Disclaimer
Naruto © Masashi Kishimoto
As Husband and Wife © Misaki Hara
Main Character
Uzumaki Naruto
Hyuuga Hinata
Warning
Rewrite Story, AU (Japan-verse), Lil' Bit OOC
Summary
Hyuuga Hinata adalah seorang wanita lulusan luar negeri yang terlalu sibuk dengan urusan akademiknya hingga ia tidak sadar bahwa deadline menikahnya sudah telat dua tahun. 'Wanita keturunan Hyuuga harus mementingkan keluarga di atas segalanya' itulah yang selalu dikatakan orangtuanya sebelum ia terbang ke Amerika untuk melanjutkan studi S1-nya.
Trauma
"Hinata-san, jadi apa jawabanmu?"
Seorang pria berkacamata hitam bulat dengan jas abu-abu yang panjang. Wajahnya menyiratkan rasa gugup yang memenuhi dirinya. Keringat dingin yang jarang muncul pun mengalir dari pelipisnya. Dihadapannya seorang gadis berambut indigo yang dikepang satu, terlihat sama gugupnya dengan si pria untuk menjawab pertanyaan pria tadi.
"Terima kasih atas perasaanmu padaku. Tapi...aku rasa aku bukan wanita yang cocok untukmu," ucap gadis yang bernama Hinata itu lalu meninggalkan pria tadi yang sedang syok berat mendengar jawaban Hinata.
'Gomen nasai...'
–美咲–
Matahari di akhir musim semi memang cukup hangat siang itu. Hinata baru saja menyelesaikan kelasnya dan memutuskan untuk menemui Sakura di Yamanaka Café, tempat favorit mereka untuk berkumpul dan mengobrol santai sejak SMA dulu. Cafe itu tidak begitu jauh dari kampus di mana Hinata mengajar. Hanya sekitar sepuluh menit dengan jalan kaki.
"Hinata-sensei!"
Seorang gadis berambut biru yang dihiasi jepit rambut berbentuk bunga kertas menghentikan langkah Hinata.
"Ada apa Konan-sensei?"
Konan melipat lengan di dada. Matanya menyirat pertanyaan yang harus segera dijawab oleh Hinata.
"Apa?" Tanya Hinata pura-pura tidak mengerti.
"Apa kurangnya dia?" Konan balik bertanya.
Selama beberapa detik Hinata berusaha mencerna pertanyaan Konan itu. Akhirnya ia pun mengerti.
"Sepertinya beritanya langsung menyebar ke seluruh penghuni kampus. Aku tidak menyangka kalau universitas sebesar Todai berisi para penggosip," jawab Hinata yang menyiratkan bahwa ia tidak bisa mengelak dari pertanyaan Konan lagi.
Ya, sudah dapat dipastikan kalau berita tentang Hinata menolak lagi ajakan kencan dari seorang dosen muda yang merupakan pria idaman para mahasiswi maupun para dosen menyebar ke seluruh kampus. Atau mungkin ke seluruh Tokyo. Ini merupakan berita sekaligus gossip yang tidak boleh terlewatkan.
"Baiklah. Dia baik, lembut, perhatian..." Hinata mulai membuka suara dan menyebutkan penilaian dari seorang Aburame Shino yang selama beberapa bulan ini didengarnya.
"Dan setia," tambah Konan. Ia terlihat sedikit tidak sabaran dengan Hinata bertele-tele.
"Ya, setia," setuju Hinata. Ia dapat melihat Konan tersenyum penuh kemenangan.
Sudah jadi rahasia umum bahwa Aburame Shino adalah contoh pria setia yang tidak boleh dilewatkan oleh setiap gadis. Hanya sayang dia sedikit pendiam dan kikuk terhadap wanita. Atau mungkin itu daya tariknya? Entahlah.
"Tapi aku tidak punya perasaan yang istimewa dengannya. Apa aku harus membohongi perasaan sendiri?"
Konan menghela napas berat. Baginya, Hinata memang wanita yang sulit dimengerti. Konan mengenal Hinata tidak hanya sebulan dua bulan melainkan hampir 8 tahun lebih sejak Hinata menginjakkan kaki di Harvard University.
"Baiklah terserah Hinata-sensei saja. Kupikir kamu harus menuntaskan traumamu itu segera. Oke, aku harus datang seminar sebentar lagi. Osakini Shitsureishimasu!"
Konan meninggalkan Hinata sendiri, berharap kouhainya yang telah menjadi kawan sejawatnya itu dapat merenungi sikapnya. Memang bukan sikap yang buruk, tapi ia tidak bisa terus melarikan diri.
–美咲–
Angin hangat berhembus, mengayun helaian rambut dua orang gadis yang sedang menunggu pesanannya datang. Apakah musim panas akan segera datang?
Seorang pria berseragam pelayan Yamanaka Café datang mengantar dua cangkir teh hitam dan roti irlandia hangat dengan olesan mentega yang menggugah selera. Kedua menu itu selalu dipesan kedua gadis tadi jika mereka datang ke Yamanaka Café ini. Ya, mereka, Hinata dan Sakura.
"Kudengar kamu menolak seseorang lagi, ya?" tanya Sakura tanpa berbasa-basi.
"Sakura-chan…"
"Aku bingung, benar-benar bingung. Pria sejati seperti apa yang kamu cari. Padahal kudengar pria itu pria yang baik," ujar Sakura mengutarakan kekecewaannya. "Kau terlalu sibuk mengejar gelas S2 dan sekarang sibuk mengajar hingga tidak pernah menyempatkan diri untuk pergi kencan di sabtu malam. Sebagai sahabat, aku cukup resah."
"…"
Hinata tidak bisa menjelaskan apa-apa. Jika ada yang bertanya pun ia tidak tahu alasannya. Jika ia bilang karena trauma, mungkin akan ditertawakan orang. Rasa takut yang berlebihan itu tak mau hilang walaupun Hinata sudah berusaha sekuat tenaga.
"Sampai kapan kamu mau mengingat masa lalu?"
Hinata melirik Sakura. Ia iri, sedikit iri dengan Sakura yang mampu mempertahankan hubungannya dengan Itachi hingga tahun keenam. Sakura dan pria bernama Itachi itu awalnya adalah musuh bebuyutan. Itachi adalah Ketua OSIS saat mereka koukousei dan Sakura adalah salah satu dari beberapa siswi yang suka melanggar aturan seragam sekolah. Namun, Sakura dengan kegigihannya, berhasil meraih impiannya sebagai designer fashion dan membuka butiknya di Harajuku Street. Dari sebuah kenakalan masa remaja, ia mendapatkan dua hal, Cinta dan Cita-cita. Hinata ingin sekali berteriak bahwa ia iri dengan hal itu.
Hanya Sakura dan Konan yang tahu sebab dari traumanya Hinata. Semua itu karena tiga pria berbeda yang tidak punya rasa tanggung jawab dan kesetiaan. Bahkan pria yang terakhir rela meninggalkan Hinata di hari pernikahan mereka. Karena wanita lain. Apakah semua pria di dunia seperti itu? Tiga kali itu cukup membuat Hinata sadar bahwa ia tidak akan berhubungan dengan pria manapun lagi. Sudah cukup.
Flashback on
Musim semi dan musim gugur adalah waktunya yang baik untuk menikahkan anak-anak mereka. Begitu juga dengan keluarga Hyuuga. Mereka telah mentaati aturan ini sejak nenek moyang dulu dan sebagai keluarga keturunan bangsawan, mereka harus tetap menjalankan aturan tersebut.
Musim gugur empat tahun yang lalu, seorang gadis dari keluarga Hyuuga akan menikah dengan pria pilihannya sendiri. Dengan mengantongi izin seluruh anggota keluarga Hyuuga, gadis ini mantap dengan keputusannya untuk menikah. Seseorang yang akan menjadi pengantin prianya adalah…
"Kiba-kun."
Pria dengan senyum hangat itu menoleh dan matanya membulat. Ia terpesona dengan sesuatu yang baru dilihatnya itu.
Gadis yang akan menikah di musim gugur ini, mendekati pria yang dipanggilnya Kiba, diiringi dua gadis lain yang memegangi.
"Bagaimana? Apakah Kimono ini cocok denganku? Sakura-chan sendiri yang memilihkannya untukku." Tanya Hinata kemudian berputar perlahan.
Semua keresahan yang ada di pikiran Kiba pun menghilang. Ia tersenyum dan berjalan mendekati Hinata. Matanya menatap mata lavender Hinata lekat dan mengenggam kedua tangan Hinata erat.
"Cocok dan membuatmu sangat cantik, Hinata-chan," ucapnya lirih.
Wajah Hinata memerah. Pujian yang menyenangkan. Sesuai dengan harapannya.
"Terima kasih…"
Hari pun pernikahan tiba. Hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh Hinata. Ia akan menikah dengan Kiba. Akhirnya setelah dipertemukan oleh seorang teman dan berpacaran selama satu tahun lebih, restu dari keluarga didapatnya dan kedua keluarga pun meminta untuk secepatnya diadakan upacara pernikahan. Dan sesuai permintaan keluarga mempelai wanita, upacara diadakan dengan adat Shinto–keluarga Hinata adalah keturunan bangsawan.
Pendeta Shinto telah bersiap. Semua anggota keluarga dan kerabat dekat telah hadir di kuil itu. Satu-satunya yang belum hadir hanyalah Kiba. Inuzuka Kiba, pengantin pria, pria yang dipercaya oleh Hinata sebagai cinta sejatinya.
Cinta…
Sejati…
Namun apakah cinta sejati harus datang terlambat di acara pernikahannya sendiri? Apakah pengantin wanita harus menunggu satu jam lebih demi kehadiran cinta sejatinya?
'Kiba-kun, kamu ada di mana?'
Hinata rela menunggu selama apapun. Tapi tidak bagi orang-orang yang telah hadir sejak pagi. Suasana yang sepi suara tadi pun kini dihiasi obrolan-obrolan dan gumaman.
Seseorang datang dan suasana kembali sunyi.
Hinata harap itu pengantin prianya. Tapi… bukan. Kiba tidak memiliki wajah sepucat itu dan rambutnya tidak biru tua. Pria itu lebih dikenalnya sebagai mak comblang mereka, Sai.
"Hinata… maaf." Suara Sai terdengar terengah-engah. Pasti dia buru-buru sekali kemari.
Sai menyerahkan amplop yang telah terbuka. Hinata mengeluarkan isinya.
Selembar kertas yang dilipat tiga atau lebih tepatnya…sepucuk surat.
Hinata membacanya dengan seksama. Ekspresi wajahnya berubah drastis. Air mata berurai dan sedikit demi sedikit membasahi kertas yang dipegangnya.
Maaf Hinata-chan, ternyata satu tahun tidak bisa membuatku membuatku melupakannya dan ternyata sangat sulit menyadari bahwa aku tidak siap menikah denganmu. Kau boleh mencaciku tapi banyak hal yang membuatku berpikiran seperti ini. Sekali lagi maaf Hinata-chan. Tolong lupakan saja aku.
Inuzuka Kiba
Tidak…
Siap…
Menikah…?
Ia menatap Sai dan bertanya melalui matanya apakah Sai sedang bercanda. Namun ini bukan lelucon yang dibuatnya untuk membuatku terlihat bodoh. Ini nyata...
"Maaf Hinata… aku terlambat. Aku tidak bisa mencegahnya pergi." Wajah Sai mengatakan ia bersungguh-sungguh.
Mata Hinata menjadi kosong…kemudian…
Bruggh!
…ia jatuh tak sadarkan diri.
Flashback off
"Aku tidak tahu." Hinata memandangi langit biru yang terhampar indah. Musim panas akan menggantikan musim semi. Rasa hangat ini berganti dengan lembabnya udara di musim panas nanti. "Mungkin sampai menemukan orang yang benar-benar masuk kriteria."
Sakura mendengar hal hebat. Kriteria pria idaman Hinata. Benar-benar menarik. Ia tidak boleh melewatkannya sedikitpun.
"Seperti apa orang yang masuk kriteria itu?"
Hinata tidak menyangka Sakura akan menanggapi dengan serius. Seorang Sakura ingin mendengar sebuah bualan dari Hinata. Rasanya sedikit tidak masuk akal. Tapi toh, Hinata tetap memulai karangan indahnya tentang pria idamannya.
"Matanya sebiru langit musim panas…"
Ya, tipikal musim panas.
"Punya senyum secerah matahari di musim panas."
'Seperti Sai.'
"Punya rasa humor."
'Seperti Itachi-senpai.'
"Mungkin…rambutnya pirang," lanjut Hinata sedikit ragu.
'Seperti matahari musim panas, eh?'
"Baik hati, ramah, perhatian, setia."
'Seperti Konan-senpai, Temari-senpai, Okaasan, Shikamaru.'
"Yah…seperti itulah, hehehe…"
Hinata tertawa sendiri dengan karangan hebatnya itu. Tidak ada laki-laki yang seperti itu. Tidak mungkin ada. Itu…itu terlalu sempurna.
Itu hanya bualan dan seharusnya Sakura tahu. Seharusnya Sakura berkomentar sesuatu atas bualannya tadi. Tapi Hinata malah menemukan Sakura sibuk memperhatikan sesuatu. Atau…lebih tepatnya seseorang.
"Ada apa, Sakura-chan?" tanya Hinata bingung. Ia mengikuti arah mata Sakura. Sepertinya Sakura sedang tertarik dengan seorang pria yang sedang duduk melamun tidak jauh dari tempat mereka duduk. Yang membatasi mereka hanya dinding kaca cafe tersebut.
"Hinata," panggil Sakura tiba-tiba. Matanya telah beralih dari sosok pria tadi.
"Ya?"
Sakura mengenggam kedua telapak Hinata. Dengan mata berkaca-kaca, ia berkata, "akhirnya…akhirnya kutemukan pria idamanmu itu. Berbahagialah."
"A-apa?"
–つづく–
Pojok Author
Baiklah, saya ingin meminta maaf kepada para reader yang menunggu update-an fanfic saya #kalaumemangadayangnunggu—karena saya malah melakukan rewrite, bukannya upload update-an. Yah...tunggu ajalah update-annya. m(_)m
M. Hara
