!" kata orang itu lagi.

DEG!

Apa-apaan gadis ini?! Siapa dia?! Apakah Shikamaru sudah melanggar janjinya padaku?!

Bibir Shikamaru mendekat dengan bibir wanita itu.

"Tidak!" kataku tanpa sengaja dan spontan membuat wanita itu dan Shikamaru menoleh ke arahku.

Shikamaru lalu langsung mengalihkan pandangannya ke arah bibir wanita itu.

CHU~

Sebuah ciuman terjadi antara pria yang kucintai dengan wanita lain.

Aku langsung memisahkan mereka dengan kedua tanganku.

PLAKK!

Aku langsung menampar wanita itu dengan keras.

"Ino!" teriak Shikamaru.

Aku menoleh kearahnya. Mataku menatapnya tajam, namun air mataku tak dapat kutahan lagi. Tanganku bergetar. Aku takut. Aku bingung. Namun di sisi lain, aku marah.

"Kamu siapa sih?! Lancang sekali menamparku! Apa salahku?!" kata Wanita itu sambil mendorongku sampai jatuh terduduk ke tanah.

"…tidak.. boleh… di depan.. di depan…. Di depan umum…." Kataku pelan sambil terisak.

Aku melihat Shikamaru memegang punggung wanita itu.

"sudahlah Temari, kita pergi saja.." kata Shikamaru.

Perih. Sakit. Kecewa. Terluka. Marah. Kesal. Benci.

Semua perasaan itu menjadi satu. Membentuk satu kata.

SAKIT HATI.

Aku menatap Shikamaru nanar. Ada perasaan benci padanya. Namun di sisi lain, aku mencintainya juga.

"maafkan lah dia Temari." Kata Shikamaru sebelum ia dan wanita bernama Temari itu pergi.

"Hhh… terserah.." kata Temari yang sudah mulai menjauh dariku.

Mereka perlahan-lahan hilang seakan-akan ditelan cahaya bulan.

Ctarr!

Langit bergemuruh. Namun, aku tak tahu ingin berbuat apa. Aku tetap diam di tempat.

Semakin larut, suhu di taman itu semakin turun. Mau-tak mau aku harus memeluk kedua kakiku dan merendam wajahku dalam kehangatan yang ada di antara leher dan lututku.
aku benar-benar takut.

Ssssssss…..

Hujan sudah turun. Aku duduk di tengah jalan taman tanpa memiliki pelindung akan hujan apapun.

.

.

"Ino?" kata seseorang yang membuatku langsung melihat ke arah sumber suara.

Samar-samar kulihat seorang pria berambut hitam yang serasi dengan warna pakaiannya juga.

"Sai?" gumamku. Aku tak percaya dengan sosok yang kulihat.

"Ino?" kata Sai.

"Astaga, Kau tak apa-apa?" tanya Sai mempertanyakan keadaanku.

Aku menggeleng lemah.

"Kau bisa penggangkan payung ini?" kata Sai.

"Ia aku bisa.." jawabku seadanya.

Sai menggendongku ala bridal style. Aku memegangkan payung supaya kami sama-sama tidak terkena hujan.

Sai sungguh baik padaku.

.

.

.

.

.

Mataku terbuka saat aku merasakan ada sinar yang menghampiri mataku.

Sebuah ruangan besar , dominan berwarna pastel, dengan benda-benda eksklusif dan penuh seni.

Seni.

Aku tahu siapa empunya.

"Pagi Ino.." sapa Sai, datang dengan senampan roti selai dan teh.

"Sai? Tak usah repot," kataku dengan agak merasa bersalah.

"Hm? Kau harus bergegas Ino. Lihat jam," kata Sai.

7.30

Hm? Lalu?

1 menit..

2 menit..

"APAAAA?!" pekikku.

"Astaga.." kataku panik.

Okke, aku kursus biola hari minggu pagi ini pukul delapan. Dari sini ke tempat latihanku mungkin sekitar 45 menit.

"Sial!" rutukku. Sai hanya tersenyum.

"Makan dan mandilah, aku sudah menyediakan baju untukmu." Kata Sai.

Astaga Sai.. kau terlalu baik dan perhatian padaku.

.

.

"Aku pergi.." pamitku pada Sai yang hanya sendirian berada di rumah.

"ehh.."cegat Sai.

"Hm? Ada apa?" tanyaku.

"bersamaku saja, aku latihan harpa hari ini. Tempat latihan kita kan sama? Kita sama-sama naik mobilku.. oke?" kata Sai.

"ohh… okke.." kataku.

Jujur saja aku merasa seperti… akh! Sai tahu semua tentang diriku. Tapi aku? Aku hanya tahu dirinya sebatas nama. Aku sungguh keterlaluan.

.

.

.

.

.

Esoknya, aku sudah pulang ke rumahku. Tou-san dan Kaa-sanku sangat berterima kasih pada Sai, begitu pula aku.

"Ino, Tou-san mau ke rumah Shikaku dulu." Pamit Tou-sanku.

"Hime, Kaa-san juga mau ke rumah Shika.. jaga rumah ya?"kata kaa-sanku juga.

Oh! Ayolah! Aku baru pulang! Kenapa kalian langsung meninggalkanku?

Aku hanya menghela napas.

"Baiklah," kataku walau setengah hati.

Tou-san dan Kaa-san pun lalu pergi meninggalkan rumah.

"Tch!" aku hanya mengeluh pelan lalu pergi ke ruang tamu untuk menonton Tv.

.

.

Berjam-jam berlalu. Jujur, aku bosan. Sangat bosan lebih tepatnya. Aku memutuskan untuk pergi keluar, entah kemana yang penting aku bisa mengobati rasa bosanku.

.

.

Aku tiba di taman umum di dekat rumahku. Terlintas momen-momen yang benar-benar perih itu.

Shikamaru… dia lebih memilih Temari.

Sakit.

Benar.. sakit sekali.

"Ino?" kata seseorang yang sontak membuatku langsung berbalik menuju arah suara.

Tes…

Tes..

Dua bulir air mataku langsung jatuh begitu aku melihatnya, Seseorang yang sudah menyakitiku.

"Ino?!"kata Shikamaru lagi. Dia langsung memegang tanganku untuk menghentikanku terhempas di rerumputan yang tak tau apa-apa.

"Lepaskan aku Shika! Ini tempat umum!"kataku dengan intonasi agak tinggi, lalu aku berlari.

Shikamaru mengingatkanku dengan kejadian waktu itu.

"INO!"teriak Shikamaru sambil mengejarku.

Shikamaru berhasil menangkap tangan kiriku. Aku mencoba untuk melepaskan cengkramannya. Namun gagal. Semakin aku berusaha melepaskan tanganku, semakin kuat pula dia menahan tanganku.

"Kau kenapa?!" kata Shikamaru dengan nada agak tinggi.

"Sakiit.. tanganku, tanganku Shika.. hiks..hiks.." kataku sambil menangis.

"Jawab pertanyaanku Ino! Kau Kenapa?" kata Shikamaru lagi dengan nada marah.

Aku tak tahu. Kenapa dia marah? Bukannya harusnya aku yang marah?!

"Apanya yang KENAPA?!"teriakku sambil menghentakkan tanganku dengan keras dan sukses lepas dari cengkraman Shikamaru.

"Saat ada Temari kau membuangku! tak memperdulikanku! Mengacuhkanku! Bahkan kau pura-pura tidak kenal padaku! Saat Temari tidak ada! Kau kemari?! Apakah aku hanya pelampiasan saja?! Walaupun aku menyukaimu, aku tak mau dibegitukan!" teriakku marah namun sambil mengeluarkan air mata.

"I-Ino.." mungkin ia kaget mendengar bahwa aku menyukainya.

"Aku ini..egois,kan?" tanyaku dengan nada pelan, sambil tersenyum miris dan tetap mengeluarkan air mata.

"…"

"Kalau kau lebih memilih TEMARI, aku BISA MENGHILANGKAN JANJI ITU! KARENA AKU YANG MEMBUATNYA!" teriakku dengan hati yang benar-benar hancur.

"Ino! Bukan begi—"

"APANYA YANG BUKAN BEGITU?!" teriakku lagi.

"harus kau tahu Shika.. aku bisa tega menggantung perasaan Sai karena KAU! KAU Shika! KAU!" teriakku sambil menunjuk Shikamaru.

"hiks.. mana? Mana janji kita yang dulu?"tangisku

Flashback…

"Shika.."kataku sambil memainkan rumput hijau di hutan Nara.

"Apa?" jawab pujaan hatiku, Shikamaru.

"Bolehkan? Kita berjanji? Satu janji saja.." kataku lagi.

".." dia diam memandangi langit.

"Boleh? Ya? Ya?" kataku memaksa.

"Terserah kau sajalah.." katanya pasrah.

"Kita berjanji, jangan pernah meninggalkan aku atau kau.. dalam keadaan apapun.. kita selalu sama-sama seperti ini..jangan ada orang lain? Okke?" kataku sambil tersenyum.

"Iya.." katanya singkat.

"Kita Janji ya?" kataku

"Iya ._."

Flashback End…

"kalau kau—" kataku terpotong.

"Kalau begitu tembak saja dia! Supaya tak kau gantung perasaannya!" teriak Shikamaru, lalu membelakangiku

Jleb..!

Tusukan itu sakit. Benar-benar sakit. Kalau kata-katanya begitu, dia lebih memilih Temari.

"Baiklah.. akan kuhilangkan janji kita yang dulu… hiks.. agar kau dapat dengan tenang mencintai Temari…" kataku dengan perasaan sakit. Shikamaru lalu berbalik ke arahku. Karena aku menunduk, aku tak dapat melihat ekspresi wajahnya.

"Dan hiks..baiklah! kalau itu yang kau mau.. asalkan kau bahagia, aku akan melakukannya.. hiks, hiks.." kataku. Aku langsung berbalik, lalu berlari.

Dan..

"INO!"

BRUUKH!

Semuanya gelap.

To Be Continued…


Eum.. bingung mau bilang apa..

Ya sudah! Ada kritik? Saran? Support? (No Flame, No Bash ;) )

Silahkan isi di kotak review yang ada dibawah :3

Arigatou for reading minna~ *kissu