SoniCanvas is back in Dynasty Warriors!
Yep. Saya membuat fan fic ini karena saya terinspirasi oleh salah satu bromance di negeri Wei: Yue Jin dan Li Dian. Karena saya tau kalian juga pasti kangen sama saya. So cekidot!
Dynasty Warriors series belongs to KOEI-Tecmo Games
.
Based on an animanga by Monkey Wrench...
.
.
Genre: Humor/Mystery
Starring: Yue Jin and Li Dian
Summary: Li Dian dan Yue Jin adalah rekanan detektif untuk kepolisian intelijen Wei. Mereka ditugaskan oleh Zhang Liao untuk melakukan penyamaran untuk membongkar gembong narkoba di dalam lingkungan AKBDW. Namun, sebuah kecelakaan naas merenggut kehidupan normal mereka...
.
.
SoniCanvas presents...
A "Dynasty Warriors" fan fiction...
.
.
Cinderella Man
Prolog
"Dia ada disana! Tangkap dia!" Seorang pria menunjuk sesosok lelaki berambut (hampir)afro yang berusaha berlari.
Benar. Lelaki berkemeja biru dan rambut pompom itu adalah aku.
Aku adalah seorang detektif handal dari Binteliwei(Badan Intelijen Wei).
Aku tahu. Singkatannya aneh. Itu usulnya Pak Zhang Liao, pemimpin badan intelijen ini. Katanya, itu mengingatkan dirinya pada masa indah menonton Ini Talkshow dan BINTIT-nya.
Sebenarnya, aku tidak sendiri. Aku ikut akademi kepolisian dan secara tak sengaja dipertemukan oleh Yue Jin, pria mungil yang dulu mengerjaiku di SMA karena dulu badanku lebih mungil dari dia. Sekarang, aku yang justru jauh lebih tinggi darinya. Tubuhku memang jangkung, tapi dulu aku lebih ingin masuk kuliah ketimbang ikut bekerja di kepolisian sementara Yue Jin sngat terobsesi menjadi polisi. Maklum, nilainya selalu tinggi jika menyangkut latihan fisik. Entah bagaimana, setelah kelulusan kami sebagai anggota polisi, kami berdua ditugaskan oleh Pak Cao Cao untuk masuk badan intelijen di bawah pimpinan Pak Zhang Liao.
"Sebentar, kita jadi polisi intel?" Kata Yue Jin terkejut.
"Yue Jin, kau kuat dan cepat tapi kepribadianmu terlalu bersumbu pendek. Dan sebenarnya, tubuh mungilmu tidak memenuhi syarat untuk menjadi polisi di Luoyang. Karena itu, kau akan ditugaskan di badan intelijen Wei yang berada di Hefei. Kau lebih berguna untuk tugas penyamaran disana." Jawab Pak Cao Cao.
"Tapi, apa Bapak sudah yakin untuk menugaskan Yue Jin ke Hefei? Maksud saya, dia bukan orang yang cerdas untuk ikut tugas penyamaran dalam badan intelijen Wei." Sanggahku.
"Karena itu kau juga akan ikut kesana."
"Ah, begitu..." Aku menggaruk kepala sebentar. "...APA?!"
"Kau akan menjadi otaknya, Li Dian."
"Apa ini karena..."
"Benar, karena kau bertanya tentang penugasan di Hefei. Kau akan menjadi detektif yang lebih berguna melihat nilaimu yang luar biasa dalam tes tertulis selama di sekolah kepolisian."
"Tapi, Pak..."
"Saya memberi kamu tugas ini karena saya tahu kamu lebih suka bekerja dalam hal investigasi. Saya sudah mengenal keluargamu yang sudah berjasa di kepolisian Wei. Dan seharusnya tugas ini pantas untukmu."
"Tapi, Pak... Yue Jin..."
"Saya tidak mau dengar kata 'tapi' lagi. Sebaiknya kalian segera melapor ke Pak Zhang Liao di Hefei sebelum kalian saya pecat."
Dan sejak saat itu, aku terpaksa berkelana bersama Yue Jin ke Hefei untuk segera mendaftarkan diri di Binteliwei.
Gedung yang menjadi markas Binteliwei bukanlah markas kepolisian pada umumnya. Bentuknya seperti sebuah klenteng, dan patung Guan Yu terpampang jelas di depan gedungnya.
"Kau yakin ini gedungnya?" Yue Jin menenggak ludah sebentar. Perasaan dari raut mukanya tampak bercampur aduk.
"Kalau melihat dari alamatnya, kita ada di jalan yang benar." Aku mengecek alamat yang diberikan Pak Cao Cao. Kita memang sudah berada di jalan yang benar.
"Tapi, bagaimana jika arwah Guan Yu menghantui kita seperti saat arwahnya menghantui Lu Meng?" Yue Jin menggigit kuku jarinya.
"Kau masih saja percaya takhayul. Kita polisi intel. Mungkin saja klenteng ini hanya bentuk penyamaran." Kataku penuh percaya diri, meskipun di dalam hati ini terdapat banyak kecemasan.
Dengan rasa gugup bercampur takut, kami memasuki kawasan klenteng itu. Di depan patung raksasa itu, kami berlutut dan berdoa.
"Guan Yu, kami kesini hanya untuk memohon perlindungan. Kami baru saja dipindahkan menjadi polisi intel dan tak tahu arah." Kata Yue Jin.
"Benar. Kami kesini hanya untuk mencari Pak Zhang Liao." Lanjutku.
Tak lama kemudian, terdengar suara yang bergemuruh di dalam klenteng itu.
"Kembalikan kepalaku..."
Tampak sesosok bayangan raksasa tanpa kepala datang menghampiri mereka.
"I-itu..." Li Dian menepuk pundak Yue Jin dan menunjuk sosok bayangan itu sambil menutup matanya.
"Guan Yu! Jangan penggal kepala kami atau bunuh kami. Kami mohon. Kami tidak bersalah!" Yue Jin berlutut hingga bersujud karena ketakutan.
"Yue Jin, Li Dian..." Sosok tanpa kepala itu menampakkan dirinya. Ternyata itu adalah seorang pria bertopi lebar dan berkumis tipis—berdiri di hadapan kami.
"... Pak Zhang Liao?" Kataku perlahan membuka mata.
"Bukan, saya Zhang He." Cibir lelaki bernama Zhang Liao itu. "YA IYALAH!"
"Bapak sudah tahu kami kesini?" Aku menggaruk kepalaku, kemudian menepuk kepala Yue Jin dengan keras.
"Aduh! Li Dia—oh, Anda pasti Bapak Zhang Liao. Kami kesini untuk bertugas di Binteliwei." Yue Jin meringis kesakitan, namun terhenti karena melihat Pak Zhang Liao di hadapan kami.
"Saya sudah mendengar kedatangan kalian dari Pak Cao Cao. Ayo ikut saya."
Kami pun berjalan mengikuti Pak Zhang Liao menuju sebuah ruangan kantor yang luas jauh di belakang klenteng. Berbagai barang teknologi tinggi, komputer, dan segala macam kostum tersedia di ruangan itu. Tampak orang-orang di dalam Binteliwei sibuk dengan komputernya. Entah itu mengolah data atau meretas berbagai jaringan.
"Pak Zhang Liao, apa kami akan mendapat peralatan itu?" Tanyaku.
"Tidak." Jawab Pak Zhang Liao singkat, kemudian membuka pintu menuju ruangan kantornya.
Kami berdua hendak duduk di sebuah kursi yang disediakan di ruangan kantor itu.
"Siapa yang suruh kalian duduk?" Bentak Pak Zhang Liao.
"HIIIIIIIY!" Kami berdua segera beranjak dari kedua kursi tersebut.
"Ini berkas untuk tugas kalian. Silakan duduk." Pak Zhang Liao menyerahkan kedua berkasnya kepada kami, kemudian duduk di kursi kayunya.
"Fiuh..." Yue Jin merasa lega dan akhirnya bisa duduk kembali.
"Aku seharusnya tidak duduk lagi..." Gumamku sambil membuka lembaran berkas yang diberikan Paak Zhang Liao.
PRUUUUUUUUUUUUUUUUT!
Terdengar suara kentut, yang asalnya dari kursi Yue Jin. Aku sudah menduga itu terjadi.
"Pak Zhang Liao, itu tidak lucu." Yue Jin kesal dan akhirnya pindah ke kursiku.
"Hihihi, aku hanya suka mengerjai anak baru. Tapi kau, sepertinya sudah menduga itu terjadi." Kata Pak Zhang Liao menunjuk diriku.
"Sebentar, kita akan menjadi diri kita sendiri?" Aku meneliti isi berkas tersebut. "Tapi ini penyamaran untuk mengungkap gembong narkoba."
"Karena itu kalian akan menyamar sebagai mahasiswa di AKBDW." Pak Zhang Liao melipat kedua tangannya.
"YES!" Aku mengepalkan tanganku bersemangat.
"...no..." Yue Jin mendengus dan menatapku kosong.
"Menurut laporan intel sebelumnya, Dong Zhuo, pemimpin kelompok mafia terbesar di Cina, akan melakukan transaksi pengedaran narkoba jenis Happy Nine bersama seseorang dengan nama samaran Huanglong. Tidak ada yang tahu seperti apa sosok wajah pria bernama Huanglong ini. Hasil sadapan percakapan telepon terakhir tidak menemukan hasil sama sekali, tapi kami mencurigai bahwa Huanglong bersembunyi di dalam lingkungan AKBDW untuk mengedarkan narkoba tanpa terlacak." Jelas Pak Zhang Liao.
"Pfft... Happy Nine..." Yue Jin menahan tertawa. "Kenapa tidak langsung beri saja nama Happy Five?"
"Karena Happy Nine adalah hasil racikan narkoba jenis baru, dengan kadar halusinogen yang tidak membahayakan mahasiswa yang mengonsumsinya. Para mahasiswa di AKBDW umumnya menggunakan narkoba ini sebagai doping mengingat depresi akibat skripsi dan revisi yang terus menumpuk."
"Wow..." Aku hanya bisa tertegun melihat isi berkasnya. "Ternyata depresi akibat skripsi bisa membuat mahasiswa berbuat apa saja untuk menghilangkan bebannya. Aku punya firasat buruk soal ini..."
"Benar sekali." Kata Pak Zhang Liao. "Laporan intel terbaru yang kami dapatkan adalah meninggalnya seorang mahasiswa di asrama Shu akibat overdosis narkoba jenis Happy Nine ini. Namun laporan forensik mengungkapkan bahwa narkoba ini dimasukkan ke dalam tubuhnya secara sengaja, jadi Huanglong masih berkaitan dalam pembunuhan ini."
"Dan kami harus menyelidiki siapa yang membunuhnya dan mengungkap sosok Huanglong?" Celetukku sambil garuk kepala.
"Kau benar lagi, Li Dian. Kau punya intuisi yang bagus." Pak Zhang Liao tersenyum padaku. "Barang-barang yang kalian perlukan sudah ada di asrama Wei. Kalian bisa memulai investigasi besok, tepat saat tahun ajaran baru."
"Dan sekamar dengan Li Dian? Yang benar saja!" Kata Yue Jin. "Seharusnya aku menyamar di sekolah ini sendirian!"
"Yue Jin, kau tahu sendiri apa yang dikatakan Pak Cao Cao." Kedua bola mataku mengarah ke tempat lain.
"Aku tahu. Pria mungil dengan keganasan pertarungan fisik yang luar biasa. Tubuhku yanng kecil bisa membaur dengan mahasiswa lebih baik darimu, Li Dian."
"Aku tahu juga soal itu. Masalahnya, mukamu terlalu mirip preman dan kau terlalu sering mengabaikan peraturan. Seseorang harus menjagamu dalam misi penyamaran agar tidak menyimpang dari tugasmu." Aku mencibirkan bibirku pada Yue Jin.
"Kenapa aku selalu saja terjebak denganmu sejak aku ikut kepolosian?" Gumam Yue Jin.
"Aku juga memikirkan hal yang sama..." Aku membalas celetukan Yue Jin.
.
.
.
Dan tepat pada tahun ajaran baru, kami memasuki AKBDW. Kami ditempatkan di asrama Wei, sesuai perintah Pak Zhang Liao. Sudah sekian lama aku ingin kuliah di AKBDW. Meskipun hanya penyamaran, setidaknya impianku masuk akademi ini sudah terkabul. Setidaknya kami mengikuti OSPEK sesuai dengan yang diarahkan, jadi kami hanya perlu mencari asrama.
Aku memasang kedua tali ransel di kedua pundakku. Hingga tiba-tiba, aku dicegat Yue Jin.
"Hanya orang bodoh yang memasang kedua tali ranselnya, Li Dian." Kata Yue Jin. "Orang sependek aku saja, memasang ransel seperti itu bisa menyakiti punggungku. Apalagi orang setinggi dirimu. Tinggi badanmu bisa berkurang dalam tiga tahun."
"Lalu kenapa ransel diciptakan memiliki dua tali?" Tanyaku.
"Mereka ingin menghambat pertumbuhan orang-orang sepertimu yang seperti raksasa." Yue Jin memukul pelan bahuku. "Tapi percayalah, menggunakan satu tali ransel itu keren."
"Kalian pikir kalian mau kemana?" Seorang pria dengan ikat kepala biru dan seragam serba hujau mencegat kami berdua.
"E-err..." Aku menggaruk kepala bingung. Seingatku, kita berdua sudah pakai seragam almamater yang sesuai dengan asrama yang kami masuki. Suasana berubah canggung.
"Kalian anak baru?" Tanya lelaki muda itu.
"Um...tentu saja. Aku Yue Jin. Kenalkan dirimu, Kawan. " Yue Jin memukul bahuku pelan.
Mulutku seakan terkunci. Aku tak tahu bagaimana cara memperkenalkan diri dengan benar pada seorang mahasiswa. Bagaimana jika aku ketahuan?
Berpikir, Li Dian. Berpikir! Katakan sesuatu!
.
.
.
.
.
"M... M-My name is Dian..."
Bagus. Aku memperkenalkan diriku seperti Channing Tatum di bagian awal film "22 Jump Street".
"Dian?" Kata pemuda itu bingung.
"Li Dian. Kami baru saja masuk universitas ini dan sedang mencari asrama. Ehehe..." Yue Jin tertawa canggung.
Terima kasih, Yue Jin. Kau menyelamatkanku...
"Kalian yakin masih anak baru? Ah, namaku Zhao Yun. Ketua panitia OSPEK tahun ini." Lelaki bernama Zhao Yun itu memperkenalkan dirinya. "Kalau melihat dari wajah kalian, aku pikir kalian Mapala atau polisi yang menyamar."
"... Mapala itu apa?" Tanyaku bingung.
"Mahasiswa Paling Lama. Ternyata kalian memang anak baru. Yang akan kalian masuki ini asrama Shu. Asrama Wei ada di sebelah sana." Zhao Yun menunjuk asrama Wei yang berada tak jauh dari asrama Shu, di sebelah asrama Wu. "Setelah masuk kesana, kalian tinggal minta kunci kamar ke Hua John."
"Untuk keseribu kalinya, NAMAKU HUA XIONG!" Seorang mahasiswa menyehut di belakang Zhao Yun, mengarah ke asrama yang sama.
"Hah... Hua John. Aku akan mengingatnya." Aku mengangguk dengan semangat. "Ayo, Yue Jin. Kita segera ke asrama."
Kami berdua masuk ke asrama Wei dan meminta kunci kamar sesuai instruksi Zhao Yun. Kami akhirnya sampai di satu kamar dengan nuansa biru dan ungu yang tampak menonjolkan semangat jiwa muda. Tampak sebuah ranjang susun berada di sebelah kiri ruangan dan sebuah sofa yang lebar di sisi kanan ruangan
"Kau siap menghias ruangan?" Yue Jin melirik ke arahku.
"Tentu saja! Aku ambil yang atas!" Aku bergegas memanjat ke ranjang susun bagian atas.
"Enak saja! Aku di atas! Aku ada kelas olahraga pagi ini!" Yue Jin berusaha menyusulku, namun aku menahan kepalanya dari atas ranjang susun hingga pria mungil bercodet itu tak bisa memanjat untuk menyerang balik.
"Karena itu aku di bawah. Bukankah lebih enak jika bisa berangkat ke lapangan lebih cepat?"
Dengan mendengus, akhirnya Yue Jin pasrah. Tapi tanganku masih menahan kepalanya hingga seorang pria botak masuk ke kamar kami.
"P-permisi..."
Suasana berubah canggung ketika tanganku masih menahan kepala Yue Jin sementara pria botak yang bercelana training itu menatap kami.
"Yang mana di antara kalian yang namanya Yue Jin?"
"A-aku Yue Jin!" Yue Jin segera melepaskan tanganku dan menghampiri pria botak tersebut. Sinar lampu membuat kepala botaknya tampak lebih bersinar cerah dari masa depanku.
"Kau pasti yang mendaftar kelas olahraga. Sebaiknya kau segera ke lapangan untuk siapkan tes fisik."
"Baik, Pak!" Yue Jin membungkuk hormat dan sambil membawa ranselnya, Ia pergi meninggalkanku menuju ruang olahraga.
Di tengah hari, sambil memajang poster bayi kucing yang bergelantungan di atas pohon dan bertuliskan "Hang in there, Baby!", terlintas di pikiranku untuk membuka berkas-berkas investigasiku di perpustakaan. Saat tahun ajaran baru, perpustakaan akan mendapat lebih sedikit pengunjung. Mungkin aku bisa dapat petunjuk juga disana.
Dengan sebuah tas ransel berisi buku dan berkas investigasi, aku berangkat keluar kamar asrama. Namun aku disambut oleh sesosok pria tampan berambut panjang dan berseragam biru sepertiku. Wajahnya seperti Zhao Yun, tapi bukankah Zhao Yun tadi pakai ikat kepala? Maksudku, bahkan alisnya yang tampak menyatu seperti jembatan di Changban juga terlihat sama persis.
"Ah, kau—"
Belum sempat aku bicara, telunjuk pria itu menutup kedua bibirku.
"Sst. Aku tahu kau mau bilang aku Zhao Yun. Kami bahkan tidak bersaudara sama sekali. Namaku Xun Yu. Aku tinggal di kamar sebelah." Lelaki bernama Xun Yu itu mengulurkan tangannya.
"Tapi, bagaimana..."
...ah, sudahlah...
"Aku juga mempertanyakan hal yang sama. Jika kau butuh bantuan, aku hanya berada di sebelah pintumu." Xun Yu menunjuk ke arahku sambil berlalu begitu saja.
"Hm...aku harus belajar lagi tentang sekolah ini..."
Kumantapkan langkahku menyusuri koridor, berharao bisa menemukan perpustakaan. Akhirnya, mataku tertuju pada satu ruangan dengan pintu yang menganga lebar. Sebuah perpustakaan yang cukup luas untuk bisa dinikmati setiap murid di dalamnya.
Perutku berbunyi. Aku punya firasat buruk dengan tempat ini. Padahal, ini memang tempat yang ingin kutuju. Aku berusaha meyakinkan diriku untuk tidak panik dan berjalan mengendap di antara rak buku.
Kurogoh saku celanaku untuk mengambil ponselku, kemudian mencoba misscall Yue Jin.
Aku tak mendapat respon apapun dari Yue Jin. Suara berat yang aku kenali terdengar di telingaku.
"Jadi, Huanglong. Kau sudah siapkan Happy Nine. Aku sudah siapkan uangnya." Kata suara itu.
Aku segera mengirimkan pesan kepada Yue Jin.
'Yue Jin, ke perpustakaan. SEKARANG!'
"Huanglong, kita sudah sepakat. Aku sudah siapkan modal untuk Happy Nine racikanmu. Sepuluh persen akan kusebarkan ke teman-temanku di sekolah lain."
"Li Dian!" Sahut seorang pria pendek berseragam bola berwarna biru di depan pintu peepustakaan.
Pria gemuk yang sedang menelpon itu menatap Yue Jin.
Aku melambaikan tanganku cepat agar terlihat Yue Jin. Tapi dia tak merespon.
"Bos, ada satu lagi!" Sama-samar terdengar teriakan dari sisi rak buku perpustakaan.
"Dia ada disana! Tangkap dia!"
...yah, kalian sudah tahu bagian ini.
Aku berlari dan segera mendorong Yue Jin keluar perpustakaan sementara Dong Zhuo dan antek-anteknya mengejar kami berdua.
Kami mengambil langkah kaki seribu menyusuri gedung demi gedung kampus hingga kami menemukan sebuah gang kecil di antara dua gedung asrama. Tubuh kecil Yue Jin berhasil masuk, namun aku sedikit bermasalah. Kepalaku tersangkut.
Yue Jin, kau manusia yang beruntung. Dalam keadaan seperti ini, justru aku yang kena masalah.
Dengan tergesa-gesa, Yue Jin menjambak rambutku agar berhasil masuk ke dalam celah tersebut.
"Kemana mereka?"
"Mereka lewat sana!"
Kami berdua akhirnya bisa bernapas lega. Kami sudah lolos dari para penjahat. Tapi masalah belum selesai begitu saja.
"Li Dian, sebaiknya kita segera masuk ke dalam mobil dan lihat lagi apa yang kita lewatkan dari transaksi peredaran narkoba itu." Usul Yue Jin.
"Entahlah, Yue Jin. Aku punya firasat buruk." Jawabku. "Antek-antek Dong Zhuo mungkin masih mengejar kita. Berlari ke parkiran mobil bisa jadi ide buruk."
"Dan berdiam di asrama atau ruangan lain di kampus juga sama buruknya!" Bantah Yue Jin. "Mungkin pria bernama Huanglong itu sengaja menjebak kita dengan membuat Dong Zhuo mengenali wajah kita! Dan parahnya, seperti kata Pak Zhang Liao, siapapun yang berkaitan dengan Huanglong akan dibunuh!"
UUUUUUUUUUGH!
KENAPA AKU HARUS MEMILIH ANTARA DUA IDE BURUK ITU?! INILAH KENAPA AKU TAK PERNAH INGIN TERLIBAT DALAM KEPOLISIAN!
Dengan pasrah, aku menghela napas panjang.
"Baiklah. Kita akan ke mobil dan berdoalah Dong Zhuo dan anak buahnya tidak mengikuti kita."
Aku dan Yue Jin berjalan keluar dari gang menuju lapangan parkir, kemudian menuju sebuah mobil sedan berwarna biru muda dengan sayap belakang mobil yang memberikan kesan tahun '70an pada mobil tersebut.
Merapikan tas ranselku, Yue Jin sudah masuk ke dalam mobil ddan duduk di kursi pengemudi. Kesal dengan tas ranselku yang menghalangiku membuka pintu, aku melempar tas ransel ungu tersebut dan mencoba membuka pintu agar kemudian bisa mengambil ranselku lagi masuk mobil.
.
.
CEKLEK!
KA-BOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOM!
BOOOOOOOM
BOOOOOOOOOOOOOOOOM!
~To be continued...
