Special Story Himawari Uzumaki

Bagian 1

Sma

Pagi yang cerah membangunkan gadis indigo bermata lavender yang baru saja terlelap tepat ketika ayam jago pertama mulai berkokok. Matanya menyipit mendapati tirai jendelanya terbuka lebar.

"Pasti Kaa-san yang membukanya", pikir gadis itu muram.

Matanya mulai menyesuaikan dengan suasana ruangan yang terang. Pada akhirnya ia menggeliat dan merentangkan kedua tangannya sembari bangun.

Tekan tap tap.

Suara langkah kaki yang amat ia kenal berderap mendekati arah kamarnya.

"Tok, tok, tok", terdengar ketukan dari arah luar pintu kamarnya.

"Iya, aku sudah bangun. Masuklah, Nii", jawab Himawari sambil meletakkan selimut yang telah ia lipat sambil memakai sandal kamarnya.

"Kau ini bikin khawatir saja", seru Boruto seraya menghampiri Himawari yang tengah melangkah menuju kamar mandi yang berada diujung ruangan kamarnya.

"Hari ini hari pertamamu masuk sekolah kan? Jangan sampai terlambat! Sekalipun aku Ketua Osisnya, aku tak dapat membantu jika itu kesalahanmu sendiri", cerocos Boruto sambil bersedekap melihat adik tersayangnya dengan langkah gontai dan mata panda mengelilingi lingkar mata masuk kedalam kamar mandi.

"Jangan lama-lama. Aku tak akan menunggumu berdandan", seru Boruto sambil berjalan keluar kamar adiknya dan menuruni tangga menuju ruang makan.

"Berisik", gumam Himawari yang sedang mengguyur tubuhnya dibawah shower.

Diruang makan.

Hinata sedang menyiapkan perbekalan untuk kedua buah hatinya sembari menemani suaminya yang sedang membaca koran dimeja makan. Acara sarapan tidak akan dimulai jika seluruh anggota Uzumaki belum berkumpul.

Suara riuh dari kamar anak gadisnya membuat Hinata mendongak dan memandang suaminya dengan pandangan penuh arti. Naruto yang merasa dipandangi istrinya mulai menegakkan kepala dan menatap balik istrinya. Ia tau apa yang membuat pandangan istrinya begitu gusar dan sarat kekhawatiran.

"Biarkan saja", gumamnya. "Aku tak akan merubah keputusanku".

Naruto kembali menenggelamkan diripada koran ditangannya.

"Aku hanya khawatir kalau-kalau kita salah bertindak", ucap Hinata ragu.

"Hn,". Naruto bahkan tidak mendongak untuk menangapi kekhawatiran istri tercintanya. Iris shapirenya tetap menatap barisan surat kabar yang lebih menyita perhatiaannya daripada harus menghadapi keraguan dan bujukan istrinya untuk merubah keputusannya.

Tidak. Naruto tak kan melakukan itu. Tidak sekarang.

Langkah lebar anak lelakinya berderap berisik dibelakang Hinata. Bocah Uzumaki itu menyambut senyuman ibunya dengan cengiran lebar seperti ayahnya.

"Lagi-lagi kau tidak menata rambutmu dengan benar", ujar Hinata sambil menyisipkan jemarinya merapikan helai-helai rambut pirang putra kesayangannya.
"Mereka sama sekali tidak menurut padaku", gerutu Boruto yang duduk disamping ayahnya sambil mengerucutkan bibir.

"Kau harus pelan-pelan menyisirnya", sahut Hinata sambil melihat puas hasil gerakan lincah jemarinya yang membuat rambut berantakan putranya terlihat lebih tertata.

"Harusnya kau lebih sering meyisirnya Boru! Jika nanti kau masuk Universitas Kirigakure, siapa yang akan menatanya untukmu? Ah, aku pasti akan sangat cemas sekali".

"Aku baik-baik saja meski rambutku berantakan. Itu bahkan menjadi ciri khasku, Kaa-san. Kaa, san tidak perlu khawatir. Begini saja sudah banyak cewek yang mengincarku".

Hinata hanya tertawa menanggapi celoteh putranya.

Mereka berdua bercanda sampai ketika langkah kaki ringan terdengar menuruni tangga.

Himawari berjalan gontai sambi mendekap tas violetnya. Rambut halus yang biasanya ia kuncir diatas kini terkepang dua dengan pita warna putih dan biru dikanan kirinya.

Kaki jenjangnya mengenakan kaos kaki yang nampak tidak serasi. Satu berwarna hitam sedangkan disisi satunya berwarna putih.

Wajahnya menunjukkan ekspresi datar ketika duduk disebelah kiri ibunya, tepat dihadapan ayahnya.

Suasana hening kembali menyelimuti acara sarapan keluarga Uzumaki. Dengan enggan Himawari menghabiskan roti lapisnya. Setelah menyesaikan sarapan mereka berempat membubarkan diri.

Boruto dan Himawari menuju Konoha High School yang berjarak 1 km dari kediaman mereka dengan berjalan kaki. Sedangkan Naruto mengendarai Vios silvernya menuju kantor pusat pemerintahan Konoha, tempatnya bekerja sebagai Ketua dewan di Konoha. Dan Hinata segera melangkahkan kakinya menuju kantor Konoha Lifestyle Magazine setelah menyelesaikan pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

"Menurutku kau terlalu keras kepala", gerutu Boruto yang sedari tadi berjalan disamping adik tersayangnya.

"Cita-citaku masih banyak. Masih banyak yang belum kuraih. Jangan menyalahkanku untuk hal ini. Nii-san tidak sedang dalam posisi sebagai aku", jawab Himawari sambil mengeluarkan unek-uneknya.

"Aku tau", jawab Boruto dengan tenang. "Aku juga terikat perjanjian konyol itu. Bukan hanya kau saja Hima-chan".

"Tentu saja dengan sukarela kau menerimanya. Kau kan memang tergila-gila dengan Sarada sejak kecil. Sedangkan aku?"

"Hei-hei", wajah Boruto merona begitu Himawari menyebut nama gadis yang disayanginya. "Siapa bilang aku tergila-gila dengan gadis sombong itu. Dia memang cantik, tapi peringainya sangat buruk".

"Tapi kau mencintainya, Bodoh!", sindir Himawari mengabaikan keluh kesah kakaknya. Ia sangat paham betapa sang kakak sangat menyayangi gadis yang setiap kali memperhatikan mereka sejak kecil. Meski gadis itu galak atau sombong seperti yang Boruto bilang, Himawari sadar bahwa gadis itu hanya bersikap seperti itu karena malu mengakui perasaan kagumnya terhadap sang kakak yang berperingai ceria dan ceroboh itu.

"Tetap saja hanya aku yang akan menikah dengan si Om-om". Batin Himawari sweatdrop.

Tak berapa lama mereka mulai memasuki High school terfavorit di Konohakuen. Sang kakak segera berlari meninggakan sisi adiknya untuk berbaur dengan panitia Osis yang lain bersiap menyambut para murid baru. Himawari berdiri sebentar dihalaman Konoha High School setelah melangkah melewati gerbang pintu masuknya.

Gedung megah sekolah itu menjulang tinggi dihadapannya. Banguan semi klasik mendominasi penampilan luar sekolah terkenal itu. Himawari disambut dengan lorong panjang berlantai marmer ketika melintasi koridor yang menghubungkan halaman luar dengan bangunan utamanya. Ia mulai berbaur dengan siswa siswi baru yang terlihat mengenakan seragam lama meraka dan memakai atribut yang hampir sama dengan miliknya saat ini.

"Hima-chan", panggil seorang gadis disebelahnya. Himawari menolehkan kepala kearah suara merdu itu memanggilnya. Matanya menyipit seakan berharap bahwa ia pernah mengenal gadis yang sekarang berdiri dihadapannya.

"Benarkah kau Himawari chan?", tanya gadis berambut kelabu itu sambi menatapnya penuh minat.

Himawari mengangguk ragu sambil mencoba mengingat apakah ia mengenal gadis dihadapannya ini.

"Aku Sanoko", ujar gadis itu sambil mengulurkan tangannya yang berwarna putih pucat dengan jari-jari lentik panjang yang sedikit membuatnya iri.

"Pasti kau bertanya-tanya tentang siapa aku kan?", tanya gadis itu sambil tertawa setelah mendapat sambutan tangan dari Himawari. Himawari hanya mengangguk singkat.

"Aku adik perempuan Inojin. Pasti kau mengenalnya", ujar gadis itu menjawab keterkejutan Himawari.

"Adik Inojin-san? Anak Bibi Ino dan Paman Sai", tanya Himawari ragu.

"Tentu saja anak mereka. Memangnya berapa Inojin yang kau kenal?" kikiknya.

"Ta-tapi mengapa aku tak pernah melihatmu? Dan bagaimana kau tau aku Himawari?", Tanya Himawari yang masih terheran-heran dengan kedatangan gadis berpawakan tinggi kurus itu dihadapannya.

"Tentu saja kita pernah bertemu meskipun hanya satu kali. Dan yah, wajahmu yang memiliki tanda lahir khusus seperti milik ayah dan kakakmu itu sangat mudah dikenali. Sekali lihat saja aku tak akan mungkin lupa", jawabnya sambil mengapit lengan Himawari menuju aula tempat murid baru berkumpul.

"Banyak sekali yang ingin kutanyakan kepadamu sebenarnya. Beruntung ada yang menyapaku. Sahabat disekolahku yang dulu tidak ada yang masuk Konohakuen school. Mereka memilih sekolah ditempat yang jauh agar bisa tinggal berjauhan dengan keluarga mereka. Hahh, semoga saja kita bisa satu kelas", kata Himawari sambil memasuki barisan deretan tengah.

"Aku juga. Setidaknya, kita lewati hal membosankan ini dulu", sahut gadis itu riang sambi mengedipkan mata.

Boruto sedang menatap murid peserta MOS yang beberapa saat lalu dibagi menjadi beberapa kelompok. Dihadapan Naruto saat ini sedang berdiri Team Jaguar yang berisi murid-murid dengan ketangkasan dan kekuatan tubuh mereka.

Konoha High School memang berbeda dari sekolah yang lain karena selain hanya menerima murid yang berprestasi, sekoah ini juga menerima murid dengan kriteria-kriteria khusus seperti bakat, ketangkasan,dan kecerdasan. Yang nantinya mereka yang telah diterima disekolah ini akan dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan prestasi mereka. Sama halnya dengan sekolah kejuruan pada umumnya, sekolah ini pula yang nantinya akan mengarahkan para siswa untuk mengikuti pendidikan yang sesuai dengan keahian mereka. Dan setiap siswa akan mendapat satu kali test setiap enam bulan sekali untuk menguji seberapa jauh perkembangan bakat mereka serta menempatkan mereka pada kelompok baru yang memiliki pengembangan atau pergeseran keahlian. Kejadian pergeseran keahlian ini banyak terjadi ditingkat kedua. Saat dimana hormon dan ambisi siswa sedang tidak stabil dan itu bisa menjadi keuntungan atau kerugian bagi siswa tersebut. Keuntungan jika bakatnya berkembang dan ia memiliki bakat lain atau malah kerugian jika ia mengalami krisis percaya diri dan tidak mendapat kepuasan dengan keahlian yang ia miliki.

Boruto memberikan pengarahan pada 10 anak yang masuk dalam team Jaguar. Mereka dengan antusias mendengarkan intruksi Boruto untuk mencari keduabelas senpai mereka yang masuk dalam team Dragon. Team Dragon merupakan team di tingkat kedua Konoha School dengan anggota yang memiliki kriteria cepat, tangkas, kuat dan suka tantangan.

Mencari kedua belas siswa yang masuk dalam team Drago tidaklah mudah. Mereka bisa dimana saja. Team Dragon ini, selain mereka kuat mereka juga terkenal paling arogan.

"A-ano, Senpai", peserta team Jaguar yang berpawakan kurus ceking mengangkat jari-jarinya ragu ketika hendak bertanya pada Boruto. Boruto memandang heran kepada bocah kurus yang nyatanya memang masuk dalam team Jaguar.

"Ya", jawab Boruto sambi menatap wajah anak laki-laki yang tidak hanya kurus tapi juga gagap itu.

"Apa tidak ada dispensasi khusus? Aku dengar sukar sekali menemukan team Dragon. Bahkan mereka terkenal suka menyendiri. Meskipun satu team tapi mereka tak pernah mau berkumpul satu dengan lainnya kecuali pada saat mata pelajaran khusus mereka."

"Hn", Borutu paham akan keraguan adik kelasnya itu. Ia juga tau jika team Dragon itu tidak pernah akur satu sama lain. Yah, itu sih bukan bagiannya. Tapi bagaimanapun juga, ia merasa sedikit iba dengan kesepuluh calon adik kelasnya itu.

"Baiklah", seru Boruto kemudian. " Kalian harus mencari setidaknya 10 orang saja. Masing-masing dari kalian harus berusaha mendapatkan tandatangan mereka. Aku dengar team yang kuat seperti mereka senang sekali mengajak berduel atau menguji kemampuan murid baru. Tapi kalian jangan khawatir, bukankah kalian disini karena kalian kuat dan tangkas?Ayo kobarkan semangat api kalian, Kalahkan senpai kalian dan dapatkan tanda tangan mereka. Uhm, team Dragon memiliki satu anggota perempuan. Jangan pernah menganggap remeh dia. Baiklah, selamat berjuang".

Boruto berlalu setelah menyemangati team Jaguar. Ia mulai memberi arahan pada team-team yang lain. Ketika ia sampai diteam dimana Himawari berada, ia bahkan tak sungkan menunjukkan kebanggaannya sebagai seorang kakak.

Himawari masuk dalam team Eagle. Dimana berisi murid-murid yang sangat cemerlang dengan prestasi akademik mereka serta memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Ia patut bangga pada adik kesayangannya itu karena bahkan duu ia hanya masuk team kumbang. Team yang paling banyak menjadi olok-olok dan banyak yang menyebut team itu hanya berisi anak-anak pecundang yang hanya memiliki kecepatan dan ketangkasan tanpa memiliki otak. Tapi dengan berlalunya waktu Boruto dengan bangga menegakkan kepala. Ia bahkan terpilih menjadi ketua Osis, dengan usaha yang sangat menyita tenaga dan pikirannya, namun bukan semangatnya. Ia sangat bersemangat dan dengan semangatnyalah ia bisa membakar semangat keempat sahabatnya yang lain di team Kumbang. Inojin, Sikadai, Chouchou dan sepupu Boruto, Tenji. Bahkan team Kumbang saat ini menjadi team yang paling dihormati di Konohakuen school.

"Ahh,,, kita sekelas Hima-chan", seru Sanoko sambi berjingkrak disebeah Himawari ketika mereka puang sekolah.

"Aku juga senang Sano-chan", pekik Himawari heboh sambil mengabaikan decakkan 'ganggu' dari keempat siswa dibelakangnya.

"Sayang sekali kita tidak satu team", keluh Sanoko sambi mengerucutkan bibirnya.

"Oh, ya, Sano-chan masuk team butterfly ya? Bukannya bagus. Aku senang punya sahabat yang bisa melukis. Aku sendiri payah dalam hal itu", ujar Himawari.

"Haha, aku setuju Hima. Kau melukis kelinci berwajah kuda. Itu benar-benar mengerikan", sahut Boruto dari belakang punggung Himawari yang sontak disambut cekikikan kelima temannya.

Himawari menekuk mukanya. Ia menatap Boruto dengan pandangan sebal.

"Kau suka seseorang yang bisa melukis? Aku bisa melukis lebih indah daripada Sano", tawar Inojin sambil mengedipkan sebelah matanya.

Wajah Himawari sontak memerah dan seketika itu ia menunduk sambil menyembunyikan rona itu dibalik rambut sadakonya.

"Ck, kau itu gombal sekali, Nii-chan", hardik Sanoko sambi mengapit lengan Himawari dan mengajak gadis itu mempercepat langkahnya.

tbc

Mind to review?