Am I Your Father?
Disclaimer: Karakter milik mereka sendiri
Pair: SuLay, Slight KaiSoo, ChenMin, dan yang lainnya.
Warning: BL, MPREG, Bahasa campur aduk, Typo(s), OOC (untuk kebutuhan cerita), dan shi(t)netron sekali.
.
.
.
Zhang Yixing terihat seperti orang yang telah bertarung dengan berpuluh-puluh kucing ganas minta makanan dengan penampilannya sekarang. Rambut hitam yang acak-acakan, baju yang sudah tidak jelas bagaimana bentuknya, ia sudah seperti gadis yang orang-orang bilang: sebut saja bunga.
Kekacauan yang sebenarnya adalah hasil dari kelakuan seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah anaknya tercinta dan satu-satunya. Anak berusia empat tahun yang bernama Zhang Anson bisa membuat kekacauan yang bisa dilakukan dua puluh ekor kucing ganas secara bersamaan oleh sendiri.
"Mamiiih angkat tangan! Atau Anson tembaaakk"
Menghela nafas lelah, Yixing yang baru saja menempelkan pantatnya pada sofa harus melihat kearah sumber suara. Dan disanalah dia. Satu-satunya pelita dalam kehidupannya ( I repeat: SATU-SATUNYA) yang bisa jadi angel and devil at the same time sedang menodongkan pistol air mainan kearahnya yang mau tidak mau membuat Yixing memasang kuda-kuda waspada.
Memang hanya pistol air, tapi oh jangan diremehkan. Kalau di tangan Anson, pistol itu bukan hanya bisa membuat bajunya basah, tapi bisa membuat seluruh ruangan jadi banjir seketika. Well ya, seperti yang dibilang tadi, mode devil Anson itu luar biasa.
"Kalau mamih Anson tembak, nanti siapa yang membuatkan Anson sarapan?" Goda Yixing sambil harap-harap cemas hal itu bisa membuat Anson luluh. Jangan sampai Anson mengacaukan rumah kecilnya lebih dari ini karena satu jam lagi ia harus pergi ke minimarket tempatnya bekerja, dan tidak ada waktu untuk membersihkannya.
Ia bisa membayangkan bagaimana wajah Kyungsoo—kawan sejawat sehidup sematinya—akan berubah drastis dari yang awalnya tersenyum seindah sunset di pantai menjadi suram seketika karena mataharinya mendadak tenggelam. Ugh, ia tidak mau itu terjadi. Marah Kyungsoo itu sangat…horror, ya.
Oh mereka tidak tinggal serumah sebenarnya. Hanya saja, ketika Yixing harus bekerja pada malam hari, ia akan dengan berat hati menitipkan buah hatinya pada sahabatnya itu.
Anson kemudian diam. Memakai otaknya untuk berpikir, lalu menggembungkan pipinya lucu sambil kembali menodongkan pistol "Ka-kalau begitu, Anson akan tembak mamih nanti!"
"Jangan cemberut begitu baby, sebentar lagi kan paman Kyungsoo akan datang kesini"
Wajah cemberut Anson kembali berbinar mendengar kata Kyungsoo. "Paman Kyungsoo mau ke sini?"
"Iya. Jadi Anson jangan nakal ya sama paman Kyungsoo. Nanti mamih mau pergi kerja"
Binaran di mata Anson redup seketika, lalu ia mengangguk lemah dan itu membuat hatinya ngilu. Tapi apa yang bisa dilakukan seorang single parent sepertinya? Ia mau tidak mau harus meninggalkan sang buah hati untuk bekerja mencari sesuap nasi. Dan ia juga tidak bisa membawa Anson ke tempat kerjanya, kan?
Terdengar miris? Well, sebenarnya ia cukup bahagia dengan kehidupannya sekarang. Dan ia juga tidak pernah ada niatan untuk mencari sosok ayah bagi putranya tercinta. Toh siapa pula yang mau naksir seorang mamih muda dan anaknya yang sangat menawan (Kemenawanan Anson diturunkan dari gen Yixing. HANYA GEN YIXING ya, catat).
Sebenarnya, meskipun Yixing itu beranak, tapi bisa saja ia mencari seseorang yang bisa menerimanya apa adanya dan menjadi sosok ayah bagi Anson, but heck, tidak usah ya. Ia tidak mau terjebak kisah romansa drama dan akhirnya meninggalkannya sama seperti Ju—
—Ups. Yixing tidak akan pernah menyebutkan nama-only-he-knows-who-lagi. Hah, hampir keceplosan.
Yixing hanya tidak peduli. Ya. Tidak peduli.
Kemudian suara ketukan di pintu rumahnya mengalihkan perhatiannya dari Anson yang sedang melakukan petualangan di rumah kecil mereka. Tidak ingin membuat si pengetuk pintu yang ia duga Kyungsoo menunggu, maka Yixing langsung membukakan pintu.
Ketika ia membuka pintu, benar saja, ia melihat Kyungsoo berdiri di depan pintu dengan kemeja oversize dan ransel kuliah yang juga oversize. Ya, sebagai mahasiswa tingkat akhir banyak yang harus ia bawa maka mau tidak mau ransel sebesar itu selalu ia bawa kemana-mana.
Kyungsoo harusnya bisa lulus tahun ini, tapi dengan alasan yang tidak jelas, ia belum bisa menyelesaikan tugas akhirnya. Dan Jika ditanya "Kapan wisuda?" ia akan menjawab dengan ketus "Tanya Yixing. Kapan ia akan berhenti merepotkanku"
Dan memang iya, sih. Yixing sering sekali bergantung kepada Kyungsoo yang notabene adalah orang satu-satunya tempat Yixing bergantung. Meskipun Kyungsoo sering menampilkan wajah grumpynya hanya pada Yixing, tapi Kyungsoo sangat peduli pada Yixing. Mungkin satu-satunya orang yang peduli, dan itu membuat Yixing sangat menyayangi Kyungsoo.
Oleh karena itu, Kyungsoo sering melupakan tugasnya sebagai mahasiswa dan lebih meprioritaskan Yixing dan Anson karena ia orang yang paling tahu bagaima kerasnya kehidupan Yixing. (p.s: Yixing tidak pernah merasa bersalah akan hal itu)
"Yixing, dengar! harusnya malam ini aku mengerjakan laporan. Jadi kau harus membalas kebaikanku secara setim—"
"Anson baby~" Teriak Yixing memotong omelan Kyungsoo, dan Kyungsoo selalu benci akan hal itu "Pamanmu yang mungil imut sudah ada disini"
"Kau bicara seolah kau punya badan besar sa—aww" Lagi, ucapan Kyungsoo dipotong.
"Paman Kyungsoo"
Seorang bocah kecil manis langsung bergelayut manja di kakinya. Yixing tahu betul kelemahannya. Ia tidak kuat melihat yang imut-imut dan akhirnya omelan yang tadi sudah ada di ujung mulutnya menguap begitu saja. Yixing tentu sangat beruntung memiliki Anson.
"Aku harus pergi, Kyungie"
Kemudian Yixing langsung mengganti bajunya yang sudah tidak berbentuk itu dengan kemeja seragam kerjanya secepat kilat. Menyisir rambut sebentar, lalu langsung pergi setelah mencium Anson.
Dan ketika Kyungsoo mulai menapakan kaki di ambang pintu, ia jadi paham kenapa Yixing tadi buru-buru pergi. Yixing sialan. Ia meninggalkan rumah dalam keadaan, yaa… kapal pecah saja masih lebih rapi dari ini (oke ini lebay). Untung saja tadi Anson tidak jadi main air, kalau iya, Yixing tidak bisa membayangkan wajah murkanya Kyungsoo.
Menghela nafas lelah, ia kemudian mulai membereskan kekacauan yang dihasilkan dua manusia yang tinggal di dalamnya. Ya, satu anak-anak betulan dan yang satu lagi orang dewasa yang ke kanak-kanakan.
"Hey paman Kyung, aku tembak kau!"
Kyungsoo mendesah sambil menempatkan sebuah meja plastic kecil kembali ke tempatnya setelah sebelumnya tertendang dengan mesranya oleh kaki mungil Anson.
"Jadi, kalau aku tertembak. Apa yang harus aku lakukan hm? Young man?" Tanya Kyungsoo
"Paman harus berpura-pura tertembak dan jatuh ke lantai!" Jawab polos Anson.
Dengan tangan yang masih menyilang di depan dada, Kyungsoo dengan wajah senga kembali bertanya "Kenapa harus begitu?"
"Karena Paman Anson tembaaakk" Ujar Anson seolah Kyungsoo adalah anak-anak yang harus diajari.
"Dan kalau aku tidak mau?" Tanya Kyungsoo sama keras kepalanya. Ia memang senang sekali menggoda Anson—
"Kalau tidak, Anson akan menangis kencang!"
—Shit, Kyungsoo dengan senang hati menarik kembali pikirannya tadi. Oke, dia memang senang menggoda Anson kalau reaksi dari godaannya itu adalah gembungan pipi lucu Anson, tapi kalau tangisan… tidak terima kasih. Fyi saja, kalau Anson sudah berteriak, vocalist band metal sekelas Oliver Sykespun bisa Anson kalahkan.
"Oke oke fine, young man" Jawabnya segera ketika ia melihat Anson sudah mengambil ancang-ancang untuk berteriak. Maaf saja, ia tidak mau mengalami ketulian dini.
Kemudian Anson tersenyum memamerkan deretan giginya yang mulai ada yang copot satu di tengah. Lalu—
Splash
—Kyungsoo mengerutkan wajahnya ketika air dari saluran pistol itu tanpa diduga menamparnya. Lalu ia melihat Anson di depannya yang juga sedang menatapnya penuh harap. Tidak ada pergerakan dari Kyungsoo, Anson mulai menggigit bibir dan matanya sudah berkaca-kaca. Merasa terkhianati.
Oke. Sebentar lagi ia akan menangis.
Tentu saja Kyungsoo tidak akan membiarkan itu. Kyungsoo menelan dulu bulat-bulat harga dirinya sebagai orang dewasa dan memasang wajah kesakitan seolah ia memang ditembak betulan.
Oke tidak apa-apa Kyung, tidak apa-apa. Ini lebih baik daripada harus mendengar suara tangisan Anson yang luar biasa dan semalaman ia tidak bisa tidur.
.
.
.
Yixing meliuk-liukan pinggangnya ke kiri dan ke kanan untuk meregangkan badannya yang ia harap bisa meringankan rasa lelahnya. Mau denial bagaimanapun, mengemban posisi sebagai ibu dan ayah sekaligus itu bukan hal yang mudah.
Yixing sadar ia bukan orang tua yang baik. Ia tidak bisa memenuhi seratus persen kebutuhan Anson. Entah itu materi ataupun kasih sayang. Mau bagaimana lagi? Ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka dan mengorbankan waktu untuk mengurus anaknya meskipun hasilnya tidak seberapa. Hanya cukup untuk menyambung hidup hari ke hari.
Ya beginilah pekerjaannya. Hanya sebagai kasir sebuah minimarket, itupun hanya beberapa hari per minggu dan siangnya ketika Anson sekolah, ia jadi pelayan di sebuah restoran kecil. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik supaya ia bisa memenuhi kebutuhan Anson seperti orang tua yang lain sebenarnya, tapi, apa pekerjaan yang lebih baik dari lulusan sma sepertinya?.
"Xing, kau terlihat lelah sekali hari ini" Suara baritone seorang pria menarik pikiran Yixing dari lamunanya. Ia mendongak dan melihat managernya sedang melempar senyum kearahnya sambil mendudukan diri di kursi sebelah Yixing dan menyodorkan secangkir minuman hangat.
"Ah, terima kasih Yifan ge" Yixing mengambil minuman itu lalu menyeruputnya "Iya ge, tadi Anson sangat lincah sekali. Aku sampai kewalahan" kemudian kekehan manis meluncur dari mulut Yixing.
Yifan ikut tersenyum "Hm, sepertinya seru ya main dengan Anson"
Yixing mengangguk-angguk semangat "Iya. Semakin hari perkembangannya semakin pesat. Dan kata guru-guru di sekolahnya pun, Anson itu anak yang cerdas" ujar Yixing bangga. Ia memang suka kelewat antusias kalau menceritakan tentang anak kesayangannya itu.
Dan yaa… ia sangat bangga dengan otak cerdas Anson yang juga diwariskan darinya, meskipun dari sd sampai sma Yixing tidak pernah masuk sepuluh besar. Tapi siapa tahu? Yixing mungkin sebenarnya juga punya otak yang cerdas secerdas Anson tapi tak pernah diasah. Iya pasti. Pokoknya, otak cerdas Anson juga menurun darinya, dan bukan dari Jun—
Yup. Bukan! Lagipula, Anson itu mewarisi SELURUH gennya. Anson yang manis, lincah, tampan, pintar, meskipun kadang keras kepala, tapi ia memiliki keinginan yang kuat, tidak seperti Ju—
Yixing kemudian menggelengkan kepalanya.
"Kenapa Xing?" Ternyata gelengan kepalanya tidak luput dari pandangan Yifan.
Yixing terhenyak. Sadar akan tingkahnya yang aneh, Yixing menggaruk tengkuk lalu tersenyum kikuk "A-ah, aku hanya mengingat kejadian yang… ya, sedikit memalukan jadi—" Ia menggantungkan kalimatnya tanpa berniat melanjutkan dan hanya mengangkat bahunya.
Yifan tersenyum mafhum. Meskipun belum paham maksud Yixing, tapi ia tidak berniat untuk menggali lebih dalam. Buat apa? Toh orang itu punya privasi masing-masing, kan?.
"Ah Xing, sudah jam segini. Aku ada urusan di luar, jadi maaf tidak bisa membantu menjaga toko sampai selesai" Ujar Yifan merasa bersalah dan dibalas anggukan paham dari Yixing. "Oh iya, aku punya sesuatu untuk Anson"
Tanpa menjawab, netra Yixing mengikuti arah badan Yifan yang mulai melangkahkan kakinya. Ia mengambil sebuah tas kertas berwarna cokelat dan kembali menghampiri Yixing.
"Ini" Ujarnya sambil menyerahkan tas itu.
"Kue lagi?"
Yifan mengangguk "Anson suka kue kan? Dan entah kenapa jika aku melihat toko kue, aku selalu ingat Anson"
"Wah terima kasih ge. Bisa ya, selalu ingat Anson padahal gege belum pernah bertemu dengannya. Sibuk terus sih ya"
"Iya. Padahal aku ingin sekali bertemu dengan Anson. Menurut ceritamu, ia pasti anak yang sangat lucu dan manis—"—seperti ibunya. "Kapan-kapan aku akan menyempatkan diri untuk bertemu Anson"
"Iya ge. Anson juga bilang ia ingin bertemu dengan 'paman yang suka memberi kue'"
"Semoga nanti ada waktu, ya. Ah aku duluan ya Xing"
"Iya ge"
Yixing mengangguk dan terus melihat punggung Yifan sampai tak hilang tak terlihat. Menghela nafas panjang, Yixing tersenyum melihat bungkusan yang Yifan berikan.
Ia merasa beruntung memiliki atasan seperti Yifan. Meskipun penampilannya terlihat sombong dan jutek, tapi Yifan ini baik sekali. Ini bukan kali pertama pemuda jangkung itu memberikan Anson hadiah, meskipun ya itu tadi, ia belum pernah bertemu dengan Anson. Padahal setiap pulang kerja, Yifan sering menyempatkan diri untuk mengantar Yixing pulang sampai ke depan rumah.
Dan Yixing terima-terima saja, toh rezeki itu tidak boleh ditolak, kan?.
.
.
.
Anson mengubah posisi tidurnya dan menyamankan diri dipelukan Kyungsoo. Tangan mungilnya memegang kemeja Kyungsoo yang sudah tidak jelas bentuknya bagaimana dengan erat. Mungkin, nanti ia tidak usah menyetrika bajunya dulu jika ingin main dengan Anson lagi.
"Papa~"
Anson menggumam kecil di tengah tidurnya.
Kyungsoo mengernyitkan dahi, lalu tersenyum sinis. Papa? Really? That perfect rich bastard? Pffftt. Sebelum Anson dipertemukan dengan pria itu, Kyungsoo akan diajak kencan dulu oleh seorang super model. Dan itu mustahil, kan? Yap.
Lagipula, Kyungsoo tidak akan membiarkan Anson bertemu dengan well, Kyungsoo tidak sudi sebenarnya menyebutnya 'ayah biologis' dari Anson yang tidak tahu dimana rimbanya sekarang. Jujur saja, Kyungsoo tidak akan pernah bisa memaafkan pria yang 'katanya' bersahaja dan luar biasa 'terhormat' yang ternyata menghancurkan hidup sahabat yang sudah ia anggap sebagai keluarga sendiri.
Ia ingat dengan jelas, waktu itu Yixing datang ke rumahnya dengan wajah yang kacau. Ingus yang bercampur air mata terpampang nyata di wajahnya.
"Apa yang terjadi denganmu?"
Alih-alih menjawab seperti manusia normal biasa lakukan, (siapa bilang Yixing itu normal anyway), Yixing malah mengencangkan suara tangisnya.
Kyungsoo yang sudah kesal, kembali membuka suara "Zhang Yixing, aku beri kau waktu lima detik sebelum aku tendang kau ke—"
"Aku hamil Kyungie. Huaaa"
Hah?
Kyungsoo mengerjap. Apa barusan? Kemudian ia memutar otak untuk mencerna dengan baik apa yang diucapkan Yixing.
Membulatkan mata, Kyungsoo meninggikan suaranya "Benar-benar ada seseorang yang tertarik untuk menghamilimu?"
"DO KYUNGSOO!"
Tangis Yixing mengeras. Ia tidak akan berbohong dengan wajah sejujur itu. sial. siapa manusia brengsek yang melakukan itu pada Yixingnya? For god's sake. Yixing baru saja lulus dari sekolah menengah atas! Masih banyak pengalaman yang harusnya ia lewati.
Setelah otaknya kembali berfungsi normal setelah sempat shock barusan, Kyungsoo menyambar kedua bahu Yixing.
"Siapa? Siapa yang melakukan itu padamu Xing?"
"Hiks—" Ditengah tangisnya, Yixing berusaha berkata "Kim—hiks—Junmyeon"
Kyungsoo kembali mengerjap "Kau yakin kau tidak sedang mengkhayal kan, Yixing?"
"Tentu—hiks—ja tidak"
Meskipun sifat menyebalkan Yixing sudah mendarah daging, tapi melihat sahabatnya sekacau ini, darah Kyungsoo naik ke ubun-ubun. Lalu ia bangkit dan mengambil senjata terdekat. Payung. Dan Yixing yang melihat aura hitam yang menguar dari tubuh Kyungsoo jadi merinding sendiri.
"Xingie. Beri aku alasan untuk tidak mencingcang anunya dan menusuk lehernya dengan payung ini dan membiarkan seluruh keluarganya menyaksikan kematiannya!"
Yixing berhenti menangis saat itu juga. Ia harus menghentikan sahabatnya untuk melakukan pembunuhan pada salah satu pewaris keluarga konglomerat pengusaha besar yang berpengaruh di Korea.
"Tidak tidak Kyungsoo jangan!"
"Kenapa?"
"Karena—" Yixing menggantungkan kalimatnya, Kyungsoo menunggunya dengan sabar "—Junmyeon sudah tidak ada di Korea"
"Hah?"
"Dia sudah pindah ke luar negeri untuk kuliah"
"Terus kenapa kalau begitu? beri tahu aku kemana dia pergi akan aku su—Xing? Hey, bangun Yixing!"
.
Kyungsoo suka mendadak migraine kalau ingat kejadian itu. Dan diam-diam Kyungsoo selalu berdoa, supaya Anson tidak diberi kebodohan yang sama dengan ibunya.
..
.
.
Tbc?
.
.
.
a/n: terinspirasi dari ff otpku yang lain yang gak update2 hiks haha. Ehem, hai Rin nambah hutang lagi, padahal yang like dislike juga belum kelar. Maaf, tapi apa daya pengen nulis yang ini haha :"D
mind to give review?
