"Aku jemput jam 4 ya, sampai nanti." Kim Jongin. Orang paling populer di universitas ini. Wajahnya yang tampan dan kekayaannya. Hanya orang bodoh yang menolak menjadi kekasihnya.
Kursi paling belakang sebelah kanan adalah tempat duduk favoritku. Sendirian. Kenapa? Mana ada orang yang mau berteman dengan mahasiswa yang culun dan tidak mengenal fashion sepertiku. Selalu ke kampus dengan hanya mengenakan kemeja dan celana bahan. Oh ayolah, memangnya kau mau pergi ke pesta mana harus berdandan dulu, belajar itu yang penting kenyamanan.
Kenyamanan? Hanya teori buatku. Semenjak menjadi kekasih dari Kim Jongin aku sudah tidak pernah lagi bebas kemana-mana tanpa tatapan benci dan sindiran-sindiran pedas dari orang-orang yang kulewati. "Tidak cocok, lihatlah bajunya lusuh." Atau "Tidak tahu malu, pasti dia memberikan tubuhnya secara cuma-cuma pada Jongin."
Mereka akan bertingkah manis jika Jongin ada bersamaku, layaknya ibu tiri yang membiarkan Cinderella bersama pangeran. Tapi setelah Jongin pergi, mereka akan kembali menyiksaku. Tidak hanya dengan kata-kata. Aku pernah terkunci di kamar mandi semalaman sehabis praktikum. Aku pernah menemukan berbagai surat ancaman di lokerku. Aku pernah dikirimi bangkai tikus dan surat kaleng. Bukan hanya itu, tubuhku sudah kebal dipukul dan dilukai oleh penggemar Jongin.
Tapi Jongin tidak tahu semua itu. Atau pura-pura tidak tahu?
Aku berteduh di dekat gudang sehabis mencari tasku yang hilang karena disembunyikan oleh penggemar Jongin. Salah satu kegiatan rutinku. Sepertinya gudang ini sedang dipakai untuk mendiskusikan sesuatu, sayup-sayup terdengar suara pria sedang mengobrol. Aku menajamkan pendengaranku.
"Ini tidak cukup! Kau harusnya menepati janjimu!" Suara itu berteriak, membentak. Tentu saja aku sangat mengenal suara itu, biasanya suara itu hanya akan terdengar dengan sangat lembut di telingaku, bukan membentak seperti tadi.
"Apa yang kau harapkan? Kau bahkan belum menidurinya sampai sekarang!" Suara berat itu balas membentaknya.
"Dia sudah cukup kesusahan karena ulah penggemarku. Beri aku satu minggu lagi sebelum aku menidurinya dan meninggalkannya." Balas suara itu lagi. Hujan sudah mulai reda, tapi aku malah enggan untuk beranjak.
"Kalau begitu kau harus menunggu seminggu lagi untuk hadiah taruhanmu." Suara berat itu menjawab ringan.
Setelahnya hanya terdengar langkah kaki menjauh. Aku pun bergegas jalan ke halte biasa tempat Jongin menjemputku.
Aku tidak akan marah. Jongin pura-pura tidak tahu masalah apa yang dilakukan penggemarnya terhadapku, menjadikanku bahan taruhannya, dan mencoba meniduriku.
"Masuklah Sehun. Kau bisa kedinginan kalau berdiri disitu terus." Aku pun menaiki mobil Jongin.
"Kita ke hotel ayahku dulu ya, ada yang harus ku urus disana." Aku hanya mengangguk dan mobil pun berjalan.
Jadi impas bukan kalau aku juga pura-pura tidak tahu kalau dia menjadikanku bahan taruhannya dan mencoba meniduriku? Tidak? Sudah kubilang di awal, hanya orang bodoh yang menolak menjadi kekasih Kim Jongin.
END
hey, i'm new here. thank you for reading my fiction. hope you can write a review for this fiction, feel free to critical, you can blame me too btw. and if you want to request some fiction just send me a PM, thank you :)
