a/n: Assalamu'alaykum, vea dateng lagi dengan multichap baru. Huft, maaf, yang lain belum beres udah muncul yang baru. Mudah-mudahan semuanya tamat ya. Karena fic ini sedikit ringan, vea bisa memikirkannya meskipun jauh dari cherry. Semoga vea bisa menyelesaikannya ya, X3
Amoris Abecedarium
Kamichama Karin © Koge Donbo*
Amoris Abecedarium © Invea
Warning : GaJe! Ngga Nyambung! Typo yang bertebaran, alur yang berantakan! OOC! OC! De eL eL
.
.
Alfabet 1 : A untuk Abstrak
.
.
Perasaan itu merupakan perasaan yang abstrak. Suatu hal yang hanya bisa dirasakan, namun tak berwujud seperti, perasaan ini. Karin masih tidak mengerti tentang apa yang dirasakannya saat ini.
Akhir-akhir ini, dia menjadi lebih rajin berkunjung ke perpustakaan. Bukan, semua itu sama sekali bukan karena dia berubah menjadi rajin. Juga bukan pula karena tugas yang menuntutnya. Tidak! Tak ada seorang pun yang mengancamnya. Hanya ada satu orang yang menjadi alasan mengapa dia menjadi siswa yang rajin mengunjungi perpustakaan. Seorang pemuda dengan blonde hair dan juga blue sapphire. Ya, pemuda tampan yang bernama Kazune Kujo.
.
.
Karin menatap lekat sosok pemuda yang tengah membuka buku-buku yang berada di bagian biologi, tepatnya di rak buku bioteknologi. Pemuda itu kemudian mengambil sebuah buku dari rak sebelah kanannya, bagian kedua dari atas. Setelah itu, ia pun berjalan menuju ruang resepsionis perpustakaan.
Karin dengan segera menghampiri rak tempat di mana Kazune memilah-milih buku. Diambilnya sebuah buku yang baru saja diambil Kazune tadi –ada beberapa buku yang sama di sana. Dibolak-baliknya buku itu. Diperhatikannya lembar per lembar. Dibacanya satu per satu. Namun, tak ada satu pun yang masuk ke dalam otaknya.
'Kazune hebat sekali bisa membaca buku-buku rumit seperti ini!' gumamnya dalam hati. Ia tersenyum-senyum sendiri. Dikembalikannya buku itu ke tempatnya. Kemudian, dikeluarkannya sebuah notes kecil dari saku rok seragam hitamnya. Lalu ia tuliskan apa yang baru saja ia dapatkan mengenai penelitiannya tentang Kazune.
.
.
Suka? Sayang? Atau mungkin cinta? Karin masih tidak terlalu mengetahui perasaannya pada Kazune saat ini. Hanya saja, ia merasa ia semakin tertarik akan kepribadian Kazune. Ia ingin mengenal Kazune lebih dalam. Dadanya meletup-letup, jantungnya berdetak kencang saat memikirkan pemuda itu. Ini pertama kalinya ia merasakan semua ini. Entah perasaan apa namanya. Kalau pun ini sebuah cinta, maka Kazune adalah cinta pertamanya?
.
.
"Apa ada yang tahu apa itu kerosin?" Miwako sensei bertanya kepada sekitar 40 siswa kelas I-A. Kazune langsung mengacungkan jarinya. Miwako sensei pun kemudian menunjuknya.
"Ya, Kujo-san?"
"Kerosin merupakan salah satu fraksi pemurnian minyak bumi yang mempunyai titik didih antara 250-350ºC," terangnya, singkat, padat namun jelas. Semua murid terdiam menatapnya. Ya, siapa yang tak kenal dengan Kazune? Pada ujian memasuki Senior High School kemarin, dia adalah satu-satunya siswa yang mendapat nilai sempurna. Perfect!
"Good! Betul sekali apa yang dikatakan Kujo-san, tapi mengenai kerosin, itu hanya sekilas informasi saja, karena sebenarnya itu merupakan pelajaran untuk semester 2 di bab terakhir. Sensei tidak menyangka di antara kalian ada yang sudah mengetahuinya," terang guru dengan rambut sebahu itu. Semua siswa terkagum-kagum menatap pemuda yang baru saja menjawab pertanyaan guru kimia itu. Tak ketinggalan dengan Karin. Dia pun diam-diam mengagumi pemuda yang satu itu.
.
.
Tet! Tet! Tet!
Bel tanda istirahat pun berbunyi. Seperti biasa, beberapa siswa-siswi Seiei Gakuen menghampiri meja pemuda bermarga Kujo itu. Namun, Kazune acuh tak acuh dan berlalu pergi menuju perpustakaan. Diam-diam Karin mengikutinya dari belakang.
.
.
Setibanya di perpustakaan, Kazune kemudian mengambil beberapa buku mengenai virus. Ia kemudian mencari meja yang kosong dan berada di pojok –ia kurang suka dengan keramaian. Ia lantas duduk di sana, membuka lembar demi lembar buku-buku tebal itu. Sambil membaca, ia kemudian memakaikan sebuah earphone ke telinganya. Sebuah musik mengalun pelan, menemaninya yang tengah terlarut ke dalam ilmu yang ada di dalam buku.
Karin kemudian mengambil sebuah buku mengenai sastra bahasa. Ia kemudian duduk di sebuah meja yang berhadapan dengan meja tempat Kazune. Ia kemudian berpura-pura membaca seraya mencuri-curi pandang ke arah Kazune.
Pemuda itu memang sangat tampan. Mata biru safirnya begitu bening dan indah, terfokus ke dalam sebuah bacaan berat, ditemani kaca mata kecil yang membantunya untuk melihat. Kulitnya yang putih. Juga rambut pirangnya yang terjuntai di depan wajahnya. Begitu manis, tapi menawan. Imut, namun keren. Tak salah jika hampir seluruh pemuda di Seiei Gakuen iri padanya. Tak salah juga jika hampir seluruh siswi termasuk guru di sana begitu mengaguminya, bahkan mungkin memujanya.
Tak ketinggalan Karin. Ia pun sepertinya mulai jatuh hati pada pemuda itu. Hal itu bisa dilihat dari bagaimana caranya selalu membuntuti ke mana pun Kazune pergi.
.
.
Cinta, adalah sebuah perasaan abstrak. Ia mungkin tak berwujud seperti benda. Namun jauh lebih berharga dari uang. Perasaan itu tak dapat kau lihat, tapi begitu menggelitik manis. Membuat geli.
Bukankah seseorang yang sakit bisa sehat karena cinta? Bukankah seseorang yang sedih bisa bahagia karena cinta? Dan bukankah itu pun berlaku sebaliknya?
.
.
Karin menyembunyikan semburat wajah merahnya di balik buku sastra yang ia bawa tadi. Kazune menghampirinya. Semakin lama semakin dekat. Jantung Karin berdegup, kencang. Wajahnya semakin merah... Dan... Kazune menegurnya.
"Hai," tegur pemuda itu. Karin menengadahkan wajahnya, menatap Kazune yang kini berdiri di sampingnya.
"A─ada apa?" tanya Karin gugup. Ia tak mengerti perasaan apa yang ia rasakan saat ini.
"Notes mu terjatuh dari sakumu tadi. Kelihatannya ini begitu berharga untukmu, -dilihat dari pita merah marun yang melilitnya dengan rapi," ujarnya seraya menyodorkan sebuah notes berwarna merah muda yang dililit pita kecil berwarna merah marun.
"Te─terima kasih," sahut Karin seraya mengambil notesnya dari tangan pria yang dikaguminya itu.
"Lain kali, hati-hati dalam menjaga barangmu," lanjutnya. Ia kemudian pergi meninggalkan Karin yang masih termangu dengan wajah semerah tomat.
.
.
To Be Continued
.
.
Keep or Delete?
.
.
Review Please?
