Haiiii,, kembali lagi dengan FF baru, FF ini ramake dari novel 'Wedding Romance' karya 'Chairun Najmi'. Aku harap kalian suka karena ceritanya baguss banget! Gumawo^^


Summary: Luhan. Mahasiswi Universitas Kyunghee yang berumur 20 tahun. Memiliki sebuah rahasia besar. Luhan ternyata telah menikah dengan pria bernama Oh Sehun. Seorang asisten dosen di Universitas Kyunghee. Sebenarnya hal itu tidak perlu menjadi rahasia besar jika saja Kyunghee tidak memiliki peraturan yang aneh.

"Kyunghee melarang keras hubungan asmara yang terjalin di antara pengajar dan mahasiswa"

Mulanya, Luhan tidak menemukan kendala apa pun dalam hubungan rumah tangganya bersama Sehun. Sampai pada akhirnya seorang gadis baru bernama Huang Zitao muncul di tengah-tengah mereka. Tao mengaku sebagai sahabat lama Sehun yang juga mengajar di Kyunghee. Tapi nyatanya di antara Tao dan Sehun sempat memiliki sebuah masa lalu yang manis. Luhan merasa posisinya sebagai seorang istri Sehun mulai terancam. Apa lagi mereka kerap kali bertengkar karena keberadaan Tao.

Bagaimana kisah rumah tangga Luhan dalam menyelesaikan masalah yang terjadi antara mereka? Mampukah keromantisan Sehun meyakinkan Luhan yang selalu terbakar api cemburu terhadap Tao?


...

WEDDING ROMANCE

...

Cash:

Xi Luhan (20thn GS)

Oh Sehun (23th)

Kris Wu a.k.a Wu Yifan (26th)

Huang Zitao (23thn GS)

Cash lainnya akan di temukan seiring dengan berjalannya waktu

Rated: T+

Genre: Family, Drama, Romance, GS for UKE

.

.

.

Remake novel 'Wedding Romance' karya 'Chairun Najmi'

.

.

,

DON'T LIKE DON'T READ
.

.

.

HAPPY READ!

.

.

.

BAB 1

Seorang gadis tampak berjalan ringan menuju gerbang kampusnya, sesekali menguap lebar ketika angin lembut menyapu tubuh kecilnya. Menyebabkan helain demi helaian anak rambutnya menjadi sedikit berantakan. Gadis itu tetap tidak memedulikan hal di sekelilingnya, lebih memilih menikmati kedua matanya yang hampir saja tertutup sempurna meskipun ia tengah berjalan.

"Kyaaaaaaaaaaaa."

Suara teriakan nyaring dari sudut sekolah membuat kedua matanya hampir saja tertutup itu kembali terbuka. Kini kedua matanya membulat, menatap sekerumunan orang-orang yang tampak bergerombol menuju dirinya. Gadis itu terhuyung ke sana kemari ketika kerumunan para gadis-gadis itu menyerubutinya.

"Ya! Ada apa ini?!" teriaknya ketika tubuhnya terlembar ke sana-kemari.

Cukup lama ia terhuyung seperti itu, hingga akhirnya tubuhnya terlempar ke sebuah pohon tinggi di seberang jalan. Gadis itu segera merapihkan pakaiannya yang tampak tak karuan.

"Menyebalkan sekali" runtunya kesal.

Ia melemparkan pandangannya pada sekerumunan gadis-gadis yang masih tampak berlari-larian menuju sebuah tempat. 'Apa yang di lakukan gadis-gadis bodoh itu?' umpatnya dalam hati. Gadis itu menajamkan pandangannya, merasa penasaran dengan apa yang dikejar-kejar oleh para gadis itu.

Kini para gadis itu tampak berhenti di dekat sebuah mobil sport berwarna putih. Mengerumuni mobil itu sambari menunggu si pemilik mobil keluar dari dalam mobilnya. Gadis itu menyipitkan kedua matanya, merasa sedikit mengenali mobil berwarna hitam itu.

"Bukankah itu... mobil milik..."

Ucapannya terhenti ketika sosok pria bertubuh tinggi keluar dari sana. Pria itu memiliki kulit putih pucat dengan tatanan rambut yang acak namun cukup memikat bagi gadis manapun yang melihatnya. Kemeja hitam dengan lengan baju yang digulung ke atas membuat pria itu tampak sangat bersinar di mata para gadis itu. Pria itu berjalan dengan gaya angkuhnya, menatap tajam ke depan tanpa memedulikan hal di sekitarnya, sesekali rambut acak itu tampak bergoyang di terpa angin pagi yang segar.

Bahkan di sana, ia kembali menemukan teriakan histeris dari para gadis yang mengerumuni mobilnya. Tersenyum kecil saat tangan-tangan itu menariknya hanya sekedar untuk berfoto bersama, namun tak satu pun ia tanggapi. Apa pria itu adalah idol? Jawabannya bukan. Karena dia adalah seorang mahasiswa tahun terakhir yang merangkap sebagai asisten dosen di kampus itu.

"Oh, My, God!" gumam gadis itu terpaku. Dan kedua kakinya segera mengambil langkah seribu untuk beranjak dari tempat itu. Mulai berlari-lari kecil memasuki arena kampus. Ia semakin mempercepat larinya ketika sosok pria yang tampak berjalan ringan menuju ruangan kesehatan kampus.

"Wu Yifan!" panggilnya kuat.

Pria itu berbalik, menyipitkan kedua matanya ketika menemukan gadis itu berlari ke arahnya. Bahkan ia hanya dapat menatap gadis itu bingung yang memiliki tinggi tubuh di bawah rata-rata itu tampak terengah-engah di hadapannya.

"Ya! Luhan, kau habis maraton, eo?" tanya Kris a.k.a Wu Yifan itu.

Baekhyun menggoyang-goyangkan ke dua tangannya dengan nafas yang terengah, "anni, aku..." Baekhyun menarik nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya, "kau ingin ke ruangan kesehatan, eo?"

"Ne, waeyo?"

"Kalau begitu, aku ikut."

"Mau apa kau di sana?"

"Mencuci muka."

Dahi Kris mengeryit, ia menatap Luhan tidak mengerti. Yeoja itu baru saja mengatakan ingin masuk ke ruang kesehatan untuk mencuci muka, seakan-akan kampus tidak memiliki toilet lagi, "kau sakit?" tanya Kris sembari menempelkan telapak tangannya pada dahi Luhan, namun secepat tangan itu segera di tepis.

"Ck, anio. Tidak perlu bertanya, bodoh. Sekarang cepat bawa aku ke sana!" runtuknya, ia segera menggeret lengan Kris agar kembali melanjutkan langkahnya. "Kenapa dia kembali secepat ini, bukankah seharusnya ia masih harus berada di sana tiga hari lagi?" gumamnya sepanjang jalan.

Kris menatap gadis itu tak mengerti, terkadang ia merasa jika Luhan memiliki kelainan jiwa, mengingat gadis itu selalu suka berbicara sendiri jika sedang berjalan. Pria ini, Wu Yifan atau biasa di sapa Kris, adalah dokter yang dipekerjakan di kampus itu. Selain itu bekerja di rumah sakit Internasional Seoul, Kris memang mengambil alih untuk bekerja di sana dikarenakan sesuatu yang ia cari ada di kampus ini. Sesuatu yang baginya teramat penting dari segala hal apa pun di sekitarnya.

Pria berusia 26 tahun, berbeda enam tahun di atas Luhan. Jangan ditanya mengapa gadis itu tidak pernah mau memanggilnya dengan sebutan 'oppa' atau kalimat formal lainnya. Karena seorang Xi Luhan tidak akan pernah mau berbicara dengan formal pada orang-orang yang sudah terlalu dekat dengannya.

Bermula dengan pertemuan yang tidak disengaja, ketika Luhan tengah lunglai di depan lapangan basket. Seperti biasa, gadis itu memang selalu mengantuk di pagi hari. Saking mengantuknya, ia sama sekali tidak mendengar teriakan beberapa orang yang memanggil-manggil dirinya, hingga sebuah bola basket yang tidak dapat terelakkan lagi, mendarat sempurna di kepalanya.

Luhan di bawa ke ruang kesehatan untuk diperiksa oleh Kris, di sanalah perkenalan itu terjadi. Bahkan Luhan terlalu bersikap sesuka hati pada pria itu.

"Memangnya siapa yang kembali?" tanya Kris yang masih dalam keadaan di geret paksa oleh Luhan.

"Pria itu, dia..."

Luhan mengangakan mulutnya lebar, langkahnya terhenti ketika saat ini telah berdiri di hadapan seorang pria dengan kemeja hitamnya. Pria itu mendekap kedua tangannya di depan dada, melayangkan tatapan dinginnya pada gadis itu. Tatapan dingin bagaikan es yang tak akan pernah melebur, selalu menusuk mata siapa saja yang tengah bertatapan dengannya. Pria yang penuh dengan kharisma mematikan itu, selalu saja menjadi pusat perhatian para gadis di Universitas Kyunghee.

"Eo, kau sudah kembali, Oh Sehun?" ucap Kris terkejut di balik tubuh Luhan yang membeku.

Pria itu, Oh Sehun. Melirik Kris sekilas, tersenyum miring sembari mengangguk kecil kemudian kembali menatap gadis yang masih menjadikan dirinya sebagai objek pandangnya. Sehun memajukan wajahnya mendekati wajah Luhan, sehingga gadis itu reflek memundurkan wajahnya ke belakang. Mata itu menatap penuh selidik pada mata sang gadis yang memiliki lingkaran di sekeliling matanya.

"Ha-hai...," sapa Luhan gugup.

Oh Sehun menggeleng kecil sembari berdecak berkali-kali. "Ck, ck, ck," decaknya, ia menurunkan kedua tangannya, menempatkannya pada saku celana. "Pukul berapa kau tidur?"

"Ne?" Luhan tersenyum kaku padanya. "Eum, pukul 12 malam," jawabnya gugup.

Sehun mengubah tatapannya menjadi tajam, mengintimidasi gadis itu dengan tatapan miliknya. "Pukul berapa, kau tidur?" ulangnya penuh penekanan.

"Hahaha, kalau tidak salah, aku tidur pukul satu malam," jawab Luhan dengan kekehan palsunya. Namun tatapan Sehun yang kini semakin menajam sebelumnya, membuat gadis itu segera melenyapkan kekehannya, "baiklah, aku tidur pukul tiga pagi," ucapnya dengan bibir mengerucut.

Kris tersenyum tipis melihat kedua orang itu. "Ya, lebih bicara di ruanganku saja!" serunya, ia segera berjalan di tengah-tengah kedua orang itu dan membuka ruang kesehatan miliknya.

Oh Sehun menatap Luhan dingin di sepanjang jalannya, sementara gadis itu berpura-pura tidak menyadari tatapan pria itu. Jika saja bisa, ia akan lebih memilih untuk kabur dari sana, mengingat pria itu sebentar lagi akan menelannya hidup-hidup.

"Bagaimana study banding selama di Thailand, Oh Sehun?" tanya Kris sembari membuka sebuah lemari kaca, mengambil satu kotak obat kecil.

"Menyenangkan, kecuali cuaca di sana yang hampir membuatku dehidrasi," sehutnya dengan intonasi sedikit kesal, pria itu memang terlalu sensitif dengan cuaca panas.

Luhan menempatkan dirinya duduk di bangku kebesaran Kris, memainkan stetoskop yang biasa di gunakan Kris untuk memeriksa pasien-pasiennya. Ia memasang stetoskop ke telinganya sendiri, kemudian menghembus-embuskan benda bulat yang biasanya di gunakan untuk mendengar detak jantung dan pernapasan. Gadis itu terkadang tersenyum sendiri ketika suara yang terdengar di telinganya terasa geli.

"Aku rasa itu bukan jenis permainanmu, agasshi."

Teguran dari Sehun yang kini telah berada di sampingnya sembari menyandar pada pinggir meja membuat Luhan segera meletakkan stetoskop itu kembali. Ia mendesis pelan dan kembali memalingkan wajahnya ke arah lain.

Lagi-lagi Kris tersenyum, ia menggelengkan pelan menatap kedua orang itu, "baiklah, aku rasa kalian butuh waktu untuk bicara. Aku akan keluar sebentar dan hei, Luhan!" panggilnya, ia melemparkan sebuah kotak persegi panjang pada gadis itu. "Gunakan untuk menghilangkan lingkaran matamu," ucapnya di selangi tawa kecil.

Luhan mengumpat pelan pada pria yang baru saja memberikanya sebuah pelembab untuk menghilangkan lingkaran di matanya, ia melirik Sehun sekilas sebelum membuka kotak persegi panjang itu. "Tidak usah menatapku seperti itu," ketusnya, merasa gugup dengan tatapan pria itu yang selalu membuatnya sulit untuk sekedar bernafas.

"Apa sangat sulit bagimu untuk tidur dengan tepat waktu, Lu?"

Luhan mengecutkan bibirnya ke depan, melirik Sehun yang hampir dua tahun ini berstatus sebagai suaminya. Ya, kedua orang ini memang sepasang suami istri yang harus merahasiakan hubungan mereka dikarenakan pekerjaan Oh Sehun. Pria itu memang sangat mencintai pekerjaannya sebagai asisten dosen di sana, ia bahkan rela membangkang keluarganya untuk meneruskan perusahaan yang telah berdiri kokoh dengan segala kepamoran di seluruh pelosok negara itu, demi impiannya di sana.

Namun sayangnya, impian itu harus sedikit ternodai dengan dirinya yang jatuh hati pada sosok gadis bernama Xi Luhan. Muridnya sendiri. Bertemu di hari penerimaan mahasiswa baru, ketika Luhan dengan wajah polosnya meminta bantuannya untuk mengambil foto dirinya dengan salah satu pria yang cukup di gilai di kampus itu. Padahal, Oh Sehun sendiri adalah pria nomor satu yang digilai di sana. Dan sayangnya, Luhan sama sekali tidak merasakan hal itu.

Pertemuan aneh namun cukup membuat Sehun merasa ingin mengenal lebih sosok itu, sosok yang sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan pada dirinya seperti gadis lainnya. Bahkan Luhan terang-terangan menolak Sehun saat pria itu dengan tiba-tiba menyatakan cinta.

"Mwo? Kau sudah gila? Aku saja tak mengenalmu, bagaimana bisa kau menyatakan cinta padaku?"

Satu kalimat sadis yang terlontar dari bibir kecil gadis itu, namun selalu membekas dengan indah dalam memori ingatan Oh Sehun. Pria itu bahkan semakin ingin mendekatinya dalam segala penolakan yang Luhan berikan, dan usaha berhasil ketika suatu malam, Luhan datang ke apartemennya dengan wajah kusut.

"Seongsaenim, aku baru saja patah hati."

Malam itu, Luhan menghabiskan malam panjangnya bersama Oh Sehun dengan segala keluh kesah mengenai dirinya yang baru saja patah hati, setelah mengetahui jika pria yang yang bernama Jackson Wang, pria yang selama ini diam-diam dia sukai, ternyata telah memiliki kekasih. Dengan hati yang cukup terluka karena cemburu, Sehun menemani gadis itu mengoceh semalaman, mengumpat Jackson Wang dan sesekali menangisi pria itu.

Hingga pagi harinya, ketika Luhan membuka kedua matanya yang membengkak karena menangis sepanjang malam. Gadis itu dengan perasaan shock menatap pria yang baru saja melamar dirinya tanpa cincin, tanpa sesuatu yang spesial. Hanya dengan satu kalimat yang cukup membuatnya rela melemparkan dirinya begitu saja pada pria itu.

"Menikahlah denganku, aku akan menjamin kau tidak akan pernah merasakan rasa sakit itu lagi dalam hidupmu."

Dan hingga detik ini, tak ada yang mengetahui hubungan mereka berdua di kampus itu. Kecuali Kris Wu, pria yang memang dekat dengan keduanya. Slogan Kyunghee University yang menolak scandal antara dosen dan mahasiswa membuat keduanya harus rela menyembunyikan statusnya.

"Ck, hanya tadi malam aku tidur larut," bela Luhan, ia membuka tutup pelembab itu, berniat mengolesi lingkaran hitam matanya dengan pelembab yang di berikan oleh Kris.

Tapi Sehun mengambil pelembab itu dengan cepat, memutar kursi yang sedang di duduki oleh istrinya dan memaksakan wajah Luhan menghadap padanya, "jangan mengira aku akan percaya pada omong kosongmu," ucap pria itu tajam.

Ia memang selalu tidak menyukai kegiatan malam istrinya. Berlama-lama mendekam di depan laptop dengan jiwa fan girl-nya terhadap para idola-idola favoritnya. Luhan selalu tak kenal waktu jika sudah masuk ke dalam dunianya. Ia bahkan tak segan-segan untuk tak tidur semalaman di hari libur hanya mencari informasi mengenai idolanya. Dan hal itu pula yang membuat Sehun harus selalu merecoki dirinya. Pria itu mendekati wajah Luhan, menatapnya dengan tatapan dingin khas miliknya. "Tutup matamu!" perintahnya.

Luhan tersenyum kecil lalu menutup kedua matanya pelan. Membiarkan suaminya melakukan kegiatan yang tadinya ingin ia kerjakan. Luhan merasakan permukaan kulitnya matanya mendingin ketika krim itu menyentuh kulitnya, memberikan sensasi sejuk di sana. "Dingin," gumam Luhan.

Sehun tersenyum kecil, mengoleskan pelembab itu pada lingkaran mata istrinya sedikit menguntungkan dirinya. Menguntungkan karena ia dapat berlama-lama menikmati wajah yang beberapa hari ini tak dapat ia nikmati, pria itu begitu mencintai sosok gadis ceroboh ini, mencintainya tanpa alasan dan tidak memedulikan apa gadis itu juga mencintainya atau tidak. Baginya, asalkan dia dapat memiliki gadis itu seutuhnya, maka ia tak mempedulikan hal apa pun lagi.

"Sudah," ucap Sehun.

Kedua matanya terbuka, menempatkan mata coklatnya yang ia miliki dengan bulu mata lentik tanpa alat bantu apa pun. Mengerjap pelan dan polos saat menemukan wajah tajam dan namun selalu dapat memikat di hadapannya, kedua sudur bibirnya terangkat sempurna, saat menemukan senyuman kecil yang terlalu jarang di perlihatkan oleh pria itu.

"Aku merindukanmu," bisik Sehun pelan dan lembut.

Luhan mengangguk kecil. "Aku tahu," ujarnya angkuh.

Gadis itu segera masuk menyeruak masuk dalam pelukan Sehun, membuat pria itu harus sedikit menunduk untuk sekedar menyamankan tinggi tubuhnya. Ia tersenyum kecil di balik pelukan istrinya, mengangkat tubuh kecil itu dan menempatkannya di atas meja kerja Kris agar mudah untuk memeluk istrinya. Dan jika Kris tahu, mungkin saja ia akan meneriaki mereka melihat apa yang dilakukan suami istri itu di ruangannya.

Luhan melepaskan pelukanya, menatap pria itu dari ujungkaki hingga ujung rambut. Kedua matanya mendadak menyipit menatap pria itu, ia mengacungkan jari telunjuknya di hadapan wajah Sehun. "Siapa yang mengijinkanmu untuk memakai kemeja hitam ini, eo? Kau ingin para gadis di sini semakin menggilaimu?" ucapnya dengan nada menyindir.

Sehun menepis jari telunjuk Luhan, mendengus malas dan kembali membenamkan kedua tangannya dalam saku celana. "Tidak memaki pakaian seperti ini pun, mereka akan menggilaiku."

Luhan mencibir jengah, kalimat itu sudah terlalu sering ia dengar dari suaminya, "tentu saja, karena mereka sama sekali tidak memilik penilaian yang bagus untuk ukuran seorang pria tampan," balasnya sengit.

Sehun tersenyum miring, menggeleng dengan raut wajah tengil yang selalu mendapatkan umpatan keji dari istrinya ketika ia melakukan itu. Karena apa? Karena Luhan akan menggilai pria itu dengan taraf yang lebih gila dari fans-nya sendiri. "Kau terlalu memaksakan diri, nyonya Oh," cibirnya.

Ia kembali mengeluarkan sebelah tangannya, kemudian terulur perlahan pada wajah yang tampak kesal menatapnya. Membelainya pelan dan sededuktif mungkin, menjelajahi setiap inci wajah itu dengan jemari lentiknya. Sementara kedua matanya tak mau kalah untuk menjelajahi dan menikmati wajah sempurna itu. Puas dengan belaiannya, Sehun kembali menarik tangannya dan menempatkannya lagi ke tempat semula. Sehun tersenyum kecil ketika mendapati wajah kesal Luhan yang seakan tidak rela jika ia menarik tangannya. Wajahnya kembali mendekat meskipun kedua tangannya masih mendekam dalam saku celana.

"Kau akan mendapatkan lebih dari sekedar belaian, nyonya Oh," bisiknya dengan deru napas yang menerpa permukaan wajah Luhan.

Gadis itu tersenyum manis, memejamkan kedua matanya ketika meresakan sesuatu yang lembut dan basah yang menempel pada permukaan bibirnya, menyatukan dan membaur menjadi satu. Hanya kedua bibir mereka yang bekerja dan bersentuhan, sementara organ lainnya hanya diam. Meresapi segala rasa yang tercipta indah di sana.


::: WEDDING ROMANCE:::


Luhan tak henti-hentinya menyunggingkan senyuman bahagia ketika menatap pria tampan yang saat ini tengah berdiri di depan kelasnya, menjelaskan materi pelajaran yang entah apa itu.

Luhan menopang dagunya dengan sebelah tangannya, menikmati wajah yang telah menjadi miliknya yang saat itu juga tengah dinikmati seluruh gadis yang berada di kelasnya. Terkadang ia merasa jika ketampanan pria itu mengalahkan ketampanan dewa Yunani yang tersohor di dunia.

"Hei, kau sedang ditanya olehnya."

Sebuah bisikan dari sebelah kanan Luhan membuat gadis itu menoleh malas padanya, "aishh.. waeyo?"

"Oh seonsaengnim bertanya padamu, pabbo!" bisik Byun Baekhyun.

Luhan menatap bingung, mengerutkan dahinya pada gadis yang memiliki tubuh kecil seperti dirinya itu. Byun Baekhyun menepuk dahinya geram, kemudian mengarahkan wajah Luhan ke depan. Sontak ia menemukan wajah seram Sehun yang menatapnya.

"Luhan, berapa akar pangkat dua dari seratus lima puluh?"

Luhan meneguk ludahnya berat, melirik coretan-coretan di papan tulis yang menurutnya terlalu rumit untuk di cerna manusia. Setelah itu menatap Sehun dengan tatapan kikuk, "eum... itu...," jawabnya bodoh. Ia melirik Baekhyun yang sama sekali tidak menoleh padanya.

"Kau tidak tahu, nona Lu?" tanya Sehun dengan suara ringannya. Ia tersenyum mengejek pada Luhan, mengingat istrinya memanglah terlalu memprihatinkan dalam urusan berhitung.

'Oh Sehun sialan,' maki Luhan dalam hati. Ia menatap pria itu tajam, "sebentar, sam," ucapnya ketus. Luhan membuka buku tulisnya, menggoreskan penanya di sana untuk beberapa saat, membuat tatapan seisi kelas terfokus padanya.

Setelah beberapa menit, Luhan berdiri. Berdehem pelan dengan sebuah kertas yang berada di genggamannya. "Akar pangkat dua dari seratus lima puluh adalah, tiga belas koma dua lima," jawabnya angkuh dan seketika terdengar ledakan tawa seisi kelas. Luhan menatap satu persartu temanya yang menurutnya aneh, karena merasa tidak ada yang lucu dengan jawabanya, "ya! Tidak ada yang lucu sama sekali," runtuknya kuat.

Sehun mengulum senyuman, menertawakan kebodohan istrinya dengan kuluman itu. Ia melangkah ringan mendekati Luhan, berdiri tepat di hadapan gadis itu. "Coba aku tanya, berapa logaritma dari seratus lima puluh?"

"Dua koma seratus tujuh puluh enam," kata Luhan cepat.

"Di bagi dua?"

"Dua koma nol delapan," sahutnya lagi dengan senyuman penuh kemenangan.

"Salah," sela Sehun, "jawabanya adalah satu koma nol delapan dan antilog dari satu koma nol delapan adalah dua belas koma dua lima."

Luhan mengangakan mulutnya, "bagaimana bisa? Kenapa aku tidak tahu?" gumamnya bodoh.

Sehun menyentil pelan dahi Luhan. "Itu karena kau terlalu sibuk memandangi wajahku, pabbo!" ujar Sehun dengan senyuman tengilnya.

Ledakan tawa terdengar, membuat Luhan mengerucutkan bibir kesalnya karena telah di tertawakan oleh seluruh teman-temannya. 'Oh Sehun, kubunuh kau setelah kau menghentikan langkah kakimu di rumah,' umpatnya dalam hati.


::: WEDDING ROMANCE:::


Sehun menggeleng frustasi mendapati kamarnya dalam keadaan berantakan, baju yang berserakan di mana-mana dan bungkusan cemilan yang bertebaran di segara tempat. Entah apa yang di lakukan gadis itu dikamar pribadinya selama ia tidak pulang ke rumah.

Sehun dan Luhan memanglah tidak berada dalam satu kamar yang sama, mengingat usia Luhan yang masih mencapai 20 tahun. Pria itu dapat menikahi gadis impiannya dengan sebuah syarat dari ayah Luhan. Tidak boleh menyentuh Luhan selama ia belum menembus usia 23 tahun. Berat memang, namun Sehun cukup mampu melakukannya hingga detik ini.

"Kim ahjumma!" teriak Sehun.

Seorang wanita paruh baya tampak berlari tergopoh-gopoh memasuki kamar Oh Sehun. Kedua mata wanita itu yang selama bekerja sebagai pembantu di rumah itu melebar ketika menemukan kamar pria itu berantakan tak tentu arah, "omona!" gumamnya terkejut.

Sehun menghela nafasnya malas, mendekati Kim ahjumma, "ada apa dengan kamarku?" tanya Sehun ringan, meskipun cukup tahu siapa yang menyebabkan kekacauan itu terjadi.

"Kau tahu? Aku sudah membersihkan kamarmu satu jam setelah kau meninggalkan rumah. Yah... aku memang tidak pernah mengeceknya lagi setelah itu, mengingat istrimu sama sekali tak menyentuh kamarmu selama aku berada d sini," jelas Kim ahjumma.

"Hm, dan dia melakukannya dengan sangat baik ketika di malam hari, di saat tidak ada satu pun yang ada di sini," sambung Sehun. Ia menggeleng miris pada Kim ahjumma, wanita yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri. Wanita itu tersenyum geli dan menepuk pundak Sehun pelan.

"Aku pulang! Ahjumma... lapar!"

Sehun dan Kim ahjumma saling bertatapan satu sama lain.

"Lihat, nyonya mudah sudah pulang," ujar Kim ahjumma sambil terkekeh kecil.

"Ne, dan aku rasa kita harus cepat menemuinya, sebelum ia memakan apa pun yang ia dapat di luar sana," cibirnya.

Kedua orang itu saling tertawa ringan sebelum melangkahkan keluar dari kamar itu. Sehun tersenyum kecil menemukan istrinya tengah berbaring di atas sofa, dengan sebelah tangan yang berjuntai ke bawah dan sebelahnya lagi memainkan ponselnya. Gadis itu telah melepaskan cardigan yang sedari tadi menutupi sebagian tubuhnya. Kali ini, hanya sebuah baju tipis dengan satu tali yang membelit di kedua bahunya.

Sehun tersenyum tengil menemukan keadaan istrinya dengan busana yang teramat minim, pria itu mendekati Luhan, membungkukkan dirinya dengan kedua tangan yang bertumpu pada istrinya, "Lu, kau apa kan saja kamarku, hm?" tanya Sehun dengan nada mengancam.

Luhan tersenyum hambar, "aku hanya bermain sebentar di sana," jawabnya mengelak.

"Bermain? Sebentar?" ulang Sehun.

"Hm, hanya sebentar, tuan Oh," ujarnya dengan anggukan meyakinkan.

Sehun memincingkan kedua matanya. "Kau harus segera membersihkannya, aku tidak mau tahu," ucapnya tegas.

"Kalau aku tidak mau bagaimana?" tantang Luhan.

Sehun mengulum senyumannya, menaiki kakinya ke atas sofa, memposisikan lututnya di sela-sela kedua kaki Luhan. "Kau akan tahu akibatnya jika membantahku, Lu," ancamnya dengan senyuman kebesarannya.

Luhan tersenyum geli, cukup tahu apa yang sebentar lagi di lakukan oleh suaminya. Ia mengulurkan tangannya ke samping, meletakkan ponselnya di atas meja yang ada di depan sofa. Kemudian kembali menatap Sehun dengan senyuman menggoda. "Lalu kau mau apa, tuan Oh?" tanya Luhan dengan nada menggoda.

"Ck, jangan menyesal, nyonya Oh."

Tidak perlu menunggu lama, bibir Sehun telah mendarat sempurna di atas bibir Luhan. Bergerak liar ke manapun ia mau, melumat, mengisap, dan memangut apa yang ia dapat. Luhan tersenyum kecil dalam panggutan liar Sehun, menarik kerah baju suaminya hingga pria itu menindih dirinya sempurna. Keduanya tertawa kecil saat ciuman itu terlepas, Sehun menyelipkan sebelah tanganya di bawah tubuh Luhan, mendorong tubuh itu agar lebih merapat padanya.

"Makan siang?" tanya pria itu menggoda.

"Tidak, sebelum kau menuntaskannya," sahut Luhan dan segera menyambar bibir Sehun dalam. Siang itu seakan menjadi siang pelepas rindu bagi keduanya, beberapa hari tidak bertemu membuat Sehun sangat berhasrat untuk mencumbui istrinya.

"Aishh, ya! Hentiakn dulu kegiatan itu! Setidaknya habiskan dulu makan siang kalian."

Teriak Kim ahjumma dari balik sofa putih yang tengah menjadi tempat kedua insan itu bercumbu, menghentikan kegiatan menggila dari keduanya. Sehun mengangkat kepalanya sedikit ke atas, menatap Kim ahjumma dengan cengiran polos. "Sebentar lagi, ahjumma. Aku masih harus menghabiskan makan siang pribadiku,"ucapnya nakal. Ia melirik ke arah Luhan yang masih berada di bawah tindihannya. Gadis itu tampak sedikit terengah akibat permainan kecil mereka beberapa detik yang lalu. "Ingin di lanjutkan?" tanya Sehun.

Tidak ada jawaban, hanya sebuah tangan yang menarik paksa kerah baju Sehun. Hingga bibir pria itu kembali bertemu dengan bibir ranum miliknya.

Kim ahjumma hanya menggeleng putus asa melihat mereka, tersenyum kecil memperhatikan segala yang dilakukan oleh pasangan suami istri itu.

Sehun dan Luhan memang tidak akan pernah memedulikan tempat jika keduanya tengah ingin bermesraan. Dan hal itu sudah terlalu sering diperhatikan mereka berdua kepada wanita paruh baya itu.

:::T.B.C:::

Sorry for typo ^^