.

.

.

Aku berdiri tepat di atas puncak bukit ini.

Aku, dengan tubuh tanpa busana ini, bersamaan dengan semua yang aku lalui telah menjadi saksi bisu bagi hidupku. Setiap usaha cinta kami, setiap perasaan yang kami berikan, setiap cinta yang kami luapkan bersama, semuanya merupakan kenangan termanis dan terpahit yang kini tertanam di hatiku.

Selamanya.

.

Dunia memang tidak adil, ya..

Ingin sekali rasanya kembali ke masa lalu.

Masa dimana aku dan 'dia' selalu bersama.

Tanpa mengenal status dan wujud diri,

Hanya cinta dan ketulusan hati.

.

.

Namun, semuanya sia-sia

Tak ada lagi yang namanya kesetaraan wujud.

Dunia ini kejam.

Bengis.

Biadab.

.

.

Mengakui diri mereka yang paling sempurna.

Seolah setiap mata memandang milik mereka.

Aku bersumpah dalam hati.

Untuk mereka yang menghina kami.

'World will change..'

.

.

.


.

X – X – X – X – X – X – X – X

. . .

.

VelianeVyro Mempersembahkan

a Harvest Moon "Graire" Fanfiction:

"Falling to Pieces"

Summary:

"Dengki dan benci. Claire tahu bahwa manusia tidak akan pernah mengakui keberadaan makhluk lain, termasuk seperti dirinya. Cintanya hancur berkeping-keping di saat kekasihnya memilih memburunya. Luka dan cinta, tersayat di hati mendalam. Based on Song: She Wolf (Falling to Pieces). OOC, LEMON Explicit, Nude, Gore, Angst, and Death Characters!

Disclaimer:

Harvest Moon © Natsume: Serious Fun

Falling to Pieces © VelianeVyro

Cover Image © Owner

Song:

She Wolf (Falling to Pieces) – David Guetta Ft. Sia

(Disarankan bukan untuk -17 bila berniat melihat video-nya!)

Warning:

OOC, LEMON Explicit, Nude, Gore, Angst, and Death Characters!

Rated-M for Mature (you have been warned).

.

. .

. . .

X – X – X – X – X – X – X – X

. . .

. .

.


.

.

.

"Haah, haah…"

.

.

.

A shot in the dark
A past, lost in space
Where do I start
The past, and the chase

.

.

.

Aku berlari.

Aku terus berlari.

Tanpa arah dan tujuan.

Tanpa harapan dan impian.

Dengan bayangan yang terus menerorku.

.

.

"Dia di sana! Ayo kejar!"

Woof! Woof! Woof!

"Sial! Dia menuju ke daerah bebatuan sana!"

"Siapkan tombak dan belati kalian!"

Mereka terus mengejarku. Sedari tadi, hamparan lautan salju putih di sekitar menjadi saksi bisu. Saksi bisu pengejaranku. Perih, sakit, dan hancur. Baik bayangan diriku maupun lainnya, semua tetap berlari mengejar tanpa arah. Aku tak tahu harus lari kemana lagi. Langkah keempat kaki mungilku terus bergerak kencang, membawaku pergi semampunya.

Sudah berapa kali hembusan berat kuterpa? Berapa banyak titisan cairan merah menetes sepanjang jalan? Berapa lama sudah aku berlari?

Aku berlari.

Tanpa naungan,

Tanpa lindungan,

Tanpa cinta dan kasih.

Hanya kilat benci dan nafsu kiat menghantuiku.

Berbukitan menancap tegak mengelilingi kami. Aku teringat bahwa sebentar lagi musim dingin akan berganti. Di belakang sana, raungan anjing pelacak semakin gencar mengejarku, dan ingin menangkapku hidup atau mati. Aku tidak menyangka, entah apa yang ingin mereka lakukan padaku? Aku bahkan tidak punya salah sama sekali! Apa yang ada di pikiran mereka sekarang? Menghabisi nyawaku? Melumat habis wujudku? Atau hanya sekedar merasakan dan meluapkan niat nafsu mereka?

Darimana aku harus memulai dari awal? Semuanya luluh lantah. Masa lalu dan sekarang, semua sama saja! Semuanya meludahiku, menghinaku, membuangku. Namun, satu hal yang harus aku sadari..

Aku tersesat di dunia menyedihkan ini.

.

.

.

You hunted me down
Like a wolf, a predator
I felt like a deer in love lights

.

.

.

"Ayo! Jangan sampai kehilangan serigala itu!"

"Gray, kita sudah hampir sampai di bebatuan!"

"Kita berpencar! Cegat dia! Jack, kau ke balik bebatuan. Cliff, kau dari atas."

Suara itu… Sungguh menyayat hati!

"Baik!"

"Biar aku yang bawa dia ke kalian."

Kini aku berlari menuju tempat bebatuan dengan harapan aku bisa menghindar dari mereka. Sekarang tak ada lagi suara anjing pelacak bersama mereka, kemungkinan mereka takut karena aku berlari arah bebatuan yang tergolong berbahaya untuk didaki, bahkan untuk wujud seekor serigala sepertiku. Mau tidak mau aku harus berkonsentrasi dengan batu pijakan di depan sana. Sial, tebing, tebing dimana-mana. Aku tak bisa memanjat tebing dalam keadaan begini. Tapak kakiku semuanya terluka, dan sialnya mereka bisa mengejar dari jejak luka tapakku.

Aku ketakutan, tetesan bening pun membasahi wajah wujud serigalaku yang berwarna coklat muda.

Ah, memori itu… terulang kembali.

.

.

.

Did she lie in in wait
Was I bait to pull you in
The thrill of the kill
You feel, is a sin

.

.

.

Fall 13th

Moon-Viewing Day

A year ago

Midnight

.

.

Jauh sebelum desa kecil ini terbentuk, aku terlahir secara ajaib di dunia ini. Wujudku dulunya tidak seperti ini. Aku terlahir layaknya seorang anak bayi manusia, memiliki tubuh manusia, rambut pirang cerah, kedua mata biru laut nan indah, dan mungil seperti baru lahir. Legenda mengatakan aku dilahirkan secara disengaja oleh Harvest Goddess tanpa tujuan hidup. Dan sayangnya, legenda itu juga mengatakan bahwa aku dilahirkan sebagai teror besar bagi manusia. Apakah sebegitu ngerinya diriku sampai-sampai rumor busuk itu terdengar mengerikan bagi seluruh warga desa di pulau ini? Oh, menyedihkannya hidupku.

Awalnya aku dilahirkan sebagai seorang manusia, namun Harvest Goddess mengutukku tanpa sebab. Ia menyumpahiku untuk tidak pernah memiliki tujuan hidup layaknya manusia biasa, dan ia juga mengutukku menjadi serigala betina terlantar. Seekor serigala mungil berwarna cokelat muda terang, dengan kedua mata berwarna oranye terang. Sepanjang hidup, aku berusaha menjauhi kehidupan manusia. Namun, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, hingga abad demi abad, akal dan pola pikiranku mulai berubah. Aku ingin sekali mendekati kehidupan manusia, dan aku ingin bersatu dengan mereka. Apa daya, Harvest Goddess tidak pernah mau mendengar doaku. Memang dari awal aku yang salah karena telah hidup di dunia menyedihkan ini.

Hingga suatu saat, tepat di tengah malam itu, aku merasakan tubuhku berubah. Wujudku berubah drastis menjadi seorang wanita belia tanpa bulu serigala, dan tentunya tanpa satupun busana hinggap di tubuhku. Aku mengingat bahwa usiaku sudah bukan tergolong anak-anak maupun remaja lagi. Aku mencoba berdiri tegap layaknya manusia biasa, dan hal yang pertama kali aku rasakan yaitu untaian lembut rambut pirang panjangku yang tengah digerai oleh angin malam bukit.

Aku seperti terlahir kembali.

Apakah ini sebuah hadiah?

Atau ini sebuah kutukan?

Aku tidak mengerti, Goddess.

Semenjak itu, aku memiliki kemampuan mengubah diri dari seekor serigala menjadi seorang wanita berumur 20 tahun-an dengan wujud yang menurutku sangat sempurna, begitu juga dengan sebaliknya. Aku sangat bahagia. Aku sangat berharap dengan wujud manusiaku yang baru, aku memiliki peluang besar untuk mendekati dunia manusia di sana.

Tapi, aku harus mulai dari mana?

Di puncak bukit ini, aku hanya berdiri menatap kosong pemandangan yang terbentang luas di depan sana. Aku menoleh ke sebuah desa kecil yang tak pernah berubah sejak terakhir aku melihatnya. timbul keinginan di dalam hati kecilku untuk pergi ke sana, tetapi akal pikiran menahanku. Apa ini? Perasaan takut? Apakah aku takut untuk mengunjungi desa itu? Ataukah aku takut bertemu dengan penduduk di sana?

Tetapi, lamunanku terdasar oleh kehadiran sosok pemuda yang sedari tadi berdiri di belakang sana tidak sengaja melihatku. Seorang pria tegap menarik yang memakai topi biru-merah dengan pakaiannya serba cokelat muda. Aku menoleh padanya, dan menemukan kedua bola mata yang sewarna denganku di balik topi uniknya. Kami bertatapan satu sama lain, begitu dalam. Dan saat itu juga..

Aku merasakan jatuh cinta di pandangan pertama.

Aku sangat senang bertemu dengannya.

Dan harus kuakui bahwa..

Hari itu merupakan hari yang paling bahagia dalam hidupku.

.

.

Atau mungkin hari di mana aku memulai rasa teror pada diriku sendiri.

.

.

.

Fall 13th

Moon-Viewing Day

Present day

Midnight

.

.

Sejak insiden itu, aku memiliki kebiasaan unik yaitu duduk di atas puncak bukit tiap malam hari. Bukit ini mengarah ke sebuah desa kecil yang bernama Mineral Town jika aku melihat ke bawah sana. Ingin sekali aku turun ke desa sana, berkenalan dengan para warga, bergabung dalam kehidupan mereka, dan hidup di sana selama-lamanya hingga akhir hayatku.

Hahaha, tetap saja aku masih tidak berani. Aku takut kehadiranku mengundang rumor aneh baik mengenai diriku, dan dirinya. Bagaimana kalau suatu saat salah satu warga desa akan menanyakan tentang asal usulku? Darimana aku lahir? Siapa orang tuaku? Bagaimana aku hidup sebelumnya? Apakah aku dengan gamblangnya menjelaskan bahwa aku ada seekor siluman serigala yang dihidupkan oleh Harvest Goddess dan sepanjang hidup tinggal di hutan? Tentu saja tidak, bisa saja mereka akan langsung mengusirku. Atau bahkan membunuhku.

Tch, ironis sekali hidupku.

Untuk saat ini aku lebih baik menjaga jarak terlebih dahulu dengan dunia manusia. Lagi pula, pemuda itu selalu datang kemari mengajariku hal-hal yang baru mengenai kehidupan manusia seperti bersosialisasi, bekerja, dan semacamnya. Pemuda itu awalnya sangat pemalu, namun aku sudah mulai terbiasa dengan sifatnya. Tidak disangka bahwa ialah satu-satunya manusia yang berani mendekatiku.

Aku mengangkat wajahku melihat ke atas sana. Malam itu begitu indah. Langit bersih dari awan tebal sehingga tampak berjuta-juta—tidak, bermilyaran kilauan berlian menghiasi biru kelam. Dan terlebih itu, silauan Dewi Malam begitu indah, sangat berbeda dengan malam-malam sebelumnya. Hari yang takkan kulupakan setiap tahun.

Oh iya, semenjak aku bertemu dengan pemuda itu pada tahun lalu di tempat yang sama, aku sama sekali tidak keberatan datang kemari tiap malam, dan tiap saat. Dan sekarang aku menunggu dirinya. Oh, aku merindukan saat-saat bersamanya. Dekapannya, cumbuannya, apalagi godaannya, aku sangat menikmati semuanya.

Aku memang sedang dimabuk cinta.

WHUUUSHHH

Aku mendesis pelan di saat deru angin bukit menerpaku, memberi kesan aroma musim gugur yang khas dan dingin. Bersantai di puncak bukit mempunyai arti kesenangan tersendiri bagiku. Lagipula, tidak akan ada siapapun yang berani mendaki ke sini saat malam tiba (kecuali dia). Huh, rumor tentang adanya serigala dan anjing liar berkeliaran tiap malam membuatku muak.

Memangnya kenapa kalau serigala dan anjing liar hidup berkeliaran tiap malam? Mereka juga punya hak untuk hidup berdampingan dengan manusia, sama sepertiku. Manusia seharusnya bersyukur karena dengan kehadiran makhluk hidup sepertiku mereka tidak perlu menghabiskan waktu hingga larut malam. Rumor itu membuatku sangat jengkel. Manusia menyedihkan, dengan lagak sombongnya mereka tidak mau berbaur dengan alam.

"Haaah.."

Aku menghela napas membuang semua firasat jelekku mengenai manusia. Aku harus menyampingkan itu, karena aku tengah mencoba berbaur dengan manusia, terlebih dengannya.

Di sisi lain, aku sudah terbiasa berubah menjadi sosok wanita tanpa busana sedikitpun. Tanpa busana itu begitu bebas dan tidak terkekang apapun, dibandingkan saat aku mengenakan busana wanita yang menurutku sangat membatasi aktivitasku. Aku sesekali menyisir rambut pirang panjangku yang kini tengah dibelai lembut seolah angin yang melakukannya. Aku menunduk sedikit, terlihat kedua kaki yang mulus, ramping, dan panjang. Oh, aku sangat menyukainya. Hanya saja buah dada ini sedikit mengangguku. Cukup besar untuk menjadi penghalang di saat aku asyik melompat maupun berlari dalam wujud manusia.

Huh, penampilan tubuh yang standar bagi seorang wanita perawan.

Malam kian larut, dan sang pujangga kesayanganku telah datang. Herannya dia mengeluarkan terpal yang tadinya tergulung di ranselnya. Kurasa ia ingin bermalam di sini, 'kah?

"Kenapa kau bawa benda itu?" Tanyaku sembari menunjuk benda yang tengah terbentang tak jauh dariku.

"Uh, aku mau bermalam di sini. Apa itu buruk jika aku menghabiskan malam ini berlama-lama denganmu?"

Pemuda itu—Gray menatapku dalam-dalam dengan seringaian khasnya. Aku hanya terdiam melongo mencerna apa yang dia ucapkan barusan. Apa dia benar-benar ingin menghabiskan malam ini bersamaku? Bukankah manusia lebih baik istirahat untuk bekerja di esok harinya? Atau mungkin..

Di saat aku lengah, tiba-tiba saja kedua lengan tegapnya mengelilingi tubuhku dari belakang, kemudian ia mendekapku dengan erat. Spontan aku terkejut dan sedikit risih di saat kedua lengan itu dengan kuatnya menekan kedua buah dadaku. "G-Gray?! A-apa yang kau—" Seketika aku merasakan hawa hangat mengelilingi kami. Gray memelukku, seolah melindungiku dari terpaan angin malam yang terasa cukup dingin. "Kau ini, bukannya pakai pakaian. Sudah tahu malam ini udaranya dingin." Keluh Gray dengan nada bisik. Aku hanya terdiam menunduk malu. Pemuda itu hanya menghela napas dan menarikku duduk di atas pangkuannya.

Malam itu, aku dan Gray tengah menikmati panorama Sang Dewi Malam yang kini terpapar indah diiringi gemerlap bintang-bintang yang turut menghiasi langit cerah. Aku terkagum. Jauh sebelum kami bertemu, aku sudah terbiasa menikmati malam yang gelap sendirian. Aku sudah terbiasa menatap langit di atas sana dengan harapan kosong, seolah ingin sekali aku berharap langit dapat menjawab keinginanku. Tetapi sekarang, aku sangat senang menikmati momen ini. Dekapan hangat Gray tidak pernah lepas dari tubuhku. Ia sesekali mengelus lembut kulit dingin dan rambut panjangku. Terkadang ia sesekali menempelkan kecupan kecil di sekitar leher dan dagu, membuat darahku mendesir dan wajahku memerah.

Beberapa saat kemudian, Gray terdiam dan tak bergerak sedikitpun. Aku menoleh ke kiri mencoba melihat wajahnya, tetapi tertutupi oleh lidah topinya. "Gray..?" tanyaku pelan. Gray tidak menjawab, justru dekapan di tubuhku semakin menguat.

"Claire.." Gray angkat bicara, "kau sangat menyukai malam ini. Ya 'kan, Claire?" Ia berbisik di balik telingaku. Aku bergidik mendengar suara beratnya yang berbeda dari sebelumnya. Begitu serak dan penuh… nafsu.

"I-iya. M-memangnya kenapa?" Tanyaku ragu. Lagi-lagi Gray terdiam. Aku mencoba mencari kedua matanya di balik lidah topi itu. Saat aku menemukannya, tatapan mata itu berubah drastis. Sangat kelam. Apa yang terjadi?

Langsung saja ia menarik tubuhku lalu menelentangkannya di atas tanah yang telah dilapisi terpal. Ia kemudian berposisi merangkak di atas dan seolah menahanku berbaring di bawahnya. Aku menatap wajah Gray dengan raut khawatir. Tatapannya sangat berbeda dari apa yang aku lihat sebelumnya. "Gray?" Panggilku sekali lagi. Yang aku dengar darinya hanyalah deru napas yang semakin saat semakin memberat. Aku menangkap sesuatu yang Gray maksudkan padaku.

Ia menginginkan aku.

Bukan, 'tubuh'ku.

"Kau cantik sekali malam ini, Claire." Puji Gray dengan seringaian khasnya. Aku menangkap bahwa tubuhku yang tanpa busana telah menjadi pameran yang indah untuknya sejenak. Jemari kasar nan hangat perlahan memilin ujung buah dada kiriku, spontan saja aku bersemu padam. Sesuatu yang aneh sedang menyerangku dari dalam.

Dia merangsangku.

"Hnng," aku mengerang pelan. Mataku sengaja kupejam kuat-kuat menahannya. Apa ini? Apa yang terjadi padaku? Pilinan itu semakin menjadi-jadi dan sesekali meremasnya dengan kuat. Dengan refleks aku terengah kuat merasakannya. Ingin aku memberontak, tetapi perasaan aneh ini semakin menahanku. Aku hanya terdiam pasrah merasakan sensasi baru itu.

Perlahan aku merasakan tangan kanan Gray bergerak menuju daerah sensitif di bawah sana, dan spontan aku mendesah saat kedua jari telunjuk dan jari tengahnya meraba halus gundukan daging di sana. "Haah..! Aah.." Aku mencoba menahan desahan itu dengan menutupi mulutku dengan lengan kanan, namun Gray menahannya. "Jangan ditahan, keluarkan saja." Ucapnya pelan. Aku membuka kedua mataku, dan yang kudapat pertama kali yaitu senyumannya yang tengah puas melihatku.

Aku mulai tidak berpikir jernih lagi.

"G-Gray.. nnnh.." tubuhku semakin memanas saat kedua jari itu sibuk meraba daging hangat di sana, dan aku mulai sadar bahwa aku tidak dapat menahannya lagi, "kumohon, Gray.." pintaku padanya. Aku menatap wajah Gray dengan penuh arti, yang sepertinya disambut baik olehnya.

Wajah Gray semakin mendekat, hingga kedua napas berat kami bertabrakan satu sama lain. Aku merasakan napasnya lebih berat dari napasku. Apa dia telah menahan hawa nafsunya sedari tadi? Aku juga merasakan 'sesuatu' yang mengeras juga tengah menimpa diriku di bawah sana. Ia mengecup bibirku dengan cepat lalu berbisik, "Claire... Aku menginginkan dirimu, malam ini."

Dan saat itu juga kedua bibir kami berpaut satu. Aku melingkarkan kedua tangan ke pemuda di atasku dengan erat. Kedua lidah kami semakin terpacu nafsu mengorek isi di dalam mulut satu sama lain. Tidak ada hawa dingin yang kami rasakan. Semua terasa panas dan menggelora. Ciuman yang sangat berbeda dari sebelumnya.

.

.

.

I lay with the wolves

Alone it seems

.

.

.

"Hngaah, G-Gray.." Eranganku kian menjadi-jadi. Deru angin malam itu bukan menjadi penghalang 'permainan' pertama kali kami. Pikiranku sudah tidak jernih lagi, semuanya campur aduk mengelilingi kepalaku. Perasaan apa ini? Mengapa aku menyukainya? Apa yang sedang Gray berikan kepadaku?

Apakah ini yang dinamakan 'cinta'?

Kenapa aku sangat menyukainya?

Gray..

Gray membenarkan kembali posisinya di atasku lalu mencondongkan kepalanya sejajar dengan kepalaku. Kali ini aku tidak melihat topi khasnya lagi. Rambut pirangnya acak-acakan, wajah yang memerah padam, dan deru napasnya yang berat menjadi sensasi pribadiku yang membuat diriku semakin tidak terkendali. Aku sangat menyukainya. Apa yang ia lakukan padaku, aku sangat menyukainya!

"Gray.. lagi.." bisikku lirih di sela-sela desahanku.

Namun Gray tidak menggubrisnya. Ia hanya tersenyum menyeringai mendengar pintaku. Dan sialnya, ia berhenti bergerak.

"Kau bilang apa?" Gray mendekatkan wajahnya, seolah memancingku untuk mengulang pintaku.

"Aku.."

Sekali hentakan keras Gray membuatku mengerang terkejut.

"Memintalah." Perintahnya.

Aku ingin lebih merasakan cintamu, Gray.

"Lagi. Aku ingin lebih lagi, Gray." Pintaku dengan nada memelas. Kedua mataku berair di kedua kalinya saat sepasang mata kami bertemu, membuat Gray terkesima akan pintaku. Namun Gray tetap ingin lebih. "Memintalah, Claire!" Perintahnya lebih keras.

"Kumohon. Buatlah aku menjadi milikmu seutuhnya!" Kali ini aku berkata keras padanya, yang kini telah dicerna baik oleh Gray. Gray tersenyum puas. Ia mendekati wajahku lalu memberikan cumbuan 'french kiss' yang lebih panas dari sebelumnya.

"Aku mencintaimu, Claire."

Tiga kata yang membuatku terbang melayang.

Aku merasakan Gray mulai bergerak kembali, dan kali ini ia mempercepat gerakannya. Terasa perih, namun tidak seperih saat pertama kali ia memasukkannya. Kedua mataku terbuka lebar, tak peduli air mataku menetes tak terbendung. Gray memagut kedua tangan kami. Aku merasakan jemari Gray mengikat jemariku begitu erat seolah tak ingin dipisahkan. Kehangatan yang selalu ia kirim kepadaku membuatku diriku sangat amat nyaman di sekelilingnya sampai sekarang.

Aku bahagia.

Sangat bahagia.

Sungguh aku sangat menyayanginya.

Gray semakin mempercepat gerakannya padaku, desah napasnya terdengar jelas olehku membuatku semakin bernafsu merasakan miliknya. Aku menatap kedua mata itu. Sangat kelam, penuh nafsu yang selama ini tak tertahankan. Selama ini ia telah menahan dirinya dariku. Aku tidak pernah membayangkan pemuda ini yang awalnya sangat pemalu kini berubah drastis. Justru aku sangat menyukai perubahan itu.

Gray mendorong kedua tanganku hingga di atas kepala hingga tampaklah kedua buah dadaku bergerak tak karuan mengikuti gerakannya. Ia sesekali mengecup lalu menggigit gemas di sana. Ia kemudian mendekati telinga kiri dan memberikan 'tanda' ciuman dan gigitan berbekas berkali-kali. Begitu juga di leherku, banyak sekali aku rasakan gigitan dan hisapan darinya di sana. Aku semakin tidak terkendali dan sontak aku mengerang lebih padanya.

Setelah merasa puas memberikan 'tanda' cintanya padaku, ia kembali fokus ke gerakannya. Kali ini, napas Gray semakin menderu.

"C-Claire.. a-aku mau.." Ucapnya terbata-bata dan ia mulai mengerang tak tahan. Ia melepas ikatan jemari tangan kananku lalu segera mendekap tubuhku. Aku membalas dengan mendekap tubuhnya dengan erat dan tidak ingin melepaskannya.

"Haaah, l-lakukan, Gray!" Ucapku cepat. Aku membalas erangannya dengan eranganku yang semakin menjadi-jadi. Napas beratnya yang menyapu hangat di wajahku membuatku semakin tidak terkendali. Di benakku, aku hanya memikirkan dia.

Dia.

Dia.

Dan dia.

"G-Gray..!"

Aku berteriak memanggil namanya saat aku mengerang bersamaan dengan puncak klimaksku lalu disusul olehnya. Langsung saja aku merasakan cairan hangat menembus masuk ke dalam diriku setelah Gray mengujam miliknya terakhir kali. Napas kami begitu berat. Kami mencoba menangkap udara di sekitar dengan posisi terpaku seperti ini. Aku tidak ingin Gray melepasnya, begitu juga dirinya.

Beberapa saat kemudian, ia menarik daguku lalu mencium bibirku dengan lembut, seraya mengakhiri permainan kami. Aku menyambutnya dengan membalas ciuman hangat padanya. Gray memelukku sekali lagi.

"Aku mencintaimu, Gray." Bisikku lembut. Gray tersenyum sekali lagi dan melanjutkan cumbuannya hingga kami mengejap mata. Tak kusadari permainan ini membuatku sangat lelah. Aku beristirahat di sampingnya setelah itu.

Aku senang aku telah menjadi milikmu, Gray.

Kau juga.

Iya, kan?

.

.

.

I thought I was part of you

.

.

.

Aku kira dengan ini aku dapat bersatu denganmu.

Nyatanya tidak.

.

.

Winter 30th

Daytime

.

.

Di akhir musim dingin itu, aku memutuskan untuk mengeluarkan wujud asliku yang sebenarnya kepada Gray. Seekor serigala betina dewasa dengan bulu coklat muda terang tertampang jelas dihadapannya. Gray kaget bukan kepalang. Ia langsung mengambil kesimpulan bahwa aku adalah makhluk jadi-jadian. Seketika, Gray menangkapku dengan jeratan tali mengikat di leherku.

Karena aku tetap memberontak untuk melepas diri, Gray melemparkanku ke salah satu bebatuan di atas bukit. Langsung saja aku tak sadarkan diri sebelum aku merasakan cairan merah mengalir dari keningku.

Apa yang terjadi?

Mengapa ia yang berbalik menyerangku?

Gray.. kenapa?

.

.

Beberapa jam kemudian, aku membuka kedua mataku. Aku tersadar bahwa aku sudah berada di alun-alun desa, dan aku kaget bahwa semua warga telah berkumpul mengelilingiku. AKu mencoba bergerak, namun leher dan seluruh kaki mungilku terikat kuat.

"Lihat! Dia sudah bangun!"

"Astaga, siluman serigala!"

"Ternyata dia yang sudah membuat desa ini resah! Siluman keparat!"

Apa?

Apa yang terjadi?

Aku menoleh sana-sini mencari sosok familiar di sekitar warga itu, yang ternyata..

Ia yang menahan leherku!

Ia tidak sendiri, aku menangkap sosok kedua pemuda lainnya, pemuda berambut coklat dengan rambut terikat menahan kaki depan, dan pemuda bertopi biru terbalik menahan kaki belakangku.

"Kau sendiri yang menangkap serigala ini? Hebat sekali, Gray!" Puji pemuda bertopi biru terbalik dengan nada bangga. Gray hanya terdiam.

Gray..

Selama ini, dia membohongiku!

Dan hubungan kami takkan pernah berhasil.

"Kurang ajar.."

Disaat mereka lengah, kekuatan supernatural-ku melonjak naik. Dengan sekali lolongan (tentunya dengan tatapan benci), aku merobek habis semua tali yang mengikatku. Aku melolong sekali lagi lebih keras untuk menyerap kekuatanku sembari menakuti warga desa.

"Ahh! Serigalanya! Serigalanya!" Pekik gadis berambut pink.

"Mundur! Mundur semuanya!" Perintah pria besar berjanggut hitam di sana.

Aku memicingkan mata dan menggertakkan gerigiku penuh geram dan muak. "Manusia kurang ajar! Kalian akan merasakan akibatnya!" Ancamku. Semua warga desa sangat panik dan menatapku dengan horor. Di saat aku bersiap untuk posisi menyerang, aku menangkap sosok yang paling aku benci.

Gray.

Aku sangat membencinya!

"MATI KAU!" Aku melompat ke arah Gray, namun tiba-tiba saja..

ZRAASSHH!

Aku terdorong ke arah lain dengan cipratan darah menodai salju putih di lantai alun-alun. Aku meringkuk kesakitan, mencoba untuk bangun. Agh! Punggungku! Perih sekali!

Pemuda sebelah Gray membantunya bangkit. Dia mengacungkan sebilah pisau panjang dan tajam kepadaku. Aku melihat kanan-kiri, para warga tampak sangat marah. Mereka tak segan-segan akan membunuhku karena aku menyerang salah satunya.

"Bunuh dia!" Pria setengah baya bertopi merah memberi aba-aba.

"Jangan beri dia ampun!" Timpal pria berambut jingga disebelahnya.

"Serigala menjijikan! Takkan kuampuni kau!" Pemuda sebelah Gray berlari mendekat untuk menghujam pisaunya ke arah perutku. Dengan cepat aku menghindarinya. Merasa tidak aman lagi di sini aku menemukan celah menuju jalan kosong menghadap selatan, dan segera aku memutuskan untuk berlari meninggalkan kerumunan ke arah hutan.

"Kejar dia! Jangan sampai dia lolos!"

"Jack, Gray, Cliff! Kejar dia! Kami akan menyusulmu." Pria berambut jingga memberi mereka tombak dan panah. "Kami harus mengamankan desa dari ancaman serangan serigala lainnya. Desa ini sudah tidak aman lagi!"

"Ayo Gray! Kita kejar dia!" Jack mendorong punggung Gray yang sedari tadi terdiam seribu kata. Tidak ada raut sama sekali di wajahnya, terasa kosong dan hampa. Namun bodohnya ia hanya menurut untuk mengejarku. "Aku tahu kemana dia pergi."

.

.

.

You loved me and I froze in time
Hungry for that flesh of mine

.

.

.

Gray kini berdiri di salah satu bebatuan, cukup tinggi untuk menemukan sosok wujud serigalaku yang tengah mencoba mendaki bebatuan di depanku. Ia menarik busur panahnya dan menembakkan anak panah dengan cepat.

ZHAAT!

ZHAAAT!

ZHAAAAT!

Beberapa anak panah meleset dan beberapa lainnya kena menyayat punggungku.

"Augh!" Aku mendengis kesakitan, namun tetap kupaksakan berlari melompati bebatuan. Tapakku semakin berdarah saat aku berlompat menuju celah yang salah. Berulang kali aku menabrak bebatuan dan bahkan aku tergelincir jatuh karena tidak fokus. Tetapi aku harus tetap bangkit.

Gray, aku tahu kau mencintaiku.

Tapi kenapa kau tega melakukan ini kepadaku?

Kenapa?

Setelah aku berusaha melewati celah bebatuan dengan susah payah, aku berlanjut lari sekencang tenaga. Aku menoleh ke belakang sekilas, sosok Gray dan kedua temannya sudah tertinggal di belakang. Berarti ini kesempatanku aku melarikan diri secepat mungkin dari sini.

Oh tidak.

Kedua pemuda lainnya, Jack dan Cliff menyergapku dari depan.

Aku terhenti di tempat. Aku menatap mereka dengan tatapan syok.

Jack—dengan tombak dan Cliff—dengan belati, mereka berlari menghadapku.

"Kena kau, sialan!"

"Kau tidak bisa lari kemana-mana lagi!"

.

.

.

But I can't compete with a she wolf

Who has brought me to my knees

What do you see in those yellow eyes

.

.

.

Aku sangat ketakutan. Jika aku tidak dapat memilih keputusanku dengan cepat, aku bakal mati sekarang juga! Ugh, kedua tatapan mereka. Amarah membara seolah aku menjadi bulan-bulanan dalam luapan benci di otak mereka.

Huh, bilang saja tatapan itu hanyalah tatapan NAFSU!

.

.

.

Cause I'm falling to pieces

.

.

I'm falling to pieces
I'm falling to pieces
I'm falling to pieces
Falling to pieces

.

.

.

CUKUP!

Aku menghentakkan kaki kiriku ke depan dengan keras, langsung saja tanah di sekitar bergetar kencang. Jack dan Cliff kaget karena tempat pijakan mereka bergetar, dan mereka berhenti berlari!

SAATNYA!

GRAAAAHH!

Sekarang giliran aku yang melompat ke hadapan mereka, kali ini aku menyerang secara membabi buta. Layaknya seekor serigala jantan yang menangkap mangsanya, sasaranku adalah leher mereka!

GAAHH!

Jack menjerit kesakitan saat aku menggigit lehernya tanpa ampun, dan seketika darahnya menyembur hebat. Tombaknya terlempar entah kemana. Dalam sekejap Jack menghebuskan napas terakhir dan roboh menghadap bebatuan. Kepalanya tentu saja pecah saat mengenai salah satu batu lancip di belakangnya.

Cih, bau amis menjijikan!

Aku berbalik ke sosok Cliff yang terdiam tak percaya melihat temannya mati tiba-tiba karenaku. Aku mengertak gigi penuh geram, emosiku sudah tak tertahan lagi.

Sekarang giliranmu!

Cliff menaikkan belatinya dan menyerangku.

"MATILAH KAU!"

Hmph, dengan mudah aku menghindarinya dengan bergerak secepat kilat ke belakangnya. Langsung saja aku melompat menyergap badannya dan menyerang leher kanannya tanpa ampun.

AHHHH!

CRATTT!

Lagi-lagi darah muncrat di sekitar mulutku, sangat menjijikan! Lompatanku tentu membuat badannya terdorong hingga menabrak bebatuan di depannya. Sialnya, kepalanya tidak pecah seperti Jack jadi dia masih hidup. Karena aku frustasi, aku mengoyak habis daging di lehernya hingga terputus! Kepalanya menggelinding mulus hingga ke bawah sana, dan badannya masih bergerak sedikit hingga beberapa saat kemudian mulai berhenti dan terbujur kaku. Hahaha, aku sukses membunuh mereka berdua.

Berarti tinggal...

Drap Drap

Crack!

Aku berbalik, melihat sosok Gray yang berdiri di sana dengan tatapan horor. Ia menjatuhkan busur dan panahnya ia jatuhkan begitu saja saat mencerna akal pikirannya bahwa ia tak menyangka kedua sahabatnya terbunuh dengan cara mengerikan. Kepala Jack yang pecah berhamburan, dan tubuh Cliff yang terbujur kaku tanpa kepala. Gray segera menutup mulutnya yang terbuka lebar dibarengi raut ingin muntah. Sorotan mata tajam Gray beralih ke aku, dalam sosok serigala penuh bercak darah di sekitar muncung dan leherku.

"CLAIRE! KAU PEMBUNUH!" Teriak Gray histeris. "KAU BUKAN MANUSIA, CLAIRE! KAU PEMBUNUH!"

Entah apa dia sudah hilang akal sehatnya atau memang tak ada pilihan lain, ia berlari mencoba menyerangku dengan tangan kosong. Sisi supernatural-ku dalam sekejap hilang olehnya.

Aku tak bisa membunuhnya.

Aku sangat mencintainya.

Namun dialah yang menghancurkanku hingga berkeping-keping!

Aku tidak bisa menyerangnya seperti ini, maka aku memutuskan melanjutkan pelarianku hingga ke puncak bukit.

Sial, tempat ini..

Puncak bukit ini adalah saksi bisu di mana aku dan Gray bertemu untuk pertama kalinya, tempat ini juga merupakan tempat saat aku dan Gray bercengkrama penuh kasih sayang, dan di sini juga aku dan Gray meluapkan cinta kami yang telah tertahan lama.

Aku terkejut dan berhenti dengan sigap, aku sadar kalau ini jalan buntu! Tebing curam dengan bebatuan cadas dan tajam terpampang saat aku menoleh ke bawah.

"BERHENTI KAU, CLAIRE!"

Dia memanggil namaku dari kejauhan, terlihat Gray tergopoh-gopoh berlari mengejarku tanpa henti,

Gray! Berhenti berlari!

Tapi dia terus berlari menaiki bukit. Kilat emosinya kian membara.

GRAY! BERHENTI!

TIDAK! AKU TIDAK DAPAT MEMPERINGATINYA!

Sekejap aku menghindarinya.

APA YANG KULAKUKAN!

"AAAHHH!"

Gray tergelincir di puncak bukit, dan ia bergelantung tepat di bawah batuan puncak bukit.

"GRAY!"

Spontan aku langsung berubah kembali menjadi seorang wanita. Luka punggungku terlihat jelas bagi siapa yang melihatku dari belakang. Segera aku bertekuk lutut dan menangkap tangan kanannya dengan kedua tanganku yang penuh darah. Aku berusaha menolongnya sebelum terlambat. Tak kupedulikan rasa perihnya luka yang menganga di punggung dan seluruh tubuhku. Rasa benciku pada Gray telah hilang ditelan kenyataan.

"Gray! Bertahanlah!"

Tenagaku tidak ada sama sekali. Ayolah!

"Claire…" Gray yang kini bergelantungan di kedua tanganku menaikkan wajahnya menatapku. Tatapan itu... penuh penyesalan.

Apa!? Tidak!

"Maafkan aku... Aku telah mengkhianatimu." Ucap Gray terbata-bata. Kedua matanya mulai berair diiringi rasa penyesalannya.

"TIDAK! KAU HARUS TETAP HIDUP!" kedua tanganku menggenggam tangan kanannya dengan kuat. Namun, semakin aku menariknya, aku semakin dekat hingga akhir ujung puncak bukit. Pandangan mataku mulai kabur dan cairan bening semakin membasahi pipiku. "Kau harus tetap hidup, Gray! Demi aku!"

"Aku mencintaimu, Claire. Apa adanya." Gray tersenyum miris, air matanya kini mengalir di kedua pipinya. "Engkaulah orang yang paling aku sayang sepanjang hidupku. Maafkan aku." Gray terisak pelan saat ia mulai menggelincirkan tangannya. "Aku tak bermaksud membuatmu begini. Aku pantas mendapatkannya. Hiduplah untukku, Claire." Pinta Gray untuk terakhir kalinya.

"KUMOHON GRAY! JANGAN MENYERAH!" Bentak aku keras.

Gray semakin menggelincirkan tangannya.

"Maafkan aku.." Bulir hangat terakhir jatuh dari sudut pipi kanannya.

Tidak! Jangan!

"JANGAN!"

"MAAFKAN AKU, CLAIREEEEE!" Gray melepas peganganku. Sosoknya jatuh bersamaan dengan permohonan maafnya.

"GRAAAAAAAAYYYYY!"

Aku melebarkan tangan kananku, seolah aku mencoba menangkapnya lagi. Namun naas, isak tangisku semakin menjadi-jadi saat aku melihat jasadnya hancur menghujam bebatuan cadas dan runcing di bawah sana.

"Gray.. tidak… TIDAAKKKK!"

Tak ada gunanya menyesali segala perbuatan.

Tak ada gunanya mengharap semuanya terulang kembali.

Tak ada gunanya memohon untuk kembalinya sang kekasih.

.

.

.

I'm falling to pieces
falling to pieces (falling to pieces)
I'm falling to pieces
Falling to pieces . . .

.

.

.

Aku berdiri tepat di atas puncak bukit ini.

Aku, dengan tubuh tanpa busana ini, bersamaan dengan semua yang aku lalui telah menjadi saksi bisu bagi hidupku. Setiap usaha cinta kami, setiap perasaan yang kami berikan, setiap cinta yang kami luapkan bersama, semuanya merupakan kenangan termanis dan terpahit yang kini tertanam di hatiku.

Selamanya.

.

Aku bersumpah.

Hidup ini memang kejam.

Hidup ini menyedihkan, bengis, dan biadab.

.

.

Namun satu hal alasan aku untuk bertahan.

Alasan untuk aku tetap hidup.

Hanyalah untuk Gray.

Ialah cinta pertama dan terakhirku.

.

.

Dan aku berjanji,

Selama 'cinta' ini aku rawat dan aku jaga,

Selama 'buah hati' ini aku besarkan untukmu,

Aku takkan mengecewakanmu.

Meskipun dunia kita kini terbatas dimensi.

.

.

Aku mencintaimu, Gray.

Selamanya.

.

.

.

END.

.

.

.

Pesan Moral : Sekejam apapun dunia ini, seperih apapun yang engkau rasakan, janganlah engkau bersedih. Ingat bahwa masih ada orang yang menghargaimu, meskipun orang itu adalah musuh abstrak-mu.


A/N :YES! I'm back, Guys. Setelah fanfic ini 'tergolong' mati sejak 2013, aku berniat merevisikan isi cerita dari awal sampai akhir pada tanggal 1 Februari 2019 hingga tampak jelas karena banyak dari kalian yang 'review' tentang isi cerita sebelumnya yang kurang dimengerti. Thanks for your reviews, I hope you enjoy the new one :)

Aku harap dari cerita ini bisa menghibur kalian semua, terlebih buat fans Graire tercinta, semoga terhibur adegan panasnya *cium satu per satu

Mohon dengan amat sangat untuk meninggalkan jejak review kalian, ya. Karena review kalian sangat berarti bagiku untuk membuat fanfic Graire selanjutnya. Terima kasih banyak *bungkuk hormat

Huhuhu, maaf ya buat teman-teman, saya sedikit Angst, Lewd, dan Gore di Fanfic ini. Jangan bunuh saya! *dikejar Gray mode serigala.

Read and Review, ya!

Love, VelianeVyro