Yo! Amu-chan is back!! Kali ini buat story Bleach. N disini sama sekali ga berhubungan dengan dunia Shinigami dkk alias AU ato Alternative Universe. O eah, disini Rukia n Momo (yang keluarnya entaran) umurnya 17. Ichigo n the gang: 18. Inoue and para pembantu laen: 23. Yoruichi, Urahara, Byakuya: 38.
Disclaimer : Bleach ituh punyaku!!! *ditendang ama Tite Kubo*. Eah-eah, Bleach bukan punyaku. Tapi dia *nunjuk Oom Tite*.
**********
The Tale of Our Blood
© Amu svit-kona
-Rukia P.O.V-
Krriiinnggg…. Brakk!!
Aku membuka mataku dengan malas dan menatap tajam pada jam wekerku yang sudah kulempar ke tembok. Jam itu menunjukkan pukul 06.30. Hah…masih terlalu pagi untuk orang sepertiku. Aku memejamkan kembali mataku yang masih terasa berat. Aku mendengar suara langkah kaki menuju kamarku. Lalu terdengar bunyi pintu kamarku terbuka. Aku membuka kembali mataku dan menatap sesosok siluet seorang wanita berjalan ke arahku. Ia memakai baju maid berenda berwarna hitam yang dipadukan dengan celemek berwarna putih. Ia lalu duduk di sampingku, dipinggir tempat tidurku, dan memegang lenganku.
"Nona Rukia, cepatlah bangun. Ini kan hari pertamamu sekolah, kau akan terlambat nanti." katanya.
Aku menghela napas, "Ya tunggu sebentar, aku masih ngantuk Inoue…" jawabku. Inoue adalah pelayan pribadiku. Dialah yang membantuku mempersiapkan segalanya. Tapi bukan berarti aku bisa memerintahnya seenakku. Inoue sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Inoue lalu bangkit dan berjalan menuju jendela yang berada di sisi kananku. Ia membuka kordennya sambil berkata, "Sebaiknya anda segera bangun. Byakuya-sama sudah menunggu anda dibawah."
"Iya-iya, aku bangun", jawabku sambil bangun dan berjalan menuju pintu kamar mandi di samping kamar tidurku. Setiap kamar dirumah ini memang mempunyai kamar mandi sendiri. Bahkan kamar para pelayan, tapi tentu saja tidak sebagus kamar mandi di kamarku. "Kau ini makin lama makin mirip dengan nenek tua itu." gerutuku.
"Siapa yang kau bilang tua, hah?"
Aku menoleh ke arah pintu kamarku. Mendapati Yoruichi sedang berdiri bersandar disana sambil melipat tangannya dibawah dada. "Memangnya tadi aku bilang apa Yoruichi-san?", kataku dengan tampang se-innocent mungkin sambil tersenyum manis padanya.
"Cih, maaf ya Tuan Putri, tapi itu tidak akan berpengaruh lagi padaku.", katanya, "sekarang lebih baik kau simpan dulu omonganmu itu dan lekaslah bersiap. Bya pasti akan marah kalau kau sampai terlambat sekolah.", lanjutnya sambil berbalik dan meninggalkan kamarku. Aku menjulurkan lidahku padanya.
Yoruichi adalah bibiku. Aku sudah menganggapnya seperti ibuku sendiri. Dulu aku pernah dengar cerita kalau dia pernah –hampir- ditunangkan dengan ayah, tapi ia melarikan diri saat pesta pertunangan itu berlangsung. Yah…aku juga tak tahu bagaimana cerita aslinya. Yang aku tahu dia sudah menikah –setauku sih begitu, atau bahkan belum?- dengan seorang pria pengusaha barang antic yang bernama Urahara. Aku juga kadang berpikir, bagaimana mungkin seorang Lady yang cerdas -dan galak- seperti Yoruichi jatuh cinta pada orang -aneh- seperti Urahara? Ah, mau dipikir sampai otakku jebol pun aku rasa aku tak akan mendapat jawabannya.
"Hi…hi…hi…", aku menoleh dan menemukan Inoue sedang tertawa kecil sambil menutupi mulutnya dengan tangan kanannya. Aku mengangkat sebelah alisku. "Apa?", tanyaku.
"Anda berdua itu lucu sekali. Kalau salah satu dari kalian pergi dalam waktu yang lama, pasti kalian akan kelabakan dan mengkhawatirkan satu sama lain. Tapi kalau sedang berdekatan, kalian seperti pasangan suami-istri tua yang suka bertengkar. Manis sekali." kata Inoue. Aku hanya memandangnya dengan tatapan apa-kau-sudah-gila?. Lalu menggelengkan kepala dan berjalan kembali menuju kamar mandi.
**********
Segera setelah aku selesai mandi dan berpakaian, aku turun ke lantai bawah. Bergabung bersama bibi dan ayahku untuk makan pagi. Aku menyambut ayahku seperti biasa dan dia menjawabnya lalu kami makan dalam keheningan. Ritual biasa keluarga kami.
"Rukia, hari ini kau akan memasuki sekolah barumu kan?", tanya Byakuya setelah kami selesai makan pagi.
Aku agak tersentak mendengarnya. Yah, karena dia kan orang yang super sibuk. Jadi jarang punya waktu untuk sekedar mengobrol bersamaku. Ayahku adalah seorang direktur perusahaan Kuchiki Corporation yang cabangnya berada di sekitar 99 negara. Akhir minggu ini ia bahkan sedang rapat untuk membuat cabang yang ke-100 di Indonesia.
"Ya." jawabku dengan singkat. Seorang Kuchiki memang sudah dilatih untuk menjawab bila diberi pertanyaan dan dengan singat, padat, dan jelas.
Ia lalu menatapku sambil berkata, "Ayah harap kau akan menjadi anak baik disana. Aku tidak mau dengar lagi berita tentang kau yang menjahili atau bertengkar dengan murid lain atau gurumu. Kau mengerti Rukia?"
"Ya," aku menjawabnya sambil mencengkeram garpu dan sendok yang masih kupegang. Kenapa sih dia selalu mengungkit masalah itu? Aku juga tidak akan berbuat seperti itu kalau mereka mau menutup mulut mereka yang tak tahu aturan itu. Yoruichi yang -sepertinya- sadar akan situasi, memecah keheningan dengan berkata, "Ah, kau itu terlalu khawatir Byakuya-boo. Aku yakin Rukia akn menjadi anak yang baik. Lagipula, sekolah itu kan dikepalai oleh Yamamoto-jii, jadi kurasa tak akan ada masalah." jawabnya ringan sambil mengibaskan tangannya kearah ayahku.
"Hhh…terserah apa katamu Yoruichi," jawab ayahku sambil mengelap mulutnya dan beranjak dari kursinya. Memang percuma kalau pagi-pagi begini kau harus menaggapi omongan Yoruichi. "Sebaiknya kau segera bersiap Rukia. Hanatarou akan mengantarmu kesekolahmu yang baru." Ia lalu pergi.
Aku segera beranjak dari kursiku dan berjalan keluar. Disana aku sudah ditunggu oleh hanatarou dan pelayan-pelayan lain. Yah, karena rumah ini sangat –sangat- luas tentu saja butuh lebih dari 5 pelayan untuk mengurusnya. Semua barang-barangku sudah tertata rapi di bagasi. Juga di mobil yang kedua yang berada di belakang mobil yang akan kunaiki. Kenapa? Heran kenapa aku membawa banyak barang? Tentu saja karena aku akan tinggal di sekolah yang berasrama. Jadi aku juga harus tinggal disana. Dan tak mungkin bagiku untuk meninggalkan semua barang-barangku –apa lagi barang-barangku yang bermerek Chappy- untuk kutinggalkan disini. Jadi ya, begitulah.
Pikiranku terpotong oleh empat tangan yang mengelilingiku. Aku terkejut, tapi tidak bias berkata apapun karena aku terjepit oleh empat benda yang seperti besarnya seperti buah melon. Tanpa kulihat pun aku tahu siapa pemiliknya. Aku mendengar suara tangisan dari pemiliknya.
"akh…Ranggiku-san…Inoue…berhentilah untuk berusaha menghancurkanku…" kataku dengan terbata-bata. Akhirnya mereka melepaskanku. Aku segera berusaha untuk memasukkan udara sebanyak mungkin ke paru-paruku. Aku mendengar mereka berbicara sambil terus menangis.
"Huaa…Rukia-chan, aku pasti akan sangat merindukanmu…" kata Ranggiku-san.
"Iya…kenapa kau harus pergi?" Tanya Inoue sambil terus menangis.
"Hei-hei sudahlah, kalian ini. Aku pasti akan mengunjungi kalian, kalau sedang liburan tentunya…" ,kataku sambil mengusap punggung kedua wanita itu.
"Itu benar, Ranggiku-san. Menangis itu sungguh tidak membuat seseorabg terlihat cantik," kata Yumichika, tukang kebunku.
"Ya-ya, dia benar. Lagipula, nona Rukia itu sudah dewasa," kata satpamku, Ikkaku, "pokoknya, kalau anda dijahati anak-anak berandalan itu, saya akan selalu siap untuk menolong anda. Kalau perlu, biar saya berjaga didepan pintu kamar anda saat anda tidur." Katanya sambil nyengir.
Aku hanya memberinya tatapan apa-kau-serius-yang-benar-saja? padanya. "Aku rasa itu tidak perlu, lagi pula disana ada Urahara-jii."
"Nona Rukia, mobil dan barang-barang anda sudah siap." Kata Hanatarou sambil membukakan pintu penumpang untukku.
Aku segera masuk ke mobil sambil berterimakasih padanya. Aku menurunkan jendela dan melambaikan tanganku pada semuanya.
"Nona Rukia, jaga kesehatan anda baik-baik ya… jangan lupa makan makanan yang bergizi…"kata Inoue yang masih menangis, ia lalu berpelukan dengan Ranggiku yang juga masih menagis. Disudut mata, aku melihat Yoruichi bersandar pada pintu. Ia tersenyum padaku dan aku membalasnya dengan senyum disertai anggukan kecil. Aku melihat rumahku untuk yang terakhir kalinya sampai aku berbelok dan rumah itu tak terlihat lagi. Ah…kurasa aku akan merindukan mereka semua. Bahkan mungkin Ayahku. Aku menyentuh dadaku, merasakan sebuah benda ditanganku, sebuah liontin, aku memegangnya dengan erat, 'Ibu, tolong jagalah mereka semua dari bahaya dan doakan aku agar aku baik-baik saja di tempat baruku nanti.'
Dari kejauhan, aku sudah bisa melihat sebuah loteng seperti mercusuar dengan tulisan 'KARAKURA GAKUEN' , menjulang tinggi diatas bukit yang dikelilingi oleh pohon-pohon yang rindang. Aku menyiapkan hatiku untuk apa yang akan terjadi nanti.
**********
A/N: Yay!! 2nd story… chapt 2 ahead. Tapi sebelum itu jangan lupa Review… ^^
