Lucy Heartfilia terbangun secara otomatis, sinar mentari yang samar-samar menembus tirai jendela apartemennya.

"Oh, God, aku terbangun di meja kerjaku lagi," ia mendengus sendiri. Ah, Lucy ingat. Ia berusaha menyelesaikan dokumen-dokumen yang harus dieditnya semalam suntuk. Lalu tertidur tanpa sengaja. Atau mungkin juga dengan sengaja.

Lucy meregangkan sendi-sendi tubuhnya yang kaku setelah semalaman tidur dengan posisi duduk. Lama-lama, tubuhnya bisa semakin ringkih saja, kalau kebiasaannya tertidur di meja kerjanya itu tak kunjung hilang.

Ah, pagi sudah tiba kan? Pagi yang selalu ia tunggu tanpa alasan jelas. Hanya sekedar untuk menge-stalk seseorang di apartemen seberang yang kelasnya lebih mewah daripada apartemennya.

Lucy berpikir apa? Mereka bahkan tak saling kenal. Lucy tertawa hambar sendiri.

Unrequited love yang ia mulai sendiri, akan ia akhiri sendiri kan?


Me and My Neighbour

Disclaimer : Hiro Mashima

Genre : Romance, Drama

Warning : typo(s), OOC, AU, abal, gaje, ide pasaran, bahasa kurang baku


"Aduh, alarm sialan!" Sting Euclife meletakkan alarmnya dengan teramat keras ke meja yang berada di sebelah kasurnya. Alarm yang disebut-sebut sialan oleh Sting itu tidak berbunyi pagi ini. Membuat Sting terlambat bangun selama hampir 30 menit. Itu gawat kan? Hei, ini bukan hari libur, dimana bangun siang dilegalkan!

Sting segera beranjak ke kamar mandinya, membersihkan dan menyegarkan tubuhnya terlebih dahulu. Seusai itu, ia segera berlari ke dapur, merebus air untuk membuat secangkir kopi, menggunakan teko hitam yang terlihat masih mulus.

"Idih! Ini air kok matengnya lama amat ya!" Sting ngedumel sendiri. Padahal, baru juga 1 menit. Ah, iya, dia kan sedang terancam terlambat, 1 detik bahkan amat berharga. Sambil menunggu, Sting menuang bubuk kopi ke dalam cangkirnya. Masih memegang cangkir itu, ia mengedarkan pandangannya, dan melihat kucing kesayangannya tengah tertidur pulas di bawah meja kaca. Ia menghampiri kucingnya, masih dengan cangkir kopi dalam genggamannya.

Ia meletakkan cangkir kopi itu di atas meja kaca itu, lalu menggendong kucingnya dengan sayang. "Lector," Sting membelai bulu kucing itu dengan amat lembut. Lalu, suara samar-samar terdengar dari dapur. Ah! Air sialan itu sudah matang. Ia kembali menurunkan Lector yang baru saja terbangun ke tempat asalnya.

"Aduh! Bodoh amat ya, kok cangkir tadi dibawa ke situ?!" Sting jadi kesal sendiri. Akhirnya, ia membawa teko berisi air panas itu dengan hati-hati dan meletakannya ke meja kaca itu. Tanpa sadar itu terlalu pinggir.

Niatnya sih menunggu air agak hangat, ia menggunakan kemejanya terlebih dahulu dengan amat cepat, lalu melihat ke arah jam dinding. "Sial! Aku sudah telat!"

Sting langsung berlari keluar apartemennya, tanpa ingat bahwa teko air panas itu bisa jatuh ke kepala Lector kapan saja.


"Aduh, demi Mavis! Sting ceroboh banget!" Lucy segera meraih mantelnya dengan cepat setelah menutup tirai apartemennya rapat-rapat. Ia benci harus keluar rumah. Tapi, nyawa seekor kucing malang ada ditangannya sekarang.

Melihat mobil hitam baru saja keluar dari parkiran gedung apartemen seberang, tengah dikemudikan Sting, Lucy segera memberhentikan taksi yang tengah lewat.

"Mau kemana, Ojou-sama?"

"Aduh, cepat ikuti mobil hitam itu!"


"Fiore, tadaima," Natsu Dragneel berjalan riang dengan senyuman lebar yang terus terpampang di wajah rupawannya. Lisanna Strauss yang masih menyeret koper miliknya, berusaha mensejajari langkah Natsu.

"Natsu! Jalannya cepet banget sih!" Lisanna menggerutu sendiri. Ia bisa maklum sih, ini kampung halaman mereka. Siapa yang tidak senang, setelah 5 tahun menetap di Edolas, akhirnya bisa kembali pulang ke Fiore.

Wartawan sudah berjejer layaknya ikan teri yang tengah diasinkan (?). Wartawan mana yang rela menyia-nyiakan kesempatan untuk meliput berita kepulangan seorang gamemaker Natsu Dragneel, dan musisi anggun Lisanna Strauss?

Wartawan-wartawan itu segera menghambur ke arah Natsu dan Lisanna.

"Aduh, buset, tolong!" Lisanna panik sendiri. Suasana tiba-tiba jadi pengap dan sesak sekali, susah dapat oksigen. Lebay sih, tapi itu faktanya.

"Natsu-san, Lisanna-san, apa benar kalian punya hubungan spesial?"

"Natsu-san, apa benar anda akan segera merilis game terbaru anda?"

"Lisanna-san, benarkah kepulangan anda ke Fiore hanya bertujuan untuk memborong saudara-saudara anda untuk ke Edolas?"

Kira-kira, itu hanya sebagian kecil dari rentetan pertanyaan yang menghujani mereka. Natsu yang notabene memang polos, hanya menebar cengirannya sambil menjawab pertanyaan mereka dengan jawaban yang tak kalah bodoh. Lisanna hanya menjawab pertanyaan ikan teri– ehem, wartawan itu dengan setengah hati. Aduh, Lisanna sudah jengkel setengah mati, ingin pulang untuk bertemu saudara-saudaranya.

Natsu yang lama-lama bisa lelah juga mulai berjalan, masih diikuti kerumunan wartawan itu. Ia berjalan ke depan bandara, berusaha memanggil taksi. Suara wartawan-wartawan itu membuatnya kesulitan untuk memanggil sopir taksi.

"Woi! Diem napa, gue mau manggil taksi, tau! Buset dah!" Natsu akhirnya berteriak kesal. Wartawan-wartawan itu akhirnya terdiam. Mereka bubar secara perlahan.

"Ah, kau sih! Meladeni mereka," Lisanna menonjok bahu Natsu pelan.

"Aduh, Lis, katanya capek, ayo pulang," akhirnya Natsu dan Lisanna menaiki taksi itu.

"Ngomong-ngomong, sudah tau alamat saudara-saudaramu itu? Katanya mereka sudah pindah rumah?"

"Ah, iya, aku tanya dulu, ya, yang pasti sih, daerah Magnolia," jawab Lisanna sambil mengotak-atik handphonenya yang canggih.

"Widih, berarti jauh dari sini dong, ini kan Crocus!" Natsu menjawab dengan suara kencang, dengan tampang bodoh.

"Jadi, Natsu-sama dan Lisanna-sama mau kemana?" kata sang sopir taksi sambil sesekali mengerling genit ke arah mereka. Lisanna yang melihatnya sempat melongo sejenak, sedangkan Natsu tampak takjub.

"Loh, bapak tau kami?" Natsu memasang tampang agak bangga, seolah berkata 'Widih, gue ngetop banget yak.'

"Tau lah.." sopir itu lalu mengambil sesuatu dari kantung kemejanya. "Saya kan fans berat kalian, boleh minta tandatangannya?" sopir itu menyengir amat lebar, hingga gigi-giginya yang mulai rusak terekspos jelas. Natsu malah mulai merebut pen milik sopir taksi itu dengan antusias, sementara Lisanna menepuk jidatnya dengan frustasi. Oh God, apa yang lebih buruk daripada berada dalam 1 taksi yang sama dengan orang-orang gila di dalamnya?


"Mira-nee! Elf-nii! Aku pulang!" Lisanna berteriak senang di depan kediaman Strauss di Magnolia.

"Lis!" Mirajane langsung berlari tak kalah heboh dari dalam rumah. Langsung memeluk Lisanna tak kalah haru. Elfman hanya menjadi kuli di sini. Membawa koper adiknya ke dalam.

"Ayo masuk-masuk!"

Setelah mempersilahkan mereka duduk, Mirajane dan Elfman pamit ke dapur untuk mengambil cemilan dan membuatkan mereka syrup atau semacamnya.

"Na, Lis, aku sudah dapat alamat apartemen Sting, mau langsung ke sana?" Natsu merogoh handphone di kantongnya.

"E-Eh? Aku belum siap.." Lisanna menundukkan wajahnya yang memerah.

"Nah, aku benar kan! Kau naksir si Sting!" Natsu tertawa, entah kenapa tawanya terdengar amat getir, garing, renyah, dan crispy (?).

"Na-Natsu! Jangan keras-keras ah!" Lisanna mengomeli Natsu, dengan pipi yang semakin memerah. "Dan.."

"Apa?" tawa Natsu sudah berhenti.

"Aku minta maaf," Lisanna menatap Natsu dengan iba. "Kau tau, aku benar-benar gak bisa.."

"Aduh, Lis, aku gak suka caramu minta maaf!" Natsu menggeleng-gelengkan kepalanya sembari menutup matanya. "Aku tau kok kalau dari awal, dari sebelum kita ke Edolas dan masih bermain bersama dengan Sting di Magnolia, kau sudah menyukainya."

"Tapi.."

"Ssst! Aku bener-bener gak apa, kalau memang takdir, kau pasti tertarik padaku setelah 5 tahun kita tinggal 1 apartemen di Edolas."

Natsu tiba-tiba beranjak berdiri. "Sudah ah, aku mau cari apartemen si Sting aja!" Natsu segera menarik kopernya. "Mira! Elfman! Aku ke apartemen si Sting dulu ya!"


Lucy keluar dari lift gedung apartemen itu. Dia segera berlari ke depan pintu apartemen yang diduga kuat milik Sting. Lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa tak sepasang mata pun melihatnya.

Lucy segera berjongkok di depan pintu itu. "Neko-chan! Neko-chan! Daijoubu ka?" Lucy mengetuk pintu itu dengan kencang, walaupun teriakannya tertahan. Siapa tahu karena suaranya, tiba-tiba tetangga Sting keluar dan menyangkanya penguntit? Lagi pula, Magnolia pagi ini macet sekali, Lucy kehilangan jejak mobil Sting.

Lah, Lucy semakin panik. Karena tak ada jawaban sedikitpun dari dalam. Ya iyalah, kucing mana bisa jawab coba?!

Lucy menoleh ke kiri dan menempelkan telinganya ke pintu itu.


Pintu lift itu terbuka. Natsu masih membaca alamat dan nomor apartemen Sting yang berada di lantai 4. Dia akan segera sampai. Ini gedung apartemen Fairy Tail kelas eksklusif, lantai 4. Tinggal mencari kamar bernomor 404 di lorong itu, ketika ia melihat seorang gadis pirang tengah berjongkok dan menengokkan kepalanya ke arah kiri. Natsu menghampirinya pelan-pelan, tak ingin kehadirannya disadari gadis itu. Ia ikut berjongkok dan menengokkan kepalanya ke arah kiri.

Gadis aneh itu masih berteriak tak jelas, lalu memutar kepalanya.

Tepat di hadapannya, seorang pria pinky tengah menatapnya dengan polos.

Lucy menelan ludahnya gugup.

'Kali ini aku gak aman.'

TBC


Hai, satu lagi fic gajeku. Ehm.. Sebenernya sih tadinya aku cuma mau save ini dalam dokumen dan ga ada niat untuk mempublishnya, berpikir mungkin ini juga bukan fic yang menarik. Tapi, karena lagi bosen dan iseng-iseng aja, aku putuskan untuk coba publish. Fic ini juga terinspirasi dari drama korea yang aku tonton bersama kakak sepupuku saat liburan, sampe begadang-begadang gitu nontonnya ._. *lah, crita lu?*

Aku terpaksa harus panjang lebar menulis kegiatan pagi Sting. Karena, kalau gak dijelaskan, ya.. ceritanya gak akan nyambung :)

Seenggaknya, walaupun ini jelek, bisakah pembaca bantu aku koreksi? :/ Aku kadang suka sedih mengingat aku suka menulis tapi gak ada yang merespons sih :( Aku suka menulis, but i'm not an expert. Adakah yang berniat mndukungku? :/

Hah.. curcolku panjang banget. Jadi, berkenankah pembaca untuk mereview?