You are My Everything
Pair: HaeHyuk
Saya tidak tahu apa genre disini.. mungkin hurt/comfort?
3SHOOT (rencananya).
Sho-ai, AU.
Cerita ini diambil dengan suasana yang sangat-sekolahan-pake-banget. Jadi.. school life gitu. Dan kalau responnya bagus.. akan saya lanjutkan. Kalau tidak.. ya kita lihat saja nanti :')
WARNING! Ini FF remake dari FF di akun sebelah, Satou Ayumu 1004. Disana pairingnya tentu saja beda dengan pairing sekarang. Tapi ceritanya sebagian besar sama, bahkan sangat mirip dengan lapak sebelah, cenderung hanya ganti pairing. Semoga anda semua berkenan untuk membacanya :")
ENJOY!
"Kecelakaan!? Ba, bagaimana.." Donghae terbata-bata pada saat dia mendengar jawaban lawan bicaranya di telepon, "Ah, baiklah. Terima kasih atas kabarnya. Iya, saya akan kesana. Salam untuknya, ya. Iya. Selamat siang,"
"Kenapa, Donghae?" tanya seorang laki-laki berparas cantik, namun memiliki mulut yang cukup pedas, Kim Heechul, setelah Donghae memasukkan ponselnya dan bersiap-siap pulang.
"Hyukkie, dia kecelakaan. Aku harus kesana," Donghae memakai tas ranselnya dan mengambil handuk yang dia gunakan untuk menyeka keringatnya tadi.
"Hah? Di rumah sakit? Atau di rumah? Parah kah? Pantas saja dia tidak datang latihan hari ini!" kali ini seorang laki-laki yang mempunyai tubuh sempurna bak patung Yunani, Choi Siwon yang menyerang Donghae dengan bertubi-tubi.
"Entahlah. Makanya aku mau melihat keadaannya dulu sekarang. Duluan ya semua," Donghae pun melesat keluar sekolah, dan menuju rumah sakit dimana Hyukjae dirawat.
"Permisi," kata Donghae sambil membuka pintu bangsal yang dia ketahui bahwa Hyukjae ada disana.
"Ah, Donghae? Masuk saja!" kata Hyukjae dengan suara yang ceria.
Donghae pun serta merta masuk ke dalam bangsal Hyukjae dan mengambil tempat di dekat sahabatnya itu.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Donghae simpatik.
"Emm. Aku sudah cukup baikan kok. Tapi masih belum boleh jalan kata dokter. Ada yang belum beres, gitu katanya," Hyukjae menghela napas, "Padahal aku ingin main bersama teman-teman yang lain.. aku ingin latihan dance lagi,"
Donghae tersenyum dan menepuk bahu Hyukjae pelan,
"Asal kau selalu berusaha dan percaya, pasti bisa sembuh. Aku akan selalu menantimu. Kita sahabat, kan?" kata Donghae hangat.
Hyukjae pun tersenyum manis, menunjukkan gummy smilenya. Dia menjawabnya dengan anggukan. Dan mereka pun mengobrol segala hal yang bisa diobrolkan, hingga tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Yang artinya, waktu untuk makan malam.
"Ah Hyukkie. Kau belum makan malam, kan? Makan malam saja dulu, aku menunggumu,"
Hyukjae menggeleng.
"Aku masih belum lapar. Hae saja yang makan," Hyukjae berkata sambil tersenyum.
"Tapi.."
"Sudahlah. Aku makan kok. Nanti malam, mungkin. Baru minum obat." Hyukjae memotong perkataan Donghae.
Donghae yang merasa Hyukjae bakal keras kepala hanya menghela napas saja dan tersenyum. Dia tahu bahwa Hyukjae tak akan mungkin melanggar janjinya.
Setidaknya selama mereka berteman, Hyukjae tidak pernah melanggar janji yang telah mereka buat.
"Baiklah,"
Pukul delapan malam. Karena merasa tak enak sudah mengganggu waktu istirahat Hyukjae, Donghae berpamitan. Dan dia pun pulang menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan pulang, Donghae memikirkan kata-katanya tadi.
'kita sahabat, kan?' kata-kata itulah yang terngiang di kepala Donghae.
Sahabat, eh? Dia telah berbohong pada dirinya sendiri. Dia tidak menganggap Hyukjae adalah sahabat. Lebih dari itu. Dia menyayangi Hyukjae. Tapi dia sadar, Hyukjae tidak mungkin menyukainya. Menyukainya dala arti lebih. Dalam arti cinta. Dalam arti perasaan saling memiliki secara utuh. Dalam arti menjadi pasangan hidupnya.
Dia tidak ingin berharap terlalu tinggi. Jadi dia memilih untuk diam saja. Dia memilih untuk menjadi sahabat Hyukjae. Itu sudah lebih dari cukup baginya. Cukup dengan Hyukjae yang sudi memperhatikannya, yang sudi berbicara dengannya, yang sudi ada disampingnya. Yang jelas, dia tidak ingin Hyukjae jauh darinya.
Cinta terlarang yang bertepuk sebelah tangan. Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya?
"Aku.. memang menyedihkan," gumam Donghae sambil berjalan lebih cepat.
Satu minggu lamanya, Donghae masih menjenguk Hyukjae. Hyukjae pun terlihat senang dengan datangnya Donghae. Mereka selalu membicarakan tentang keadaan di sekolah. Dan Donghae pun menjelaskan tentang pelajaran yang sedang diajarkan di sekolah. Walau Hyukjae selalu mengelak saat pelajaran sejarah Korea, Donghae tetap dengan sabar mengajarinya.
"Ahh! Aku lelaahh!" Hyukjae tiba-tiba mengeluh.
Donghae tersenyum, memberi semangat.
"Memang sejarah itu sulit, tapi pelajarilah. Karena itu juga termasuk mata peajaran wajib.."
"Bukan itu!" potong Hyukjae.
"Eh?"
"Aku.. lelah terus sendiri disini.. aku ingin bersama yang lain. Aku.. aku.. aku ingin seperti dulu.." Hyukjae menunduk sambil mengepalkan tangannya.
Donghae tercengang dengan perilaku Hyukjae. Tiba-tiba perasaan bersalah mendatangi Donghae. Dia merasa tidak bisa membantu apa-apa. Dengan menjenguknya setiap hari, ternyata belum meringankan rasa kesepian Hyukjae.
"Percayalah,"
"Eh?"
"Percayalah. Kau pasti sembuh. Asal kau minum obat dan berdoa. Semuanya menunggumu. Karena kau teman kami yang berharga. Semangat, Hyukjae," kata Donghae menyemangati.
Hyukjae mengangguk, namun tetap menunduk.
Dia tersenyum getir.
"Pembohong," pikir Hyukjae.
Keesokan harinya, Donghae mengunjungi Hyukjae lagi dengan membawa susu strawberry dan strawberry shortcake kesukaan Hyukjae. Dia membayangkan Hyukjae yang sedang memakan strawberry shortcake darinya. Bagi Donghae, melihat Hyukjae memakan strawberry shortcake, sama seperti melihat hamster yang makan biji bunga matahari sampai mulutnya penuh. Ya, sangat imut.
Saat dia sudah ada didepan bangsal Hyukjae, dia berniat untuk membukanya,
"Permi—"
"AKU TIDAK MAU!" teriak Hyukjae yang disertai suara piring serta gelas yang jatuh.
Donghae terhentak dengan suara itu.
"Tapi kalau anda tidak makan dan minum obat.. anda.." terdengarlah suara perempuan di dalam.
"UNTUK APA SEMUA INI!? AKU TIDAK BUTUH SEMUANYA! SUDAH PASTI AKU AKAN MATI! JADI, KELUAR DARI KAMARKU! SEKARANG!" teriak Hyukjae semakin keras.
"Tapi.."
"APA KATAKU? KELUAR!" Hyukjae masih berteriak.
Mengikuti naluri, Donghae masuk ke kamar Hyukjae tanpa permisi. Hyukjae yang melihat Donghae pun tercengang. Dia tak sadar ada Donghae di depan kamarnya sejak tadi.
"Dong.. hae.."
Donghae memandang perawat yang sejak tadi berdiri di sebelah Hyukjae, tersenyum, dan berkata,
"Biar saya yang akan membereskannya. Tak apa,"
"Tapi.."
"Tak apa. Terima kasih sudah merawat teman saya," Donghae membungkuk kecil dan tetap tersenyum pada perawat yang masih terlihat menegang karena dibentak Hyukjae tadi.
Perawat itu pun akhirnya mengangguk ragu-ragu, dan membungkuk kecil, kemudian keluar dari kamar Hyukjae dengan cepat. Donghae menutup pintu dan mulai membereskan segala kekacauan yang diperbuat Hyukjae.
Dengan perlahan Donghae mengambil gelas yang jatuh dan menaruhnya diatas piring. Dia juga mulai mengambil handuk dari dalam tasnya, dan membersihkan kuah sup yang tumpah di lantai. Donghae melakukan semuanya dalam diam.
Sekuat mungkin dia mencoba meredam rasa sakit dihatinya, rasa panas di matanya. Donghae serasa mendengar suara retakan yang berasal dari dadanya. Donghae merasa hancur. Dengan kata-kata Hyukjae tadi.
"Hae.. a, aku.." Hyukjae mulai membuka mulutnya, dan bersuara perlahan.
"Apa maksudmu?"
"A—ah?"
"Apa maksudmu dengan mati? Apa kata-katamu dulu hanya bohong belaka?" tanya Donghae dingin.
"Bu, bukan. Aku.. benar-benar ingin bersama.."
"PEMBOHONG!" Donghae menahan tangisannya, "Apa kau tidak pernah bisa percaya bahwa kau akan sembuh? Apa kau tidak tahu bahwa masih ada yang menyayangimu? Yang menantimu? Kenapa kau semudah itu memutuskan akan mati? Aku yakin kau akan semb—"
"TIDAK MUNGKIN!" potong Hyukjae tiba-tiba sebelum Donghae menyelesaikan kalimatnya.
Donghae tercengang. Saat melihat wajah Hyukjae yang sudah berlinangan air mata.
Hyukjae sekuat tenaga mengatur napasnya. Napasnya memburu, antara tangisan dan kemarahan. Dia menggigit bibir bawahnya. Dia biarkan air matanya meluncur bebas dari mata indahnya. Dengan bibir gemetar, Hyukjae bersuara,
"Aku tidak akan sembuh.. aku sudah lumpuh, Donghae. Tak akan bisa berjalan lagi. Aku tahu itu! Aku mendengar dokter berbicara dengan Leeteuk Hyung.. Aku sudah tak ada harganya. Aku hanya menyusahkan. Aku sudah capek, Hae. Kau tahu tidak? Aku ingin segera mengakhiri semua ini. Aku ingin mati saja, agar tak ada yang kesusahan karenaku," air mata Hyukjae tetap mengalir, membuat Donghae semakin sakit hati karenanya.
Tak tahu atas dorongan siapa, Donghae mengulurkan tangannya, dan memeluk Hyukjae erat. Hyukjae yang kaget spontan mencoba untuk mendorong Donghae.
"Donghae.. ap—apa.."
"Teruslah hidup.."
"Apa?"
"Teruslah hidup untukku. Aku menantimu. Jangan putuskan semangat hidupmu. Kau masih dibutuhkan. Kau sangat berharga.."
'Bagiku..' lanjut Donghae dalam hatinya.
Hyukjae terdiam. Dia pun hanya mengangguk dalam pelukan Donghae. Dia masih menangis. Tapi kali ini ada satu lagi luka dalam hati Hyukjae.
Dia telah berbohong lagi pada Donghae.
Dua hari terlewati sudah. Namun Donghae tidak merasakan adanya perubahan pada diri Hyukjae. Hyukjae cenderung lebih pendiam. Mau tak mau, ini juga menjadi pukulan telak bagi Donghae.
Sebetulnya, kaki Hyukjae masih dapat disembuhkan. Melalui proses terapi. Namun proses terapi akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan tentu saja rasa sakit yang luar biasa sebagai bayarannya.
Berulang kali Donghae menyarankan untuk terapi, namun Hyukjae tetap menolaknya dengan alasan, itu akan sakit sekali. Donghae pun kesusahan untuk membujuknya.
Hari ini, seperti biasa Donghae menjenguk Hyukjae. Saat dalam perjalanan ke kamar Hyukjae, Donghae merasakan perasaan tak enak. Wali Hyukjae, Leeteuk Hyung berpesan untuk menjaga Hyukjae karena perilaku Hyukjae sangat aneh akhir-akhir ini. Setelah sedikit berpikir, Donghae sedikit tersadar dan akhirnya berlari sambil berharap tak akan ada apa-apa yang terjadi.
Saat sampai didepan kamar Hyukjae, Donghae langsung membuka kamar Hyukjae. Dan tak ada seorang pun di dalam kamar. Donghae menjadi lebih khawatir. Dia mendengar suara air dari dalam kamar mandi.
"Jangan-jangan.. ah, tidak. Hyukkie tidak segila itu untuk melakukan hal bodoh tersebut," pikir Donghae.
Donghae pun meraih pintu kamar mandi tapi.. terkunci! Donghae memucat. Dia menggedor pintu kamar mandi.
"Hyuk! Apa yang kau lakukan!? Jawab aku!"
Tak ada sahutan dari dalam. Donghae semakin parno. Dia akhirnya mencoba menarik-narik gagang pintu kamar mandi dan terus menggedornya.
"LEE HYUKJAE! JAWAB AKU!" teriak Donghae.
"Pergilah.."
Suara Hyukjae terdengar sangat pelan dan lemah. Seperti..
"Hyukjae! Jangan lakukan hal yang bodoh! Cepat buka!" Donghae mencoba untuk membukanya, namun nihil.
"Biarkan aku.. sekarang.." suara Hyukjae terdengar makin lemah.
Donghae menjadi sangat khawatir, mengingat Hyukjae adalah orang yang nekat. Bisa saja dia.. bunuh diri.
Akhirnya. Donghae yang sudah tak bisa berpikir jernih memutuskan untuk mendobrak pintu kamar mandi itu, dan terbuka. Namun tercenganglah Donghae ketika melihat pemandangan mengerikan ketika pintu terbuka.
Tubuh Hyukjae yang basah dan lengannya yang penuh darah.
"HYUKKIE!" Donghae mencoba untuk meraih tubuh Hyukjae, namun Hyukjae melemparkan sabun mengenai kaki Donghae, sehingga Donghae menjauh.
"Belum.. cukup. Aku belum mati.. harus lebih," gumam Hyukjae sambil mengambil pisau yang berlumuran darah di sampingnya.
Dan Donghae melihat dengan matanya. Hyukjae mengiris tangannya sehingga darahnya keluar semakin banyak. Namun tidak pada nadinya. Tepat di bawah nadi. Donghae membeku melihat itu semua.
"Kenapa.. aku tidak segera mati? Apa menghabiskan darah bukanlah cara terbaik? Apa aku harus mencoba mengiris tepat disini?" gumam Hyukjae sambil mengarahkan mata pisau ke arah nadinya.
Donghae yang melihatnya langsung menahan pisau itu mengiris nadi Hyukjae.
Telapak tangan Donghae menjadi korban insiden pencegahan itu. Luka goresan dalam diterima oleh Donghae. Darahnya dan darah Hyukjae bercampur menjadi satu. Jatuh ke lantai kamar mandi. Tentu, telapak tangannya sakit dan perih. Sangat. Namun tidak sesakit dan seperih hatinya melihat Hyukjae menjadi seperti ini.
Hyukjae langsung menarik pisaunya setelah dia melihat tangan Donghae teriris. Hyukjae memandang Donghae dengan wajah yang sudah berlinangan air mata. Dia benci Donghae selalu berkorban untuknya. Dia tak mau melihat Donghae kesusahan lagi.
"Kenapa kau menyelamatkanku? Aku hanya ingin mati! Bodoh! Aku membencimu! Pergi kau!" Hyukjae membentak Donghae dan hampir menamparnya.
Namun Donghae langsung menahan tangan Hyukjae dan memandangnya.
Luka.
Darah.
Ada di tangan dan kulit Hyukjae yang putih bersih.
Air mata Donghae menetes, menimbulkan sedikit rasa perih dan membuat Hyukjae meringis kesakitan.
"Hentikan.. kumohon hentikan, Hyukkie.. jangan siksa aku seperti ini. Kumohon hiduplah demi aku. Kumohon.." Donghae berlutut sambil tetap memegang tangan Hyukjae, berusaha menyalurkan perasaan tulus dan memohonnya pada Hyukjae.
Mata Hyukjae menjadi sendu. Air mata tak berhenti mengalir. Akhirnya dia membuka mulutnya,
"Kenapa?" Tanya Hyukjae.
Donghae masih terdiam, tak menjawab pertanyaan Hyukjae.
"Kenapa aku harus hidup demi dirimu? Aku tak ada harganya lagi. Aku benci hidupku,"
Donghae memandang Hyukjae yang masih meneteskan air mata. Donghae mendekat, dan menempelkan bibirnya di bibir Hyukjae. Hyukjae kaget. Dia mencoba untuk mendorong Donghae dengan tangan satunya. Namun dia tak bisa. Badannya lemas. Panas. Dan dia memandang tangannya yang berlumur darah. Darahnya sudah berhenti, namun darah Donghae masih terus menetes.
Hyukjae sudah tak bisa apa-apa. Dia menutup matanya. Pasrah atas segala yang akan terjadi. Donghae. Sahabatnya sendiri mencium dirinya. Ini gila. Tapi Hyukjae mengaku, nyaman atas perlakuan Donghae. Namun ini salah. Dia sadar. Oleh karena itu, dia ingin menghentikan semua ini.
Dia merasakan lidah Donghae menjilat bibir bawahnya. Tanpa sadar, dia membuka bibirnya. Memberikan ruang untuk Donghae.
"Dong.. hae.." gumam Hyukjae tidak jelas.
Tiga puluh detik kemudian, Donghae melepaskannya. Donghae pun melihat darah Hyukjae berhenti, dan dia tersenyum.
"Kau gila," desis Hyukjae.
Donghae tak peduli. Dia mengangkat tubuh Hyukjae ke sofa sebelah ranjang, mengambil handuk bersih dari tasnya, lalu menekannya perlahan di luka Hyukjae. Tak lupa dia mengambil baju ganti yang bersih dari lemari, dan segera menyuruh Hyukjae ganti baju. Hyukjae ingin mengatakan tidak, namun saat Donghae mendekat dengan senyum tampannya, Hyukjae memalingkan mukanya dan akhirnya berganti baju, sementara Donghae ke kamar mandi untuk membersihkan lukanya sendiri.
Dan saat Donghae mengobati lukanya, dia hanya terdiam dan tak memandang Donghae. Perasaannya tak menentu. Namun dia menafsirkan bahwa itu rasa benci dan jijiknya terhadap Donghae.
"Yosh. Selesai," kata Donghae saat selesai mengobati luka Hyukjae.
"Apa maksudmu tadi?" tanya Hyukjae langsung.
"Anoo.. tak apa," kata Donghae santai.
"Kau mau mempermainkanku?"
"Tidak,"
"Lalu maksudmu apa!?" Hyukjae menjadi geram dengan Donghae.
Donghae terdiam dan menatap Hyukjae dalam. Lalu dengan tegas dia berkata,
"Aku menyukai—ah tidak. Aku mencintaimu, Lee Hyukjae,"
Mata Hyukjae membulat.
"Eh?"
TBC
A/N
Yahoo! Salam kenal. Aku Jewel. Ini bukan pertama kalinya aku menulis FF super junior, namun ini pertama kalinya aku nulis pair HaeHyuk, walaupun aku sudah jadi HaeHyuk/EunHae shipper sejak 9 tahun yang lalu. Aku tak punya keberanian, istilahnya.
Apakah kalian menikmatinya? Tinggalkan Voment untuk FF ini ya^^ percayalah, komen membangun dari kalian membuatku semangat up lagi.
Namun memang untuk sementara aku hanya bisa up ff remake dari FF-FFku yang sudah ada, dengan sedikit perubahan *bow* semua itu karena keadaan yang memaksaku huhu.
Yak, semoga kalian bisa terhibur dengan FF ini!
Note: aku akan up setiap hari jumat (jika ada yang berkenan cerita ini lanjut)
Salam,
JewELFishy
