Hai, everyone!
Lama juga nggak nulis fanfiction, Anne jadi kangen. Hehehe.. apa kabar? Masih ingat dengan Anne? Sipp! Semoga ingat, ya! Walaupun pekerjaan Anne sebenarnya masih belum sepenuhnya selesai, Anne berusaha buat nulis fic baru. Ide cerita ini muncul lumayan lama, dan fix buat nentuin plotnya pas tanggal 1 September kembali. Lalu nulisnya baru hari ini. Begitulah prosesnya!
Baiklah, karena ada saran coba ambil pairing lain, Anne coba milih Harry/Hermione sebagai pilihan. Jujur saja, Anne juga suka kalau Harry pasangan sama Hermione. Apa ada yang suka juga? Nah, semoga fic baru setelah lama Anne menghilang ini bisa menghibur kalian semua :)
Happy reading!
"Pagi, Potters!"
"Pagi, Daddy!"
Tiga anak di bangku ruang makan masing-masing berseru kalimat yang sama. Disampaikan pada orang yang sama pula. Tidak hanya ketiga anak tadi, seorang wanita berambut cokelat berombak mengalihkan perhatiannya sejenak dari memasak waffle di balik partisi yang memisahkan antara ruang makan dan dapur.
Mata hazelnya melebar melihat suaminya muncul juga di ruang makan. "Aku kira dia akan bangun siang," batinnya. Ia tersenyum sambil memperbaiki anak rambutnya yang terburai mengganggu pandangan.
Harry mengecup satu persatu kepala putra-putrinya dan menghilang masuk ke dapur. Ia harus menemu Hermione sebelum duduk menyantap sarapannya. Akibat menyelesaikan tugas dari Kementerian yang menyita waktu istirahatnya semalam, pagi ini Harry bangun kesiangan. Ia baru bisa tidur menjelang subuh tadi. Saat terbangun, sayang sekali, Harry hanya bisa melihat jendela kamarnya yang sudah terbuka tanpa bisa mengagumi wajah damai istrinya yang masih tertidur seperti hari-hari biasa. Ia sendirian dengan jam dinding kamar menunjukkan pukul tujuh lewat sepuluh menit.
Mata Harry melihat sekilas siluet Hermione saat kepalanya menyembul keluar dari balik pintu dapur. "Pagi, sayang!" ucapnya setelah memastikan itu benar Hermione.
"Pagi, sayang!" jawab Hermione di sela mengecek panggangan wafflenya. "Aku kira kau akan bangun siang hari ini. Jujur padaku, tadi malam kau tidur jam berapa?"
"Jam setengah empat—"
"Dan kau sudah bangun lagi sekarang? Kau tak capek? Wajahmu pucat, Harry. Hei, jangan memaksa tubuhmu, Mr. Potter!"
Pertanyaan beruntun Hermione mengudara ke seisi dapur. Harry sudah terbiasa mendengar Hermione berubah cerewet jika mengenai kesehatan dirinya atau anak-anak. Waffle dari pemanggang sudah matang. Hermione bergegas mengambil piring dan menatanya di atas piring. Waffle-waffle itu bagian untuk dirinya dan Harry walaupun di meja makan masih tersisa beberapa buah milik anak-anak. Tentu saja bukan milik James. Anak itu tidak pernah menyianyiakan makanan di piringnya.
"Aku tak memaksa kuat, Mione. Aku memang terbangun sendiri. Dan jangan salah sangka dulu, semalam aku tidak hanya mengerjakaan tugas Auror tapi juga merencanakan sesuatu untuk acara kejutan esok,"
Deg! Kejutan? Hermione berbalik dan meletakkan wafflenya kembali ke meja dapur. "Kejutan apa?" tanya Hermione. Rasa takut menyerangnya seketika mengingat waktunya sudah semakin dekat. Ulang tahun ke 11 Lily.
"Kejutan untuk ulang tahun Lily of course!"
Saking semangatnya, tak sadar suara Harry keluar cukup keras sampai Hermione cepat-cepat membungkam mulut Harry serta tak lupa, memberikan sedikit ancaman agar tidak membuat curiga anak-anak di ruang makan.
Kepala Harry mengangguk paham, "aku sudah menyiapkan kejutan untuk pesta Lily besok. Aku akan mengajak James dan Al ikut mempersiapkannya juga," lanjut Harry.
Air muka Hermione berubah. Ia tidak sedikitpun menunjukkan rasa bahagia. Hermione sangat mengingat esok tidak hanya hari ulang tahun ke 11 Lily, tapi juga hari kematian sahabatnya sendiri, mantan istri suaminya.
"Kita akan ke makam Ginny juga sebelum merayakan ulang tahun Lily, Mione. Ginny tetaplah ibu kandung dari anak-anak. Wanita yang pernah mengisi posisi penting dalam kehidupanku dan aku tak pernah melupakannya. Aku tahu kau sudah mengerti semua ini, jadi ketakutanmu setiap ulang tahun Lily tiba tidak perlu kau terus-teruskan. Tidak akan terjadi apa-apa," suara Harry melemah. Menenangkan
Mata Hermione berkaca-kaca. Ya, ia sudah lama memahami itu. Tapi bukan itu yang membuatnya tampak tak suka mengingat hari esok. Tapi mengenai Lily. Ya, ia menghawatirkan Lily. Menghawatirkan Lily terutama setiap hari bahagianya. Ingatan Hermione kembali berputar pada kejadian sebelas tahun yang lalu.
'Anak yang akan lahir itu akan menanggung kecerobohanmu! Lebih baik kau bunuh saja sekalian agar ikut ibunya ke neraka daripada Potter harus menanggung aibnya nanti. Jangan berharap banyak untuk anak itu mendapatkan kebahagiaannya.. dan tentu saja kebalikannya, kau akan mendapatkan kebahagiaanmu dengan mudah. Kau mencintainya, kan?'
Kata-kata dari seorang pria yang tak pernah Hermione kenal terus teringiang di telinganya. Rayuan sarkastik itu membuatnya makin gila, khususnya setiap hari ulang tahun Lily semakin dekat. Mengapa? Ia tak mau melihat Lily kehilangan kebahagiaannya.
"Kita harus membuat pesta ulang tahun ke 11 Lily spesial. Bukankah esok surat Hogwarts untuk Lily datang? Lily sudah menunggu saat-saatnya dipanggil untuk bersekolah di sana," kata Harry senang. Tanpa menunggu Hermione, Harry menyambar sepiring besar berisi waffle dan membawanya ke ruang makan. James terdengar berteriak lagi dan berebut waffle dengan Harry.
Hermione melangkah mundur. Ia tidak berani keluar. Menyelesaikan tangisnya di dapur sebelum tersenyum kembali di hadapan Harry, James, Al, dan juga Lily.
"Aib apa sebenarnya? Oh Merlin, jangan rusak kebahagian Lily esok!" doa itu kembali Hermione panjatkan. Doa yang setiap tahun ia ucapkan sebelum ulang tahun Lily.
Pagi ini, pemakaman Ginny dipenuhi oleh keluarga Weasley dan Potter. James dan Al sudah selesai meletakkan beberapa tangkai bunga daisy berwarna ungu. Kini giliran Lily yang meletakkan bunga daisy berkelopak ungu di depan nisan Ginny. Ia tersenyum dan mencium nisan bertuliskan nama Ginny penuh cinta. "Lily sayang Mommy," katanya dengan suara bergetar.
Hermione melihatnya haru. Tidak pernah ia membuat Lily dan kedua kakaknya melupakan sosok ibu kandung di hati mereka. Hermione hanyalah ibu tiri, tapi ia memiliki kewajiban dan tanggung jawab besar mengantikan Ginny untuk menjaga mereka. Menjaga Harry.
Tongkat milik masing-masing yang hadir teracung bergantian dan membuat makam Ginny bermunculan bunga-bunga cantik yang mengelilingi bunga-bunga sebelumnya dari James, Al, dan Lily.
Lily menatap semua orang yang memiliki tongkat sihir dengan penuh kekaguman. Sudah lama ia ingin memiliki tongkat sihir dan sapu terbang. Tapi.. Lily harus bersabar sampai ia dinyatakan diterima di Hogwarts.
Tangan Hermione terasa ditarik oleh Lily yang berdiri di sampingnya, "nanti Lily akan punya tongkat sihir sendiri, kan, Mom? Seperti yang lainnya, Dad, Mom, James, Al juga!" binar bahagia mata Lily membuat Hermione tak kuasa menahan tangis. Rasa takut itu kembali datang.
"Ya, sayang," jawab Hermione singkat. Ia lantas merundukkan kepala dan berbisik di telinga Lily, "selamat ulang tahun, Lily Luna Potter. Mom selalu menyayangimu. I love you, honey! I will always love you!"
Tepat di depan makam Ginny, makam sahabatnya sendiri, ibu dari ketiga anak yang kini ia rawat, Hermione memeluk erat Lily dan mengucapkan kata-kata cinta layaknya ibu kandung. Ia mengekor ke nisan Ginny dan berkata dalam hati, "seharusnya kau yang mengatakan ini untuk Lily, Ginny. Maafkan aku!"
Dari pemakaman, semua bergerak ke The Burrow. Pesta ulang tahun Lily dirayakan di sana. Semua anggota keluarga Weasley berkumpul dan banyak yang memberikan kado untuk Lily. Bermain segala jenis permainan dan menghabiskan berbagai masakan yang disiapkan Molly beserta para menantunya. Meskipun Ginny telah tiada, Harry dan Hermione tetaplah bagian keluarga Weasley. Mereka sahabat dekat Ron sejak kecil, apalagi ketiga anak Ginny dan Harry. Di diri mereka masih kental mengalir darah Weasley juga, bukan?
"Dad, kok nggak ada surat dari Hogwarts untukku, ya?" ujar Lily sesampainya di rumah. "Apa terselip?" ia sibuk membolak balik majalah dan koran sampai menyibak satu persatu bantalan sofa di ruang tamu. Hasilnya? Tidak ada.
Dan Hermione mendengar. Tidak ada surat Hogwarts yang sampai di rumah. Di The Burrow pun juga tidak. "Oh, ya? Padahal sesulit apapun medannya, surat itu pasti sampai," gerutu Harry di depan Hermione.
Benar, dimanapun anak yang akan mendapat surat Hogwarts tinggal, surat itu akan sampai juga. Seperti dulu, Harry pertama kali mendapat surat dari Hogwarts yang bertuliskan 'di bawah tangga'. Tempat tidurnya. Hal sedetail itu bahkan diketahui oleh pihak Hogwarts. Mengapa Lily yang jelas tinggal di rumah Harry tidak mendapatkan suratnya? Apa mungkin burung hantunya tersesat?
"Mungkin besok suratnya sampai, sayang. Seharian kita, kan, tidak di rumah. Sekarang Lily tidur saja, ini sudah malam." Kata Harry coba menenangkan, untungnya Lily mengeti.
Harry lantas mengantarkan sampai ke kamar putrinya, sementara Hermione membersihkan barang-barang dari mobil yang sebagian besar adalah kado milik Lily. Hermione terus diam sejak mendengar Lily tidak menemukan surat Hogwartsnya hari ini, begitulah yang tertangkap dari pengamatan Harry. Istrinya itu semakin berubah.
Selepas mengecek kedua putranya yang lain, Harry bergegas masuk ke kamar dan mencari tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Hermione.
"Mione, kau tak apa?"
Di dalam kamar, Harry mendapati Hermione duduk di depan meja rias sambil menyisir rambutnya. Wajahnya sendu seperti baru saja menangis. "Aku tak apa-apa, Harry—"
"Please, aku mohon jujur padaku, Hermione. Kau tak suka dengan acara pesta di The Burrow tadi? Mione, mereka juga keluarga kita—"
"Bukan, aku tidak pernah mempermasalahkan itu, Harry. Tidak pernah. Aku pun sudah menganggap mereka keluargaku sendiri bahkan sejak kita semua masih kecil," protes Hermione.
Kini Harry sudah berganti pakaian dengan piama tidur, ia mendekati Hermione dan duduk di sisi ranjang tepat di belakang Hermione. Istrinya itu tidak bergerak dari tempat duduknya. Ia menatap wajah Harry melalui cermin yang ia hadap.
Hermione mendesah berat, "tidak, Harry—"
"Lily? Benar? Suratnya pasti belum dikirim, atau mungkin burung hantunya tersesat, Mione. Jangan ikut-ikutan khawatir seperti Lily, dong!"
"Tapi itu tidak mungkin, Harry. Bahkan separah-parahnya burung hantu seperti Erol dulu, surat-surat itu pasti akan sampai. Apalagi surat penting dari Hogwarts. Bagaimana jika Lily—"
Bibir Harry sudah membungkam pergerakkan bibir Hermione dengan bibirnya. Melumatnya sejenak demi menenagkan perasaan Hermione. "Terima kasih," ucap Harry selepas ia dari bibir Hermione.
"Terima kasih? Untuk apa?"
"Menyayangi anak-anak, kau ibu yang baik, Hermione. Kau bisa merasakan sendiri, bukan? Jadi mengapa kau masih memberikan mantra pencegah kehamilan itu di tubuhmu? Kau tak mau memberikan adik untuk mereka? Lily sudah lama ingin adik perempuan, loh," goda Harry.
Hermione akhirnya tersenyum juga, "aku belum siap, Harry. James, Al, dan Lily masih butuh diurus," kata Hermione malu-malu.
"Apa? Lily bahkan sudah 11 tahun, mereka sudah besar, sayang," rayu Harry disambut gelengan kepala Hermione. Sembilan tahun menikah, Hermione membiarkan tubuhnya dijaga oleh mantra modifikasi untuk mencegah kehamilan.
Dulu Hermione melakukan itu demi menghargai keluarga Weasley yang baru kehilangan Ginny. Ia tidak mau kehadiran anak yang dilahirkan buah cinta dengan Harry membuatnya lupa dengan ketiga anak Ginny. Bahkan sampai kini, Hermione tetap teguh pada keyakinannya bahwa James, Al, dan Lily akan menjadi prioritas utamanya dan tidak melepas mantera itu. Terutama tanggung jawabnya menjaga Lily.
Hermione sudah menghambur ke pelukan Harry. Nyaman sekali bersandar di dada pria itu. merasakan hangat tubuhnya serta mendengar detak jantungnya setiap hari. Itu kebahagian Hermione yang sudah ia idamkan sejak remaja.
"Semoga tidak terjadi apa-apa," bisik Harry pelan, walaupun tiba-tiba rasa khawatir itu mulai ia rasakan juga.
- TBC -
#
Masih awal, jadi belum bisa komentar apa-apa. Oh, ya, udah pada dengar soal Indonesian Fanfiction Awards 2015? Anne baca-baca itu kok jadi tertarik ingin ikut, ya? Kalau misalnya Anne ikut, apa ada yang mau vote Anne? Hehehe.. :)
Baiklah, mungkin cukup sekian dulu. Anne nggak janji kalau bisa cepet updatenya. Ditunggu review kalian, teman-teman. Anne kangen banget baca review kalian! Ditunggu, ya :)
Thanks,
Anne xo
