Chapter One
Hatachi Gakuen
SeeU P.O.V~~
Ah! Udara yang segar di pagi hari. Aku menikmatinya dalam perjalanan menuju sekolahku yang baru. Hari ini... bulan April, tepatnya, musim semi sekarang sedang berlangsung!
Bunga-bunga bermekaran. Tunas-tunas tumbuh. Aku dapat melihat semak-semak lilac dan geranium mulai lebat, dan aku menyukai mereka. Sangat indah dipandang jika bergerumbul.
Udara yang segar kuhirup. Kupu-kupu beterbangan. Aku menenteng tasku dengan riang, dan tak sadar, aku sudah sampai di depan pintu gerbang Hatachi Gakuen. Wah! Sekolahnya besar, tetapi, bangunannya nampak kuno, seperti bangunan tua, namun, aku justru malah mencintainya! Karena terdapat ukiran-ukiran zaman dahulu yang biasa kujumpai di museum.
"Hatachi Gakuen, aku datang!" seruku riang, lalu memasuki pekarangan, dan sibuk melihat-lihat. Sudah ramai keadaan sekolah. Anak-anak berlarian di koridor luar, berkejaran, bertegur sapa, namun ada juga hanya, mungkin, menggosip. Mereka berbisik-bisik, namun, aku tak peduli. Aku masuk ke dalam gedung kelas satu.
Kelas 1 SMP! Rasanya sangat bangga sudah menjadi termasuk, murid kelas atas yang dituakan. Mudah-mudahan, aku mendapatkan sahabat, aku memang anak yang termasuk pendiam, kurang pergaulan, dan tak bisa bersosialisasi dengan baik. Sewaktu SD saja, aku hanya punya satu teman, itu juga baru aku dapatkan setelah duduk di bangku kelas 5 SD, dan itu pun tidak terlalu akrab denganku. Oke, tapi, aku sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu.
Aku mencari-cari kelasku. Hatachi Gakuen hanya sekolah yang memiliki fasilitas SMP, SMU, dan universitas, yang terletak di samping gedung SMU. Universitas Hatachi, kelak, aku pasti akan masuk ke sana!
Akhirnya, kutemukan juga kelasku. Kelasnya sangat nyaman, dingin, tetapi, ternyata, hanya sedikit anak yang berada dalam satu kelas. Mungkin, jumlahnya hanya lima belas murid. Sedikit? Jauh lebih sedikit dari kelasku dulu di SD, yang kira-kira, paling banyak jumlahnya adalah empat puluh lima murid, dan paling sedikit tiga puluh lima murid. Jelas, mungkin, aku harus menyesuaikan diri cukup lama.
"Hei, hei! Ada anak yang datang!" seru salah seorang murid yang sedang bermain-main di depan kelas. Mata mereka langsung tertuju ke arahku. Eh? Apakah aku murid terakhir yang datang hari ini? Aku tak tahu harus berbuat apa, dan hanya bisa berdiri mematung, memandangi mereka satu per satu. Tapi, tetap saja aku merasa canggung.
"Hei kau..., kau murid pindahan dari mana?" Seorang gadis berambut kuning keemasan, menghampiriku. Ia sedang menggenggam ponselnya yang berwarna jingga. Rambutnya sangat panjang, tetapi, ia tinggi badannya lebih pendek daripada aku. Tinggiku 168 sentimeter, dan aku sudah masuk ke golongan yang tinggi, dulu, di sekolahku.
"Aku... a-aku pindahan dari Ryousei Gakuen," sahutku dengan nada bergetar. Teman-teman gadis itu ikut menghampiri. Ada gadis berambut hijau toska pendek seleher (dia setinggi gadis yang menanyaiku) dan gadis berambut merah pendek (dia sedikit lebih pendek dariku, dan lebih tinggi dari gadis yang menanyaiku dan gadis yang berambut hijau toska. Mereka nampak sangar. Aku agak ketakutan juga.
"Oh, Ryousei Gakuen... sayangnya, kau masuk ke sekolah yang salah," katanya dengan nada khawatir, dan tiba-tiba, jantungku berdegup kencang. A-apa maksud ucapannya barusan? Aku? Aku masuk ke sekolah yang salah? Uh..., aku tak mengerti apapun. Semuanya terasa ganjil.
"Ma-maksudmu?" tanyaku. Dia tersenyum aneh.
"Ryousei Gakuen adalah musuh sekolah ini, Hatachi Gakuen, sejak tahun 1888! Ketika awal Ryousei dan Hatachi Gakuen selesai dibangun..." Aku terkesiap? Apa?!
"Dan sekolahmu adalah sekolah liar!" kecamnya. Aku mundur selangkah dan menggeleng-gelengkan kepalaku. Poniku menutupi sebelah mataku.
"Tidak mungkin! Semua murid Ryousei Gakuen adalah murid yang baik dengan banyak prestasi gemilang! Jangan mengada-ada!" jeritku. Entah kenapa, leherku tercekat, dan aku bisa menjerit. Ini ketiga kalinya aku menjerit dalam hidupku..., dan pertama kalinya menjerit di sekolah, di depan murid-murid lain. Aku, aku menjadi takut. Aku merasa, aku bisa saja melarikan diri dari sekolah yang mengerikan ini...
"Sayangnya, itu mungkin, dan itu nyata. Siapa namamu? Jangan ketakutan dulu," katanya, berubah tenang. Aku mengatur napasku. Menenangkan diriku, dan maju dua langkah.
"Namaku SeeU."
"Oh, salam kenal, aku Neru. Ini temanku, Gumi, dan ini Meiko."
"Hai," sapa Gumi dan Meiko kepadaku. Ternyata, mereka cukup ramah kepadaku.
"Maaf membuatmu ketakutan," mulai Meiko.
"Eh? Tidak apa-apa kok, aku memang penakut," tanggapku, sambil terkekeh.
"Tapi, kau harus tahu, dulu, Ryousei Gakuen dan Hatachi Gakuen bermusuhan, sejak suatu tragedi yang terlupakan kini," kata Meiko. Gumi dan Neru mengiyakan. Aku masih heran, belum terlalu mengerti sepenuhnya.
"Ceritanya sangat panjang."
Aku penasaran.
"Ceritakan..."
"Ya, seharusnya, memang aku ceritakan," kata Neru.
Aku menunggu...
...
1888
Seorang murid berambut panjang dikuncir dua seperti gadis desa, melangkah masuk ke dalam gedung Hatachi Gakuen. Ia menjijing tas hitamnya, dan dengan sepatu mary jane dan kaos kaki panjang setengah betis, ia berlari. Ini sekolahnya. Hatachi Gakuen...
Hari-hari yang dilaluinya, awalnya terasa menyenangkan dan menggairahkan. Namun, lima bulan setelahnya, tepat ketika gadis itu diundang makan malam oleh seorang senpai idola banyak perempuan, ia diseret ke toilet umum perempuan, dan diancam. Ia tak boleh datang ke pesta itu atau ia akan mati. Gadis itu ketakutan. Ia sebenarnya menyukai senpai, tapi... jika nyawanya yang terancam, lebih baik, ia menolak tawaran itu. Akhirnya, perjanjian dibuat, dan jika gadis itu melanggarnya, tanpa ampun lagi, ia akan segera dibunuh dan mati. Gadis yang mengancamnya adalah gadis dari sekolah Ryousei Gakuen yang menyukai senpai itu.
Keesokan harinya setelah gadis itu diancam, senpai menghampirinya, dan gadis itu mengatakan bahwa ia tak bisa datang ke pesta karena adiknya sakit, padahal, gadis itu hanya memiliki kakak, bukan adik, tapi, ia berbohong. Ia berbohong demi nyawanya. Ia harus berbohong.
Senpai itu menuruti. Namun, saat sepulang sekolah, senpai bertemu lagi dengan gadis itu, dan senpai mengatakan "kau tidak memiliki adik yang sakit!" Spontan saja, gadis itu terkejut. Rombongan gadis-gadis yang mengancam gadis yang dekat dengan senpai, kebetulan lewat dan berkata, "baka." "Kau bisa datang ke pesta itu bukan?" kata senpai. Gadis itu menggeleng, "aku pasti sakit jika datang ke sana... kakakku, bukan adikku, kakakku yang sakit...," Tapi, kakak gadis itu kemudian lewat dekat situ, dan heran melihat adiknya nampak sedikit menangis. Di hadapan adiknya, berdiri senpai yang diidolakan banyak wanita dari sekolah manapun di Tokyo.
"Kenapa? Eh, itu kakakmu bukan? Tsubasa Sawada?" Gadis itu menangis.
"Ibuku sakit!"
"Kau beralasan!"
"Aku tidak beralasan, percayalah padaku!" teriak gadis itu, Misaya Sawada. Tapi, kakaknya menghampirinya.
"Misaya... ibu kita, kan sudah meninggal 7 tahun yang lalu! Kau lupa?" Gadis itu menjerit, Misaya menjerit. Senpai heran dan bingung. Lalu, Misaya berlari, melewati gerombolan gadis yang mengancamnya, dan salah satu pemimpin rombongan, gadis yang mengancamnya, Kyoko Iteda, menyeret Misaya dibantu rombongannya dan membunuhnya di taman yang sepi, dengan pisau yang ditusukkan berulang kali ke dada dan perut Misaya, dan merobek mulutnya, hampir sama seperti kisah urban Jepang, Kuchisake Onna. Kyoko merobek mulut gadis itu dari telinga kanan ke telinga kiri, merobek perut gadis itu, memotong kaki gadis itu, dan menusuk-nusuk kepalanya, lalu memecahkan kepala Misaya dengan kapak besar yang diambil dari gudang penyimpanan milik ayahnya. Mayat Misaya dibuang ke garasi rumah keluarga Sawada, dan Misaya meninggalkan secarik kertas yang ditulis dengan noda darah Misaya.
Anakmu, Misaya Sawada, telah mati terbunuh... darah inilah buktinya. Kuserahkan mayat ini ke pangkuan ibunya, dan tangisilah! Nyihihihi...
Your Child's Killer...
Kyoko kemudian bunuh diri di padang belantara dengan menusukkan pisau bekas ia membunuh Misaya, ke perutnya berulang kali sampai ia mati, dan terakhir, menusukkan pisau ke mulutnya, lalu ia mati, dan mayatnya ditemukan oleh polisi. Mayat yang mengenaskan. Tetapi, orangtua Sawada, langsung depresi begitu melihat mayat anaknya yang sudah tak berbentuk, mengenaskan, berbau busuk, dan bergelimang darah di mana-mana.
Pembunuhnya tak ditemukan, tapi... Misaya, dikabarkan bergentayangan sambil membawa gunting, persis seperti yang dipakai Kyoko membunuhnya. Ia membunuh semua gerombolan pimpinan Kyoko dengan sadis, satu per satu, semuanya berjumlah lima orang. Ia membunuh semuanya. Dan dikabarkan, ia memakai masker, membawa gunting, memakai seragam lusuh yang sudah ternoda darah sehingga tak ada setitik bagian yang bersih. Rambutnya sudah penuh darah, dan ada banyak lubang-lubang mengerikan yang mengeluarkan darah di bagian perutnya. Konon... ia dikabarkan membunuh anak-anak Ryousei Gakuen dengan sadis menggunakan guntingnya. Tetapi, hanya anak-anak Ryousei Gakuen yang pindah ke Hatachi Gakuen saja yang akan ia bunuh, dibunuh hingga serupa seperti dirinya: ditusuk-tusuk pada bagian perut berulang kali, membacok kepalanya hingga berdarah, merobek mulutnya dengan pisau. Lalu, gadis itu kemudian dipakaikan masker pada mulutnya, dan jika diberi kekuatan, ia akan hidup dan ikut bergentayang.
Begitulah ceritanya, kuharap, kau segera pindah dari sini menuju sekolah lain. Kusarankan, Reiko Gakuen yang selalu tenang...
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku ngeri mendengar cerita Neru tentang hantu Kuchisake Onna dengan latar belakang cerita yang berbeda, dengan urban Jepang. Uh... apakah, apakah aku akan celaka? Apakah, apakah aku harus mempercayai cerita ini? Ah, lebih baik jangan... aku hanya boleh percaya pada Tuhan, tapi, bulu romaku menegak.
"A-apa yang harus aku lakukan?" tanyaku lirih.
"Sudah kubilang, saranku, kau sebaiknya pindah ke Reiko Gakuen, sekolah suci. Kau pasti takkan bisa diganggu oleh 'Misaya' si Kuchisake Onna jika kau pindah ke sana. Tapi, jika kau tetap berada di sini... nyawamu terancam, SeeU-san." Aku menangis.
"Tak perlu menangis! Misaya benci gadis cengeng, karena... karena tangisannya-lah yang telah membuat dia dibunuh! Jadi, jika kau menangis, konon, dia akan datang dan membunuhmu," celetuk Gumi. Aku ketakutan. Jadi, aku berhenti menangis.
"Mana bisa aku pindah ke sekolah lain! Orangtuaku sederhana dan kami miskin," kataku.
"Carilah cara! Lebih baik, kau tak usah sekolah, sampai ada biaya."
"Tidak bisa! Aku harus bersekolah!" tangisku, kembali lagi keluar air mataku.
"Jangan menangis, kubilang jangan menangis!" teriak Gumi marah.
"Ini semua kami peringatkan demi kau!" kata Neru.
"Ta-tapi... apa yang harus aku lakukan?" desisku.
Neru melipat tangannya di depan dada.
"Sebaiknya, kau berdoa dan meminta mohon pada Misaya-san agar kau tak dibunuh olehnya!" Meiko memberi tanggapan. Aku mengangguk.
"Baiklah, akan aku lakukan."
"Berusalah, agar kau tidak mati."
"Ya, kau masih terlalu muda untuk mati, karena Misaya mati umur 16 tahun."
"Oke, terima kasih teman-teman. Aku berdoa dulu."
Dan aku berlari menuju ruang doa, di Hatachi Gakuen. Ya Tuhan... lindungilah aku, selamatkanlah aku! Aku belum ingin mati!
