Barcelona, I'm in Love

© aniranzracz

Harry Potter © JKR

.

.

Perasaan yang tidak jelas sedang menghantui Lily sekarang.

Ia ingin menangis, ditahan oleh rasa amarahnya. Ia ingin marah, ditahan oleh rasa leganya. Ia ingin tertawa, ditahan oleh rasa sedihnya. Semua yang ingin ia lakukan menjadi serbasalah dan seluruh perasaan yang ia pendam sekarang seperti mempermainkannya dan berputar tanpa arah yang jelas.

Tanpa melepas jubah Quidditchnya, Lily langsung berbaring di kasur empuk miliknya yang nyaman. Masih dengan perasaan gelisah yang melandanya. Ia memang baru saja pulang bekerja.

Memang menyedihkan kalau seseorang yang kita cintai itu menyayangi orang lain, tapi akan jauh lebih menyedihkan lagi kalau seseorang kita cintai itu pura-pura menyayangi kita hanya untuk membuat kita tersenyum dan merasa senang.

Lily yang baru saja putus dengan Scorpius jadi berpikir bahwa Scorpius sudah mengambil jalan yang benar. Jika memang Scorpius lebih memilih Cecilia Zabini, maka Scorpius harus memutuskannya. Dan Scorpius memang melakukan hal itu.

"Jadi itu yang terbaik," pikir Lily. "Ya sudahlah."

Beda di pikiran, beda di hati. Selalu begitu.

Walaupun Lily merasa itulah jalan yang terbaik, tetapi ia belum bisa menerima semuanya dengan lapang dada dan tanpa merasa kecewa.

Tok tok…

Lily bergeming. Membuka pintu sedang tidak ada dan tidak akan pernah ada dalam daftar hal-hal yang ingin ia lakukan sekarang.

Tok tok…

Tok tok…

Well, mungkin kali ini Lily harus membuka pintu itu.

Lily mendengus malas, lalu beranjak membukakan pintu untuk tamu—yang menurutnya tidak tahu diri itu—dengan berat hati. Entah kenapa sekarang semuanya menjadi lebih berat daripada sebelumnya.

"Siapa?" tanya Lily sambil membuka pintu.

"Aku, Rose."

Lily mendelik. Tambah malas begitu mengetahui yang bertamu adalah sepupunya sendiri. Alih-alih mengusir Rose untuk pulang ke rumahnya sendiri, ia malah mengatakan, "Ya. Masuklah."

Rose pun melangkahkan kaki masuk ke dalam apartemen kecil yang dihuni sendirian oleh Lily itu. Lily memang belum menikah, tapi ia sudah sangat mapan untuk ukuran seseorang yang berusia dua puluh lima tahun.

Lily sendiri adalah seorang Chaser dari Holyhead Harpies, salah satu tim Quidditch paling populer di dunia. Ia adalah Chaser paling terkenal di antara tiga Chaser Holyhead Harpies. Lily terkenal karena kemampuan alamiah Lily sendiri sebagai seorang Chaser hebat serta statusnya sebagai anak bungsu dari The-Chosen-One.

Dan tidak heran kalau Lily jadi kaya sekarang. Sangat sangat sangat kaya. Apartemen yang Lily tempati sendiri—walaupun kecil—terlihat mewah dengan gaya minimalis Muggle. Ada ruang tamu yang digabung dengan ruang keluarga, dua kamar—kamar Lily dilengkapi dengan fitting room, satu kamar mandi, dan dapur yang digabung dengan ruang makan. Untuk apartemen yang dihuni satu orang, itu sudah cukup besar.

Ruang tamu Lily sederhana. Masih bergaya minimalis seperti yang dijelaskan tadi. Salah satu bagian dinding dicat dengan warna hitam polos dan dihiasi dengan beratus-ratus foto hitam putih yang merupakan foto-foto Lily dengan banyak orang. Ada fotonya dengan keluarga besarnya, fotonya dengan keluarga Potter, fotonya dengan Gordon Potter—anak James—sampai fotonya dengan Scorpius. Foto yang terakhir itu tadi—fotonya dengan Scorpius—rencananya akan ia ambil dari dinding itu dan ia bakar.

Sofa hitam polos yang berlengan menghiasi ruang tamu itu. Meja kopi putih juga ikut di sana dan dialasi oleh karpet bulu hitam. Ada televisi 32 inch yang hitam mengilap di sana dan disertai dengan satu lemari kaca besar berisi film-film yang Lily sukai.

Khas Muggle. Sangat khas Muggle.

Lily memang penyihir, tapi ia benar-benar cinta dengan Muggle. Kontras dengan Scorpius yang tidak terlalu suka dengan Muggle dan terlalu berorientasi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan sihir.

Dari itu saja, sepintas Lily menyadari kalau Scorpius mungkin memang bukan jodohnya.

"Kudengar kau baru saja putus dengan Scorpius," kata Rose sambil duduk di salah satu sofa dan mencomot satu kue kering. Sepupu yang paling dekat dengan Lily ini sudah tidak sungkan-sungkan lagi kalau ada di rumah Lily. "Kenapa?"

"Entah," kata Lily malas. "Aku sedang malas membicarakan hal itu."

"Hm." Rose mengangguk mengerti. "Terus bagaimana rencanamu?"

"Rencana apa? Aku tidak mempunyai satu pun rencana. Aku kan baru putus tadi pagi, sebelum aku latihan di lapangan kantor."

"Rencana seterusnya," kata Rose tidak sabar, sedikit bingung dengan pikiran Lily. "Tentang pasangan hidupmu. Uncle Harry dan Aunt Ginny, diam-diam menyuruhku untuk membantumu mencari jodoh begitu tahu kau sudah putus dengan Malfoy. Mereka sepertinya sudah tidak sabar ingin menggendong cucu."

"Cepat sekali beritaku dengan Scorpius putus menyebar." Lily mendengus. "Darimana mereka mendengar berita itu?"

"Daily Prophet mengeluarkan beritanya tepat siang tadi," kata Rose. "Berita itu, menurut mereka, punya nilai sangat tinggi sehingga mereka tidak ingin menundanya sampai besok."

"Hm."

"Jadi bagaimana? Apakah kau akan memberikan cucu pada orangtuamu?"

"Mereka sudah punya cucu dari James," kata Lily malas. "Lagipula aku masih terlalu muda. Dua puluh lima tahun."

"Hahaha." Rose tertawa, entah karena apa. "Maksudku, cucu dari anak bungsu dan anak perempuan satu-satunya. Semua orangtua selalu menantikan itu, Lils. Jadi bagaimana?"

"Entahlah."

Rose mengernyit. "Sebenarnya kau sedang memikirkan apa, sih?"

Lily mengangkat bahu. Ia sendiri tidak tahu sedang memikirkan apa karena semua pikirannya seperti berantakan dan berlari-lari dalam otaknya. Membuatnya sedikit bingung dan merasa ia takkan pernah bisa merasakan emosi apa pun lagi. "Aku tak tahu."

"Kau sedih ditinggal Scorpius?"

"Tidak. Aku sangat sangat sangat bahagia sampai rasanya aku ingin mati," kata Lily dongkol. "Kau ini bagaimana sih, Rose? Tentu saja aku sedih."

"Tapi kau tidak tampak sedih," timpal Rose terus terang. "Kau kelihatan biasa saja. Hanya seperti terkena sindrom… PMS. Kau cemberut sepanjang waktu dan kelihatan tidak akan pernah senyum lagi."

"Wajah tak selalu senada dengan hati," kata Lily. "Ingat saja itu. Sempat berguna."

"Tidak nyambung."

Hening.

Diam-diam Lily memikirkan satu alasan yang Rose sampaikan tadi bahwa ayah dan ibunya ingin Lily cepat-cepat menikah karena mereka berdua ingin menggendong cucu.

Lah? Untuk apa? Bukankah mereka sudah mempunyai cucu dari James?

Rose yang lebih tua darinya—27 tahun—juga tidak dipaksa menikah oleh Uncle Ron dan Aunt Hermione. Rose memang sudah berpacaran, tapi pacarnya saja masih dirahasiakan oleh Rose. Hanya Tuhan dan Rose sendiri yang tahu siapa pacar Rose itu.

"Ngomong-ngomong kau tidak disuruh menikah oleh Uncle Ron dan Aunt Hermione?" tanya Lily sambil menopang dagunya di tangan. "Mereka sudah tahu kau mempunyai pacar di luar negeri, kan? Kenapa mereka tidak meminta pacarmu itu untuk datang dan menemui mereka?"

Wajah Rose memerah. Ia juga tersedak kue yang baru saja ia telan karena pertanyaan tersebut. "Eh? Aku… tidak disuruh. Aku juga belum terlalu kepikiran ke sana karena aku saja masih sibuk di Kementrian. Aku… sepertinya masih ingin merintis karir dulu."

Lily mendengus. Ia tidak suka dengan Rose yang terlalu memprioritaskan karirnya daripada hal lain yang juga tidak kalah penting. "Bagaimana kalau karirmu harus kau rintis sampai umur lima puluh tahun? Apakah kau benar-benar akan menikah pada usia itu? Kau mau ya, jadi perawan tua?"

Rose hanya mendelik. "Ngomong apa sih, kau ini."

"Ngomong-ngomong siapa sih, nama pacarmu itu?" tanya Lily. "Kenapa kau menutup-nutupinya dari aku, adikmu, sepupu-sepupumu, dan bahkan orangtuamu? Toh akhirnya kau juga akan jadi istrinya!"

"Hei, belum tentu!" protes Rose. "Aku… tidak apa-apa. Aku hanya tidak ingin saja pacarku dikenal oleh banyak orang."

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa. Rasanya… aneh saja."

"Tapi apa sih untungnya punya pacar yang 'disembunyikan'?" tanya Lily. "Kau malah susah mendapatkan informasi tentang pacarmu itu. Sempat dia selingkuh, kan?"

"Memang," tapi Rose. "Tapi aku sudah memikirkan matang-matang tentang hal itu dan memutuskan akan menanggung resikonya. Lagipula aku tidak peduli padanya. Selingkuh, ya selingkuh saja sana."

"Kau tidak boleh begitu, kasihan pacarmu."

"Ini sedang trend, Lils."

"Sejak kapan kau mengikuti trend?"

"Terserah kau saja, lah," kata Rose malas.

"Yang namanya hukum karma di dunia ini pasti ada, Rose." Lily mulai berceramah lagi, membuat Rose mendesah bosan. "Kau harus hati-hati dan tetap memikirkan perasaan orang itu padamu. Kalau tidak, mungkin kau akan terima akibatnya nanti. Penyesalan selalu datang terakhir."

"Ya, ya," ujar Rose.

"Pacarmu penyihir sepertimu atau Muggle?"

"Muggle."

"Ngomong-ngomong, pacarmu itu ada di mana, sih?" tanya Lily. Sepertinya persoalan Scorpius dengan Cecilia di otaknya sudah mulai tersingkir. Walaupun nanti pasti akan kembali lagi.

"Di… Spanyol."

"Spanyol luas, Rose."

"Di Barcelona."

"Apakah enak punya pacar di luar negeri?" tanya Lily.

"Enak," kata Rose. "Aku jadi bebas."

"Barcelona? Jauh sekali dari London," timpal Lily. "Apa yang kauketahui dari Barcelona? Aku sama sekali tidak tahu apa-apa."

"Barcelona adalah salah satu kota wisata indah yang terkenal di kalangan Muggle. Barcelona tidak kalah indah dengan Paris," kata Rose. "Hanya itu saja yang kutahu."

Tiba-tiba seberkah cahaya bohlam muncul di dalam otak Lily.

"Ehem." Lily berdeham. "Mungkin enak juga tinggal di luar negeri. Aku mau pergi ke luar negeri, ah!" katanya dengan nada bercanda.

"Lucu sekali, Lils," sindir Rose. "Sudahlah, tujuanku ke sini kan ingin menghiburmu, terus kenapa kita jadi membicarakan pacarku dan kau malah memberikanku ceramah?"

"Yeah," ujar Lily pelan, lalu ia memutuskan berpura-pura sakit kepala. Ada yang ingin ia lakukan. Masalahnya, Rose tidak boleh ada di sini kalau ia ingin melakukan hal itu.

"Rose," panggil Lily sambil memijat pelipisnya. Hanya akting. "Aku tiba-tiba sakit kepala. Bisa tidak kau… er, pulang dulu? Maaf. Aku tidak bermaksud tidak sopan padamu. Tapi aku benar-benar ingin istirahat."

"Ya," kata Rose, lalu ia bangkit dari sofanya. "Harusnya aku yang tidak datang mengunjungimu saat ini. Kau kan lelah, baru pulang kerja. Masih memakai baju seragam Holyhead Harpies lagi! Dan kau sedang ada di kondisi yang… er, menyedihkan."

"Ya. Terima kasih sudah mengunjungiku."

"Oke. Selamat malam."

Lily mengangguk dan cepat-cepat menutup pintu begitu Rose sudah keluar dari kamarnya.

Lalu Lily mengambil koper merah marunnya yang kecil, lalu mulai mengisi pakaian-pakaian dan barang-barang penting—seperti berpoundsterling-poundsterling uang dan kamera—ke dalam koper itu tanpa dirapikan. Asal-asalan saja. Bahkan pakaian apa itu, Lily tidak memerhatikan. Kemudian ia mengambil tongkatnya dan merapikan isi kopernya itu.

Setelah semua selesai, ia meraih ponselnya dan kemudian menelpon sebuah nomor.

"Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?" tanya suara merdu seorang wanita di seberang itu.

"Dengan bandara… Geneva, Swiss?" tanya Lily lagi sambil memastikan nomor yang ia telepon itu di sebuah buku telepon. Lily besok akan ber-apparate ke Geneva supaya keluarganya akan 'mengganggunya' di sana, bukan di Barcelona. Entah bagaimana caranya ia mendapatkan ide tersebut.

"Ya. Ada yang bisa kami bantu?"

"Ada tiket pesawat untuk besok?" tanya Lily. "Ke Barcelona, Spanyol?"

"Sebentar, saya cek dulu," kata suara itu. "Mohon ditunggu sebentar, Madam."

"Ya."

Lily pun menunggu. Ia benar-benar tidak sabar. Dan beberapa detik kemudian, jawabannya sudah didapatkan.

"Ya. Besok ada penerbangan ke Barcelona, Madam," kata orang itu. "Pesawat Air Europa II. Jam tujuh pagi, Anda sudah dipersilakan check-in. Dan jam delapan pagi, Anda bisa langsung terbang ke Spanyol. Tujuannya adalah bandara El Prat Barcelona."

"Terima kasih atas informasinya," kata Lily. "Aku akan terbang besok. Jadi jam berapa aku bisa membeli tiket?"

"Jam enam, Madam."

"Oke. Selamat malam dan terima kasih."

"Terima kasih kembali. Selamat malam, Madam. Semoga penerbangan Anda besok lancar."

Sambungan telepon pun terputus.

Lily mendadak bingung. Ia tidak menyangka ia sudah sampai di tahap ini.

Apakah rencananya besok akan benar-benar ia jalankan? Dan tanpa memberitahu orangtua atau sepupu-sepupunya? Ini sama saja dengan… pelarian, kan? Dan pelarian itu sekarang sedikit menjebak, karena Lily memilih ber-apparate ke Geneva terlebih dulu karena jika keluarganya mencari, mereka akan mencari Lily ke Geneva, bukan ke Barcelona.

Pelarian yang… wow. Fantastis.

Lily memang gadis yang kuat. Buktinya ia tidak menangis walaupun hatinya terluka.

Tapi ia benar-benar harus menenangkan diri. Dan tempat paling tepat yang bisa ia dapatkan untuk itu adalah luar negeri. Barcelona, Spanyol. Ia bisa bersantai di sana dengan uang-uang yang sudah ia kumpulkan sejak lama, tanpa diganggu oleh orang lain. Apalagi oleh orang-orang yang sudah menyakitinya, seperti Scorpius dan Cecilia.

Memang keputusan untuk melarikan diri ke luar negeri merupakan keputusan yang terbaik.

Tapi apakah benar Lily harus pergi tanpa memberikan kabar atau meminta izin pada orangtuanya?

Mungkin… ya. Kalau orangtuanya tahu, pasti Lily tidak akan diperbolehkan pergi. Dan kalau sepupu-sepupunya tahu, mereka akan mengatakan itu pada orangtuanya dan mereka akan mencegah Lily pergi. Kalaupun tidak, mereka pasti akan mengganggu Lily ketika Lily sudah sampai di sana.

Dan begitu mengingat akibat dari pelariannya ini, tiba-tiba Lily merasa lelah. Sesak.

Sejak ia melihat Scorpius untuk pertama kalinya di Stasiun King Cross ketika mengantar Al, Lily sudah jatuh cinta dengan sepenuh hatinya pada Scorpius. Hanya jatuh cinta biasa. Tapi semakin lama, cinta itu malah semakin dalam. Membuat Lily tidak pernah merasa sabar untuk pergi menimba ilmu di Hogwarts.

Selain untuk belajar sihir, Lily juga ingin cepat-cepat bertemu Scorpius.

Dan ketika kesabarannya selama dua tahun diuji, akhirnya Hogwarts benar-benar mengundangnya untuk pergi ke sana. Lily benar-benar girang. Ia tidak pernah merasa kegirangan seperti itu, bahkan kegirangan itu mengalahkan kegirangan ketika ia diterima di Holyhead Harpies.

Awalnya Lily tidak bisa mendekati Scorpius. Pertama, masalah keluarga Potter dan Weasley dengan keluarga Malfoy. Kedua, masalah asrama. Ketiga, masalah perbedaan status darah yang walaupun tidak terlalu diutamakan, masih menjadi patokan untuk keluarga Malfoy. Dan yang terakhir, ada Cecilia Zabini yang menghalangi Lily. Cecilia adalah pacar Scorpius.

Scorpius juga tidak pernah memerhatikan Lily.

Tapi itu hanya sampai ketika… Lily diterima jadi Chaser Gryffindor dan ada pertandingan antara Slytherin dan Gryffindor. Scorpius menjadi Chaser juga di Slytherin.

Dan Scorpius benar-benar terpesona ketika melihat permainan Quidditch Lily yang benar-benar mengagumkan.

Scorpius minta diajari oleh Lily, yang diterima oleh Lily dengan sepenuh hati. Lama-kelamaan mereka menjadi dekat. Dan puncaknya, ketika Scorpius menyatakan cintanya pada Lily dengan malu-malu di Menara Astronomi.

Masalah malu-malu memang selesai di situ. Tapi masih ada masalah lain.

Masalah keluarga.

Sudah berulang kali James dan Fred menghajar Scorpius, tapi Scorpius tetap gigih memperjuangkan Lily. Karena sudah terlalu lama, James dan Fred akhirnya setuju kalau Lily berpacaran dengan Scorpius. Harry dan Ginny juga lama-lama ikut setuju ketika melihat kesungguhan Scorpius. Hanya Ron saja yang menolak—padahal ia hanya paman Lily.

Tapi masalah lain masih ada. Cecilia Zabini, yang tidak menerima kenyataan bahwa ia sudah diputuskan oleh Scorpius, tetap berusaha merebut Scorpius dari Lily. Usahanya itu tetap berlangsung sampai… tadi. Ketika Scorpius akhirnya memutuskan Lily gara-gara Cecilia.

Lily tidak habis pikir kenapa Scorpius seperti itu? Jadi… kesetiaan selama bertahun-tahun ini… tidak ada artinya sama sekali?

Apakah hubungan mereka sejak lima belas tahun yang lalu—yang penuh dengan kemesraan dan kenangan-kenangan indah lainnya—kalah dengan rayuan gadis bodoh seperti Cecilia? Astaga. Scorpius benar-benar bodoh.

"Hufh," dengus Lily.

Ia harus kuat. Kalau Scorpius lebih memilih Cecilia, ia harus tahu diri. Ia yang harus pergi dan mencari cinta yang baru. Walaupun Lily tahu, tak semudah itu dan cinta yang ia dapatkan tidak akan pernah sama dengan cintanya pada Scorpius.

.

.

TBC

Thanks for reading :D Mind to RnR?

Satu review berarti satu semangat untuk saya… dan maaf, mungkin fic Tiga Cinta dan Menginap harus HIATUS dulu -_- saya minta maaf sebesar-besarnya.

-aniranzracz.