Deja Vu
Naruto Always Belongs Masashi Kishimoto
Story by Miyako Hanabuchi
Warning: OOC, Typo (s), AU
.
.
.
Setiap manusia pasti mempunyai rencana untuk masa depan yang lebih baik.
Setiap manusia pasti mempunyai keinginan untuk segala sesuatunya agar melengkapi kehidupan yang dijalaninya.
Setiap manusia pasti memiliki perasaan kepada apapun itu, termasuk kepada sang Pencipta.
Tapi sebagai manusia, mereka bisa apa.
Karena dibalik kehidupan ini ada Tuhan yang dapat merubah setiap kehidupan manusia.
Jikalau Tuhan mengkehendaki manusia tersebut untuk menjalankan rencananya maka mereka bisa mencapai rencana tersebut dengan mudah.
Tetapi jikalau sebaliknya, berarti Tuhan masih ingin menguji sampai dimana kesabaran mereka untuk mencapai rencana tersebut.
.
.
.
07 july 2003
Di sebuah mansion yang megah terdengar suara kegaduhan yang sangat berisik. Sepertinya sesuatu tengah terjadi didalam mansion tersebut. Tampak seorang wanita cantik tengah memegang kopernya. Wajah cantiknya kini hanya terbalut kemarahan yang sangat besar. Pria dihadapannya ini memilih diam sambil memandang bayi perempuan berusia 8 bulan yang tengah tertidur dipangkuannya.
"Kenapa kau tega meninggalkan aku dan bayi kita? Kenapa?" tanya pria tersebut tanpa mengeluarkan amarah yang menurutnya tidak penting.
"Tch, kau tanya kenapa? Harusnya kau sadar kenapa aku ingin berpisah darimu!" kesal si wanita sambil menatap pria tersebut dengan tatapan marah. Sang pria hanya menghela nafasnya panjang. Dia tak menyangka istri yang sangat dia sayangi ini tega meninggalkannya dan anak yang dia gendong sekarang.
"Aku ingin kita bercerai," ujar wanita tersebut datar. Tanpa ekspresi yang tersirat diwajahnya. Sepertinya dia tidak mempunyai beban sama sekali saat mengeluarkan kalimat yang sangat menyakitkan itu.
"Ap-apa? Ka-kau ingin kita bercerai? Kenapa kau mempunyai pikiran seperti itu?!" ujar si pria mulai kesal. Tidak habis pikir dengan wanita yang dihadapannya sekarang.
"Kenapa? Kau tanya kenapa? SUDAH JELAS KARENA ANAK YANG KAU GENDONG SEKARANG! KARENA DIA LAHIR KE DUNIA INI KEHIDUPAN KITA MENJADI SUSAH! DIA ANAK PEMBAWA SIAL DALAM KELUARGA KITA!" teriak wanita tersebut sambil meremas rambutnya.
"Tutup mulutmu! Dia ini anakmu, Lahir dari rahimmu! Jadi kau tidak sepantasnya berbicara seperti itu!" kesal pria sambil menuding wajah si wanita.
"Tch, yang kutau hanya dia yang lahir dari rahimku. Aku sudah lupa anak itu pernah kulahirkan. Atau mungkin aku tidak menganggapnya sebagai anakku. Entahlah," ujar si wanita dengan nada sarkastik sambil menunjuk anak yang berumur 5 tahun disebelahnya. Anak tersebut menatap ibunya tidak percaya. Dia pernah mendengar dari buku dongeng yang dibacakan ayahnya bahwa anak yang baik pasti akan memiliki keluarga yang baik dan berakhir dengan bahagia selamanya. Berarti cerita yang selama ini anak tersebut dengar hanya omong kosong belaka. Buktinya keluarganya tidak bahagia. Ahh, pikiran anak yang masih suci sudah ternodai oleh masalah masalah yang disumpal paksa oleh Orang tuanya. Si pria menghela napasnya panjang.
"Apa salah anak ini? Sampai membuatmu marah seperti ini?"
"Kau pura pura lupa, hah? Perusahaanmu bangkrut satu persatu semenjak anak ini lahir! Sudah lupa?" tanya wanita tersebut sambil menuding wajah bayi tak berdosa itu.
"Harusnya seorang istri selalu berada disaat suaminya dalam keadaan senang maupun susah," ujar sang pria.
"Tch, simpan mimpi indahmu itu jauh jauh didalam pikiranmu! Oh iya, asal kau tau saja. Aku mau dipersunting olehmu karena kau kaya raya. Tapi sekarang? Kau sudah tamat!" ujar si wanita sambil menarik kopernya keluar rumah. Jemari lentiknya menarik lengan anak yang satunya.
"Aku ingin tinggal sama ayah, Bu!" teriak anak tersebut sambil menangis keras. Namun wanita tersebut tak menggubris permintaan sang anak. Kaki jenjangnya terus berjalan menuju pagar mansion megah yang berada didepannya. Berusaha meninggalkan masa lalunya disini. Sang pria menatap punggung wanita tersebut menjauh dan semakin menjauh dari pandangannya.
"Harusnya aku lebih selektif dalam memilih istri," ujar pria tersebut sambil membawa anak yang digendongnya untuk masuk kedalam mansion. Masa bahagianya belum berakhir. Masih ada tanggung jawab yang harus diselesaikannya disini.
.
.
.
03 Des 2012
Akhir Desember yang sangat dingin di Tokyo. Udara dingin yang sangat menusuk membuat penduduk enggan untuk keluar. Walaupun hanya sekedar untuk membeli sesuatu. Sepertinya duduk di rumah sambil menikmati secangkir Chocolate hangat lebih baik daripada harus keluar untuk sesuatu yang tidak penting. Dari arah barat tampak seorang gadis tengah berjalan melewati pertokoan yang setengahnya sudah tertutup oleh salju. Butiran salju melayang lembut di sekitar sang gadis. Seakan akan salju tersebut belum puas untuk jatuh ke bumi. Tampak uap dingin terhembus dari pernapasan gadis manis ini. Pertanda dia sangat kedinginan. Kakinya melangkah setapak demi setapak, meninggalkan jejak tak berbekas. Sepertinya gadis ini akan pergi ke suatu tempat. Tempat yang setiap hari di kunjunginya. Tempat yang selalu mengobati rasa rindunya kepada seseorang. Tampak dari kejauhan seorang lelaki paruh baya berdiri di hadapannya sambil menatapnya intens, membuat sudut bibir sang gadis tertarik sempurna. Membentuk ukiran senyuman yang sangat manis.
"Ayah!" pekik sang gadis sambil berlari menuju lelaki yang di panggil Ayah tersebut lalu memeluknya hangat. Yang dipeluk juga membalas pelukan sang gadis.
"Sakura, mengapa tiba tiba memeluk Ayah?" tanya lelaki tersebut heran. Gadis yang bernama Haruno Sakura ini hanya tersenyum lebar.
"Tidak apa apa, aku hanya ingin memeluk Ayah saja. Oh iya, mengapa restaurantnya sudah tutup, Yah?" tanya Sakura heran sambil melepas pelukannya. Lelaki tersebut menggeleng kepalanya pelan. Pertanda bahwa tidak terjadi apapun. Mungkin udara yang sangat menusuk membuat lelaki ini tak sanggup untuk sekedar membuka restaurant.
"Ayo kita pulang Sakura, Ayah akan memasak makanan kesukaanmu. Yosenabe," Ujar Kizashi.
"Yayy!" girang Sakura sambil mengamit lengan ayahnya, "Dan juga Odeng ya, Ayah," ujar Sakura sambil tersenyum lebar. Kizashi hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Entah kenapa putrinya ini sangat suka sekali yang namanya makan. Tetapi bentuk tubuhnya tidak pernah berubah. Tetap langsing seperti ibunya. Kizashi menghela nafasnya pelan.
"Ayah, kenapa melamun?" tanya Sakura heran. Kizashi sedikit terkejut mendengar ocehan putri manisnya ini.
"Ayah tidak melamun kok, ayo kita percepat jalannya. Udara semakin dingin," ujar Kizashi.
"Baik Ayah." Mereka pun berjalan beriringan dengan tangan saling terkait satu sama lain. Mungkin orang orang yang melihat mereka pasti berfikir bahwa kehidupan mereka pasti sangat indah. Tapi mereka tidak tau bahwa dibalik kehidupan mereka ada sebuah kisah yang sangat kelam, sangat sangat kelam.
.
.
.
Sebuah mobil Ferarri hitam melaju pelan ke arah teras depan bangunan apartemen sepuluh lantai. Tampak seorang pemuda tampan keluar dari mobil tersebut. Disusul pemuda yang lain yang tak kalah tampan. Para gadis yang melewati mereka memandang dengan tatapan genit. Tapi kedua pemuda itu tidak menggubris tatapan gadis gadis tersebut. Derap langkah yang didominasikan dengan kesan keren, mereka berjalan menuju apartemen lantai lima. Sesampai di apartemen yang dituju, pemuda yang satunya membuka kunci apartemennya, lalu masuk kedalam disusul oleh pemuda yang satunya lagi sambil menutup pintu.
"Apa kau yakin ingin tinggal sendirian di apartemen ini, Sasuke?" tanya seseorang yang sepertinya lebih tua dari Sasuke. Dia memiliki keriput tipis di kedua ujung matanya.
"Tch! Ini yang kelima kalinya kau menanyakan soal —Apa kau yakin ingin tinggal sendirian di apartemen ini, Sasuke?— aku muak mendengarnya Itachi!" kesal Sasuke sambil mengambil soft drink di lemari pendingin.
"Ahaha maafkan aku Sasuke," ujar Itachi sambil nyengir kuda. Sasuke menggeleng gelengkan kepalanya heran. Mengapa dia mempunyai kakak seperti Itachi. Padahal dia dulu berharap sekali memiliki kakak perempuan yang manis.
"Padahal Ibu melarang kau tinggal disini sendirian kan?" tanya Itachi.
"Aku sudah dewasa, jadi Ibu tidak berhak melarangku."
"Terserah kau saja Sasuke. aku pergi dulu. Masih banyak urusan di kantor yang belum ku selesaikan." Itachi pun menyambar Jacketnya dan pergi menuju pintu.
"Akupun tidak mengharapkan kau disini, Itachi," ujar Sasuke tenang.
"Dasar adik durhaka."
Sepeninggalan Itachi, Sasuke memilih untuk mengelilingi apartemennya sebentar. Entah kenapa perasaannya mengarahkan ke teras belakang apartemen. Jemarinya pun meraih handle pintu dan membukanya perlahan. Tereksposlah pemandangan hijau yang sangat menyegarkan. Sasuke menatap sedikit takjub halaman teras yang menurutnya lumayan menarik. Pohon pinus yang tertutup sedikit salju tampak mendominasikan halaman ini. di ujung apartemen terdapat gazebo kecil sebagai pelengkapnya. Sasuke berjalan menuju pagar pembatas apartemen. Tampak seorang gadis tengah membersihkan halaman sambil mendengarkan musik. Lelaki yang memiliki mata Onyx ini hanya tersenyum tipis melihat gadis tersebut sedang menari nari di dekat pohon mangga sambil bernyanyi nyanyi lagu Ke$ha – Tik Tok dengan volume yang sangat keras. Sungguh lucu rasanya tingkah gadis itu sekarang.
"SAKURA! KECILKAN SUARAMU ITU!" teriak seseorang dari dalam apartemen.
"Ahh, Ayah..." Sakura mengerucutkan bibirnya pertanda kesal dengan sifat ayahnya yang tidak menyukai Sakura bernyanyi. Bukan tidak suka, tetapi tidak sanggup mendengar suara Sakura yang sangat keras. Tanpa sadar Emeraldnya menyadari satu hal. Ada satu orang lagi yang sedang menatapnya dengan tatapan geli. Melihat itu wajah Sakura memerah sempurna. Dengan perasaan malu yang tengah menyelimutinya, Sakura langsung melempar sapu yang di pegangnya ke sembarangan arah lalu berlari sekencang kencangnya ke dalam apartemen. Sudut bibir Sasuke sedikit tertarik keatas.
"Gadis yang, menarik."
.
.
.
Mata Emerald Sakura menatap meja makan dengan tatapan lapar. Kizashi yang melihat tingkah Sakura hanya menggeleng gelengkan kepalanya.
"Itadakimasu," ucap Sakura dan Kizashi bersamaan. Dengan lahap Sakura memakan masakan buatan ayahnya yang super lezat itu. Jemari lentiknya mengambil setusuk Odeng lalu menggigitnya sedikit.
"Sakura."
"Iya Ayah."
"Nanti tolong antarkan Yosenabe untuk tetangga baru kita ya," ujar Kizashi sambil mengarahkan tangannya ke mangkuk tertutup yang berisikan Yosenabe. Sakura menganggukkan kepalanya sambil melanjutkan makan siangnya. Selesai makan, Sakura membereskan meja makan dan mencuci piring.
"Jangan lupa antarkan Yosenabenya ya Sakura. Ayah mau tidur."
"Baik Ayah." Sakura pun mencuci tangannya dan meraih mangkuk Yosenabe untuk diberikan ke tetangga barunya. Dengan semangat Sakura keluar menuju apartemen sebelah. Sesampai disana Sakura pun menekan bel.
Ting Tong
"Permisi, saya Haruno dari apartemen sebelah ingin memberikan sesuatu," teriak Sakura sambil menggedor pelan pintu apartemen tersebut. Tak lama seseorang membuka pintu tersebut dari dalam.
Deg Deg Deg
Jantung Sakura berdebar kencang melihat seseorang di depannya ini. Seseorang yang melihat kelakuan bodohnya tadi siang pada saat sedang membersihkan salju di halaman belakang apartemennya.
"Ada apa?" tanya Sasuke malas.
"Anno, aku ingin memberikan ini," ujar Sakura sambil menyerahkan sebuah mangkuk kearah Sasuke. Sasuke mengambil mangkuk tersebut lalu membukanya.
"Yosenabe?" tanya Sasuke. Sakura mengangguk.
"Sudah ya, Jaa-ne."
"Tunggu, namaku Uchiha Sasuke. Siapa namamu?" tanya Sasuke lagi.
"Sakura, Haruno Sakura." Gadis ini pun membalikkan tubuhnya sambil berjalan ke apartemennya. Onyx Sasuke menatap punggung gadis tersebut yang semakin menjauh. Tak sabar ingin mencicipi masakan Sakura, dia pun masuk ke dalam apartemennya dengan senyum tipis yang masih betah menduduki wajahnya.
.
.
.
Perkenalan singkat mereka membuat Sasuke tak tenang. Ingin rasanya Sasuke mengenal gadis tersebut lebih jauh. Melihat adiknya yang sedang melamun membuat Itachi heran. Tidak biasanya adiknya melamun seperti itu. Muncul niat iseng di dalam pikiran Itachi. Dengan mengendap ngendap layaknya pencuri, Itachi berjalan ke arah Sasuke dan...
"DUARRR!" teriak Itachi.
"Apa yang kau lakukan, Itachi? Kau pikir aku orang lemah yang akan terkejut dengan lelucon semacam itu?" lirik Sasuke sinis. Itachi menggaruk garukkan kepalanya.
"Apa yang kau pikirkan?"
"Pertanyaanmu seperti di Facebook saja," ujar Sasuke sambil mengeluarkan ponsel di sakunya.
"Tch, aku serius Sasuke. Mungkin aku bisa membantu."
"Ok, akan kuberitau. Tentu saja itu rahasia, BAKKA ANIKI!" kesal Sasuke yang memang tidak ingin privacynya diganggu. Itachi menghela nafasnya panjang.
"Jangan bilang kau terpesona dengan gadis bersurai merah jambu itu, Sasuke."
"Ap-apa? Darimana kau tau hal itu Itachi?" tanya Sasuke heran.
"Kau pikir aku bodoh Sasuke? Setiap hari matamu tak pernah lepas memandang gadis itu apabila kita sedang duduk di gazebo."
Flashback On
"Sasuke, apa kau ingin ku buatkan Chocolate hangat?" tanya Itachi sambil menghampiri adiknya yang duduk di gazebo. Namun adiknya tersebut tidak menggubris perkataannya. Itachi heran melihat adiknya yang sedang melamun. Onyx Itachi mengikuti arah pandangan dimana Onyx Sasuke sedang bertumpu. Mata Itachi membulat ketika melihat objek yang tengah dilihat adiknya ini. Seorang gadis bersurai merah jambu tengah menyiram tanaman menggunakan selang. Disemprotkan air tersebut keatas sehingga membentuk hujan yang membasahi tubuh indahnya. Mulut mungilnya menyenandungkan lagu Who Says - Selena Gomez. Suara merdu Sakura melayang lembut ke pendengaran dua kakak beradik ini. Mata Sasuke menutup seakan akan menikmati suara indah Sakura. Itachi juga sepertinya mulai menyukai suara Sakura. Terkesan imut namun dewasa seperti Taylor Swift.
"Sa-Su-Ke, fuuhh~" ujar Itachi sambil meniup telinga Sasuke.
"Shhh, APA YANG KAU LAKUKAN ITACHI?" mendengar Sasuke teriak membuat Sakura tersadar bahwa ada orang lain disana. Emeraldnya menatap mereka dengan tatapan bingung. Sakura pun menghampiri mereka berdua.
"Apa yang membuat kau berteriak, Uchiha?" tanya Sakura heran.
"Tidak ada," ujar Sasuke sekedar. Sakura hanya ber—oh— ria.
"Err, suaramu sangat indah," ujar Itachi. Muncul seburat merah di pipi Sakura. Melihat itu membuat Sasuke ingin mencubit pipi Sakura. Tapi hal tersebut tak mungkin terjadi.
"Sakura, ayo kita ke supermarket. Temani Ayah belanja," ujar Kizashi yang ternyata kedatangannya mengejutkan mereka bertiga.
'Sepertinya aku pernah melihat orang ini, tapi dimana ya?' pikir Itachi heran.
"Anno, aku harus segera pergi. Terima kasih sudah mau mendengarkan suara sumbangku." Sakura pun membungkukkan badannya lalu berjalan mengikuti Kizashi. Sasuke menatap punggung Sakura dengan tatapan sedih.
"Sudahlah, ayo masuk," ujar Itachi sambil menyeret adiknya untuk masuk ke apartemen.
Flashback Off
Itachi menghela nafasnya panjang, "Sasuke, Bagaimana kalau Ayah dan Ibu sampai tau? Kau tidak akan diizinkan untuk berhubungan dengannya," ujar Itachi sambil menatap Sasuke dengan tatapan miris.
Ah iya Sasuke lupa. Sasuke lupa bahwa ada dinding yang kokoh akan menantinya apabila dia berhubungan dengan gadis itu. Dinding yang sangat besar dan tidak dapat dihancurkan dengan bom sekalipun. Sasuke menatap nanar sang kakak.
"Kau benar Itachi. Sepertinya aku harus membuang jauh jauh keinginanku untuk mengenalnya lebih dekat." Itachi mengangguk setuju.
"Yah, kecuali kau bisa menaiki dinding tersebut hingga sampai ke puncaknya," ujar Itachi sekedar.
"Apa maksudmu Itachi?" tanya Sasuke tidak mengerti dengan lelucon yang Itachi bicarakan barusan.
"Kecuali kau bisa membuktikan kepada Ayah dan Ibu kalau gadis itu adalah gadis yang terbaik untukmu."
.
.
.
.
-To be Continued-
Mungkin kalian berpikir bahwa endingnya pasti gak greget...
Kalian SALAH BESAR! Huhahahha! #tertawasetan
Ending cerita ini sangat greget! kalau kalian tidak percaya, kalian boleh tampar wajah dia —nunjuk Rock Lee— #dihajar
oh iya, Sasori dan Naruto belum muncul disini dan chap kedua -_-a karena peran mereka belum dibutuhkan sekarang :v :v #dibuangkesumur
Mind to review guys? ~
-Miyako Hanabuchi-
