Disclaimer: Kalau Author berhak atas Naruto, Author akan meyakinkan produser untuk bikin Neji Gaiden!
Timeline: Eh, rada AU yah? Terasa bulan Ramadhan di Konoha sama kayak ada Kalkulus di Konoha… Umurnya… Umur yang biasa, deh. Yang keliatan abis time skip itu… Ini empat hari sebelum tanggal satu Ramadhan 1431 H *ngeliat tanggal published*
\(^0^)/
Menjelang Ramadhan… di Konoha?
\(^0^)/
Chouji memencet-mencet remote televisinya. Channel-channel di televisi mulai menayangkan acara-acara berbau Ramadhan. Atau setidaknya baru iklannya saja. Hmm... Bukannya Ramadhan masih lama, ya? Setidaknya begitulah menurut Chouji.
Beberapa hari belakangan, setelah apa yang ditayangkan semua channel tersebut, Chouji pun mulai merasakan nuansa Ramadhan. Memang Ramadhan kapan mulai, sih? Penasaran, Chouji membolak-balik kalender untuk melihat libur Lebaran. Kalau Lebaran tanggal segitu, berarti Ramadhan… Mata Chouji terbelalak. Wuooh, sebentar lagi toh!
Chouji mulai memikirkan kebiasaan makannya. Garuk-garuk kepala, dia membuat catatan mental untuk mengendalikan kebiasaan makannya yang tidak pernah berhenti. Persiapan menghadapi Ramadhan…
Jangan salah, Chouji tidak protes menjalankan kewajiban itu. Lagipula puasa kan bagus untuk pencernaan. Kalau dilakukan dengan tidak ikhlas, nanti malah terasa menderita. Padahal puasa itu nikmat, lho.
Pikirannya melayang ke penghuni Konoha lain. Hmm… Ada beberapa orang juga yang membutuhkan pengendalian khusus sebagai persiapan menghadapi Ramadhan. Ramadhan kan bukan hanya mengenai berpuasa makan dan minum.
\(^0^)/
Siang itu Chouji berjalan menuju Ichiraku. Sudah lama tidak makan ramen Ichiraku. Ini makan siang, kok. Jadi bukannya makan berlebihan.
"Oh, Chouji! Yo! Ichiraku juga?" sapa seorang berambut pirang di depan Ichiraku.
"Naruto! Sudah lama ya kita tidak makan bareng?" senyum Chouji.
"Hm, hm!" Naruto mengangguk-angguk semangat ketika terlihat rambut perak dengan wajah tertutup buku berjalan ke arah Ichiraku juga.
"Oh, itu Kakashi-sensei," ucap Chouji.
Naruto menoleh ke arah yang dilihat Chouji, "Oi, Sensei!"
Buku itu pun turun dan terlihat sebuah mata menatap Naruto lalu Chouji. Tersenyum di balik maskernya, Kakashi-sensei mengangkat tangannya menyapa mereka, "Yo."
Seperti biasa, buku yang menutupi wajahnya adalah buku terkenal yang kali ini bersampul hijau. Kakashi-sensei hampir selalu terlihat dengan si buku. Chouji berpikir juga, bisa tahan nggak ya Kakashi-sensei nggak baca buku itu selama bulan Ramadhan?
Mereka pun memasuki Ichiraku. Chouji dan Naruto langsung memesan ramennya. Kakashi-sensei malah langsung meneruskan membaca buku mesumnya. Ketika Ayame menanyakan pesanannya, baru Kakashi-sensei menjawab sambil garuk-garuk kepala. Ck ck, Sensei…
Dan setelah menjawab Ayame, buku itu dengan sukses kembali menutupi wajahnya. Chouji kembali berpikir. Kakashi-sensei hanya pembaca buku, kalau si penulis buku itu bisa nggak ya berhenti melakukan sesuatu yang disebutnya "mencari inspirasi"?
"Oh ya, Ero-sennin tadi berantem sama Nenek."
Baru saja si penulis itu terlintas di pikiran Chouji tadi, "Iya? Kenapa, Naruto?"
"Nenek mau menutup pemandian air panas mulai besok. Katanya sebentar lagi Ramadhan, biar Ero-sennin ga bisa ngintip lagi. Ero-sennin protes, Ramadhannya kan belom mulai katanya. Lagian kan kesian yang mau mandi katanya. Alesan aja," kata Naruto ketika ramen mereka datang.
"Silahkan," senyum Ayame menyajikan kedua mangkuk ramen.
"Terima kasih!" sambut Naruto dan Chouji sebelum memulai memakan ramen mereka, "Selamat makan!"
"Kakashi-san," Ayame meletakkan ramen di hadapan Kakashi-sensei.
Buku itu kembali turun, "Oh, terima kasih, Ayame."
Kakashi-sensei memasukkan buku ke kantungnya. Mengangkat sumpit, ia pun berkata, "Selamat makan."
Naruto langsung teringat. Dia tidak pernah bisa melihat Kakashi-sensei makan di balik maskernya, kan? Naruto cepat-cepat menoleh ke kanan di mana Kakashi-sensei duduk.
Naruto lagi-lagi kalah cepat. Ramen Kakashi-sensei sudah habis lagi. Dan terlihat pemandangan yang familiar ketika Ayame dan ayahnya menatap Kakashi-sensei dengan mata mereka yang berbentuk "love-love" gitu. Sebenarnya ada apa sih di balik masker Kakashi-sensei?
Chouji menatap Naruto bingung. Melihat Kakashi-sensei mengeluarkan bukunya dan kembali membacanya, dia pun tersadar. Wow, Kakashi-sensei makannya udahan?
Terdengar seseorang kembali memasuki Ichiraku. Kali ini suara Naruto langsung memenuhi Ichiraku, "Wooh, Sakura-chan!"
"Eh, Naruto?" Sakura memandang sekeliling, "Chouji? Kakashi-sensei?"
Chouji mengangguk menyapa Sakura. Kakashi-sensei melihat sebentar dan mengutarakan "Yo" sebelum meneruskan membaca bukunya lagi. Sakura melihat si buku dan menggelengkan kepala.
"Masih baca buku itu ya, Sensei?" ucapnya ketika dia duduk di samping Kakashi-sensei.
Naruto terlihat mau protes melihat tempat Sakura duduk. Tetapi tidak mungkin juga menyuruh Sakura pindah ke sampingnya. Naruto kan duduk di antara Chouji dan Kakashi-sensei. Dia hanya menghela napas menyadari pengaturan duduknya.
"Hm, hm," jawab Kakashi-sensei tidak jelas.
"Sensei nyadar nggak sih udah mau Ramadhan? Dikurangi deh baca gituannya," mata Sakura mendelik menatap si buku, "Nanti kalau udah Ramadhan, repot."
"Hm, hm."
"Ish…" Sakura hanya bergumam kesal dan memesan ramen kepada Ayame.
"Oi, Sakura-chan. Gimana Nenek?" Naruto berkata di antara ramen di mulutnya.
"Oh? Soal yang tadi pagi? Iya, terus Jiraiya-sama bawa-bawa bajunya Tsunade-shishou. Katanya daripada ngurusin kesenangan orang –pemandian air panas kesukaannya maksudnya, mending urus diri sendiri aja. Intinya sih baju Shishou nggak cocok buat Ramadhan dan begitu Shishou mau ngamuk, langsung bawa-bawa soal pengendalian emosi juga. Ya ampun, menjelang Ramadhan pasti deh hal begini terjadi," Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Oh, baju dan pengendalian emosi ya… Baju Ino kayaknya termasuk juga," gumam Naruto masih mengunyah ramen.
"Bener banget!" Sakura mengangguk setuju ketika ramennya datang, "Terima kasih, Ayame-san!"
"Terus, Sakura-chan juga emosian…" gumam Naruto lagi.
"Apa maksudmu?" mata Sakura berkilat berbahaya.
"Oi, Sakura-chan!" Naruto merasakan bahaya, "Tuh, emosi kan?"
"Ck…" Sakura menghela napas.
"Btw, ini satu mangkok kayaknya kurang," Naruto memandang ramennya, "Tapi nanti kalo udah Ramadhan, aku ga bisa makan ramen gitu aja pas kepengen siang-siang... Latihan mulai sekarang deh, ah."
Chouji meneruskan memakan ramennya. Memang Ramadhan itu nggak cuma berpuasa makan dan minum. Menatap ramennya dia teringat, habis ini jangan makan lagi…
\(^0^)/
Chouji melewati tempat latihan nomor 13. Terlihat Team Gai sedang berkumpul. Dia pun teringat kebiasaan Lee. Lee kalau tidak diperingatkan, suka masih ingin melakukan kebiasaan larinya yang bisa mencapai seratus putaran mengelilingi Konoha. Eh, berlebihan ya?
Terdengar suara anak perempuan sedikit tidak sabar, "Lee! Pagi-pagi pas bulan Ramadhan, nggak usah lari seratus putaran keliling Konoha!"
"Aku kuat kok, Tenten!" protes Lee, "Justru itu melatih ketahanan fisik!"
"Ugh! Bukan itu! Kau bisa dehidrasi, tahu!" Tenten terlihat seperti akan mengunyah kertas gulungan yang sedang dipegangnya.
"Tapi masa aku nggak melakukan kebiasaanku hanya karena bulan Ramadhan?" tanya Lee pelan, "Puasa kan bukan alasan untuk menghentikan apa yang biasa kita lakukan…"
Tenten menghela napas. Kata-kata Lee memang sering terdengar bijak. Walaupun kelakuannya nggak!
"Iya, tapi nggak perlu berlebihan kan. Gini deh, pagi-pagi lari sekitar lima putaran aja. Nanti sore mendekati waktu berbuka, kamu mau lari seratus putaran juga nggak apa-apa," Tenten mengutarakan sarannya.
Lee bimbang dan menatap Gai-sensei, yang dijawab dengan acungan jempol dan deretan gigi yang berkilau, "Benar sekali! Memang seperti itulah jadwal latihan yang baik selama bulan Ramadhan!"
"Terus kenapa dari tadi nggak bantuin ngeyakinin Lee supaya nggak lari dengan porsi biasanya pagi-pagi? Padahal kalau Sensei yang ngomong kan langsung didengerin?" Tenten meniup poninya yang kembali jatuh di atas hitai-ate di dahinya.
"Ahahahahahahaha!" tawa Gai-sensei tidak jelas. Sepertinya yang bersangkutan juga mau latihan gila-gilaan seperti biasa. Tetapi mendengar saran Tenten masuk akal juga, langsung bersikap seperti seorang guru yang bijak dan telah memikirkan jadwal yang baik untuk bulan Ramadhan. Ck ck…
"Ya sudah, terus sekarang kalian mau latihan lagi?" tanya Tenten sebelum melanjutkan, "Ini jam makan siang, sih."
Gai-sensei hanya mengacungkan kembali jempolnya dan menampilkan kilauan giginya, "Bagaimana dengan kalian, Tenten? Neji?"
"Selain jadwal kita bersama yang telah dibicarakan tadi, latihanku dan Neji sih gampang diatur lah. Biarpun Neji gila latihan, dia nggak akan melakukan atau menyuruhku melakukan hal yang nggak masuk akal," jawab Tenten dengan nada santai.
Neji terbatuk.
Gai-sensei dan Lee pun asik membicarakan latihan-latihan sembari menunggu Tenten merapikan senjatanya yang berhamparan di mana-mana. Terdengar teriakan-teriakan dengan berbagai macam kata-kata berbunga dari mulut mereka yang intinya soal semangat muda? Apaan, sih? Chouji pun mengambil lagi keripik kentang dari kantungnya dan memasukkan ke mulutnya. Bersamaan dengan suara keripik dikunyah, Chouji menguatkan catatan mentalnya untuk tidak makan berlebihan. Meneruskan langkahnya yang terhenti, dari sudut matanya terlihat Neji mulai bergerak membantu mengumpulkan senjata-senjata Tenten.
\(^0^)/
.Kazuya, Aug 07 '10
Eh, Author nggak tahu udah ada fic kayak begini belum di fandom Naruto Indo. Pasti ada sih ya, Ramadhan dan Naruto kan kombinasi yang asik buat ditulis, haha. Udah lama nggak mampir ke fandom juga, sih. Apalagi nulis, lebih susah lagi. Sibuk bener deh, ah.
Ini niatnya mau dibikin lanjutan buat Ramadhannya, tapi nggak tahu juga sempet apa nggak. Masih ada ujian. Abis itu libur seminggu sih sebelum masuk lagi. Kalo nggak Ramadhan ini, ya Ramadhan tahun depan atau tahun depannya lagi XDD
Btw, itu garis pemisah yang biasa Author pake pada ilang, ya... ngebacain fic-fic lama dan bengong karena cerita jadi kontinuasi gitu, pemisahnya ilang!
Makasih yah udah baca! Lebih lagi kalo review. Bilang aja kalo ada saran, kritik, uneg2, curcol… -lho?
