Ohayou, konnichiwa, konbanwa! Yosh! Bertemu lagi di fic ini :D
Ini adalah fic yang Author janjikan hehehehe *nyengir* padahal yang Dictionary of Love sama Trust in Love belum selesai T_T tapi Author gereget mau publish fic ini XD hehe…let's go!
Naruto © Masashi Kishimoto
Real Life © Author Kimmi (Farisha Tallei)
Chapter 1
Friendship/Romance
Rated T for Teenager
Characters:
Haruno Sakura, Yamanaka Ino, Hyuuga Hinata, Tenten, Temari and Sasori
(Supporting Characters) Teuchi and Ayame
Warning : OOC, AU, misstypo, dll…
Don't Like Don't Read!
-Real Life-
Normal POV
Sakura terpaku melihat foto yang berada di genggaman kedua tangannya. Di foto itu terlihat jelas Sasori—suaminya—sedang berciuman dengan seorang gadis, yang ia ketahui adalah mantan kekasih suaminya.
Emeraldnya menatap tidak percaya apa yang ia lihat sekarang. Matanya berkaca-kaca, dan perlahan air mata itu pun jatuh menjalar ke pipinya. Sakura tidak dapat menahan tangisnya sekarang. Terdengar jeritan pelan yang terdengar sangat pilu. Wanita mana yang tidak sakit hati begitu melihat suaminya berciuman dengan wanita lain di belakangnya? Terlebih lagi wanita tersebut adalah mantan kekasih suaminya. Sungguh ironis.
Foto itu pun akhirnya terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai. Tangan Sakura menjulur sangat lemas di samping tubuhnya yang berbentuk. Tatapan emeraldnya kosong, menatap semua objek di depannya tanpa arti. Sakura pun segera ke luar dari kamarnya. Menuju halaman belakang rumahnya.
Sakura terus berjalan entah ke mana. Pikirannya kacau. Dia berjalan sangat lunglai.
Tiba-tiba saja tangan Sakura digenggam erat oleh seseorang.
Sakura mendongakan kepalanya melihat orang yang sedang menggenggam tangannya.
"Sakura?" tanya orang—atau tepatnya pria—tersebut. Pria bermata hazel itu kaget melihat Sakura yang menangis.
Dengan tatapan yang penuh rasa kekecewaan, Sakura melepas genggaman pria itu dengan kasar. Sakura langsung berjalan dengan cepat meninggalkan Sasori. Ya, Sasori.
"Sakura! Tunggu!" kini Sasori sudah ada di depan Sakura. Menepuk kedua bahu Sakura pelan.
"Sakura, kenapa kau menangis?" tanya Sasori dengan lembut.
"Kenapa, Sasori?" Sakura sekarang mulai berani menatap hazel Sasori dengan emeraldnya yang penuh air mata.
"A-apa?" Sasori tidak mengerti, atau mungkin belum mengerti.
"Kalau kau masih mencintainya mengapa menikahi aku?" tanya Sakura dengan suaranya yang bergetar.
"S-Saku..."
"A-aku sangat mencintaimu, tapi...kenapa kau berbuat setega ini?" tangis Sakura pun pecah. Kedua tangannya menutupi wajah cantiknya yang dipenuhi air mata penuh kecewa.
Sasori pun langsung mengingat peristiwa seminggu lalu. Di saat ia bertemu dengan Natsumi, mantan kekasihnya. Dan di mana kejadian yang tidak pernah ia sangka sama sekali, Natsumi menciumnya. Sasori adalah direktur terkenal, semua orang tahu dengan pria yang bernama Sasori. Dan pasti tidak ada yang mau melewatkan peristiwa itu. Paparazzi yang kebetulan di sana pun mengabadikan skandal mereka. Dan Sasori berharap agar Sakura tidak akan pernah mengetahuinya.
Tetapi, 'Serapih apa pun bangkai ditutupi, tetap saja bau busuknya akan menyebar kemana-mana'. Dan inilah yang terjadi.
"Sakura...maafkan aku," kata Sasori sangat menyesal.
"Kau jahat! Aku tidak pernah menyangka kau-"
"Tidak, Sakura! Kau salah paham!" sergah Sasori memotong perkataan Sakura.
"Salah paham apa? Aku melihatnya! P-padahal aku tulus mencintaimu, tapi kau masih mencintainya juga...lalu..lalu...kenapa kau menikahi aku? Kenapa, Sasori?" kaki Sakura langsung lemas seketika. Di saat dirinya hampir jatuh ke tanah, Sasori langsung memeluknya. Sakura pun tidak menolak dan membalas pelukan Sasori.
"Aku mencintaimu, Sakura...kau salah paham. Aku tidak mencintai Natsumi lagi. Dia sendiri yang melakukannya, aku juga kaget dia berani melakukannya," jelas Sasori.
"Sungguh, Sakura…maafkan aku," Sasori mempererat pelukannya kepada istrinya.
Jujur, Sakura pun merasakan hangat menjalar di tubuhnya. Ia sedikit tenang, apalagi setelah mendengar penjelasan suaminya.
"Aku mencintaimu, Sakura. Sangat mencintaimu," Sasori melonggarkan pelukannya dan menatap emerald Sakura dalam dan tangannya mengelus pipi Sakura sangat lembut. Mengusap air mata wanita yang ia kasihi sepenuh hati.
Sakura pun tidak bisa berontak lagi. Ia tidak kuat lagi mendapatkan perlakuan manis dari suaminya. Sasori pun mendekatkan wajahnya pada Sakura. Sakura juga memejamkan matanya. Hidung mereka sudah bersentuhan dan...
Sedikit lagi...
Hampir…
Mereka akan...
.
.
.
.
"CUT!"
Sakura dan Sasori menghentikan aktifitasnya.
"Bagus, Haruno-san!" seru seorang perempuan bernama Matsuri seraya bertepuk tangan, seluruh kru pun ikut bertepuk tangan juga.
"Kau benar-benar menjiwai peranmu sebagai Akihara Sakura, bukan Haruno Sakura," kata sutradara—yang mengakhiri adegan kissing antara Sakura dan Sasori—melalui corong berwarna putih di depan mulutnya, langsung saja Sasori menatap sang sutradara dengan tatapan 'kenapa-tidak-sampai-selesai-saja?'. Dan Sasori pun menerima pukulan di bahunya, "Ouch! Itu sakit, Sakura," kata Sasori sambil meringis.
"Arigatou, Yamato-san," ucap Sakura seraya membungkukkan badannya, tidak menggubris perkataan Sasori.
"Baiklah, minna-san! Terima kasih atas kerja samanya hari ini. Silahkan pulang ke rumah dan beristirahatlah. Kita akan bertemu kembali setelah cuti sebulan," ujar sutradara dengan semangat.
"Baik, sutradara!" kata para artis dan kru serempak.
Semuanya pun sibuk membereskan alat-alat dan keperluan syuting.
Sakura kini sedang memakai jaket putih gading yang terdapat bulu halus di ujung tangan jaketnya.
"Sakura-chan!"
"Ino-pig!"
"Aku memanggilmu dengan ramah, Forehead," kata Ino seraya mengerucutkan bibirnya.
"Hahaha…aku hanya bercanda. Tumben kau mengunjungi tempat syutingku," ucap Sakura heran.
"Memangnya kenapa? Aku tidak boleh menjemput leaderku sendiri?" tanya Ino sambil melipat kedua tangan di depan dadanya.
"Boleh saja," jawab Sakura sambil tersenyum dan mulai berjalan meninggalkan lokasi syuting. Ino pun mengikutinya dari belakang lalu berjalan sejajar dengan Sakura di sampingnya.
"Bagaimana keadaan anak-anak?" tanya Sakura memulai topik baru.
"Semua baik-baik saja selama kau tidak pulang ke dorm. Walaupun setiap malam kami merindukanmu," jawab Ino sambil merangkul Sakura.
"Aku juga merindukan Glice, akhirnya aku bisa bertemu semuanya karena cuti selama sebulan!" kata Sakura riang. Ino pun menanggapinya dengan senyum.
Ino dan Sakura pulang ke dorm menggunakan mobil agensi mereka.
-Real Leaf-
Glice's Dorm, Konoha Entertainment
"Hello, minna-san!" teriak Sakura menggelegar di dorm Glice. Ino pun sampai menutup kedua telinganya.
Hinata datang dari arah dapur. Sepertinya sedang memasak, karena ia memakai celemeknya yang berwarna baby blue. Hinata tersenyum dan langsung memeluk Sakura.
"Welcome home, mommy," kata Hinata lembut.
"Hahahaha..." Sakura pun hanya tertawa mendengar kata 'mommy' dan membalas pelukkan Hinata.
"Sakura-chan!"
Tenten yang sedang bermain play station di ruang tamu pun langsung berlari dan memeluk Sakura juga dari samping.
Tiba-tiba Temari pun sudah ada di samping Ino. Temari hanya menggelengkan kepalanya melihat teman-temannya yang terkadang kekanakan.
"Kaa-san, aku sudah menyiapkan makan malam. Sebaiknya kau mandi dulu," kata Hinata ramah.
"Sudah lama kita tidak makan malam bersama!" Tenten pun ikut menimpali.
"Baiklah, aku mandi dulu," ucap Sakura. Ia segera melangkahkan kakinya ke lantai atas.
"Semenjak Sakura berperan di dorama 'Dear, Family', ia jadi jarang ke dorm," ujar Temari sambil berkacak pinggang.
"Kaa-san pasti sangat sibuk," tambah Hinata yang berjalan ke arah dapur.
"Lagipula sebagai leader Glice, tanggung jawabnya sangat besar," Ino pun menghela napas.
Tenten pun mengangguk menyetujui perkataan Ino. Mereka berdua pun berjalan ke ruang tamu. Tenten melanjutkan bermain play station, sedangkan Ino duduk di samping Temari yang sedang membaca majalah di sofa sambil melihat Tenten bermain.
Hinata pun menata piring-piring di meja makan untuk makan malam. Setelahnya, ia menaruh bermacam-macam jenis makanan di tengah-tengah meja berbentuk persegi panjang itu.
Hinata selesai dengan tugasnya. Dia pun segera memanggil teman-temannya, "Makan malam sudah siap!".
Ino, Tenten dan Temari pun langsung berlari ke dapur. Mereka bertiga menatap makanan sajian Hinata dengan penuh nafsu.
Tanpa aba-aba Ino dan Tenten segera di duduk, lalu berteriak, "Itadakimasu!". Dan hampir saja mereka berdua menyentuh makanan mewah nan lezat itu seandainya Temari tidak menahan tangan mereka.
"Tunggu kaa-san dulu, teman-teman," ucap Hinata sabar. Jika saja sifat Hinata tidak selembut ini, mungkin sendok sup di tangannya sudah melayang ke kepala Ino dan Tenten.
Ino dan Tenten hanya bisa pasrah menunggu kedatangan Sakura.
"Maaf kalau aku lama, hehehe…" ucap Sakura dengan cengiran tanpa dosanya.
Hinata tersenyum. Ino dan Tenten merengut sebal. Dan Temari hanya dengan wajah cueknya.
Sakura pun segera duduk di sisi lebar meja tersebut. Karena mereka berjumlah lima orang, dan Sakura menjabat sebagai leader dibandnya, ia pun duduk di tempat itu, memimpin acara makan mereka semua.
"Itadakimasu, minna-san!" kata Sakura sambil tersenyum manis.
"Itadakimasu," semuanya pun serempak membalas perkataan Sakura.
Mereka pun makan malam diiringi canda dan tawa. Mereka sudah seperti keluarga dan saling menyayangi. Bahkan Hinata yang merasa Sakura begitu tegar dan bertanggung jawab itu memanggilnya 'kaa-san'. Padahal menurut Sakura, Hinatalah yang paling ke-ibu-an. Karena Hinata sangat ramah dan baik, juga pintar memasak.
Ino dan Sakura yang begitu enerjik, bersemangat dan sangat akrab pun dijuluki 'Cherry Blossom at Sunshine'.
Tenten yang tomboy dan Temari yang dewasa—karena paling tua—pun melengkapi suasana di girlband ini.
Hinata yang lembut dan polos pun membuat kelimanya sangat kontras di Glice. Sebenarnya Hinata juga sedikit protektif terhadap Sakura. Jika ada seorang laki-laki yang dekat dengan Sakura, Hinata tidak segan-segan untuk menjauhi laki-laki itu dengan Sakura. Bahkan sebenarnya ia tidak rela kalau Sakura mempunyai teman perempuan lain yang sangat dekat dengan Sakura, melihat Ino dan Sakura akrab seperti itu saja sudah membuatnya cemburu. Tapi, tentu saja Hinata adalah gadis yang normal.
Dan Glice pun terbentuk sangat sempurna oleh mereka berlima.
-Real Life-
"Aku ingin di kulkas kita terisi es krim, yoghurt dan pudding!" kata Sakura dengan tatapan memelas yang ditujukannya kepada Hinata.
"Tapi nanti uang kita semua akan habis oleh itu semua, kaa-san...kita 'kan berencana membeli mobil baru," ucap Hinata menasehati.
"Kalau begitu akan kubeli dengan uangku sendiri! Tapi, itu berarti ketiga makanan itu hanya pu-nya-ku!" ujarnya sambil menekankan kata 'punyaku'. Sakura sangat berhati-hati pada Tenten yang rakus. Walaupun Ino juga doyan makan, tapi ia sangat menjaga porsi makannya dan tidak suka makanan berlemak.
"Baiklah, aku tidak bisa apa-apa lagi," kata Hinata pasrah.
"Hore!" Sakura pun memeluk Hinata sangat erat.
"A-aduh, aku tidak bisa b-bernapas," ucap Hinata sambil berusaha melepaskan pelukan maut Sakura.
"Hehehe...maaf, Hinata-chan," Sakura pun langsung nyengir tidak berdosa.
Hinata hanya menghela napas panjang. Kemudian dia pun pergi ke kamarnya.
Langsung saja Sakura melangkahkan dirinya ke ruang tamu dan mendapati Ino sedang membaca majalah.
"Ino!" panggil Sakura.
"Apa?" pandangan Ino tidak lepas dari majalah fashion tersebut.
"Kau mau menemaniku belanja?" tanya Sakura.
"Belanja?" Ino sedikit tertarik rupanya.
Sakura hanya mengangguk senang.
"Tentu saja!" kata Ino bersemangat.
"Okay, ayo cepat," Sakura berjalan ke arah kamarnya untuk berganti baju. Ino pun melakukan hal yang sama.
Tidak lama kemudian Sakura dan Ino sudah berada di luar dorm. Cuaca sore ini sedikit mendung dan suhunya rendah, oleh karena itu mereka berdua mengenakan jaket.
Mereka juga tidak lupa untuk menyamar.
Sakura yang memakai jaket maroon yang panjangnya selutut. Dia juga memakai skinny jeans berwarna biru gelap dan sepatu sport putih. Sakura mengepang dua bagian rambut merah muda yang pangjangnya sepunggung itu. Tak lupa dengan topi rajutnya.
Ino yang memakai jaket hitam sepinggang dan legging jeans putih tidak kalah modisnya dengan Sakura. Juga dengan sepatu boots hitamnya. Lalu, untuk 'memalsukan' wajahnya, ia memakai kacamata tidak berlensa dan topi sport.
Mereka berdua berjalan berdua dengan untuk berbelanja.
Mereka pun sampai di...swalayan? Ya, swalayan.
"Sakura...kau bilang kita akan berbelanja," kata Ino dengan suara horor.
"Apa ada yang salah?" tanya Sakura dengan polosnya.
"Kupikir kita akan berbelanja sepatu baru, dompet baru, atau baju baru!" geram Ino meremas jaketnya.
"Itu bukan barang murah, pig. Lagipula kita 'kan sedang menabung untuk membeli mobil baru," ucap Sakura menasehati Ino yang padahal nasehat itu dipakai Hinata untuk menasehati dirinya. Sedikit munafik memang.
Ino pun membenarkan perkataan Sakura. Lalu, mereka berdua berjalan ke dalam swalayan tersebut.
"Sakura, memangnya kau ingin membeli apa?" tanya Ino sambil memilih yoghurt low fat.
"Aku ingin membeli yoghurt, pudding dan es krim," jawab Sakura seraya mengambil dua cup yoghurt stroberi.
"Sepertinya kau mengajakku untuk menemani saja, ya?" kata Ino sweatdrop.
"Hehehe..." Sakura pun hanya menjulurkan lidahnya.
Tiba-tiba aquamarine milik Ino melihat sesuatu.
"Forehead! Coba lihat di sana!" panggil Ino sambil menarik Sakura dan menunjuk arah pandangannya dengan tangan kanannya.
"A-apa sih?" tanya Sakura risih.
"Itu!" ternyata yang ditunjuk Ino adalah sebuah stand es krim yang tidak biasanya. Tidak biasanya karena stand es krim tersebut tidak pernah ada sebelumnya. Sebuah perayaan, mungkin? Atau promosi? Bisa saja.
"Sedang diskon?" tanya Sakura riang.
"Mungkin saja. Ayo kita ke sana!" ajak Ino sambil menarik tangan Sakura.
Sakura dan Ino menuju stand es krim di dekat eskalator.
"Sepertinya vanilla ini enak," ujar Sakura.
Ino hanya diam melihat cup-cup es krim di stand itu. Mengingat berat tubuhnya yang gampang sekali naik itu pun membuat dia tidak ingin memakan makanan 'lemak dingin' tersebut. Itu bisa membuat beratku bertambah 5 ons! Batinnya.
"Kau mau Ino?" Sakura menawari cup es krim rasa coklat.
"Ah, tidak terima kasih. Kau tahu persis diriku," tolak Ino halus.
"Oh, aku paham," Sakura pun mengambil medium cup rasa coklat. Cukup besar untuk sendiri.
"Nona, kami sedang mengadakan undian. Jika Nona menang, maka Nona bisa berlibur ke luar negeri yang dipilih oleh kami," ujar seorang gadis yang merupakan salah satu penjaga stand es krim tersebut. Di name tagnya terdapat tulisan 'Ayame'.
"Tertarik?" tanya pemuda bernama Teuchi—bisa dilihat dari name tagnya—di belakang Ayame yang baru saja menawarkan berlibur gratis pada Sakura. Sepertinya dua penjaga stand ini tidak menyadari bahwa dirinya sedang melayani seorang artis.
Sakura pun terlihat berpikir. Berlibur ke luar negeri, sepertinya tidak ada salahnya. Toh beruntung tidak beruntung pun tidak membuatnya rugi. Pikirnya.
"Baiklah," kata Sakura sambil tersenyum.
"Nomor undiannya ada di bawah tutup cup Nona," kata Ayame si penjaga stand memberi tahu.
Setelah membayar cukup mahal, Sakura pun langsung membuka cup es krim miliknya. Di sana tertera sederet nomor. Nomor undian.
'0219972201,' gumam Sakura membacakan nomor undiannya.
"Sepertinya yang lain sudah bersiap-siap dengan undiannya," ucap Teuchi mengalihkan perhatian..
"Baiklah. Jika kami membacakan nomor undiannya, yang merasa nomornya sama harap segera ke sini. Lalu, kami akan memutar wheel ini dan negara tempat kalian berlibur akan keluar," ujar Ayame menjelaskan. Para peserta—termasuk Sakura dan Ino yang menemani pun—mengangguk mengerti.
"Kita mulai! Nomor undian...0219972..." Teuchi menghentikan kalimatnya. Sengaja.
Para peserta pun sudah tidak tahan untuk mendengar angka selanjutnya.
"...0219972333!" kata Teuchi semangat.
"I-itu aku!" teriak seorang perempuan di belakang Sakura dan Ino. Dia pun segera berlari ke stand dengan riang.
"Kita putar," Ayame pun memutar wheelnya, ketika berhenti panahnya menunjukkan 'Hongkong'.
"Whoa~ Hongkong! Selamat, ya," kata Ayame riang sambil menyerahkan tiket dan voucher kepada gadis tersebut.
"I-iya, terima kasih banyak!" ucap si pemenang tidak kalah riang. Ia langsung berlari ke arah teman-temannya dan langsung tertawa bahagia.
Sakura sedikit envy melihat gadis yang menang itu.
"Nah, ayo kita lanjutkan," Teuchi bersiap-siap memutar wheel.
"Nomor undian...0219975487!" kata Ayame sembari mencari-cari pemilik nomor undian tersebut.
"Aku!" kata seorang anak laki-laki kecil. Ditemani oleh sang ibu di sebelahnya.
"Wah! Ayo kita lihat, kau akan liburan di mana," kata Ayame seraya memutar wheel.
Wheel itu terus berputar dengan cepat. Sampai pada akhirnya berhenti dan panahnya menunjukkan 'Korea'.
"Ibu! Lihat!" seru anak kecil tersebut.
"Nah, ini dia tiketmu," kata Ayame ramah kepada anak kecil yang sedang tersenyum manis.
"Ah, arigatou gozaimashita," ucap ibu dari anak kecil itu sambil menggandeng anaknya yang sedang gembira karena akan pergi keluar negeri.
Di samping itu, Sakura dan Ino hanya menunggu bosan.
"Ino, sepertinya kita tidak akan dipanggil," kata Sakura pasrah.
"Ayolah…tidak ada salahnya 'kan menunggu? Siapa tahu kau menang Sakura!" ujar Ino menyemangati. Sakura pun mengangguk setuju—yang sebenarnya terpaksa—sambil menyuapkan sesendok es krim ke dalam mulutnya.
Mereka berdua menunggu terus, para pengunjung pun sudah mulai sedikit. Kira-kira para pemenang yang sudah dipanggil berkisar 20 orang.
"Inoooo~ aku ingin pulaaaaang~" rengek Sakura. Es krimnya pun sudah mulai mencair. Kepangan rambutnya juga sedikit berantakan.
"Ugh…Sakura, sabar sebentar," Ino benar-benar penasaran sekarang. Entah kenapa ia mempunyai firasat yang kuat bahwa sesuatu akan segera terjadi.
"Baiklah…sepertinya tinggal beberapa pemenang lagi! Harap sabar, ya," kata Ayame menyemangati.
"Langsung saja, nomor undian…0219976813!" seru Teuchi.
"Tuh 'kan, Inooo~" ujar Sakura menarik-narik ujung jaket Ino seraya menunjuk stand Ayame dan Teuchi yang cukup jauh dari mereka berdua.
"Bukan berarti dia yang terakhir, Sakura," ucap Ino membalikkan badannya sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada dan mengerucutkan bibirnya sebal.
Akhirnya Sakura pun menundukkan kepalanya menunggu undian ini berakhir. Sakura melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul setengah 7 malam. Sebenarnya ia sudah kelaparan ingin memakan masakan Hinata. Yoghurt di tangan Sakura yang satunya lagi pun sepertinya sudah tidak dingin lagi.
"Baiklah, nomor undian…02199722…"
Sakura sedikit tersentak dengan nomor undian yang disebutkan oleh Teuchi. Dan…
"07!" teriak Teuchi langsung memutar wheelnya.
Sakura langsung menundukkan kembali kepalanya dalam-dalam. Ia benar-benar down sekarang. Tetapi tidak ada yang menghampiri ke depan stand tersebut.
"Eh? Tidak ada?" tanya Ayame.
"Apa sudah pulang, ya? Sayang sekali," kata Teuchi heran.
Ino dan Sakura semakin tidak sabar untuk menunggu nomor undian selanjutnya.
"Coba kulihat," Ayame langsung mengambil kertas yang berisikan nomor undian di tangan Teuchi.
"Wah! Maafkan kami, ada sedikit kesalahan! Hehehe…bukan 07, tapi 01!" kata Ayame seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Kau benar Sakura, sepertinya kita pulang saja," ujar Ino menghela napas dan segera melangkahkan kakinya keluar swalayan.
"I-Ino…" panggil Sakura menghentikan langkah Ino.
"Ada apa, Sakura?" tanya Ino bosan.
"I-itu…" jawab Sakura masih speechless.
"Hah?" Ino semakin bingung. Lalu ia melihat Sakura menunjukkan nomor undiannya.
"0219972201…lalu?" Ino menyerngit heran ke arah Sakura. Sedangkan Sakura masih diam.
"Apakah ada yang bernomor undian 0219972201?" tanya Ayame sedikit berteriak.
'0219972201?' gumam Ino dalam hati.
0219972201? Sederet angka yang cukup familiar. Pikir Ino.
Sakura langsung mencengkeram bahu Ino sangat erat sambil menggigit bibir bawahnya gemas. Ino membetulkan letak kacamata tanpa lensanya dan seketika itu juga Ino langsung terbelalak kaget.
"Astaga, Forehead! 0219972201!" teriak Ino langsung menarik Sakura ke stand es krim tersebut. Sakura yang kaget hampir jatuh ketika tangannya ditarik paksa oleh Ino.
"Tidak ada, ya? Baiklah…"
"Tunggu!" potong Ino sebelum Ayame menyelesaikan kalimatnya.
"Wah…ternyata ada, ya! Selamat!" seru Ayame seraya menjabat tangan Ino.
"Ck…bukan aku, tapi dia!" sanggah Ino seraya menepis tangan Ayame. Kasihan.
"Gomennasai! Selamat, ya," ucap Ayame riang. Ia pun langsung memutar wheel di sebelahnya.
Sakura dan Ino merasakan jantungnya berdebar lebih kencang. Sekencang putaran wheel tersebut. Wheel itu terus berputar sangat lama. Membuat Sakura terus berkeringat dingin dan membuat Ino gigit jari. Seakan-akan waktu di dunia berjalan dengan sangat lambat. Sampai wheel itu mulai berputar pelan, beberapa kota dan negara sudah dilewati panah tersebut. Dan pada akhirnya wheel itu berhenti.
Wheel itu akhirnya berhenti juga. Lalu pandangan emerald Sakura dan aquamarine Ino tertuju pada sederet kata yang ditunjukkan panah tersebut.
"PARIS!"
-TBC-
A/N:
Wheel: Biasanya ini adalah sebuah game dengan nama 'Spin to Win'. Sebuah papan lingkarang, ada panahnya. Mirip jam. Biasanya buat undian, judi, dll. Ehm…kalian mengerti? Mungkin bisa search di Google hehe soalnya penjelasannya minim… -_-v
Akhirnya chapter 1 selesai juga! Bagaimana? Seru? Penasaran dengan cerita selanjutnya? Semoga saja! Untuk chapter 2 sudah terbayang-bayang, tinggal menyuratkan beberapa potongan bayangan di otakku saja ke Word!
Oh iya, fic ini terinspirasi dari sebuah film yang bernama 'What Happens in VEGAS, Cameron Vs. Ashton', ada yang tahu? Ceritanya dewasa, sih ==" tapi aku cuma mengambil satu scene kok, jadi aman di rate T ^^ lalu aku juga 'merombak' ulang agar pas dengan imajinasiku, jadi tenang saja! Lagipula kalau pakai akun ini aku belum boleh bikin rate M, dan aku pun belum berminat hahahaha *inget dosa* -_-
Di sini juga Sakura, Ino, Hinata, Tenten dan Temari adalah member girlband Jepang yang bernama Glice! Namanya aneh, ya? ._.
Maaf bagi para Hinata FC kalau di sini Hinata-nya 'agak' OOC aku membuatnya seperti itu agar pas dengan ceritanya nanti hehehe :p
Akhir-akhir ini aku sering dimarahi oleh kaa-san kalau bikin fic, aku juga ngga tau kenapa :( jadi maaf kalau aku suka telat update dan A/N-nya tidak jelas! Aku harap tidak ada typos :(
Silahkan REVIEW ya! Oh iya, dan masih NO FLAME ._.v kalau CONCRIT sangat dibolehkan! :D oh iya aku juga mengikuti sarannya haruno gemini-chan untuk percakapan dalam hati ^^ terima kasih banyak XD
p.s: Cek bio baru aku ya? ;) #plak
Salam hangat, Kimmi^^
