Sedang apa pria itu? Bermain dengan salju? Di tengah musim badai seperti ini? Apa dia sudah gila? Air yang memancar dari pancuran di taman itu pun sampai membeku. Dan dia tetap bermain salju? Aneh.
Musim dingin kali ini terlalu dingin, bahkan untuk aku yang sekarang duduk di dalam kafe ini. Padahal sudah pakai mantel, dan ruangan ini memiliki penghangat ruangan, tapi masih tetap dingin. Dan pria di luar sana masih bermain salju? Pria aneh. Dan aku lebih aneh lagi, sudah tahu pria itu aneh masih diperhati—aku tidak memperhatikan. Hanya melihat saja. Melihat.
Oh! rambutnya merah. Menyembul dibalik hoodie. Dicat? Atau asli? Sepertinya sih asli. Tapi mana ada rambut asli yang semerah itu? Dicat. Titik. Ah, dia berbalik ke arah sini. Wajahnya tidak kelihatan! Pria itu menatap kanan dan kirinya, lalu berjalan sambil menatap ke bawah. Mungkin takut terjatuh. Satu langkah. Dua langkah lalu wajahnya dinaikan dan menatap ke arah depan. Ke arah kafe tempat aku duduk. Ke arahku. Matanya merah, persis seperti rambutnya tapi meneduhkan, menatap persis wajahku. Jantungku berdetak dengan ritme berbeda. Apa ini? Beberapa detik kemudian dia tersenyum. Lengkung senyumnya seperti busur. Seperti pelangi. Seperti lengkungan jembatan yang membatasi jarak kami. Jantungku makin tak terkendali
"Permisi. Pesanan Anda, Teh Vanilla dan Tiramisu?" Terkesiap, aku mengedip beberapa kali sebelum menoleh. "Ah, iya, Teh Vanilla dan Tiramisu. Terima kasih." Pelayan itu tersenyum sebelum membungkuk dan pergi dari mejaku. Cepat-cepat ku alihkan pandanganku ke arah pria aneh berambut merah tadi. Namun tak ada siapapun. Hanya ada putihnya salju yang menutupi pandangan.
Siapa pria itu? Mengapa saat melihatnya aku merasa asing tapi familiar di saat bersamaan?
.
Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi
Nyata © wakame daisuki
Penulis tidak menerima royalti atau apapun dari tulisan ini. Apabila ada kesamaan di tema cerita atau sesuatu yang berada di dalam fanfiksi ini, itu merupakan suatu ketidaksengajaan.
Akashi Seijuuro & Kuroko Tetsuya
juga Kise Ryouta.
.
Aku terkesiap. Membuka mata secara mendadak dan duduk tegap dengan gerakan cepat. Terlalu cepat sampai aku merasa kepalaku berputar hebat.
"Kuroko? Kau sudah sadar?" Suara berat seseorang menyapa gendang telingaku. Sepertinya aku kenal suara ini. Menoleh ke arah kanan, aku menemukan sesorang berpakaian putih dan berambut hijau menatapku dibalik kacamata berbingkai kotaknya. Di sebelah pria itu ada tiga orang lainnya. Yang paling dekat posisinya dengan pria berambut hijau—yang sepertinya dokter—adalah pria paling dewasa di antara yang lain. Wajahnya tenang dan berwibawa. Di samping pria dewasa tersebut ada wanita berambut biru, wajahnya menenangkan, sangat keibuan, auranya memancarkan kasih sayang yang tulus. Lalu di paling belakang ada pria berambut kuning, tinggi dan tegap, wajahnya tampan. Ketiganya menatapku dengan tatapan bingung, panik, khawatir. Entahlah.
"Baguslah kalau kau sudah sadar, keadaanmu tidak parah, hanya luka kecil di beberapa bagian dan benturan di kepala. Tapi tidak mengkhawatirkan. Dua atau tiga hari lagi kau bisa pulang ke rumah. Dan Kise tolong hapus ekspresimu yang menyebalkan itu nanodayo!" Dokter hijau itu menaikan kacamatanya sambil melirik pria berambut kuning yang sekarang memasang ekspresi terharu, senang, atau apalah namanya.
"Ku... kurokocchi! Akhirnya kau sadar-ssu! Aku merindukanmu-ssu!" Tanpa tedeng aling-aling, pria kuning itu sudah melompat ke arahku. Memelukku erat sampai rasanya paru-paruku diperas dengan kasar.
"Sa... sakit. Se... se... sesak. To... tolong lepas... kan." Aku berusaha meronta.
Akhirnya pria kuning itu melepaskanku, walau kedua tangannya tetap bertengger dibahuku.
"Bagaimana perasaanmu nanodayo? Apa kau merasa pusing atau sakit di bagian tertentu?" Dokter hijau bertanya lagi, menyingkirkan pria kuning dariku.
"Ah, aku baik. Tapi maaf sebelumnya, Dimana aku sekarang? Hari apa ini? Dan kalian ini siapa?" Aku tidak bisa menyembunyikan penasaran ini. Sejak aku membuka mata, empat orang dihadapanku ini memperlakukanku seperti kerabat lama atau seseorang yang mereka kenal. Tapi, aku tidak mengenal mereka sama sekali.
Empat orang dihadapanku menatap kaget. Aku semakin penasaran. Siapa mereka?
"Tetsuya... Apa maksudmu?" Pria yang paling dewasa membuka suara. Nada suaranya terdengar kaget. "Kami. Aku adalah ayahmu dan wanita ini adalah ibumu, Tetsuya. Kami berdua adalah orang tuamu. Lalu pria ini," Pria itu menunjuk lelaki berambut kuning, "adalah kekasihmu, Kise-kun. Dan dokter ini adalah temanmu di SMP Teiko, Midorima-kun."
"Orang tuaku? Kekasih? Temanku saat SMP?" Orang tuaku... sudah meninggal saat aku masuk ke perguruan tinggi. Yang aku miliki hanya nenek. Nenek? Seperti apa wajah nenek? Aku tidak mengigatnya. Dan orang tuaku? Aku tidak mengenal wajah mereka berdua. Benarkah mereka orang tuaku?
"Tetsuya... Kau jangan bercanda nak, ini ibu, ayah, kekasihmu dan sahabatmu. Kami semua mencemaskanmu nak, tolong jangan bercanda mengenai hal semacam ini." Wanita paruh baya mulai terisak. Menarikku dalam pelukan. Perasaan ini... ibu. Ya, ini seperti pelukan ibu. Tapi apakah seperti ini rupanya?
"Sepertinya aku harus melakukan pemeriksaan ulang nanodayo. Aku akan mengecek keadaannya. Aku akan mempersiapkannya." Dokter hijau melangkah cepat keluar ruangan.
Pria kuning—orang yang disebut dengan Kise—melangkah maju. Menatapku tepat di mata. Matanya memancarkan ketulusan. Siapa Kise-kun ini?
"Kurokocchi... Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Tapi, aku ingin Kurokocchi diperiksa lagi oleh Midorimacchi ya? Agar kita semua tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Kurokocchi. Oke?"
Seperti sihir, aku mengangguk. Pria yang dipanggil Kise-kun memelukku erat. Perasaan ini tidak asing. Aku mengenalnya. Tapi mengapa aku tidak mengenalnya disaat bersamaan? Apa ini?
Tiba-tiba aku teringat mimpiku... Pria berambut merah... Mata yang memancarkan ketulusan... Senyum yang melengkung seperti pelangi. Mengapa tiba-tiba aku mengingatnya?
"Kagamin! Kau sudah dapat kabarnya? Bagaimana?"
Lelaki dengan alis bercabang mengusap rambutnya kasar. Dia tidak tidur semalaman. Ia hanya mondar-mandir sambil memegangi ponsel. Berharap ada kabar dari pihak mana saja, terserah, yang penting kabar. Dirinya sudah tidak peduli lagi dari masa asal muasal informasi tersebut asalkan orang yang ia tunggu kabarnya baik-baik saja. Sungguh, dia lelah. Ini membuatnya frustasi. Sudah lebih dari 72 jam sejak ia melaporkan bahwa orang dikhawatirkannya menghilang tapi polisi belum memberi kabar apapun? Para polisi itu bekerja tidak sih? Kalau sampai nanti malam polisi itu belum memberikan informasi apapun. Dia akan mencarinya sendiri.
"Argh! Kau sudah hubungi temannya yang lain Momoi-san? Midorima? Aomine? Kise? Murasakibara? Ogiwara? Akashi? Aku tahu hawa keberadaanya tipis, tapi kalau polisi itu sampai tidak bisa melacaknya ini sangat keterlaluan!"
"Sudah Kagamin tapi mereka juga belum memberikan kabar apapun. Aku harap Tetsu-kun baik-baik saja. Kagamin istirahat saja, semalaman Kagamin kan tidak tidur, aku akan berjaga kalau sampai ada telepon." Wanita berambut pink panjang tersenyum lembut.
"Ya, kalau begitu aku tidur dulu Momoi-san, kalau ada kabar apapun kau bisa bangunkan aku."
"Tidurlah Kagami-kun."
"Hmm." Si pria beralis cabang menghilang di balik pintu.
Momoi Satsuki duduk di sofa panjang, membaca salah satu judul berita pada koran pagi tersebut. Lalu mendesah lelah. "Kami-Sama... Lindungilah Tetsu-kun dimanapun dia berada."
Tokyo Megapolitan
SEORANG PENULIS NOVEL MENGHILANG SECARA MISTERIUS.
Tokyo, 1 Januari 2016
Seorang penulis novel terkenal hilang secara misterius. Terakhir kali penulis tersebut terlihat di apartemennya di daerah Saitama pada malam natal. Tetapi keesokan harinya penulis tersebut menghilang bagai ditelan bumi. Kemanakah penulis dengan nama pena "sekai" tersebut?
Catatan Penulis: Halo semuanya! Wakame Daisuki disini *emoticon senyum* Penulis baru datang untuk menelurkan tulisannya yang masih acak-acakan ini mohon bantuan dan bimbingannya ya. Ini akan jadi multichapter pertama saya hohoho. Doakan semoga tidak macet di tengah jalan ya? Ini adalah draft lama saya, tapi karena rutinitas kuliahan yang gila saya tidak sempat nulis ini. Dan belakangan ide untuk fanfiksi ini mampir lagi di kepala saya hehehe. Gak tahan akhirnya saya publish aja. Semoga hasilnya disukai ya! Terima kasih bagi yang sudah membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya!
