Fic pertama saya, mohon maaf dan tolong dimaklumi kalau ada yang aneh, kurang menarik atau segala macamnya. Saya anggota baru di FFN hehe salam kenal semuaaaa :D

Disclaimer : iya, iyaaaaa *sigh* punya orang jepang namanya om Masashi Kishimoto

24 August, in His Life

A story about KibaHina

Created by cumanakecil

--

Sore yang mendung di Konoha. Benar-benar dingin di luar sana. Angin bertiup, menerbangkan dedaunan coklat ke sepanjang jalan. Musim gugur. Kiba merapatkan selimut, bergelung di dalamnya mencoba untuk merasakan kehangatan. Secangkir coklat hangat mengepul di atas meja samping tempat tidurnya, menebarkan wangi khasnya. Menunggu untuk diminum. Tetapi sepertinya dia sedang tidak minat.

Situasi sepi seperti ini selalu mengingatkan shinobi itu akan suatu kejadian, kejadian yang sangat sulit untuk dilupakannya. Sakit, memang. Pemuda bertato taring merah di pipi itu menghembuskan napas panjang. Seulas ingatan berkelebat di benaknya.

'Tidak' batinnya berkata.

'jangan diingat lagi'

Dia berbalik. Matanya tertumpu pada kalender yang tergantung di belakang pintu.

.

.

24 Agustus

.

.

Seketika otaknya bereaksi dengan cepat. Memutar ulang memori yang memang melekat kuat di kepalanya. Hari ini, tepat setahun yang lalu.

..Flashback...

"Wof! Wof!" Akamaru menyalak dengan riang. Hari yang dingin, tapi tidak menyurutkan semangat anjing yang satu ini. Dia terus berlari, sepertinya mengejar kupu-kupu. Sesekali melompat, mencoba meraih binatang terbang itu. Kiba mengikuti dari belakang. Berlari kecil.

'Dasar enerjik, Akamaru itu. Dari dulu selalu begitu. Anjing baik' Dia bergumam.

Seulas senyum terpampang di wajahnya. Akamaru sudah bersama Kiba sejak kecil. Walaupun sempat tidak suka, tapi kebersamaan mereka menghilangkan perasaan itu. Lambat laun Kiba mulai bisa menerima kehadiran anjing itu. Menganggap sebagai teman. Dan sekarang ini, mereka adalah sepasang sahabat.

Mereka berdua berjalan mengelilingi sebagian kota Konoha. Sepi. Sepertinya warga disini lebih suka menghabiskan hari itu dengan bersantai di rumah, meminum coklat hangat dan bergelung di selimut hangat mereka.

'tapi tidak untukku dan Akamaru'

Kiba berjalan cepat, mencoba mengimbangi gerak Akamaru yang sepertinya sudah menemukan objek baru untuk dilihat. Kupu-kupu incarannya sudah pergi entah kemana.

.

.

Tap Tap Tap

.

.

Tak terasa mereka sudah sampai di sebuah taman. Padang rumput tepatnya. Angin bertiup cukup kencang sore itu. Menggoyangkan ilalang di sepanjang jalan. Akamaru berhenti. Tepat di bawah sebuah pohon besar.

"Wof! Wof!" dia memanggil.

Kiba menghampirinya. Mengelus kepala anjing putih itu sejenak sebelum Akamaru merebahkan diri di dekat kaki pemiliknya.

'Sepertinya Akamaru kedinginan' gumam Kiba.

Pemuda itu duduk di bawah pohon rindang, tempat Akamaru bergelung. Menikmati pemandangan langit sore musim gugur. Seperti biasa, memukau. Kiba merebahkan badannya, tepat di sebelah Akamaru yang sepertinya sudah mulai tertidur. Dia mulai menutup matanya, membiarkan angin berhembus memainkan rambut coklatnya. Dan tak lama kemudian, shinobi itu tertidur.

Memang nyaman tidur di bawah pohon ditemani angin sepoi-sepoi. Suasananya sunyi. Tidak ada suara sama sekali. Sampai..

"Wof! Wof!" gonggongan Akamaru membangunkan tidur pulas pemuda itu.

"Hoahm.. ada apa Akamaru?" dia mengerjap-ngerjapkan mata sebentar. Menoleh ke kanan dan kiri. Terdiam. Sepertinya sedang mengumpulkan nyawa setelah tidur pulasnya itu.

.

.

Lima menit berlalu

.

.

"Mungkin kita harus pulang, kamu sudah lapar kan?" Kiba bangkit dari duduknya. Matanya masih setengah menutup, masih ngantuk.

"Uaaaaaaaah enak sekali tidur di sini!" ujarnya sambil sedikit meregangkan tubuh.

"Wof! Wof!" Akamaru sudah tidak sabar. Dia menggigiti ujung celana tuannya. Meminta untuk cepat beranjak.

"Hahaha, kamu lapar ya? Pantas, ayo pergi" Kiba menyeringai, memperlihatkan cengiran khasnya. Sepasang gigi taring terpampang di mulutnya. Dan pemuda itu berjalan mengikuti Akamaru, berjalan menuju rumahnya.

Malam itu cerah sekali. Bulan bersinar terang. Bintang bertaburan, berkelap-kelip mewarnai suasana. Sesekali angin dingin berhembus, membuat bulu kuduk beridiri tegak. Kiba berjalan santai. Kedua tangannya di letakkan di balik kepalanya. Sesekali dia melirik Akamaru yang berlari di depannya.

Tapi tiba-tiba anjing itu berhenti, tepat di sebelah sebuah taman kecil, di pinggiran Konoha. Menoleh ke samping dan duduk, berdiam diri di sana. Memandangi sesuatu, tepatnya.

Kiba memandang heran anjingnya itu.

'Kok tiba-tiba berhenti?' Shinobi itu berlari kecil menghampiri peliharaannya.

"Akamaru! Apa yang kamu lakukan? Sudah malam, ngeliatin apa sih? Hey! Aka..." kata-kata Kiba terhenti. Dia menatap lurus sosok yang sedari tadi dipandangi oleh anjingnya itu. Kunoichi bermata lavender dan berambut indigo panjang, tergerai indah di punggungnya.

.

.

Siapa?

.

.

Hinata.

Hyuuga Hinata

.

.

Kiba memandang ke arahnya. Pemuda itu tersenyum lembut.

Ya, dia Hinata. Kunoichi yang se-team dengannya, bersama Shino di team 8 dibawah asuhan Kurenai-sensei. Hinata yang pemalu, lembut, dan murah senyum. Hinata yang tegar dan kuat. Hinata yang.. mengambil hati shinobi klan Inuzuka itu untuk pertama kalinya.

Kiba menyukai Hinata sejak pertama kali bertemu, di Akademi. Anak yang lugu, dan berbeda. Di saat anak-anak perempuan lain terkagum-kagum oleh Sasuke, dengan ketampanan dan kecerdasannya, Hinata hanya tersenyum. Dia tidak ikut-ikutan. Pernah suatu hari Kiba bertanya alasannya, kenapa dia tidak ngefans dengan orang sempurna seperti Sasuke? Hinata berkata,

"Sasuke-kun m-memang terlihat sempurna, t-tapi tidak berarti a-aku harus meny-menyukai dia k-kan? Tidak baik mem-bohongi perasaan s-sendiri. M-memang ada apa, Kiba-k-kun?"

"Ah! Emm.. tidak. Hanya bertanya. Habis kamu lain sih dari yang lain hehehe.." Kiba nyengir, sedikit gugup. Berusaha bersikap biasa dengan meletakkan kedua tangannya di belakang kepala. Tapi dalam hati dia bersorak! Ternyata kunoichi idamannya itu punya alasan sendiri. Tidak seperti yang lain. Sangat mengutamakan penampilan dan tampang daripada sifat. Sasuke itu orangnya pendiam, cuek dan tidak bergaul.

'aku heran, kenapa mereka masih suka sama orang kayak gitu?' batinnya.

Dan sepanjang hari itu, dia bersiul riang. Memerhatikan setiap pelajaran. Menyapa setiap orang yang dia kenal. Menyeringai, memperlihatkan taringnya. Tapi tetap saja ribut seperti biasa. Suasana hatinya menjadi sangaaaat baik. Gara-gara gadis itu.

.

.

Hinata

.

.

Keberuntungan baginya, setelah lulus akademi dan menjadi shinobi dia dimasukkan ke team 8, dan se-team dengan Hinata! Kiba berseru senang ketika mengetahui itu. Memperlihatkan cengiran lebarnya. Sangat bahagia. Akamaru yang mengetahui suasana hati tuannya itu menggonggong senang, menggoyangkan ekornya ke kanan dan kiri. Meskipun harus se-team dengan Aburame Shino, si tuan sangat-sangat-pendiam-dan-tidak-asyik nomor satu, dia tetap senang.

'yang penting se-team dengan Hinata!' Pikirnya gembira. sepanjang hari itu dia terus bersiul riang. Dan lagi-lagi karena gadis itu.

.

.

Hinata

.

.

Sejak saat itu, Kiba mulai dekat dengan Hinata. Dan juga Shino, tentunya. Mereka dibimbing oleh Kurenai-sensei, menyelesaikan berbagai misi. Membuat ketiga shinobi itu bertambah dekat. Hinata tidak gugup lagi kalau berbicara dengan dia, atau Shino. Juga Kurenai-sensei. Mereka kerap kali menghabiskan waktu bersama, walaupun sedang tidak ada latihan atau misi. Ah, sepertinya para shinobi anggota team 8 telah menemukan arti dari satu kata.

.

.

Persahabatan

.

.

---

Kembali ke malam dimana Kiba dan Akamaru melihat Hinata di sebuah taman kecil. Pemuda bertato taring merah di kedua pipi itu masih saja memandangi gadis di depannya dari kejauhan. Balik semak-semak, tepatnya. Kembali mengingat saat pertama kali mereka bertemu, dan bagaimana dia, Hinata dan Shino seringkali menghabiskan waktu bersama.

Kiba merasakan perutnya bergejolak aneh. Selalu seperti itu, dari dulu. Ketika dia melihat Hinata. Tapi entah kenapa dia menyukai hal itu. Tidak merasa terganggu. Malah wajar. Seulas senyum kembali terpampang di wajah kecoklatannya. Kakinya hendak melangkah ke dalam taman, menghampiri kunoichi itu.

.

.

Tapi terhenti

.

.

Dia bisa merasakan mukanya memanas. Senyumnya perlahan memudar. Jantungnya berdegup lebih kencang. Matanya terbalalak, tak lepas menatap sesosok shinobi itu.

.

.

Tidak, dua sosok tepatnya.

.

.

Yang satu, berdiri menghadap ke Timur. Terus memandangi sosok di hadapannya dengan muka merah. Sangat merah. Senyum terpampang jelas di wajah gadis itu. Kedua tangannya bertautan dengan tangan sosok pemuda di depannya.

Di hadapan gadis itu, berdiri seorang shinobi. Berambut kuning cemerlang dan memiliki mata biru langit. Tiga garis melintang terpampang di kedua pipinya, menyerupai kumis rubah. Sang Ninja Penuh Kejutan Nomor Satu.

.

.

Naruto

Uzumaki Naruto

.

.

Kiba merasakan mukanya semakin memanas. Dia segera beranjak pergi dari tempat itu, sebelum seorang dari mereka berdua menyadari keberadaannya. Tidak rela menyaksikan pemandangan yang baru saja dilihatnya. Tepat di depan mata. Akamaru mengikutinya. Menggonggong pelan, seakan mengerti apa yang dirasakan tuannya.

'seharusnya aku tahu!' batin Kiba. Dia dan Akamaru sedang menyusuri jalan kecil di Konoha. Berjalan menuju tempat tinggal mereka. Berjalan dengan diam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.

'seharusnya aku tahu kalau aku takkan bisa menggantikan posisinya! Posisi seorang Uzumaki Naruto di hati seorang Hinata Hyuuga! Kau terlalu berharap, bodoh! Lihat sekarang? Hinata telah dimiliki oleh seseorang. Aku hanya bisa berada di posisi 'sahabat terbaik'nya. Tidak lebih! Dan tidak seharusnya aku berharap terlalu tinggi, tidak ada gunanya!'

Berbagai pikiran berkecamuk di benaknya. Perasaan kecewa, sedih, dan marah bercampur jadi satu. Pemuda itu mengacak rambutnya, dan mendengus kesal. Dia menoleh ke samping, berharap menemukan sesuatu yang bisa menghilangkan perasaan itu. Tapi nihil. Hanya ada semak-semak di sepanjang jalan itu. Dan sekali lagi Kiba mendengus kesal. Frustasi? Tidak. Gila? Mana mungkin. Stress? Tidak separah itu.

.

.

Hanya satu.

.

.

Cemburu.

.

.

Hinata memang menyukai Naruto sejak di akademi dulu. Kiba pun sebenarnya sudah tahu. Tapi dia mengelak dari kenyataan itu. Dia terus berambisi untuk bisa mendapatkan Hinata, sang pujaannya. Apalagi sejak pemuda itu se-team dengan Hinata. Otomatis mereka berdua tambah dekat. Hinata sering bercerita kepada Kiba, begitu pula sebaliknya. Mulai dari kehidupan sehari-hari sampai yang dirahasiakan. Dan tentu saja, cerita yang Hinata rahasiakan itu menyangkut Naruto. Gadis itu memang susah untuk membuka ceritanya kepada orang lain, bahkan teman-teman kunoichinya. Hanya kepada Kiba.

Kiba pun selalu mendengarkan setiap cerita yang keluar dari bibir mungil teman se-teamnya itu. Sampai cerita tentang Naruto dia akan selalu mendengarkan. Sakit memang, tapi sebagai sahabat yang baik, bukannya harus membantu? Kiba juga sering bercerita ke Hinata. Hampir semua, kecuali tentang perasaan yang dia simpan terhadap teman curhatnya itu. Dia belum siap.

Tapi semuanya sia-sia. Mulai malam ini, mereka hanya akan menjadi sepasang sahabat. Tidak lebih. Selamanya.

sampai di kamar, Kiba segera melemparkan dirinya ke atas kasur. Mencoba menenangkan perasaan yang sedari tadi berkecamuk di dadanya. Pandangannya menerawang jauh, mengenang kenangan dia bersama gadis itu. Hinata. Dan lagi-lagi dadanya terasa sakit. Seperti ditusuk. Tapi seulas senyum kecil tergambar di wajahnya.

'aku merelakan semuanya untuk kebahagiaanmu, Hinata-hime'

---

Paginya, Kiba memutuskan untuk berjalan-jalan, mengajak Akamaru. Perasaannya sudah mulai tenang, dia memulai untuk menerima kenyataan. Semalaman dia hanya tidur sebentar. Maka dia memutuskan berjalan-jalan pagi mungkin akan meringankan kembali pikirannya.

KLANG!

Pagar rumahnya ditutup. Kiba melenggang ringan di samping Akamaru, yang menyalak dengan riang. Pagi itu sangat cerah. Burung-burung berkicau, memainkan nada-nada indahnya. Para murid Akademi berlarian, tertawa dengan senang. Konoha sudah memulai runtinitas paginya. Terlihat beberapa ninja melesat di atas atap-atap rumah. Mau menjalankan misi, sepertinya.

Tak lama kemudian, Kiba melihat teman se-teamnya, Shino, berjalan santai tak jauh di depannya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket hitamnya. Kepalanya ditundukkan. Kiba nyengir.

'Huh, dia itu. Dimana-mana misterius. Bengong saja. Bisa-bisa ada badai di depannya pun dia tak sadar'

Kiba berjingkat mendekati sosok di depannya itu. Berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Akamaru mengikuti dari belakang. Mengendap-endap. Sepertinya anjing itu tahu apa yang akan dilakukan tuannya.

"BUUAAA!!" Pemuda itu berseru sembari meninju pundak Shino dengan keras. Cengengesan sendiri melihat Shino menghentikan jalan santainya. Terdiam sesaat.

"Apa, Kiba? Seenaknya saja memukul orang" Tukas Shino. Dia menyingkirkan tangan Kiba dari bahunya, dan memijatnya sedikit. Sepertinya pukulan Kiba itu cukup keras. Dia meringis sedikit –tentunya tidak ketahuan oleh orang di belakangnya itu-

"Bhuuuuuuuuu kau 'ga kaget ya? Ah 'ga seru amat sih!" Kiba bersedekap. Cemberut melihat rekan se-teamnya itu tak bereaksi apa-apa atas kelakuannya tadi. "Sebenarnya apa sih yang bisa membuatmu kaget? Bom Hiroshima? Wah itu mah kamu 'ga bakal sempat kaget, udah mati duluan!" Sahutnya lagi. Akamaru menyalak.

"Memangnya aku tidak tahu kalau kamu tadi mengendap-endap di belakang? Ketahuan sekali tahu! Dasar tidak professional kau ini. Kamu harus berlatih teknik 'menghilangkan hawa keberadaan' lebih baik lagi, Kiba!" Ujar Shino. Dia berbalik dan menghadap Kiba.

"Iya senseeeeeeeeeeei" Kiba memutar bola matanya. Tangannya masih bersedekap. "Bisa ga' sih sekali aja kamu tidak berlagak jadi bos?" Lanjutnya. Sebal juga dia melihat teman se-teamnya yang satu ini. Ceramah terus.

'Huh, apa-apaan dia ini? Aku malah diceramahin lagi. Mendingan tadi ga' usah disamperin aja' Batinnya kesal.

Tapi tak lama kemudian mereka mulai berjalan beriringan. Mengobrol ringan. Sesekali Kiba mengerucutkan mulutnya, menanggapi nasehat yang diberikan Shino. Mengena sekali. 'Aaaaah Shino seperti kakek-kakek' pikirnya sebal. Kedua tangan Kiba diletakkan di belakang kepala. Wajahnya menengadah ke langit.

"Hei, Shino! Siang nanti mau makan dimana? Bagaimana kalau kita nanti makan bareng? Aku sih mau makaaa..." Belum selesai Kiba bicara, perkataannya dipotong oleh Shino.

"Kau ini, makan terus pikirannya. Sesekali pikirkan kemampuan jurusmu! Jangan perut saja di isi. Bisa-bisa kelebihan berat badan nanti"

"Shinooooo dari tadi menasehati terus sih? Bersenang-senang dikit 'napa? Kalau begini terus kamu bisa cepat jadi kakek-kakek, tahu!" Seru Kiba sebal. Gemas juga dia melihat temannya yang satu itu tidak tertarik oleh satupun bahan pembicaraannya. Malah mengkritik. Tapi pemuda itu bergegas berlari menjauhi Shino. Entah apa yang sekarang ada di pikirannya. Akamaru mengikuti di belakang. Cengiran lebar tak lepas dari wajah coklatnya. Setelah agak jauh Kiba menoleh ke belakang. Sambil terus berlari dia berteriak,

"SHINOO!! KALAU KAMU JADI KAKEK-KAKEK, 'GA BAKAL ADA YANG NAKSIR LOH! KAN KAMU TUA SEBELUM WAKTUNYA HAHAHAHA!!!"

Orang-orang yang kebetulan berada di sekitar mereka menoleh ke arah Shino. Terkikik geli mendengar teriakan Kiba yang cukup keras itu. Atau bahkan menyadari bahwa perkataan Kiba itu ada benarnya juga? Beberapa dari mereka saling berbisik, menunjuk-nunjuk ke arah shinobi itu. Murid-murid akademi yang sedang berkejaran di daerah situ berhenti sebentar. Nyengir. Beberapa tertawa kecil. Tetapi kemudian berhenti. Mereka mengkeret ketika melihat perubahan wajah Shino.

.

.

Merah padam.

.

.

"HEI AWAS KAU KIBA!! SINI, MAU AKU BERI KUTU TIDAAK??" Shino terpancing rupanya. Dia berlari mengejar Kiba dan Akamaru yang sudah cukup jauh berada di depannya. dengan tangan kanan yang teracung, bersiap mengeluarkan jurus serangga andalannya.

"HUAHAHAHA! AMPUN SHINOOO!!" Kiba tertawa senang. Akamaru menggonggong, bergegas menjejeri tuannya. Mereka berlari lebih cepat. Berusaha untuk tidak terkena amukan serangga dari klan Aburame yang satu itu. Bagaimana tidak? Siapa coba yang mau punya kutu?

Mereka berdua –tepatnya bertiga- berkejaran cukup lama. Dan baru berhenti ketika masing-masing mulai kelelahan dan kehabisan napas. Kiba berhenti tepat di bawah sebuah pohon rindang. Membungkuk kelelahan. Namun cengiran masih terpampang di wajahnya. Memamerkan sederetan gigi dan sepasang taring disana. Shinobi itu terlihat puas setelah mengerjai teman se-teamnya seperti tadi. Puas sekali. Jarang-jarang dia menyaksikan pemandangan 'langka' seperti yang baru saja dilihatnya.

Tak lama kemudian Shino sampai di bawah pohon itu. Napasnya memburu, kebanyakan berlari. Tetapi melihat Kiba berada tepat di depannya, dan sedang dalam kondisi kelelahan, Shinobi itu segera melipat kedua tangannya tepat di depan dada. Bersedekap.

"Jadi... tuan Inuzuka Kiba?" ujarnya. "Sudah siapkah anda menerima satu keluarga kutu dari pemuda klan Aburame di depanmu ini?" Dia memasang death-glare andalannya. Kiba mengkeret. Kondisi tubuhnya saat ini sangat tidak memungkinkan untuk bisa kabur lebih jauh lagi.

"Ampun Shinoooo... please jangan tularkan seranggamu yang satu itu ke sini," Kiba menunjuk rambutnya. "Dan sini." Dia memindahkan telunjuknya, sekarang mengarah pada Akamaru yang menyalak pelan.

"Aku kan hanya bercanda, jangan dianggap serius kenapa sih?" Tukasnya lagi. Dia melipat wajahnya, kesal. "Aaaaah kalau kutu dari tubuhmu itu dipindahkan ke sini, aku 'ga akan tahan! Pasti gatal sekali!" Kiba menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

'ampun deh orang yang satu ini' pikirnya. 'ga ada rasa humor sama sekali bukan? Ckck dasar orang cepat tua'

Shino tersenyum kecil. Dia segera berbalik dan meninggalkan Kiba dan Akamaru yang masih terpaku di tempatnya. Dia tertawa dalam hati. 'Ekspresi Kiba sangat tidak jelas tadi itu' batinnya. 'Kebanyakan berkhayal kali ya? Memang aku memproduksi kutu apa? Dasar,'

Dan di belakangnya, Kiba sedang membayangkan seandainya dia punya kutu, dan merasa gatal tiap hari. Serasa ada yang berkemah di balik rambutnya hiii... apalagi kalau 'keluarga kutu yang bahagia' itu enggan pergi dari rambutnya. Kiba bergidik ngeri. Untung Shino masih punya hati, tidak memberikan 'hewan berkaki enam' berjalan itu pada temannya, yang saking ketakutannya sekarang dia masih terpaku di tempat.

Setelah kesadarannya kembali, Kiba bergegas mengikuti Shino yang sudah berada jauh di depannya. dengan sedikit berlari kecil, akhirnya dia bisa menyamai langkah shinobi di sebelahnya itu. Sambil berharap-harap cemas semoga Shino telah melupakan insiden 'kutu' yang tadi. Akamaru berjalan pelan mengikuti mereka berdua di belakang.

Tetapi sepertinya Shino sudah tidak berminat untuk mengungkit masalah kutu. Dia kembali memasukkan kedua tangan ke saku jaketnya dan membenamkan kepalanya. Kiba terus saja nyerocos tak karuan, mengekspresikan perasaan leganya karena Shino sudah melupakan ledekannya tadi. Cengiran mulai menghiasi wajahnya lagi. Benar-benar pasangan sahabat yang unik.

Mereka terus berjalan sampai tiba di pinggiran sungai, dengan pelabuhan kecil dari kayu yang sedikit menjorok ke arah tengahnya. Shino, Kiba serta Akamaru berhenti. Disana terlihat punggung sepasang shinobi, duduk di pinggiran pelabuhan kecil itu. Kaki mereka tergantung, sesekali berayun menimbulkan cipratan air. Tak jarang mereka tergelak terkena air yang berloncatan itu.

Sang kunoichi, berambut panjang sepunggung warna indigo. Tangannya yang terjulur bertautan dengan tangan pemuda di sampingnya. Shinobi dengan rambut kuning cerah dan berjaket orange.

.

.

Hyuuga Hinata.

Dan Uzumaki Naruto.

.

.

Seketika wajah Kiba mulai memanas.

'Oh, tidak' batinnya. 'jangan ingat lagi!'

Tetapi dia tidak bisa. Berbagai ingatan kembali muncul, berkelebat di dalam benaknya. Menghantui pikirannya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Amarah mulai kembali menguasainya. Pemuda itu menundukkan kepala dan mengepalkan tangannya. Berusaha menahan emosi yang sedari tadi sudah meluap.

Akamaru yang mengetahui situasi seperti ini langsung menggigit celana Kiba dan menariknya. Meminta tuannya untuk segera beranjak dari tempat itu. Shino menepuk lembut bahu Kiba, mencoba memberi kekuatan. Ya, Shino memang satu-satunya shinobi yang tahu perasaan Kiba pada Hinata. Dan dia pasti sangat tahu bagaimana perasaan sahabatnya itu kali ini.

"Ayo pergi," Shino menarik tangan Kiba, mencoba menyeretnya keluar tempat itu. Kiba menunduk pasrah, mengikuti arah tarikan teman se-teamnya. Akamaru berjalan di depan. Akan tetapi mereka bertiga tidak cukup cepat, Naruto sudah keburu melihat.

"Heeeeeei!! Shinoo!! Kibaa!! Akamaruu!!" Seru Naruto. Tangannya melambai ke arah mereka bertiga. Cengiran khas terpampang di wajah coklatnya. Rambut kuning keturunan ayahnya itu tambah terang saja terkena sinar matahari. Mata birunya menatap ke arah 2 Shinobi yang tak jauh darinya.

Kiba dan Shino berdiri mematung sejenak. Kemudian mereka berbalik. Menemukan Naruto yang sedang melambai ke arah mereka dan Hinata yang tersenyum. Terlihat jelas kalau dia sedang bahagia, wajahnya sangat merah.

"Ohayo, Shino-kun... Kiba-kun..." Sapa Hinata. Muka Kiba semakin panas rasanya. Melihat mereka berdua. Dia mengutuk dirinya sendiri,

'aaargh! Kenapa harus ke tempat ini?? Jangan ingat Kiba, jangan...'

Dia membalas sapaan Hinata dengan mengangguk kecil. Kemudian berseru,

"Hei kalian! Sedang berduaan rupanya? Oke, kami tidak mau mengganggu. Ja-ne!" dan Kiba segera menyeret Shino keluar dari tempat itu. Tidak tahan. Berat rasanya mengucapkan kata 'berduaan' kepada mereka. Tapi bagaimana lagi? Tidak ada yang boleh melarang mereka berduaan, bukan? Mereka kan sudah...

'Ah, sudahlah' rutuk Kiba dalam hati. 'Jangan dipikirkan. Tak ada gunanya lagi' Shinobi itu mengacak rambutnya kesal. Wajahnya terlihat gusar. Dia mengalihkan pandangan ke bibir jalan. Pemuda itu belum bisa melupakan Hinata sepenuhnya. Dalam satu hari? Jelas tidak mungkin.

"Kiba, tolong relakan mereka. Hinata bahagia, itu yang kamu mau bukan? Jadi jangan renggut kebahagiaan itu darinya dengan bersikap seperti ini..." Shino berkata. Kali ini menghibur, bukan menasehati. Kiba hanya mengangguk kecil. Sinar kesedihan belum redup dari matanya. Mencoba meresapi kata-kata Shino barusan.

'aku bahagia jika engkau bahagia, Hinata-hime...'

...end of flashback...

--TBC—

AuthorNote:

Hueeeeee *gulinguling* Aneh ga sih? Aaah masih kerasa ada yang kuraang. Rasanya gimanaaa gitu. Tidak puas sigh -_____-' ayolaaaah ada yang mengganjal i ngeliatnya teh ga bagus ada apakah? _

Apakah aneh?

Apakah terlalu maksa?

Apakah OOC?

Apakah perlu dilanjutkan?

R&R pleaaaaaase.. sangat butuh saran dan kritik dari semuanya karena saya ini tidak jago bikin cerita :p oh iyaa arigatou buat yang udah mau baca fic ini, apalagi yang udah ngereview hehe makasiih banget. Apakah mau dikasih parcel sekalian? hehehe