Sore itu pada akhirnya berakhir. Berganti dengan malam yang yang gelap. Oga Tatsumi tak pernah berpikir ia dapat mengalahkan iblis itu.

Tapi bukan itu saja yang dapat ia syukuri.

Sesaat setelah ia memberikan serangan terakhir, ia jatuh tak sadarkan diri. Oga tahu telah dibawa ke kamarnya. Bahkan sebelum ia membuka matanya.

Aroma harum yang bercampur dengan debu pertempuran memasuki ruangan. Oga tahu aroma ini.

Langkah kaki itu perlahan melewati tempat ia berbaring. Ia dapat merasakan sentuhan di jemarinya.

"Kumohon bangunlah, Beel membutuhkanmu,"bisik seseorang yang duduk dipinggir kasur Oga. Bisikan itu terdengar sangat penuh harapan dan kecemasan.

Kali ini tangannya digenggam dengan lembut oleh jemari lentik yang Oga pernah rasakan. Lebih lama dari yang sebelummnya.

Sesaat jari – jari lentik itu hendak melepaskan genggamannya, Oga menarik lengan pemiliknya. Pemilik lengan itu tersentak.

Perlahan Oga membuka kedua kelopaknya. Walaupun cahaya dalam kamarnya remang – remang, Oga masih bisa mempastikan bahwa yang di hadapannya adalah Hilda. Ia menghela napasnya.

Hilda, setidaknya bukan yang lain.

"Kau tahu betapa cemas diriku jika saat kubuka mataku bukanlah dirimu yang menyambut?"ucap Oga dengan senyum lemahnya. Hilda melemaskan tubuhnya yang kaget. Hilda terlihat tersenyum tipis dibawah cahaya bulan.

Oga dan Hilda tidak biasa mengungkapkan sesuatu dengan kata – kata. Mereka berdua tahu itu. Walaupun sekarang mereka hanya saling menikmati heningnya malam, mereka tahu. Mereka tahu bisa bertemu dengan suatu sama lain merupakan hal yang patut disyukuri.

Hilda menghela napasnya yang terdengar sangat lega. Hilda kemudian berkata, "Kau tak tahu betapa cemasnya diriku jika kau tak membuka matamu."

Oga mengeratkan genggaman tangannya, dan menatap iris emeraldnya. Oga ingat betul betapa cantiknya perempuan di hadapannya ini. Rambutnya yang selalu dikepang, pipinya yang terlihat sangat halus, dan aroma Hilda yang walaupun bercampur dengan debu akan tetap tercium sangat harum.

Oga mengangkat tangannya yang bebas dan mengelus pipi Hilda dengan lembut. Ia tersenyum tipis. Tatapan matanya terlihat lega. "Setidaknya kau tidak apa – apa,"tutur Oga dengan nada terlembut miliknya.

Hilda terlihat menikmati elusan lembut Oga di pipinya. Hal itu membuatnya mengeratkan genggaman tangannya. Kemudian Oga menghentikan elusannya, dan mengecup jemari Hilda yang berada dalam genggamannya. "Maaf."Hilda menaikan alisnya mendengar pernyataan Oga. "Maaf telah egois meninggalkan kalian berdua,"ucap Oga melanjutkan.

Hilda kembali tersenyum dan ia berbisik, "Jangan pernah melakukan itu lagi."Oga tersenyum dan mengangguk.

Tak lama Hilda berbaring di samping Oga seraya terus menatap wajahnya. Oga tersenyum dan memeluk tubuh langsing Hilda. Awalnya Hilda mecoba menolak, pada akhirnya ia meyerah dan membiarkan dirinya dalam pelukan Oga.

Oga Tatsumi mungkin seorang beradalan. Ia sering berkelahi. Menyakiti lawanya tanpa ampun dan belas kasihan. Tapi hanya perempuan ini saja, ia sama sekali tak bisa membuat perempuan itu tersakiti. Membiarkannya tersakiti saja, terasa seperti sebagian dirinya ikut tersakiti. Ia kembali menatap wajah Hilda.

Dan ia mengecup pelan kening Hilda.

Semalaman mereka tak melepaskan pelukan masing – masing.

03/12/2016 Sangatta