Hope you like this fiction :)
Namanya Sehun. Pemuda biasa yang bekerja paruh waktu pada sebuah toko ice cream. Ditinggalkan di sebuah panti asuhan sejak masih bayi. Keluar dari panti asuhan saat berumur 18 tahun dan bekerja di beberapa tempat, mengumpulkan uang untuk biaya kuliah, memenuhi kebutuhan hidupnya dan sesekali mengirimkan uang ke panti asuhan tempatnya di rawat dulu. Baru masuk universitas satu tahun yang lalu di umur 24 tahun. Sehun mulai merasa hidupnya sangat membosankan, bangun tidur, pergi kuliah, bekerja, mengerjakan tugas dan belajar, tidur, bangun tidur dan begitu terus. Dia butuh sesuatu yang baru. Maka dari itu dia bercerita pada Baekhyun, teman kuliah sekaligus teman kerjanya.
Sehun itu manusia paling polos yang pernah dikenal Baekhyun. Pertama kali bertemu saat Sehun berusia 19 tahun dan Baekhyun 21 tahun. Sehun hanya fokus bekerja karena ingin punya cukup uang untuk kuliah. Baekhyun yang memang bukan dari keluarga yang mampu tidak ada niatan sama sekali untuk kuliah saat itu. Untuk makan pun sulit, apa lagi untuk kuliah. Tapi Sehun merubah cara pikirnya, Sehun bahkan rela membagi tabungan uang kuliahnya kalau Baekhyun mau kuliah juga.
"Sehun lihatlah. Aku rasa ini cukup untuk mengusir kebosanannmu." Baekhyun menyerahkan selembar kertas pada Sehun. Brosur.
Sehun menerima kertas yang diberikan Baekhyun dan membacanya dengan seksama. Keningnya berkerut, bingung. "Hyung, kau bercanda ya? Ini brosur buatanmu sendiri untuk mengerjaiku kan?" Baekhyun memang sangat suka bercanda dan menggoda Sehun dengan kejahilannya.
"Aku mendapatkannya saat kau meninggalkanku tadi di kampus. Ada beberapa orang yang membagikan brosur ini tadi. Memang kenapa? Ada yang salah?"
Sehun melihat wajah Baekhyun untuk mendeteksi kebohongan di wajahnya, Baekhyun jujur, pikirnya. "Tentu saja ini salah. Dia pembalap motor yang sekaligus pengusaha sukses. Setahuku terakhir kali dia berpacaran dengan model cantik yang aku bahkan tidak ingat semua namanya karena dia sering sekali berganti kekasih dan sekarang dia mencari calon…" Sehun menunjuk kata yang dicetak tebal pada brosur tersebut. "suami? Yang benar saja. Oh kau pasti sedang mengerjaiku hyung."
Baekhyun hanya menggedikkan bahunya, "Kenapa kau tidak tanyakan saja langsung padanya?"
Tampan. Kaya. Sukses di hobi maupun pekerjaan. Umurnya sudah matang untuk menikah. Terlalu baik untuk dunia yang kejam sehingga lebih sering dimanfaatkan oleh orang lain. Kim Jongin.
Itulah yang selalu mengganggu pikiran ayah Jongin. Anaknya sudah cukup umur untuk menikah, tapi terakhir kali yang dia tahu wanita yang menjadi kekasih anaknya itu kabur setelah Jongin membelikannya mobil yang harganya pun tidak main-main. Dia sangat mengenal Kim Jongin, anaknya hanya terlalu baik sehingga selalu berakhir dengan patah hati.
"Kenapa harus laki-laki? Ayah kan tahu aku straight." Tidak ada nada protes sedikit pun disana, murni hanya bertanya pada ayahnya. Jongin memang benar-benar anak yang baik.
"Karena semua wanita yang kau kenal hanya menghabiskan uangmu saja dan menghilang saat kau memberikan apa yang mereka inginkan." Jongin diam. Ayahnya selalu benar.
Dan disinilah Sehun sekarang, di dalam sebuah lobby hotel mewah untuk melakukan wawancaranya menjadi suami Jongin. Ruangan ini cukup ramai, tidak sampai penuh sesak tapi cukup ramai. Di sekeliling Sehun banyak lelaki muda lain yang memakai kemeja putih, karena memang itu baju yang ditentukan untuk wawancara kali ini, Sehun berani bertaruh untuk satu bulan biaya kuliahnya bahwa harga kemeja putih mereka akan lebih mahal dari pada gajinya satu bulan di toko ice cream.
Dalam hati Sehun bersyukur Baekhyun memintanya mengganti model rambut dan warna rambut kemarin. Dengan kemejanya yang biasa saja, bisa disebut kekecilan malah kalau tidak ditutupi sweater putihnya, dia akan terlihat lebih biasa saja karena rambutnya yang berwarna hitam, maka dari itu Baekhyun mewarnai rambutnya dengan warna merah muda. Baekhyun menyebutnya dengan merah muda permen kapas. Baekhyun menggunting rambutnya dengan sangat hati-hati dan mewarnai rambutnya serata yang dia bisa. Sehun dan Baekhyun tidak punya cukup uang untuk ke salon. Beruntungnya Sehun, pekerjaan Baekhyun sangat bagus kali ini.
Sudah hampir dua jam dia menunggu tapi belum juga dipanggil untuk wawancara, dia sempat berpikir mungkin Jongin sudah menolak ketika dia membaca CVnya. Saat melihat sekelilingnya sudah mulai sepi, prasangka negatif semakin gencar memasuki pikirannya. "Tuan Sehun." Dia mendengar namanya di panggil. Segera Sehun berdiri dan menghampiri orang yang memanggil namanya tadi. "Ikuti saya Tuan." Entah kenapa Sehun jadi gugup. Beberapa kali dia menjilat bibirnya yang tadi Baekhyun beri lip balm.
Sehun memasuki bagian hotel yang lain, sepertinya hanya tempat meeting kecil karena hanya ada satu meja dan dua kursi yang berhadapan. Atau mereka telah merubah tempat itu sesuai dengan yang mereka inginkan. Sehun tidak begitu peduli karena perutnya terasa sakit sekarang, ini lah yang selalu terjadi saat dia gugup.
"Silahkan duduk Tuan Sehun. Tuan Kim sedang menerima telepon. Mohon ditunggu sebentar." Sehun mengucapkan terima kasih yang serupa bisikkan lalu duduk di tempat yang ditunjuk orang tadi.
Didiamkan sendiri di ruangan begini malah membuat Sehun semakin gugup, dia berusaha mengalihkan pikirannya pada barang-barang yang ada di ruangan ini, yang sialnya tidak begitu banyak. Hanya satu lukisan, satu meja, dua kursi, dan satu karpet dengan motif bunga di bawah kakinya.
Pintu di seberang kursi yang diduduki Sehun terbuka saat dia sedang mengamati karpet di bawah kakinya. Menampilkan sosok yang biasanya hanya dia lihat di televisi. Kim Jongin.
"Maaf membuatmu menunggu em," Jongin duduk di kursinya sambil melihat sebuah kertas yang Sehun kenali sebagai CVnya. "Sehun. Namaku Kim Jongin." Jongin menyodorkan tangannya pada Sehun untuk dijabat dan butuh beberapa detik untuk Sehun menyadarinya sampai dia dengan ragu menjabat tangan Jongin dan menyebutkan bahwa namanya adalah Sehun, lagi-lagi dengan suara yang serupa bisikan.
"Tidak perlu tegang begitu. Jadi kau mau kita langsung mulai saja wawancaranya atau mungkin kau mau ku ambilkan air dulu untuk menghilangkan kegugupanmu?" Nada bicara Jongin benar-benar lembut. Ramah, membuat kegugupan Sehun sedikit demi sedikit menghilang.
Jadi Sehun memberanikan dirinya, mulai berani menatap langsung ke mata Jongin yang sedari tadi dihindarinya. "Aku rasa kita bisa mulai saja langsung." Tapi Sehun tetap menjilat bibirnya sebagai tanda bahwa gugupnya belum hilang sepenuhnya.
"Baiklah. Jadi namamu Sehun." Jongin terdiam sebentar, "Tidak punya marga?" Jongin bertanya.
"Aku tidak mempunyai orang tua. Untuk data sekolah biasanya aku memakai marga suster di panti asuhanku. Aku biasanya menggunakan marga Oh."
"Aku mengerti. Jadi, boleh ku tambahkan marga Oh ke dalam CVmu?"
"Tentu." Sehun agak ragu sebenarnya.
"Jadi Oh Sehun ceritakan tentang dirimu." Jongin memulai wawancaranya.
Sehun meghirup udara dan menghembuskannya perlahan untuk menghilangkan sedikit kegugupannya, "Namaku Sehun. Seperti yang ku katakan sebelumnya, aku tidak mempunyai orang tua. Aku menghabiskan masa kecilku di sebuah panti asuhan di pinggir kota. Memutuskan untuk keluar dari panti asuhan tersebut saat umurku 18 tahun dan bekerja." Sehun menyelesaikan penjelasannya.
"Kegiatanmu selain bekerja?"
"Sebenarnya kegiatan utamaku adalah kuliah, di jurusan teknik. Aku baru bekerja di sebuah toko ice cream saat pulang kuliah atau hari libur."
"Kau mengambil mastermu? Maksudku umurmu sudah lebih dari cukup untuk melewati mastermu kan?" Jongin mulai tertarik.
Sehun tersenyum kecil, dia sudah benar-benar tenang sekarang, "Keluar dari panti asuhan aku tidak bisa langsung kuliah seperti orang pada umumnya. Aku harus mengumpulkan uang dulu, jadi aku baru bisa masuk ke universitas setahun yang lalu." Jongin yang mendengarnya tanpa sadar menunjukkan muka prihatinnya, tapi dia buru-buru merubah ekspresinya saat melihat ketidaknyamanan dari Sehun.
"Aku mengerti. Jadi Sehun, apa yang membuatku harus memilihmu menjadi suamiku?" Jujur saja ini pertanyaan yang paling menentukkan bagi Jongin.
Sehun terlihat berpikir sebelum berkata, "Aku bisa memasak, termasuk orang yang rapih, semua kegiatanku terjadwal dan yaah walaupun tidak banyak aku bisa mencari uang sendiri." Jongin terlihat mencatat sesuatu di kertasnya.
Dia mendongakan kepalanya dan menatap Sehun. "Hanya itu?" Jongin mengangkat alisnya, "Tidak berusaha meyakinkanku untuk menerimamu?"
Sehun menggeleng, "Aku percaya kau mempunyai kriteriamu sendiri. Maksudku tidak perlu diyakinkan pun kalau aku memang sesuai dengan kriteriamu kau pasti akan menerimaku."
Jongin mengangguk setuju, menarik, pikirnya. "Ada yang ingin kau tanyakan padaku mungkin? Kurasa tidak adil karena dari tadi hanya aku yang bertanya padamu."
Sehun terdiam lagi, menimbang-nimbang apakah ini akan berakibat buruk jika dia tanyakan atau apa Jongin akan langsung mengusirnya setelah dia menanyakan ini, "Tidak perlu sungkan. Aku terbuka pada setiap pertanyaan." Jongin berkata setelah melihat keraguan Sehun.
Sehun menjilat bibirnya lagi sebelum bertanya, "Bukankah kau sebelumnya straight, kenapa sekarang mencari calon suami?" Jongin tidak langsung menjawab membuat Sehun bingung, "Tidak perlu dijawab. Duh aku seharusnya tidak bertanya seperti itu."
Diluar dugaan Jongin malah tersenyum, dia terkejut sebenarnya karena Sehun langsung bertanya pada intinya, sementara orang-orang lain hanya bertanya sesuatu yang umum. "Ayahku. Dia bilang wanita hanya akan menghabiskan uangku saja. Jadi dia memintaku untuk mencari calon suami dibanding calon istri."
"Aku mengerti." Sehun bergumam pelan.
"Well, kalau hanya itu yang ingin kau tanyakan, kurasa wawancara hari ini cukup. Untuk menjaga privacymu hanya aku yang mengetahui tentang CV dan data lain yang kau masukkan untuk mengikuti wawancara ini. Kau mendapatkan kertas saat menyerahkan CV mu tadi kan? Boleh aku tahu apa tulisan di kertasmu?"
Sehun mengangguk dan membuka kertas yang sedari tadi digenggamnya erat, takut hilang. "Cotton Candy." Sehun berkata.
"Baiklah, untuk tahap selanjutnya kau akan memakai ID itu." Jongin tersenyum lagi, "Terima kasih untuk wawancara hari ini." Jongin menjabat tangan Sehun kembali dan melihat kepergian Sehun dengan rambut pinknya. "Cotton candy" Jongin menggumamkan kata itu berkali-kali.
How?
