Chapter 1: Predictable...

Summary : Harry Potter, Sang Kepala Divisi Auror melakukan sebuah misi di Departemen Misteri yang mengalami keanehan pada malam Halloween. Tapi dengan kesialan legendarisnya pada malam 31 Oktober, seharusnya Harry tau bahwa misi sederhana pun akan berakhir mematikan untuknya. Dan terjatuh ke Selubung? Tidak seharusnya Harry heran dengan kesialannya ini kan? (Shonen-ai, AU, self-beta'd)

Disclaimer : Harry Potter belongs to J.K Rowling and Naruto belongs to Masashi Kishimoto.

Departemen Misteri dan para pekerjanya Unspeakable mengalami kepanikan, Para Ilmuan yang kebanyakan disana seolah lupa akan logika yang mereka agungkan selama ini. Bagaimana tidak, pasalnya pagi kemarin Ruang Waktu tiba-tiba mengalami ledakan tanpa ada pemicunya, dan sialnya lagi Debu Waktu yang biasanya digunakan untuk membuat Pembalik Waktu bertebaran ke seluruh area Departemen Misteri yang menyebabkan isolasi total seluruh bagian Departemen. Seluruh pintu terkunci rapat dengan pelindung sihir kuno yang melapisinya, sihir yang hanya bisa dikendalikan oleh Menteri Sihir yang menjabat saat ini. Karena itulah meski mereka menggunakan Sihir bagaimana pun untuk membuka pintunya tidak akan bergeming sedikit pun. Sihir yang melingkupi Kementerian merupakan Sihir ratusan tahun yang selalu diperkuat dengan keberadaan Sihir orang-orang yang ada didalamnya di setiap harinya, sehingga tidak heran jika hanya orang-orang dengan Sihir biasa seperti mereka tidak bisa menghancurkan pelindung kuno macam itu.

Ruangan besar yang menjadi tempat berkumpulnya semua Unspeakable yang terjebak di dalamnya akibat Perintah dari Menteri Sihir yang melarang apapun keluar atau masuk ke bagian Departemen karena Debu Waktu yang bertebaran belum diketahui efeknya jika terkena sihir. Tanpa ada komunikasi dari luar, tanpa ada bantuan yang datang lebih dari 35 jam serta persediaan makanan minuman yang mulai menipis dan kasak kusuk di dalam Departemen serta perintah Menteri Sihir yang seolah memperlakukan mereka seperti kelinci percobaan wajar jika mereka ketakutan.

"Sial! Kita akan mati disini!" Ucap pemuda berambut pirang pucat, sepucat wajahnya yang berkeringat dingin dan tubuh gemetaran. Walau hanya diucapkan bagai desisan, diruangan dengan pekerja anti sosial suaranya menggemakan pemikiran negatif dari seluruh penghuninya.

"Sehari lebih tanpa ada bantuan! Menteri bodoh itu pasti akan membiarkan kita membusuk disini! SIAL! Kenapa pintu sialan itu tidak bisa terbuka sih?!" Geram lelaki paruh baya dengan wajah yang sepertinya pernah menyicipi perang.

"Benar, pasti tidak akan ada bantuan! Dengan kecerdasan para pekerja Kementrian yang tidak jauh dari otak tikus, mereka akan membiarkan kita mati disini! Tidak ada gunanya hanya merutuk disini! KITA HARUS MELAKUKAN SESUATU UNTUK KELUAR!" Nada keras yang tiba-tiba muncul membuat sebagian besar penghuni disana berjengit.

"Tapi bagaimana dengan Debu Waktu ini? Bukan hanya dipakaian kita pasti juga terhirup! Bagaimana kalau terpapar sihir lebih besar dan menghancurkan perjalanan waktu!" Pekik ketakutan wanita yang biasanya bekerja di Ruang Waktu, membayangkan berjalannya Waktu yang mungkin terjadi jika Debu Waktu yang menempel pada mereka terkena Sihir. Apa nantinya mereka akan kembali kemasa lalu? Apa mereka akan terjebak pada suatu peristiwa berulang. Memikirkan kemungkinan itu saja mampu membuatnya hampir gila. Pekerja yang tidak bekerja di Ruang Waktu pasti tidak mengerti betapa berbahayanya jika efek negatif itu terjadi. Tapi dia juga tidak mau mati disini!

"Lalu apa kau memilih MATI disini?! Ha?! Persetan dengan Debu Waktu kita bukan percobaan yang bisa dikorbankan begitu saja!"

"Benar! Kita harus keluar dari sini!"

"Harus keluar!" Sorak sorai mereka semakin keras menyemangati jiwa mereka yang tidak mau dibiarkan mati menjadi korban.

Disatu sisi di dalam Ruang Kematian yang biasanya hening, mulai terdengar bisikan-bisikan sendu dari arah Selubung, tirai-tirai Selubung mulai bergerak tidak tenang menambah keanehan malam Halloween hari ini. Debu Waktu yang melayang-layang gemerlapan tertimpa cahaya redup dari Selubung. Pemandangan yang terlihat begitu indah jika tidak ada alunan kematian yang menguar begitu kuat. Pemandangan inilah yang dilihat seorang wanita berambut pirang pucat dan keriputan humor disisi matanya yang mengamati Selubung seperti biasanya.

Disisi lainnya, Harry Potter Kepala Divisi Auror mengalami sakit kepala akibat ketidak kompetenan para Pekerja Kementrian yang dengan bar-barnya menblokir semua jalan keluar dari Departemen Misteri. Kadang dia benar-benar merasa kalau seluruh otak penghuni Dunia Sihir mengkerut akibat jarang digunakan. Sedikit-dikit semua masalah dilimpahkan padanya. Pada para Auror, masyarakat dunia ini terlalu dimanjakan dan tidak mau bergerak jika bukan karena kepentingan egoisnya sendiri.

"Bagaimana keadaan di Kementrian saat ini?" Tanya Harry kearah asistennya, Al. Al merupakan pemuda 25 tahunan dengan garis wajah serius, berwajah runcing dengan mata tegas.

"Untuk di Kementrian saat ini steril, tidak ada orang lain disana selain Auror yang bertugas dan mereka yang terjebak di Departemen Misteri."

"Status mereka?"

"Belum bisa dipastikan, Auror masih tidak bisa menembus penghalang Kementrian karena belum mendapatkan izin dari Menteri Sihir."

Harry berdecih mendengarnya, Menteri Sihir saat ini tidak ada bedanya dengan Fudge, memilih mengambil pilihan tanpa resiko yang akan membahayakan statusnya sendiri meski harus membiarkan orang tak berdosa mati. Hanya memikirkan pandangan yang dianggap pahlawan dari Masyarakat Sihir dengan memblokir seluruh Departemen Misteri walau sebenarnya ada jalan yang lebih baik. Pengecut, tikus pengecut yang benar-benar Harry benci.

Dengan kesal Harry menatap jalanan redup dibawahnya dari kaca jendela besar yang ada di ruangan kantornya, untuk beberapa lama hening menyelimuti kantor megah itu, "Apa persiapan sudah selesai?"

"Sudah Pak. Kita hanya menunggu perintah dari anda." Jawab asistennya sigap. Dia beruntung mempunyai asisten kompeten seperti Al, sebenarnya Harry berniat akan menyerahkan jabatannya kepada asistennya saat dia sudah lebih dewasa lagi. Dia benar-benar tidak mau lagi hidupnya didekte oleh Masyarakat Sihir. Dia ingin punya hidup lebih tenang dari ini, mencari istri yang dapat menerimanya sebagai Harry, hanya Harry saja bukan kekuasaan atau pun hartanya. Punya anak banyak yang dapat dia manjakan dan banggakan. Punya rumah sederhana di pedesaan dengan pohon-pohon teduhnya, aaahhhh ini bukan saatnya memikirkan hal itu. Saat ini nyawa Unspeakable dipertaruhkan dan dia harus mengeluarkan mereka dari Depaartemen Misteri dan menghilangkan Debu Waktu dengan tanpa campur tangan sihir.

"Baiklah, segera kumpulkan Auror yang kupilih tadi, jam 9 tepat kita langsung berangkat ke Kementrian. Dan siapkan seluruh alat yang diperlukan tanpa kesalahan!"

"Yes sir!" Al mengangguk dan berbalik meninggalkan ruangannya tapi sebelum membuka pintu, Harry menghentikannya dan mengatakan

"Setelah ini, jangan lupa kau yang harus membersihkan Kementrian. Para karyawan kementrian tidak cukup kompeten melakukannya sendiri, kau mengerti?"

Asistennya mengangguk mantap menjawabnya. Harry mengarahkan pandanganya kelangit, tidak ada bulan malam ini. dia menghela nafas panjang, entah kenapa perasaannya tidak enak. Dan juga memikirkan Departemen Misteri dia jadi teringat seseorang berharganya.

Sebelum itu... dia masih harus menghubungi Menteri Sihir untuk mengancam—maksudnya memintanya membuka pelindung sihir agar dia dan Aurornya mampu masuk ke Departemen Misteri. Benar-benar merepotkan.

9 p.m

Harry dan para Aurornya saat ini berada di Atrium Kementerian Sihir. Dengan sigap mereka segera menuju kearah dimana Departemen Misteri berada, saat tiba didepan pintu menuju ke Departemen dia menghentikan Aurornya.

"Seperti yang sudah tadi aku katakan, aku mengharapkan keseriusan kalian disini. Tanpa kesalahan. Jangan gunakan sihir saat kalian memasuki Departemen Misteri. Menuju keposisi kalian, sekarang!" Aurornya mengangukkan kepala kearahnya sebelum menempatkan diri.

'Sekarang...' Harry menatap sihir yang menyelimuti pintu Departemen, dia bisa melihat sihir sejak perang terakhirnya melawan Voldemort, dia seolah punya kesensitifan terhadap sihir. Saat pelindung sihir dibatalkan oleh Minister –yang menunggu diluar Kementerian— Harry merasakan seolah tubuhnya tersiram air es dan melihat selubung keemasan sihir seperti terserap ke dinding, lantai dan langit-langit ruangan. Pemandangan yang benar-benar menakjubkan.

'Semooga ini berhasil...' Harry menganggukkan kepalanya kearah anak buahnya. Dengan cepat setelah mendapatkan aba-aba darinya mereka segera membuat setengah lingkaran di depan pintu tersebut dan dua orang yang berbadan paling besar maju dan menendang kuat pintunya yang membuat debaman keras saat terlepas dari engselnya.

Dari tempatnya Harry berdiri dia dapat melihat para Uspeakable menyebar di seluruh ruangan besar itu menatapnya, mereka yang dekat dari pintu sedikit terkena imbasnya dengan lecet akibat serpihan kayu. Dia juga dapat melihat kerlap kerlip debu yang sepertinya merupakan Debu Waktu, baguslah mereka kebanyakan memakai jubah tertutup. Ruangan yang tadi sepertinya hening tiba-tiba menjadi riuh saat tau Auror datang untuk menyelamatkan mereka dan mulai berlarian menuju pintu.

Sebelum mereka mencapai pintu Auror memblok jalan mereka dan memerintahkan mereka untuk diam dan mendengarkan prosedurnya tanpa hasil, para Unspeakable tak mendengarkan dan terus berdesakan.

Harry memencet pangkal hidungnya sebal. "HENTIKAN! JIKA KALIAN INGIN TETAP HIDUP, SEBAIKNYA KALIAN MENDENGARKAN PERINTAH YANG AUROR BERIKAN ATAU KALIAN AKAN DIEKSEKUSI DI TEMPAT!" Teriak Harry keras, suaranya yang dingin membuat mereka yang mendengarnya diam. Jika mereka masih waras, maka mereka harusnya tidak akan mau menjadi lawan Sang-Pahlawan-Dunia-Sihir yang mampu mengalahkan Pangeran Kegelapan.

Harry menatap tanpa ekspresi saat mereka mulai mengikuti apa yang para Aurornya perintahkan, kata-katanya memang bukan berlebihan pasalnya jika ada yang keluar dari Kementerian tanpa dikawal Auror maka akan dieksekusi langsung oleh mereka yang berjaga di luar Kementrian, sesuai kesepakatan yang dia dan Menteri Sihir ucapkan dibawah Sumpah-Tak-Terlanggar.

Para pekerja Departemen Misteri harus mengantri giliran untuk mendapatkan perawatan agar Debu Waktu yang menempel bisa dihilangkan dan dinetralkan secara manual, dalam kata lain dengan cara Muggle. Persetan dengan Darah Murni yang masih belum bisa menerimanya. Setelah yakin tidak akan ada kekacauan lagi, Harry masuk kedalam ruangan besar yang dikelilingi pintu-pintu berputar yang menghubungkannya ke ruang-ruang yang diteliti Unspeakable.

Harry mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan, dia tidak menjumpai wanita dengan surai pirang itu. Dia merasa ada perasaan panik mulai muncul dalam dirinya saat semakin lama dia mencari, dia tidak mendapatkan sosok Luna di kerumunan.

Harry menarik tangan seorang Unspeakable yang kebetulan melintas didepannya. "Apa kau tau dimana Luna?"

"Lu—Luna Lovegood? A—aku tidak melihatnya sejak insiden terjadi." Pemuda yang Harry pegang gelagapan dengan wajah merah saat tau kalau Seorang Harry Potter yang memegang tangannya, dan buru-buru lari menjauh saat tangannnya dilepaskan Harry.

'Luna dimana kau.. perasaanku rasanya aneh, semoga kau baik-baik saja.'

Melihat atasan dan mentornya bermuka tidak setenang biasanya dan dengan langkah panjang menuju pintu yang menghubungkan ke Ruang Kematian –kalau Al tidak salah ingat karena dia juga tidak biasa berada di Departemen Misteri baginya cukup susah membedakan mana pintu satu dan satunya untuk menuju ke ruang apa, serta pintu yang selalu berganti secara periodik membuatnya bingung— Al segera berlari mengikuti mentornya yang baginya seperti seorang ayah keduanya itu.

Saat Harry mau memegang kenop pintu yang akan menghubungkannya ke Ruang Kematian dimana Luna bekerja sebagai Unspeakable dia mendengar langkah kaki menuju tempatnya dan menoleh kebelakang mendapati Al yang berlari dari sisi ruangan. Saat pemuda itu sampai di sampingnya, Harry mengatakan "Kau tidak perlu ikut denganku, aku sudah memberi tau yang lain. Aku hanya akan mencari sahabatku yang bekerja di sini. Kau disini saja membantu yang lainnya."

"Aku ikut denganmu, Sir. Auror yang disini sudah cukup banyak dan mampu menangani ini." balas Al keras kepala. Harry hanya menghela nafas pasrah menatap mata hazel muridnya yang memandangnya defensif.

"Baiklah. Tapi ingat saat kubilang lari kau harus lari dan saat kubilang pergi kau harus pergi apa pun yang terjadi padaku nantinya! Perasaanku semakin tidak enak saja saat ini." Al menatap wajah mentornya yang sudah berkerut sana sini, dengan mata hijau emerald berkilat bijaksana dan teduh tapi tegas itu. Al meneguk ludahnya dan membulatkan tekadnya, apapun yang terjadi nantinya. Al menganggup mantap.

"Berada dibelakangku!" Harry membuka pintu ke Ruang Kematian, saat terbuka Harry tersentak mendapati suara yang lumayan keras berbisikan sahut menyahut di ruang yang biasanya hening itu. Menatap kearah Selubung yang telah membawa ayah babtisnya pergi, Harry melihat tirai tirai transparan bergejolak.

"Harry..." Panggilan lirih dari samping kiri, menyentakkannya dari Selubung. Menoleh dia mendapati wajah Luna Lovegood tersenyum padanya.

"Luna, kau baik-baik saja?" pandangan Harry mengamati atas bawah mencari luka di tubuh Luna.

"Ya Harry, aku tidak terluka. Kau tidak berubah, sudah lama kita tidak bertemu." Tawa Luna melantun pelan keseluruh ruangan.

Harry menghela nafas lega, Al yang dibelakangnya mengamati interaksinya dengan wanita berambut pirang yang dipanggil sahabatnya tadi. "Apa yang terjadi di sini? Kenapa Selubung seperti itu?" tanya Harry yang hanya dibalas Luna dengan senyum misteriusnya, matanya memandang kearah Selubung tapi Harry kira Luna tak benar-benar melihatnya.

Luna bergumam pelan dan berjalan mendekati Selubung, dengan awas Harry mengawasi serta mengikuti Luna. Saat semakin dekat dengan Selubung, Harry bisa mendengar bisikan-bisikan tidak tenang itu lebih jelas. Bahkan jika imajinasinya bermain liar, dia seolah mengerti apa yang suara-suara itu katakan, terutama suara seorang pria –kalau bisa disebut orang— meminta tolong untuk menjaga anaknya berkali-kali seolah dibisikkan ketelinganya langsung. 'Apa? Anaknya? Kenapa aku? Naru? Kushi—na?' banyak sekali pertanyaan yang Harry ingin utarakan tapi suara-suara lain semakin keras dan membuat kupingnya sakit.

"—ry! –r Ha—y! SIR!" Harry tersentak kaget mendengar seruan dari asistennya dan genggaman kuat di bahunya yang sepertinya melarangnya semakin dekat dengan Selubung. Dia tidak sadar sudah sedekat ini dengan Selubung, melihat kebelakangnya dia menatap Luna yang tersenyum dreamy tanpa melakukan apapun beberapa langkah dibelakang mereka dan wajah panik muridnya.

"Apa yang anda lakukan, anda terlalu dekat dengan benda itu!" panik Al, menarik Harry untuk menjauh. Harry melirik kearah Selubung sekali lagi sebelum berbalik untuk mengikuti Al.

Beberapa langkah menuju tempat dimana Luna berada, tanpa terduga terdengar retakan keras, Harry berbalik cepat ke arah Selubung dan membelalakkan matanya. Dengan refleknya dia melempar Al kearah Luna dan membuat kubah pelindung terkuat yang dia bisa kearah mereka sebelum ledakan dari Selubung terjadi.

Dia tidak sempat membuat pelindung untuk dirinya sendiri, saat ledakan terjadi Harry pikir dia akan mati saat itu juga. Tapi dia tak merasakan sakit dan panas seperti yang seharusnya atau mungkin dia tak merasakan apapun karena tubuhnya langsung musnah begitu saja saking kuatnya ledakan?

Harry membuka matanya dan menemukan badannya terselimuti tirai-tirai perak Selubung yang ikut tersebar bersama ledakan dan kerlipan Debu Waktu yang sesekali terlihat matanya saat terpantul cahaya.

'hhaaaahh, tidak bisakah hidupku normal sekali saja? Kenapa selalu aku yang harus mengalami hal seperti ini? Tubuhku tidak bisa digerakkan dan sepertinya tubuhku semakin menjauh dari tempatku tadi.' Harry menatap tempatnya berdiri tadi yang semakin dibawahnya, mengalihkan pandangan ke arah kubah pelindung yang dia buat tadi Harry menatap Al yang memukul-mukul kubah sambil menatapnya ketakutan dan panik matanya terlihat berkaca-kaca.

'Mungkin seperti itulah ekspresiku saat Sirius jatuh ke Selubung.'

Harry menatap mata Al dengan kebanggaan dan tersenyum tulus "Tolong jaga Teddy Lupin untukku, Al!" Sakit rasanya jika Harry nantinya tak lagi bisa melihat putra babtisnya lagi, tapi setidaknya Teddy berada ditangan yang tepat saat ia tidak ada. Matanya beralih kearah Luna, terduduk disana di sebelah Al, Luna menangis menatapnya meski tidak sepenuhnya kesedihan Harry menyadari, dimata Luna juga ada secercah kebahagiaan dan harapan didalamnya. Sebelum pandangannya mengabur tertutup kabut putih Harry sempat membaca gerak bibir Luna yang artinya tak dia pahami—

"Good luck Harry and be happy!"

to be continued...

ok Fanfic kedua saya dan crossover again!

Review please