Lovely Nightmares


First: it was after the Nostrade's getting back to their manor, Kurapika had decided to going back to Rukusu Village, but something unexpected waits her there…..


Chapter 1: Introduction


"Pertukaran sandera, selesai", gumam pria berambut pirang itu,

"Iya", sahut rekannya dengan suara yang terdengar sangat lega,

"Hmmm..-", ia hendak membalasnya ketika dirasakan tubuhnya melunglai, kemudian semua menjadi gelap gulita.


Beberapa waktu nampaknya telah berlalu sejak saat itu, kondisi pria itu terlihat berangsur-angsur pulih, ia pun mulai mencoba membuka kedua matanya yang terasa sangat berat,

"Uukh-", pria itu membuka matanya secara perlahan, sehingga tampaklah dua bola mata berwarna biru yang indah yang sebelumnya tertutup rapat, demikian pula dengan rona wajahnya yang semula tampak begitu pucat, kini berangsur-angsur terlihat lebih sehat.

"Ini…dimana?", ujarnya lemah, dari nada suaranya tampak sekali kalau ia masih sangat jauh dari kondisi yang terbilang baik,

"Bagaimana dengan lelangnya? Apa nona mendapatkan semua barangnya?", sambungnya dengan nada cemas,

" Sudah, istirahatlah dahulu Kurapika, kau masih belum sehat benar", ujar Senritsu pelan, ia benar-benar mengkhawatirkan kesehatan rekannya yang satu ini, ia masih saja mengkhawatirkan yang lainnya meski dirinya sendiri sudah sangat mengkhawatirkan saat ini.

"Tidak bisa, Senritsu aku…", bantah pria itu sambil berusaha keras bangun dari pembaringannya, meski ia masih sangat merasa lemah, hal ini membuat Senritsu yang berada tepat disisinya langsung bertindak cepat, ditahannya tubuh rekannya itu dengan tangannya,

"Kumohon, jangan membantah dan istirahatlah!", bentaknya keras, melihat reaksi Senritsu yang begitu keras ingin menghentikannya, Kurapika terpaksa mematuhinya, meskipun jelas di dalam batinnya terdapat penolakan yang kuat akan hal ini, tapi secara fisik ia benar-benar kembali berbaring dan memejamkan matanya yang terasa sangat lelah, Kurapika pun memaksakan matanya untuk kembali merapat.

Ingatan dan penyesalan mewarnai kilasan-kilasan memori yang terjadi di dalam mimpinya, dan karena terlalu lelah dengan mimpi-mimpi itu, Kurapika pun mengindahkan semua larangan dan tetap berusaha bangkit dari tidurnya, tak peduli siapa pun yang menyuruhnya kembali tidur, sungguh ia sangat lelah untuk terlelap dan bermimpi lagi.


Ketika kesehatannya semakin membaik, Kurapika memutuskan untuk kembali, bersama Senritsu tentunya.

"Terima kasih atas kebaikan kalian", ujarnya tenang, dengan gestur yang begitu elegan (cieee) dan membuat temannya merasa sedikit terhenyak, dan tidak tahu harus bagaimana,

"Eh, itu…tidak masalah, lagipula kita kan teman", balas Leorio setengah canggung,

"Sayang sekali Gon dan Killua tidak bisa ikut, tapi mereka titip salam untukmu", lanjutnya dengan kepercayaan diri yang mulai beranjak naik,

"Terima kasih, sampaikan juga salamku untuk mereka", sahut Kurapika manis, ditambah senyumnya yang charming (aiiih apa pula ini), membuat Leorio semakin panik,

ingat, dia laki-laki juga.., pikirnya demi menepis pesona temannya yang satu ini.

Kemudian Kurapika berbalik dan menuju tempat check-in, penerbangan mereka tentu tak akan menunggu sekadar perpisahan semacam ini bukan? Sementara Leorio, yang ditinggal bersama Senritsu, mencoba mencairkan suasana,

"Ehm, tolong perhatikan dia baik-baik ya, sepertinya dia bisa jujur padamu, dan..dia itu suka ceroboh kalau sudah menyangkut Laba-laba", ujar Leorio, yang ditanggapi Senritsu dengan senyuman,

"Tenang saja, soal itu, kurasa dia akan baik-baik saja", balas Senritsu ramah,

"Ah, sepertinya kami sudah harus berangkat", lanjutnya ketika melihat Kurapika melambai kearahnya,

"Sampai jumpa, Leorio-san", sapa Senritsu hangat, sebelum ia berjalan setengah terburu-buru menuju rekannya yang sudah menunggu di seberang sana, Leorio hanya menonton sambil tersenyum simpul, kemudian dia memutuskan untuk kembali.


Selama perjalanan pulang kembali ke kediaman Nostrade, benak Kurapika dipenuhi dengan ingatan-ingatan tentang desanya, keindahannya, keasriannya, teman-temannya, tetangga-tetangganya, dan sekian-sekian yang begitu dirindukannya,

ah, sudah berapa lama sejak aku meninggalkannya ya…, pikirnya dalam, begitu dalam hingga ia tidak sadar kalau Senritsu sudah berada disampingnya sekarang,

"Rindu kampung halaman ya?", ujar Senritsu tiba-tiba yang tentu saja, mengagetkan Kurapika yang tengah berkhayal,

"Eh, sejak kapan kau disini Senritsu?", Kurapika berujar setengah kaget, yang dibalas Senritsu dengan senyum keibuannya yang hangat,

"Baru saja, tadi saat hendak menuju ke pantry, aku melihatmu termenung sendirian disini dengan pandangan jauh, hehe, kurasa kau sedang butuh teman", ujarnya dengan nada bercanda, yang ternyata mampu membuat Kurapika tersenyum balik,

"Mungkin-", sahutnya sendu,

"Tapi kurasa kau mampu mengetahui lebih dari itu tanpa aku harus menjelaskannya", lanjut Kurapika dengan nada sendu yang sekarang ditambah nuansa yang sedikit dingin,

"Soal pertanyaanku, bagaimana?", tanya Senritsu yang membuat Kurapika teringat akan ucapan Senritsu yang mengagetkannya,

"Iya, kurasa aku memang merindukan desaku…meski sudah dibantai", jawab Kurapika datar, dan tentu saja meninggalkan bagian terakhir itu untuk dirinya sendiri,

"Kurasa kau sebaiknya minta izin pada Tuan Light", balas Senritsu, yang dibalas Kurapika dengan anggukan setuju,

"Mungkin nanti kalau kita sudah sampai", kata Kurapika datar,

"Iya", sahut Senritsu mengiyakan kata-kata temannya.


Ketika mereka sampai di kediaman Nostrade, Kurapika bergegas merapikan barang-barangnya dan langsung menuju ke ruang kerja Light Nostrade, bos-nya.

Ia pun membunyikan bel diruangan itu sampai terdengar sebuah suara khas pria dewasa dari dalam,

"Masuklah", perintah Nostrade santai, maka dengan gestur pelan Kurapika mendorong pintu kayu dihadapannya,

"Oh, Kurapika rupanya, ada apa?", sapa pria setengah baya itu, ia segera bangkit dari posisi duduknya yang semula setengah berbaring, ditegakkannya punggungnya itu dan ia menopang dagunya dengan kedua tangannya yang kini berada diatas meja, dengan segenap kepercayaan diri dan pembawaannya yang tenang, Kurapika melangkah kehadapan Tuan Nostrade, ia kemudian menghela nafas dan berdehem satu kali,

"Saya meminta izin untuk mengunjungi orangtua saya Tuan", ungkapnya dengan nada formal yang berkesan dingin, suasana ruangan itu sekejap berubah menjadi bergaya aristokrat,

"Hmmm….baiklah, tapi berapa lama kira-kira?", tanya Tuan Nostrade dengan nada yang tidak kalah aristokrat,

"Mungkin beberapa bulan", balas Kuruta muda itu, tenang dan tanpa sedikitpun terlihat ragu,

"Oh, kalau begitu baiklah, kau kuizinkan untuk pergi", ujar Tuan Nostrade singkat,

"Terima kasih", ujar Kurapika sambil berjalan balik kearah pintu kayu itu, kemudian ia pun keluar dari ruang kerja milik bos utamanya tersebut.

"Bagaimana?", tanya Senritsu ketika melihat Kurapika keluar dari ruangan Light Nostrade,

"Hm, seperti yang sudah kau duga", jawab Kurapika singkat sambil terus berjalan menuju kamar pribadinya, tempat ia telah merapikan barang-barangnya sebelumnya, iapun segera keluar dari kamar itu seusai membawa keluar semua barang-barang yang hendak dibawanya,

"Terima kasih untuk semua, Senritsu", ujarnya dengan nada suara yang sebenarnya terdengar begitu gembira jika tidak diungkapkan dengan gestur dinginnya,

"Ya, sama-sama, selamat berlibur, Kurapika", balas Senritsu sambil mengantar Kurapika menuju kearah gerbang utama.


Kurapika menyeruput tehnya sambil menunggu penerbangannya, ruang tunggu yang tidak begitu ramai ini tetap tidak membuat Kuruta muda ini bergeming untuk sekadar menyapa orang-orang disekitarnya, ia meminum teh hangat yang tadi dipesannya untuk menunggu.

Sekilas ia juga membolak-balik lembar demi lembar yang tengah ditelaahnya dengan seksama,

hmm…sepertinya masih cukup lama, keluhnya dalam benaknya yang terasa semakin jenuh.

Ketika akhirnya penerbangan menuju daerah luas tempat Rukusu bersemayam berjalanpun ia hanya menanggapinya dengan tenang, tidak sedikitpun terlihat keriangan dari rona wajahnya yang muram.

Perjalanan yang sangat singkat ia rasakan, jauh berbeda dengan ketika dahulu ia meninggalkan daerah ini untuk mengikuti ujian Hunter nyaris setahun yang lalu, namun ia memutuskan untuk menginap di penginapan sekitar sekadar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sedikit lelah dengan perjalanan ini, iapun menyewa sebuah kamar di penginapan kecil yang dulu sempat menampungnya saat ia hanya seorang anak kecil yang selamat dari pembantaian, tanpa apapun kecuali pakaian yang melekat pada dirinya dan sebuah anting-anting peninggalan ayahnya, ya, Kurapika kecil hanya hidup berdua dengan ayahnya di daerah Rukusu bersama warga Kuruta yang lainnya, sama sekali tak pernah ia mendengar hal-hal mengenai ibunya, yang jelas sampai saat ini masih menghantui pikirannya,

Ibu, apa kau telah meninggal begitu tragis lebih dulu sehingga ayah enggan menceritakan sesuatu pun mengenai dirimu? Atau…kau justru telah meninggalkan kami.., renungnya dalam sambil merebahkan diri diatas kasur penginapan itu, ia segera menghirup dalam-dalam udara yang dulu begitu dikenalnya.

Sembari menenggelamkan diri dalam kenangan-kenangan yang tidak begitu indahnya, Kurapika membuka penyamarannya satu persatu sambil berjalan pelan menuju cermin besar yang tergantung di dekat pintu kamar mandi, diamatinya sosok lain dari dirinya itu, seorang gadis muda dengan rambut pirang panjang yang terurai sampai kepunggungnya, tampak terpaku dengan bayangannya sendiri sambil melepaskan anting-antingnya untuk membebaskan siluet aslinya yang selama ini tertutupi oleh kekuatan yang mengubahnya menjadi sesosok pria.

Pipinya yang pucat mencuatkan semburat merah muda yang menandakan bahwa pemiliknya tengah sedikit merasa malu, sedikitnya hal itu merupakan kewajaran lantaran selama ini ia terus memandangi sosoknya sebagai laki-laki.

Beberapa menit berselang gadis muda itupun kembali merebah sambil memandang langit-langit penginapan,

aku pulang, pikirnya.


Hari masih pagi, udara yang cukup bagi seorang Kurapika untuk memulai perjalanannya ke Rukusu, angannya masih setia membayangi setiap jejak langkah yang dulu ditelusurinya, tapi tentu saja kali ini semuanya berbeda, tidak lagi ia menaiki sebuah kapal dan jatuh sampai nyaris tenggelam, tidak pula ia meringkuk ketakutan didekat bangkai kapal yang baru sesaat dinaikinya, Kurapika menghela nafas panjang, ia terus menyusuri jejak masa kecilnya sampai ia tiba pada tempat ia menguburkan semua orang yang ditemukannya, yang tentu saja tidak termasuk mereka yang tenggelam di suatu lautan nun jauh di tempat ujian hunter kemarin, sedikitnya tidak sejauh itu.

Kurapika kemudian dikejutkan oleh sesosok perempuan berambut pirang yang tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berdiri,

"Siapa…?", tanya gadis muda itu pelan, sebenarnya ia juga tidak bermaksud bertanya, tapi kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirnya dan saat ia sadar perempuan itu menoleh kearahnya,

"Kau…apa namamu Kurapika?", tanya perempuan paruh baya yang masih terlihat begitu anggun itu, tentu saja pertanyaan ini mengagetkan Kurapika, bagaimana tidak, seorang wanita dewasa yang tidak dikenalnya tiba-tiba saja memanggilnya dengan namanya, seolah perempuan itu tahu siapa dirinya,

mungkinkah…, pikirnya dalam,

"Ya, nama saya memang Kurapika, ada apa ya?", ujarnya sedikit penasaran, lalu perempuan tadi berjalan kearahnya dan segera saja ia telah memeluk tubuh Kurapika yang masih belum mengerti duduk perkaranya,

"Putriku, kukira aku tak akan menemukanmu saat aku tahu kalau…tempat ini dibantai".


Up Next: Due to the mixture of curiosity and a guilt to refuse the offer, Kurapika decided to go along with the woman who brought her into the whole new town, called Stargate.


Author's Note: my second Indonesian stories after Bintang Kecil, presented to my dear Indonesian readers who had supported me all this time, well, this is my biggest Thank You for your kindness to read my stories hehe *\(^o^)/*