Merodine Vii Presented,

"Troubleful Love"

Warning :

OOC, gaje, abal, typo maybe, pair MiKuo, beberapa figuran tanpa nama, de el el.

Disclaimer :

Vocaloid belongs to Crypton Media Future and Yamaha Corporation.

.

.

.

Setiap orang selalu ingin menghindari masalah,

Seberapa pun masalah itu ingin dihindari, ia akan tetap datang pada kita

Saat kita mencoba menikmati dan melawan semua masalah tersebut,

Tapi, masalah tersebut telah selesai dan entah kenapa,

Malah tersisa rindu?

.

.

.

Chapter 1 "Outsider"

Malam sudah sangat larut dan udara dingin membuat sekumpulan anak-anak mengetatkan jaket yang mereka kenakan. Salahsatu dari mereka berdecak kesal karena satu kawannya masih saja belum datang, telat untuk pesta malam ini. Salahsatu dari mereka asyik berpadu kasih dan bercumbu dengan kekasih perempuannya di atas kap mobil.

"Ah, sial! Mikuo lama sekali tibanya!" Seorang dari kumpulan anak itu memukul kap mobilnya karena kesal akan menunggu.

"Hei, santailah sedikit. Toh, ia akan datang dengan hiburan baru~" Ucap seorang cowok lain yang tadi sedang bersama pacarnya.

"Kalau saja ia berhasil, kalau tidak?" Tanya seorang cewek yang sedang merokok.

"Kita telanjangi dia dan ceburkan ke sungai itu, seperti dulu lagi." Celetuk seorang cowok yang sedang asyik main PSP di atas kap mobilnya dengan posisi tiduran.

"Kalian berisik sekali! Aku sedang kesal!" Bentak cowok yang pertama marah tadi.

Tiin! Tiin!

Dua buah mobil datang memasuki kawasan pembuangan sampah yang berada di dekat sungai itu. Laki-laki bernama Mikuo yang sejak tadi dibicarakan pun turun dari mobilnya dengan wajah puas. Ia berbisik pada salahsatu temannya, "Ini dia, satu lagi pecundang baru..."

Seluruh dari mereka pun langsung tertawa. Kemudian, turunlah seorang cowok dengan tubuh tak terlalu tinggi dan rambut honey blonde. Beda dengan lainnya yang memakai baju keren, ia datang menggunakan kemeja kotak-kotak. Tentu saja, beberapa dari mereka tak bisa menahan tawa.

Mikuo sendiri tertawa pelan, tak ingin rencananya ketahuan terlalu cepat. Ia merangkul Len dan berkata, "Selamat datang ke kelompok orang-orang elite dan terkenal, Kagamine Len!"

Seluruh kawan-kawannya tertawa terbahak-bahak melihat respon Len yang terlihat bangga atas ucapan Mikuo barusan yang sebenarnya sebuah sindiran.

"Well, kalau kau mau benar-benar resmi bergabung dengan kami, kau harus melakukan sesuatu untuk kami, Len." Ucap cowok yang tadi marah-marah. Ia terlihat jauh lebih tenang, tapi seringainya terlihat kejam.

"Tapi, aku pikir, kalian bilang aku sudah jadi bagian dari kalian?" Tanya Len bingung.

"Tidak, sebelum kau melakukan upacara penerimaan anggota baru." Ledek cowok tadi. Seluruh kawanannya tertawa terbahak-bahak.

"Well, apa yang harus ku perbuat?" Len kelihatan sangat siap.

Mikuo menunjukan sebuah sungai. "Kita akan melompat ke sungai itu dan berenang, kawan." Mikuo tersenyum licik.

"Ti-Tidakkan akan sangat dingin berenang malam-malam begini?" Len jadi terlihat ragu.

"Jadi, anak ayam ini mau menyerah, rupanya? Hihihi..." Ledek seorang cewek yang tadi sedang bercumbu.

Len meletakkan kedua tangan di saku jeans yang ia kenakan, berpikir. Tapi, tekadnya sudah kuat kalau ia akan melakukannya. Apa pun akan ia lakukan demi dianggap hebat oleh orang-orang lain, menurutnya.

"Kalau begitu, ayo!" Len buru-buru berjalan menuju sungai bersama Mikuo. Sementara, seluruh kawanannya mengikuti dari belakang.

Sampai di tepian sungai, seluruh kawanan Mikuo langsung menggendong Len dan melemparkannya ke tengah sungai yang tidak terlalu dalam tersebut. Dan ternyata, Len sama sekali tak bisa berenang.

"Bu-Bwaaah! T-T-Tol... Tolong...!" Ia meronta-ronta, berusaha bertahan selama mungkin di tengah sungai tersebut.

Yang lainnya habis-habisan menertawai Len. Awalnya, Mikuo dan kawan-kawannya ingin menyelamatkan Len di saat-saat terakhir, tapi, mereka melihat ada warna merah mulai mengotori air sungai tersebut. Dan mereka sangat yakin, itu adalah darah, meski mereka tak yakin itu asalnya dari mana.

Wajah para kawanan anak nakal itu langsung pucat pasi, membayangkan Kagamine Len akan mati karena mereka. Mikuo langsung melepas sepatunya dan menceburkan dirinya ke sungai untuk membantu Len ke tepian sungai. Dengan segera, ia berhasil membawa Len ke tepian. Ternyata benar, kaki kiri Len seperti tersobek benda tajam dan mengeluarkan banyak sekali darah.

"A-A-Aku tak bertanggung jawab atas hal ini!" Seluruh kawan Mikuo berlari menuju mobil masing-masing untuk kabur dan melupakan kejadian ini selama-lamanya.

"He-Hei!" Mikuo memanggil kawan-kawannya, tapi tak ada yang mendengarkan.

"Argh...!" Len menjerit. Mau tak mau, Mikuo harus membawa Len ke rumah sakit terdekat jika tidak mau dikira sebagai pembunuhnya. Dengan cepat, ia mengangkat tubuh Len yang lebih kecil dan menaruhnya di dalam mobilnya. Mobil itu pun dipacu dalam kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit.

.

.

.

Esoknya...

"Ibu tak menyangka, Mikuo. Kau nyaris saja membuat seseorang mati karenamu. Kau benar-benar keterlaluan." Ibunya Mikuo mengelus-elus dadanya, menahan sesak atas kenakalan anaknya.

Mikuo tak berani menjawab. Senakal-nakalnya dia, dia sama sekali tak berniat membentak dan memaki-maki Ibunya sendiri.

"Ibu akan laporkan kau pada Ayahmu."

"Apa aku masih punya Ayah?" Baru pada hal ini Mikuo akan selalu merespon. "Apa seorang lelaki yang tidur bersama pelacur dan mengirimi kita uang setiap bulannya untuk keperluan kita bisa aku panggil AYAH?!"

Gantian, Ibunya yang terdiam. Mikuo langsung meredakan amarahnya dan meminta maaf pada Ibunya atas kelancangannya berkata kasar di depan Ibunya.

"Maafkan aku, Bu."

Ibunya menghapus setitik airmatanya yang disebabkan oleh perasaan shock setelah dibentak oleh anaknya sendiri.

"Mikuo, dengarkan Ibu. Ibu minta maaf karena tak bisa mencarikan sosok Ayah yang baik untukmu. Jadi, kau terus bertingkah seperti ini. Tapi, Ibu mohon, lain kali jangan buat nyawa orang lain terancam seperti saat ini lagi. Ibu tak mau kau dipenjara." Ibu itu berkata dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau begitu, lain kali izinkan aku mengancam nyawaku sendiri." Mikuo mengambil jaketnya dan lalu pergi dari rumahnya.

Ia pergi menuju ke sekolahnya karena mendapat panggilan sebelumnya. Mikuo sudah biasa saja karena namanya sudah sering masuk ke daftar kasus pelanggaran peraturan sekolah. Tapi, sepertinya kali ini ia akan benar-benar mendapat hukuman yang parah.

Ia memasuki ruang kepala sekolah dan berhadapan langsung dengan kepala sekolahnya.

"Bapak sudah dengar semuanya. Kau membuat siswa dari SMA lain celaka dan nyaris meninggal dunia. Apa yang bisa lebih buruk dari ini?" Kepala sekolah itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jika aku meniduri istri Bapak, it would be worse." Sahut Mikuo. Wajah kepala sekolahnya memerah, tapi masih mencoba sabar.

"Baik. Sebenarnya, Bapak sudah menemukan hukuman yang paling baik untukmu, Satzune Mikuo."

"Dikeluarkan, huh?"

"Bukan."

"Lalu?"

Kepala sekolah itu melemparkan beberapa berkas ke hadapan Mikuo. "Mulai minggu depan, kau akan jadi siswa SMA Yamaha. Disana kau harus melayani seluruh keperluan Kagamine Len sampai lukanya sembuh. Dan pastikan tak ada masalah lagi, mengerti?"

Mikuo bersandar di kursinya. "Kenapa tidak biarkan saja aku dikeluarkan dan izinkan aku sekolah di luar negeri saja? Ini akan sangat membosankan dan merepotkan, tentunya."

"Aku melakukan ini demi membelamu, siswa bodoh. Jika kau tak menurut, aku tak keberatan melihat kau diseret ke dalam penjara." Ucap kepala sekolahnya dengan nada tajam.

Mikuo menelan ludahnya. "You got me, Sir." Ia pun keluar dari ruangan itu dan menyumpah, "Damn it! Argh!"

.

.

.

Hari yang dimaksudkan tiba. Dengan menggunakan seragam khas SMA Yamaha yang berompi warna biru dan celana hitam, Mikuo berjalan di tengah keramaian siswa-siswi yang menontonnya. Dengan cueknya, Mikuo berjalan sambil mendengarkan musik kesukaannya tanpa melongok kiri-kanan sama sekali. Satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celananya dan tangan yang lain menggendong tasnya.

"Lihat itu, siswa baru yang menyebabkan Kagamine Len celaka..."

"Aih, keren juga ternyata..."

"Tetap saja, ia itu bukan cowok yang baik. Kita harus jaga jarak..."

Mikuo mendengar bisikan-bisikan itu, tapi, apa pedulinya? Yang ia inginkan adalah cepat-cepat membuat Len menarik hukuman Mikuo agar Mikuo bisa pergi dari sekolah ini, bahkan dari kotanya saat ini.

"Selamat pagi." Mikuo masuk ke ruangan kelasnya. Ia sekelas dengan Kagamine Len di kelas 11 IPA 1. Meski sudah memberi salam, tak ada satu pun siswa yang merespon baik kepadanya. Mikuo kesal, tapi menahan diri untuk tidak menunjukkannya sekarang.

"Hei, minggir dari depan pintu dong," tiba-tiba muncul seorang siswi di belakang Mikuo dengan membopong lengan Len di sisinya.

"Cih," Len membuang muka dari Mikuo, sementara Miku berjalan masuk setelah Mikuo memberi jalan.

"Yap. Dan kita akan mulai berhadapan dengan seorang cowok sok cuek yang kelihatan seperti cewek." Desah Mikuo sambil berjalan gontai menuju ke kursi Len.

"Mau apa kau ke sini?" Tanya Len dingin.

"Tarik hukumanku, maka kau akan terbebas. Aku ingin pergi dari kota ini secepatnya." Mikuo menjawab tanpa memperhatikan Len.

"Kau ini...!" Len mencoba berdiri dengan tongkatnya. "Lihat kakiku! Siapa yang menyebabkan hal ini, hah?!"

Sekelas langsung menatap ke arah keributan terjadi. Mikuo disudutkan oleh Len, tapi Mikuo berkelit.

"Kau yang semangat duluan saat itu. Nah, kalau kau marah, ya sudah, sesali kebodohanmu sendiri." Mikuo mengangkat kedua alisnya, menyuruh Len berpikir sendiri.

Len menggeletukkan giginya, tapi ia tak mungkin melawan Mikuo. Dalam kondisi prima pun, Len tak'kan menang dari Mikuo.

"Hei, tolong jangan buat Len makin parah kondisinya. Aku harap, kau bisa memenuhi hukumanmu dulu, Satzune-san." Siswi yang tadi datang bersama Len menginterupsi.

Mikuo melirik gadis yang berkomentar barusan. Rambut teal, wajah lumayan cantik, tapi kelihatan bodoh dan childish.

"Pertimbangkan kembali ucapanmu, gadis malang. Kawanmu ini," Mikuo menunjuk ke arah Len. "Hanya seekor ayam yang ketakutan dan berlindung di balik seorang peternak. Kau mau jadi peternak ayam, huh?" Setelah berkata begitu, Mikuo pergi.

"Ucapannya ribet." Gumam Miku dengan polosnya. Len tersenyum datar pada Miku, tapi hatinya menyimpan dendam pada Mikuo.

'Awas saja kau, Mikuo! Akan ku balas perlakuan dan kata-katamu itu nanti!'

Sementara itu, Mikuo memilih tempat duduk yang berada di pojok kelas, tak mau terganggu dengan siswa-siswi lainnya. Ia menelungkupkan wajahnya bosan.

Miku iseng, menatapi Mikuo yang kelihatannya sangat kesepian, menurutnya. Saat ia berdiri dan mencoba menghampiri Mikuo, Len menahannya.

"Miku!" Panggil Len.

Miku berbalik. "Kenapa, Len? Apa kau perlu sesuatu?"

Len memutar dua bola matanya, mencari alasan. "U-Uh... Aku mau jus pisang dong," Len merogoh saku bajunya.

"Tapi, sebentar lagi bel pelajaran akan dimulai, Len?" Miku memiringkan kepalanya.

"E-Eh... Kalau begitu, duduk di sampingku! Aku mau bercerita tentang buku seru yang baru kemarin aku baca!" Len mencari alasan lain, apa pun agar Miku tak mendekati Mikuo.

"Well, sepertinya menarik. Apa judulnya?" Miku berjalan menuju ke tempat duduk Len dan duduk kembali. Setelah itu, Len bercerita tentang buku yang pernah dibacanya, apa pun itu yang jelas Miku mendengarkannya.

Sambil bercerita, hati Len bersorak senang karena sekali saja ia sudah berhasil membuat Mikuo terkurung dalam kesendirian. Dan lagi, Len bertekad akan terus membuat Miku tak pernah bicara langsung dengan Mikuo.

Padahal, dalam diam, Mikuo juga sedang berpikir. Ia berpikir bagaimana caranya agar Len bisa ia ancam dan membuat Len menarik hukumannya. Tapi, sudah lama ia berpikir, ia masih belum mendapat cara yang bagus. Beberapa saat kemudian, muncul pertanyaan lain di kepalanya.

'Seperti apa kira-kira genk yang ada di sekolah ini? Jika aku bisa berteman dengan ketua dari salahsatu genk, mungkin saja aku akan jadi lebih mudah untuk membuat Kagamine ayam ini bertekuk lutut di hadapanku dan bersedia menarik hukuman ini dariku.'

Dan dengan alasan itu, Mikuo berencana untuk menjelajahi sekolah barunya ini sepulang sekolah nanti untuk mencari tahu tentang ketua genk di SMA Yamaha. Setelah itu, barulah ia akan menyusun rencana agar Len menarik hukumannya.

.

.

.

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Mikuo benar-benar habis dikerjai oleh Len seharian ini. Len menyuruh-nyuruh Mikuo seenaknya, seakan Mikuo adalah budak belian baru milik Len. Contohnya, Len menyuruh Mikuo membeli makanan di kantin dengan sengaja lupa menitip minumannya. Saat Mikuo kembali, Len berkata bahwa ia lupa menitip minuman dan mau tak mau Mikuo harus balik ke kantin. Hal itu membuat Mikuo kesal, tapi ia tenang saja karena merasa akan segera menyingkirkan Len secepatnya.

Saat Len sedang merapihkan bukunya dibantu Miku, Mikuo datang sambil tersenyum kalem, beda dari biasanya.

"Well, well, Kagamine-chan, ada yang bisa ku bantu?" Mikuo sok baik.

"Kau tahu, cara itu tak'kan berhasil padaku jika kau mau membuatku menarik hukumanku?" Len membalas cuek. Miku hanya melirik sedikit.

"Jangan terlalu optimis, tuan Kagamine ayam. Ini tak'kan berlangsung lama kok," Mikuo menjentikan jarinya di hadapan muka Len.

"Apa yang kau maksud?" Len menyipitkan matanya, curiga pada Mikuo.

"Lihat saja nanti," Mikuo berjalan.

Grep.

Miku menggenggam lengan Mikuo dan berkata, "Tolong... Jangan macam-macam lagi, Satzune-san. Terutama, jika itu menyangkut Len."

Mikuo berbalik, terkejut. Ia buru-buru menyingkirkan tangan Miku dari lengannya.

"Siapa kau? Pacarnya?" Mikuo mendecak kesal pada Miku.

Miku agak menunduk. "Bu-Bukan."

Mikuo membetulkan posisi tas yang ia bawa dan berkata lagi, "Jangan berada di jalanku, kalau begitu. Aku tak suka pengganggu, terutama wanita," lalu kembali berjalan meninggalkan Miku dan Len.

"Argh, cowok itu benar-benar kurang ajar padamu, Miku! Jika kakiku baik-baik saja, aku akan hajar dia dan buat dia membungkam mulutnya!" Len jadi sok berani setelah Mikuo tidak ada.

Yang diajak bicara masih diam saja, berpikir keras mengenai sosok Mikuo yang benar-benar seperti tidak tersentuh olehnya. Ibaratkan sebuah puncak gunung yang tertinggi. Sekalipun teraih, hanya ada salju yang dingin di sana.

"Miku, kau hanya diam saja sejak tadi? Apa kau sedang bengong?" Tanya Len.

"Tidak apa-apa, Len. Hanya sedikit mengantuk saja, hihi..." Miku berpura-pura menguap agar Len percaya.

"Whoa! Kau harus segera pulang, Miku! Gadis tak boleh kurang tidur. Kalau tidak, kulitnya akan jadi jelek, lho?" Len memperingatkan Miku. Miku hanya tertawa, tak menjawab sepatah kata pun.

Sementara itu, Mikuo saat ini sudah berada di hadapan seorang siswa bernama Asune Ted, setelah melawan belasan siswa lainnya yang merupakan anak buah Ted. Tanpa bicara panjang, Ted membungkukkan tubuhnya di depan Mikuo yang memang sudah terkenal setelah namanya disebut-sebut sebagai pembuat celaka bagi Len.

"Seluruh sekolah ini, sekarang milikmu, Satzune Mikuo." Ucap Ted.

Mikuo menyeka sedikit darah yang ada di tepi kanan bibirnya. "Itu yang aku ingin dengar darimu, Asune Ted." Mikuo tersenyum puas dan menjabat tangan Ted setelah itu.

"Selamat datang di SMA Yamaha, Satzune Mikuo." Ucap Ted.

"Kau pikir kau siapa, huh? Penyambut tamu? Hahaha..."

To be continued...

.

.

.

Rizuka: Kembali bersama Rizuka, author paling cantik di FVI ini /dor/ kidding, deh~ hihi...

Michi: Well, ini fic collab khusus cewek di dalam Mvii. Tapi, yang aktif baru cuma Rizuka, Aineko, sama aku. Chimi ngurus VPT, Ririn masih belum bisa bantu.

Rizuka: Sekedar info, Vocaloid Showtime diganti jadi Vocaloid Prime Time. Ghost Lens II sama Vocaloid Story II didelete dan mau dibikin ulang. HIV juga dihapus karena nggak jelas, hahaha... Udah, gitu doang.

Michi: Untuk yang ini, boleh ya aku minta reviewnya.