Title: Souhaite
Pairing: Mitsuhiko Tsuburaya/Ai Haibara
Disclaimer: Detective Conan/Case Closed © Gosho Aoyama
Notes: Untuk 30 Wishes Challenge by evey charen infantrum. Dan mungkin sedikit AU—dan seribu persen abal? :D Souhaite—Wishes, dalam bahasa Prancis © Google Translate. (ketauan ga modalnya) =))
(1—Know More About You.)
Mitsuhiko Tsuburaya terdiam ketika melihat seorang gadis berambut cokelat terang memasuki kelasnya, dengan mata birunya yang bercahaya, terang—dengan pandangan dingin yang terkesan membuatnya terlihat jauh lebih pintar daripada mereka semua disini. Mulut bocah dengan bintik-bintik di pipinya itu langsung terbuka, terpesona.
Nama gadis yang telah mencuri perhatiannya itu Ai. Ai Haibara. Ketika gadis itu memasuki kelas dengan Kobayashi-sensei di kelasnya, pipi Mitsuhiko memerah—bersamaan dengan beberapa murid lainnya, yang tentu saja menganggap Haibara-san itu sangat manis. (Dan cantik, tentu saja.) Jantungnya berdegup, kencang.
Kesan pertama—ketika ia berjalan langsung melewati Genta yang sudah menawarkan tempat duduk di sebelahya yang kosong, dan malah menduduki bangku kosong di sebelah Conan—adalah dingin. Sampai-sampai sebuah komentar, "Ia sangat dingin!" dari mulut Mitsuhiko terlontar, tidak terhindarkan. Lalu perasaan lain—aneh, ia jadi kesal kepada Conan.
Sepulang sekolah, langsunglah Mitsuhiko dan Ai memborbardirnya dengan pertanyaan, sementara Genta tidak mengatakan apa-apa kecuali kata-kata yang memperintahkan mereka untuk mengacuhkan Ai. Kemungkinan ia sedang terlalu sibuk membayangkan makanan-makanan di rumah.
Ketika mereka menemukan sebuah surat di sepatu yang mereka bilang sebagai 'tempat untuk pelaporan kasus' mereka—setelah mereka membangga-banggakan semua tentang grup detektif mereka—Mitsuhiko senang, karena Ai ikut dengan mereka menyelidiki sebuah kasus. Dan walaupun ia begitu memerhatikan Ai, ia tidak pernah tahu banyak soal gadis itu—mungkin tidak dalam satu hari.
Cerdas, dingin, tahu banyak hal—hanya itu yang diketahui Mitsuhiko tentang Ai. Dan ia selalu ingin mengetahui segala tentang Ai sejak itu.
.
(2—Be Your Groom)
Mitsuhiko berdiri di altar, tangannya berkeringat, sementara ia memandangi pendeta di depannya dengan tatapan garang. Terlalu lama, menunggu sang pengantin keluar dari gerbang itu, sementara di sebelahnya, ayahnya menepuknya di punggung untuk segenggam ketenangan. Percuma.
Tiba-tiba, musik yang indah terdengar di udara. Begitu Mitsuhiko menoleh ke belakang, ia terkejut mendapati seorang gadis berambut cokelat dan bermata biru berjalan dari tempat masuk gerbang gereja, senyum kecil terpatri di wajahnya. Mitsuhiko mendapati senyum lebar juga terbentuk di wajahnya.
Gadis itu berhenti berjalan di sebelahnya, sementara sang pendeta mengatakan soal janji pernikahan—Mitsuhiko menatap mata gadis itu, biru yang mengingatkannya kepada langit, lalu mengatakan 'saya bersedia' ketika pendeta itu selesai mengucapkan janji pernikahan itu. Dan ketika sang pendeta mengulang janjinya—kali ini ditujukan untuk Ai, jantungnya berdegup kencang.
Ketika Ai mengatakan 'saya bersedia', ketika sang pendeta mengatakan kalau sekarang ia boleh mengecup bibir Ai, hatinya serasa meledak saking bahagianya. Lalu ia mendekatkan bibirnya kepada bibir merah ranum Ai—
...ia terjatuh dari tempat tidur. Ternyata, itu semua mimpi. Mitsuhiko merutuk, diam-diam memohon kepada Kami-sama agar kejadian itu benar-benar terjadi.
.
(6—Fallen Angel)
Oh, matamu yang biru indah, sebiru laut Antartika. Kenapa Antartika? Karena pandanganmu sedingin es, sayang. Aku kadang membeku ketika melihat bibir merah ranummu yang membentuk sebuah seringai. Kau cantik, dingin, tenang—tapi kadang aku seperti melihatmu dicamuk badai. Ha, aku tidak mengerti apapun tentangmu, kurasa.
Sebenarnya, aku sering bertanya apakah kau seorang malaikat yang turun dari surga sana. Dan panah Cupid pun tak lolos menerobos hatiku tepat ketika aku melihatmu, dengan rambut pendekmu yang berwarna cokelat terang, dengan seringaimu, dengan tatapanmu yang berasal dari bola mata biru itu.
Ingin rasanya, aku mengatakan, 'Aku suka kamu'. Tapi—
Mitsuhiko tiba-tiba ingin muntah membaca tulisannya sendiri. Akhirnya, ia membuang kertas itu ke perapian—karena seseorang akan membacanya jika ia menggeletakkannya sembarangan. Lalu, pandangannya beralih kepada jendela rumahnya yang terbuka, menampilkan salju yang turun, jatuh.
"Jangan-jangan dia benar-benar seorang malaikat jatuh, ya..." gumamnya dalam kesunyian, merasakan pipinya memerah, sambil merutuk perasaan suka. Ah, perasaan suka itu menyebalkan. Membuatnya mencecap sejuta rasa, yang bahkan tidak dimengerti oleh orang dewasa—apalagi dia yang masih bocah?
Nama itu terlintas di kepalanya,
Si Malaikat Jatuh—Ai Haibara.
.
(19—Be a part in your life)
"Ai-san?"
Kelompok detektif kecil mereka sudah keluar karena Genta memaksa mereka untuk menemaninya membeli makanan. Di kelas, tinggal mereka berdua yang tinggal. Ai sibuk memunguti, mencari-cari penghapusnya yang jatuh ketika tersenggol Ayumi. Mitsuhiko, tentu saja, bersikap sebagai gentleman dan dengan senang hati meminta untuk menggantikan Ayumi memunguti isi kotak pensil itu.
"Ya?" Ai tidak terlihat, masih sibuk mencari-cari penghapusnya—penghapus itu adalah salah satu gadget dari Profesor Agasa, dan jikalau ada yang menemukannya, maka matilah ia. Walau tidak ada yang tahu soal gadget itu selain Profesor dan ia sendiri, tetap saja... terdengar gerutuan pelan dari bibir Ai.
Mitsuhiko berdiri dari posisi merangkaknya, lalu menunduk malu, menatap lantai kelas, "Bolehkah aku—jadi bagian dari hidup Ai-san?" tanyanya malu-malu, merasakan wajahnya panas dan semburat merah pun hadir disana. Persis seperti remaja kasmaran yang baru kali ini mereguk cinta.
"...dengan hadir disini, bukannya kau sudah jadi bagian dari hidupku?"
Mendengar jawaban Ai, Mitsuhiko diam seribu bahasa.
.
(26—Hanami)
Di bawah pohon sakura, mereka mengobrol riang, mereka berpiknik. Sementara, Mitsuhiko masih saja melirik-lirik Ai dari kejauhan. Sementara Ai dari tadi sudah menyadarinya, walau diam dan tidak mengatakan apapun soal itu. Mitsuhiko lalu mengambil ebi di makanannya dan melahapnya cepat.
"Bunga sakuranya indah, ya?" Ayumi berkata, sambil menaruh kotak makannya yang sudah kosong, habis karena sudah ia lahap.
Genta menyahut setelah berhasil meminta daging dari Profesor Agasa, "Makanannya juga enak!" sahutnya ceria, membuat Conan mendengus sinis sebelum kembali memakan bekalnya. "Harusnya kita sering-sering begini... benar, Mitsuhiko, Ai, Conan?" lanjut Genta masih riang. (Dan masih lapar.)
"Iya," Mitsuhiko dan Ai menjawab, bersamaan, sedangkan Conan mengangguk pelan. Mitsuhiko langsung menatap Ai, semburat merah kembali hadir di kedua pipinya, sementara Ai meliriknya sebentar, lalu kembali kepada makanannya yang masih tinggal setengah. Bersikap acuh tak acuh, seperti biasanya.
Yang ia tidak tahu adalah, hati Mitsuhiko meledak lagi saking bahagianya.
A/N: Mohon dimaafkan jika ada kesalahan. Dan maaf untuk membuat anda semua membaca ff saya yang abal ini.
